Takaful (Solidaritas dan Kebersamaan)
Takaful (Solidaritas dan Kebersamaan)
Takaful
adalah sifat yang meliputi beberapa macam sifat seperti tolong menolong, saling
membantu, dan bersama-sama menutup celah, yang tergambar dengan memberikan
pertolongan, pemeliharaan dan bantuan, hingga ditunaikan kebutuhan orang yang
sangat membutuhkan, menghilangkan kesedihan yang berduka cita, dan menambal
luka orang yang sakit.
Sikap takaful
tidak sirna kecuali saat sudah meratanya egoisme, putusnya rasa persaudaraan,
manusia tenggelam dalam kepentingan pribadi dan kesibukan diri sendiri.
Bani Hasyim
–muslim dan non muslim- bahu membahu bersama Rasulullah r agar orang-orang Quraisy tidak membunuhnya, dan mereka
menjauhkan diri bersamanya r ke Syi'b (lembah) Abu Thalib. Dan bangsa Arab memboikot dan
mengepung mereka di Syi'ib, mereka menulis pembokotan itu dan menggantungnya di
Ka'bah. Hingga akhirnya sebagian pemuka Quraisy bergerak mengingkari
pemboikotan terhadap Bani Hasyim di Syi'ib Abu Thalib karena dorongan takaful
–sekalipun mereka adalah orang-orang jahiliyah- dan mereka tidak merasa tenang
sehingga mereka membatalkan lembaran (perjanjian) yang zalim itu.[1]
Dalam realita
kehidupan kita saat ini, banyak sekali gambaran takaful orang-orang
batil di antara sesama mereka, dan sebagian gambaran kasih sayang mereka
bersama kaum muslimin, karena dorongan kemanusiaan (humanisme) atau sekterian,
atau politik…Apakah hal itu bisa menjadi pendorong tambahan bagi takaful
bersama saudara muslim-mu, dan engkau lebih utama dengannya?
Sebagaimana Siti
Khadijah radhiyallahu 'anha, tatkala dia ingin meringankan rasa takut
dari Nabi r karena turunnya wahyu, ia menjadikan sifat takaful yang beliau
dikenal dengannya sebelum kenabian sebagai dalil logis bahwa Allah I tidak akan pernah menghinakannya, ia berkata: "Sekali-kali
tidak, demi Allah, Allah I tidak pernah menghinakan engkau, sesungguhnya engkau menyambung
tali silaturrahim, memikul yang susah, mengusahakan yang tiada, menjamu tamu,
dan menolong di atas kebenaran.'[2]
Muhajir (orang yang berhijrah) adalah manusia
yang paling membutuhkan para penolong yang menjamin mereka bersamanya, karena
keterasingannya, fakirnya, dan terputusnya (dari sanak keluarga dan tanah air).
Para penolong Rasulullah r (golongan Anshar) merupakan contoh terbesar dalam takaful
bersama saudara-saudara mereka dari kalangan muhajirin. Di antaranya adalah
bahwa mereka meminta pendapat Rasulullah r untuk membagi kebun kurma di antara mereka dan kaum Muhajirin.
Beliau menjawab, 'Tidak.' Kaum Anshar berkata, 'Engkau cukupkan biaya kepada
kami dan kita bersama-sama pada hasilnya.'[3] Dengan demikian, sebagian
kaum Muhajirin bekerja di perkebunan kaum Anshar, mereka membagi hasilnya, dan
terpecahkanlah persoalan pengangguran dan kemiskinan. Dan termasuk gambaran takaful
mereka bahwa muhajir mewarisi saudaranya kaum anshar yang bukan termasuk
kerabatnya.[4]
Karena ikatan persaudaraan yang dipertalikan oleh Rasulullah r di antara keduanya. Dan ia adalah fase bersihnya jiwa dan
ikhlas karena Allah I, kemudian hal itu dinasakh. Takaful seperti ini tidak
pernah terwujuf kecuali sudah mendalam pengertian persaudaraan dan mengutamakan
orang lain, dan sirna dasar-dasar egoisme dan mengutamakan diri sendiri.
Di antara gambaran
takaful yang membuat masyarakat muslim berbeda dengan non muslim:
menolong orang dililit hutang untuk membayar hutangnya. Sehingga, sesungguhnya
Rasulullah r, tatkala Allah I memberikan kemenangan kepada beliau dan baitul mal sudah kaya,
beliau bersabda:
أَنَا أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِيْنَ مِنْ
أَنْفُسِهِمْ, فَمَنْ تُوُفِّيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ فَتَرَكَ دَيْنًا فَعَلَيَّ
قَضَاءُهُ ...
"Aku lebih utama terhadap orang-orang beriman dari diri
mereka sendiri. Maka siapa yang meninggal dunia dari kaum mukminin, maka ia
meninggalkan hutang, maka akulah yang membayarnya …"[5]
Dan di antara
gambaran takaful yang disyari'atkan, takaful bersama orang yang
membunuh secara tidak sengaja dalam membayar diyat orang yang dibunuh. Di mana
semua karib kerabatnya yang mampu dibebani untuk berpangku tangan membayar
diyat orang yang dibunuh, karena menolong orang yang membunuh secara tidak
sengaja, yang terkadang diyatnya bisa menyapu bersih semua hartanya, maka bisa
mencekiknya. Dan jika semua kerabatnya tidak mampu, atau ia tidak mempunyai
kerabat, diyat itu dibayar dari baitul mal.
Di antara gambaran
takaful, membebaskan saudara yang tertawan dengan segala yang mahal dan
tak ternilai harganya. Diriwayatkan bahwa Salamah bin al-Akwa' t ikut berperang bersama Abu Bakar t dalam perang Hawazin, lalu ia mendapatkan jatah seorang budak
perempuan dari Bani Fazarah, dari bangsa Arab yang paling cantik. Lalu ia
bertemu Rasulullah r di Madinah seraya berkata kepadanya, 'Demi Allah, berikanlah
dia kepadaku.' Maka iapun memberikan jariyah itu kepada beliau. Lalu Nabi r menebus dengannya para tawanan kaum muslimin yang ada di kota
Makkah.[6] Dan diriwayatkan pula dari
Umar bin Kahththab t, ia berkata, 'Sungguh aku membebaskan seorang laki-laki dari
kaum muslimin dari tangan orang-orang kafir lebih kucintai dari dari pada
semenanjung arab.'[7]
Ketika jihad
memisahkan para janda, anak-anak yatim, dan orang-orang cacat, maka tidak boleh
melupakan mereka, setelah para wali mereka berangkat berjuang fi sabilillah.
Karena itulah, Rasulullah r bersabda:
اَلسَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ
وَاْلمِسْكِيْنِ كَالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ أَوِ الْقَائِمِ اللَّيْلِ
الصَّائِمِ النَّهَارِ
"Orang
yang mengurus para janda dan orang miskin seperti orang yang berjihad fi
sabilillah, atau beribadah di malam hari berpuasa di siang hari."[8]
Bahkan Rasulullah r
menjanjikan pengurus anak yatim bahwa ia bersama beliau r di surga.[9]
Dan yang tak kalah
pentingnya adalah takaful jiwa, sesungguhnya Rasulullah r menggambarkan tentang hal itu secara umum, beliau bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً
مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ
الْقِيَامَةِ
"Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan seorang mukmin
dari kesusahan dunia, niscaya Allah I menghilangkan darinya kesusahan dari kesusahan akhirat."[10]
Dan Rasulullah r bersungguh-sungguh dalam takaful, sesungguhnya beliau
mencari sahabatnya yang tidak dilihatnya, bertanya tentang persoalan mereka,
dan contoh tentang hal itu sangat banyak dalam sunnah, di antaranya adalah
cerita islamnya Salman al-Farisi t,
dan di akhirnya, sesungguhnya Nabi r
datang dari sebagian peperangan membawa emas seperti telor ayam. Lalu beliau
teringat Salman t, dan sesungguhnya ia memerlukan harta untuk memerdekakan
dirinya. Maka beliau bersabda, 'Apakah yang dilakukan Salman al-Mukatab
(yang dijanjikan merdeka dengan pembayaran)? Maka beliau mengutus seseorang dan
memanggilnya. Maka tatkala ia datang, beliau bersabda, 'Ambilah ini,
bayarkanlah kewajibanmu dengannya, wahai Salman."[11] Salman berkata, 'Maka aku
membayar hak mereka dan aku merdeka, lalu aku ikut serta bersama Rasulullah r dalam perang Khandaq, kemudian aku tidak pernah ketinggalan
peperang bersamanya r.'
Dan di antara takaful
dari sisi perasaan, mempertanyakan kondisi saudara, merasa tenang atas
kondisinya, dan menentramkan perasaannya. Diriwayatkan sesungguhnya Tsabit bin
Qais bin asy-Syammasy t tatkala turun ayat:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ
وَلاَتَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ
أَعْمَالَكُمْ وَأَنتُمْ لاَتَشْعُرُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu lebih dari suara
Nabi, dam janganlah kamu berkata padanya dengan suara keras sebagaimana
kerasnya (suara) sebahagian kamu terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak
hapus (pahala) amalanmu sedangkan kamu tidak menyadari. (QS. Al-Hujurat :2)
Ia berkata, 'Akulah yang telah mengangkat suaraku lebih tinggi
dari suara Rasulullah r, gugurlah amal ibadahku, dan aku termasuk penghuni nereka.' Dan
ia duduk di tengah keluarganya dalam kondisi berduka cita. Maka Rasulullah r menanyakannya. Lalu sebagian orang datang kepadanya, mereka
berkata kepadanya, 'Rasulullah r menanyakan engkau, bagaimana keadaanmu?... dan mereka
mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah r bersabda, 'Tidak, bahkan ia termasuk penghuni surga."[12]
Dan di antara
akhlak yang tertinggi bahwa sikap takaful dibalas dengan menahan diri di
saat sangat membutuhkan, seperti yang dilakukan Abdurrahman bin 'Auf t, ketika ia menolak pembagian harta dan berbagi dua orang istri
bersama orang anshar, dan ia berkata, 'Semoga Allah I memberikan berkah kepadamu pada keluarga dan hartamu, di mana
pasar kamu?'[13]
Ia meminta ditunjukkan pasar agar ia bekerja dengan kedua tangannya dan
berpegang terhadap dirinya sendiri. Bahkan fenomena yang sangat nampak setelah
perang Khaibar (tahun ke -7 H.), ketika kaum Muhajirin sudah kaya, saat mereka
mengembalikan apa yang telah mereka terima dari kaum Anshar. Disebutkan dalam
riwayat: 'Tatkala selesai perang Khaibar, lalu pulang ke kota Madinah, kaum
Muhajirin mengembalikan kepada kaum Anshar buah-buahan yang telah mereka dari
mereka.'[14]
Sesungguhnya masyarakat
yang sikap takaful tersebar secara merata, ialah masyarakat yang kokoh,
yang mampu berjihad fi sabilillah secara disiplin, seolah-olah bangunan yang
kokoh. Sementara engkau mendapatkan masyarakat yang egois dan bakhil tertahan
dari dalam, dimakan oleh permusuhan dan sifat dengki sebelum memerangi musuh.
Masyarakat manakah yang kita pilih untuk diri kita? Dan dengan akhlak apakah
kita menghiasi diri?
Kesimpulan:
-
Sikap takaful tidak hilang kecuali
saat sudah meratanya egoisme.
-
Non muslim melakukan takaful di
antara mereka, dan terkadang melakukan takaful bersama kaum muslimin.
-
Orang yang melakukan takaful, tidak
akan dihinakan Allah I.
-
Gambaran takaful tertinggi adalah
yang terjadi di antara kalangan Muhajirin dan Anshar.
-
Di antara gambaran takaful adalah:
1.
Membantu yang dililit hutang.
2.
Memerdekakan budak.
3.
Membayar diyat yang terbunuh.
4.
Membebaskan tawanan.
5.
Menolong para janda, anak-anak yatim, dan
orang-orang cacat.
-
Di antara takaful jiwa:
1.
Menanyakan keadaan para saudara untuk
menunaikan hajat mereka.
2.
Menjaga perasaan mereka dan menghilangkan
kesedihan mereka.
-
Sikaf takaful adalah sifat yang
agung, dan yang lebih agung darinya adalah sikaf menahan diri.
-
Masyarakat takaful adalah masyarakat
yang kokoh.
Wallahu A'lam.
[1] Cerita blokade terhadap bani Hasyim di Syai'b
Abu Thalib yang diriwayatkan oleh para pengarang buku-buku sejarah Islam.
(lihat Shahih as-Sirah an-Nabawiyah ash-Shahihah 1/181-183
[2] Shahih al-Bukhari, Kitab permulaan wahyu, bab ke-tiga, hadits 3.
[3] Shahih al-Bukhari, kitab asy-Syuruth, bab
ke-5, hadits 2719.
[4] Shahih al-Bukhari, kitab at-Tafsir, surah ke-4, bab 7, hadits no.4580, dari Ibnu
Abbas t.
[5] Shahih al-Bukhari, kitab an-Nafaqah,
bab ke-15 hadits no. 5371.
[6] Shahih Sunan Ibnu Majah, kitab Jihad,
bab ke-32, hadits no. 2297.
[7] Hayat ash-Shahabah 2/408.
[8] Shahih al-Bukhari, Kitab nafaqah, bab ke-1,
hadits no. 5353.
[9] Isyarat kepada hadits al-Bukhari, kitab
ath-Thalaq, bab ke-25, hadits no. 5304.
[10] HR. Muslim, Abu Daud, at-Tirmidzi (Jami'
al-Ushul 6/562, hadits no. 4793)
[11] Musnad Ahmad 5/441-444. al-Hafizh berkata
dalam al-Ishabah: cerita tentang Salman t diriwayatkan dari jalur yang
sangat banyak, yang paling shahih adalah yang diriwayatkan Ahmad (Bulughul
Amani 22/265-266).
[12] Musnad Ahmad 3/137.
[13] Shahih al-Bukhari, kitab Manaqib al-Anshar,
bab ke-3 hadits no. 3780-3781.
[14] Shahih al-Bukhari, kitab al-Hibah, bab ke-35,
hadits no. 2630.
Post a Comment