Ghibah dalam Islam: Dalil, Hukum, dan Bahayanya

Terjemah Irsyādul ‘Ibād

Ghibah dalam Islam: Dalil, Hukum, dan Bahayanya

Muqaddimah

Alḥamdulillāhi Rabbil ‘ālamīn.
Segala puji bagi Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā yang telah membersihkan agama ini dengan akhlak yang luhur. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muḥammad ﷺ, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman.

Hadirin jamaah rahimakumullāh,
Di antara penyakit lisan yang paling berbahaya, paling halus, dan paling sering diremehkan oleh manusia adalah ghibah. Banyak orang merasa aman dari dosa besar, padahal lisannya setiap hari menggerogoti pahala amalnya sendiri.


Pengertian Ghibah

Secara Bahasa

Ghibah berasal dari kata غاب – يغيب yang berarti tidak hadir. Artinya, membicarakan seseorang ketika orang tersebut tidak ada di majelis.

Secara Istilah Syariat

Ghibah adalah membicarakan keburukan seorang Muslim yang tidak ia sukai, meskipun hal itu benar adanya.

Dalil Hadis (Definisi Ghibah)

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ﷺ bersabda:

أَتَدْرُونَ مَا الْغِيبَةُ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ. قِيلَ: أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِي أَخِي مَا أَقُولُ؟ قَالَ: إِنْ كَانَ فِيهِ مَا تَقُولُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ، وَإِنْ لَمْ يَكُنْ فِيهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ

Artinya:
“Tahukah kalian apa itu ghibah?” Para sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau bersabda, “Engkau menyebutkan tentang saudaramu sesuatu yang ia tidak suka.” Ditanya, “Bagaimana jika yang aku katakan memang benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Jika benar, maka engkau telah mengghibahinya. Jika tidak benar, maka engkau telah berdusta atasnya.”
(HR. Muslim)

Penjelasan Ulama

Imam An-Nawawi رحمه الله berkata:

“Hadis ini adalah kaidah agung dalam menjelaskan hakikat ghibah.”
(Syarḥ Ṣaḥīḥ Muslim)


Larangan Ghibah dalam Al-Qur’an

Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka, karena sebagian prasangka itu dosa. Janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging saudaranya yang telah mati? Tentu kalian merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Ḥujurāt: 12)

Tafsir Ulama

Imam Ibnu Katsīr رحمه الله menjelaskan:

“Allah menyerupakan ghibah dengan memakan bangkai saudara sendiri agar manusia benar-benar membenci perbuatan ini.”


Bahaya dan Dampak Ghibah

1. Menghapus pahala

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الرِّبَا أَرْبَى الرِّبَا اسْتِطَالَةُ الْمَرْءِ فِي عِرْضِ أَخِيهِ

Artinya:
“Sesungguhnya riba yang paling besar adalah memperpanjang ucapan dalam kehormatan (mencela) seorang Muslim.”
(HR. Abu Dawud)

2. Bau busuk di sisi Allah

Dari Jabir bin Abdullah RA, Rasulullah ﷺ bersabda:

هَذَا رِيحُ الَّذِينَ يَغْتَابُونَ الْمُؤْمِنِينَ

Artinya:
“Ini adalah bau orang-orang yang mengghibahi kaum mukminin.”
(HR. Ahmad)

Imam Al-Ghazali رحمه الله berkata:

“Ghibah memakan pahala sebagaimana api memakan kayu bakar.”
(Iḥyā’ ‘Ulūmiddīn)


Ghibah yang Diperbolehkan (Dalam Kondisi Tertentu)

Para ulama, termasuk Imam An-Nawawi رحمه الله, menyebutkan 6 kondisi ghibah yang dibolehkan, bukan untuk merusak kehormatan, tetapi demi kemaslahatan syariat.

1. Tadzallum (Mengadu karena dizalimi)

Dalil Al-Qur’an:

لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ

Artinya:
“Allah tidak menyukai ucapan buruk yang diucapkan dengan terang-terangan kecuali oleh orang yang dizalimi.”
(QS. An-Nisā’: 148)


2. Meminta bantuan agar kemungkaran dihentikan

Dalil Hadis:

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ...

Artinya:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya…”
(HR. Muslim)


3. Meminta fatwa

Hadis Hindun binti ‘Utbah RA:

خُذِي مَا يَكْفِيكِ وَوَلَدَكِ بِالْمَعْرُوفِ

Artinya:
“Ambillah (harta suamimu) sekadar mencukupi kebutuhanmu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf.”
(HR. Bukhari)


4. Memberi peringatan dari bahaya

Hadis Fatimah binti Qais RA:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوكٌ

Artinya:
“Adapun Abu Jahm, ia sering memukul wanita. Sedangkan Mu‘awiyah, ia seorang miskin.”
(HR. Muslim)


5. Membicarakan pelaku maksiat terang-terangan

Rasulullah ﷺ bersabda:

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ

Artinya:
“Seluruh umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan berbuat dosa.”
(HR. Muslim)


6. Untuk tujuan pengenalan

Contohnya menyebut “si buta”, “si pincang”, tanpa niat merendahkan, dan tidak ada alternatif lain.


Penutup

Jamaah rahimakumullāh,
Ghibah adalah dosa lisan yang ringan dilakukan, namun berat hisabnya. Ia tidak merusak orang yang dibicarakan, tetapi menghancurkan pahala orang yang berbicara.

Mari kita jaga lisan kita, karena:

“Keselamatan manusia terletak pada penjagaan lisan.”

Semoga Allah membersihkan hati dan lisan kita dari ghibah, fitnah, dan dosa-dosa tersembunyi.

Āmīn yā Rabbal ‘ālamīn.



Tidak ada komentar