SIFAT PEMALU RASULULLAH ﷺ(MALU YANG MENJAGA IMAN, BUKAN MELEMAHKANNYA)

SIFAT PEMALU RASULULLAH ﷺ

(MALU YANG MENJAGA IMAN, BUKAN MELEMAHKANNYA)


Pendahuluan: 

Malu yang Hilang dari Zaman Ini

Saudaraku yang dimuliakan Allah…
Hari ini manusia tak lagi malu berbuat dosa,
namun sangat malu bila tidak dipuji manusia.
Malu dianggap kelemahan,
padahal dalam Islam, malu adalah penjaga iman.

Rasulullah ﷺ justru mencapai derajat tertinggi di sisi Allah
karena malu beliau sangat sempurna.

Allah ﷻ berfirman:

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَىٰ
(QS. Al-‘Alaq: 14)

Artinya:
Tidakkah dia mengetahui bahwa Allah Maha Melihat?

Komentar Imam Al-Qurthubi:

Ayat ini adalah dasar rasa malu seorang mukmin. Siapa yang yakin Allah melihatnya, niscaya ia malu untuk bermaksiat.


1. Rasulullah ﷺ Lebih Pemalu dari Gadis Pingitan

Dari Abu Sa‘id Al-Khudri r.a, beliau berkata:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَشَدَّ حَيَاءً مِنَ الْعَذْرَاءِ فِي خِدْرِهَا، فَإِذَا كَرِهَ شَيْئًا عَرَفْنَاهُ فِي وَجْهِهِ
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Artinya:
Rasulullah ﷺ lebih pemalu daripada gadis yang dipingit. Jika beliau tidak menyukai sesuatu, kami mengetahuinya dari wajah beliau.

Ulasan Ulama

Imam An-Nawawi رحمه الله menjelaskan:

Malu Nabi ﷺ bukanlah malu yang menghalangi kebenaran, tetapi malu yang lahir dari kesempurnaan iman dan keagungan jiwa.

📌 Catatan penting:
Rasulullah ﷺ tidak menegur dengan kasar,
tidak mempermalukan orang,
cukup wajah beliau berubah,
dan para sahabat langsung mengerti.

➡️ Inilah akhlak guru sejati.


2. Malu adalah Cabang Iman

Rasulullah ﷺ bersabda:

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ – أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ – شُعْبَةً، أَفْضَلُهَا قَوْلُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ، وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ
(HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Al-Baihaqi)

Artinya:
Iman itu memiliki lebih dari enam puluh atau tujuh puluh cabang. Yang paling utama adalah ucapan “Laa ilaaha illallah”, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang iman.

Ulasan Imam Ibn Rajab Al-Hanbali

Malu adalah akar segala kebaikan. Jika malu tercabut, maka seluruh cabang iman akan melemah satu demi satu.


3. Malu adalah Tangga Pertama Menuju Cinta Allah

Saudaraku…
Dalam perjalanan seorang hamba menuju Allah,
malu adalah pintu awal,
sementara cinta adalah puncaknya.

Orang yang belum malu kepada Allah,
sebenarnya masih sangat jauh dari cinta sejati kepada-Nya.

Rasulullah ﷺ sendiri merasa malu kepada Allah
padahal beliau ma‘shum (terjaga dari dosa).


4. Malu Rasulullah ﷺ dalam Peristiwa Mi‘raj

Ketika peristiwa Isra’ dan Mi‘raj,
Allah ﷻ mewajibkan shalat 50 kali sehari semalam.

Rasulullah ﷺ menerimanya dengan penuh ketaatan.

Atas nasihat Nabi Musa عليه السلام,
Rasulullah ﷺ kembali memohon keringanan
hingga akhirnya menjadi 5 waktu,
namun berpahala 50.

Namun ketika diminta kembali untuk memohon keringanan,
Rasulullah ﷺ berkata (maknanya):

اسْتَحْيَيْتُ مِنْ رَبِّي
“Aku merasa malu kepada Tuhanku.”

📌 Inilah malu yang agung:
malu mengurangi nilai pengabdian kepada Allah.

Renungan

Rasulullah ﷺ malu meminta keringanan,
sementara kita…
tidak malu meninggalkan shalat sama sekali.


5. Kita Malu kepada Manusia, Bukan kepada Allah

Saudaraku…
Inilah penyakit zaman ini.

Kita:

  • malu bila dipandang buruk manusia
  • malu bila status kita sepi pujian
  • malu bila dianggap tidak sukses

Namun…

  • tidak malu berdosa di hadapan Allah
  • tidak malu mengabaikan shalat
  • tidak malu melanggar perintah-Nya

Allah ﷻ berfirman:

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ
(QS. An-Nisa: 108)

Artinya:
Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak merasa malu kepada Allah.


6. Ciri Orang yang Benar-Benar Malu kepada Allah

Abdullah bin Mas‘ud r.a meriwayatkan, Rasulullah ﷺ bersabda:

اسْتَحْيُوا مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

Para sahabat berkata:
“Kami malu kepada Allah wahai Rasulullah.”

Beliau bersabda:

لَيْسَ ذَاكَ، وَلَكِنَّ الْحَيَاءَ مِنَ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى، وَتَذْكُرَ الْمَوْتَ وَالْبِلَى، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا
(HR. Tirmidzi)

Artinya:
Malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu adalah menjaga kepala dan apa yang dipikirkannya, menjaga perut dan apa yang dimasukkannya, mengingat kematian dan kehancuran, serta meninggalkan kemewahan dunia demi akhirat.

Ulasan Imam Al-Ghazali

Malu kepada Allah adalah kesadaran terus-menerus bahwa kita hidup di bawah pengawasan-Nya.


7. Penutup: Malu yang Menyelamatkan

Saudaraku…
Jika hari ini kita belum malu ketika berdosa,
maka iman kita sedang sakit.

Mari belajar malu:

  • sebelum berbuat maksiat
  • sebelum berkata kotor
  • sebelum menunda shalat
  • sebelum menzalimi orang

Karena malu adalah benteng terakhir iman.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ
(HR. Bukhari)

Artinya:
Jika engkau tidak punya rasa malu, maka berbuatlah sesukamu.


Doa Penutup (boleh dibaca lirih)

Ya Allah…
tanamkan dalam hati kami rasa malu kepada-Mu,
malu yang menjaga iman kami,
malu yang menghalangi dosa,
malu yang mendekatkan kami kepada-Mu.

Ya Allah…
jangan cabut rasa malu dari hati kami,
karena bila malu hilang,
iman pun ikut tumbang.

Shallallahu ‘ala Muhammad…
wa ‘ala aalihi wa sahbihi ajma‘in.



Tidak ada komentar