Menolak Kebohongan
Menolak Kebohongan
''Hai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu." (Al-Hujuraat: 6).
Suatu ketika, Ummul Mukminin Aisyah mengikuti Rasulullah dalam
sebuah ekspedisi untuk menyerang Banul Musthaliq yang berlokasi di dekat kota
Mekah. Dalam perjalanan pulang, rombongan berkemah di dekat Madinah. Dalam
kesempatan itu Aisyah keluar dari kemahnya untuk membuang hajat di suatu tempat.
Setelah memenuhi hajatnya, putri Abu Bakar ini kembali ke kemah dan langsung
masuk ke dalam sekedup (pelangkin) yang berada di atas punggung untanya.
Menjelang rombongan berangkat, Aisyah merasa kehilangan kalung yang tadi
dipakainya saat membuang hajat. Serta-merta beliau turun dari unta dan berusaha
mencari-cari kalungnya yang hilang di kegelapan malam.
Pada saat itulah rombongan tentara Rasul meneruskan perjalanan
pulang ke Madinah. Para pengawal Aisyah tak menyadari kalau istri Rasul tak
berada di dalam sekedupnya lagi. Ini disebabkan oleh karena pelangkin (tandu)
itu begitu rapat. Unta itu berangkat ke Madinah dengan sekedup kosong, sedang
Aisyah tertinggal di tempat semula. Akhirnya, Aisyah hanya berbaring di tempat
itu, berselimutkan kainnya, sambil pasrah kepada Allah dan berharap rombongan
yang menyadari ketiadaannya, bakal kembali. Untunglah ada Shafwan bin
al-Mu'aththol (seorang pemuda tampan dan tegap) yang juga tertinggal karena
sedang mengurus suatu keperluan. Ia menemukan istri Rasul secara tak sengaja.
Akhirnya, Aisyah dipersilakan naik untanya dan dituntunnya unta itu ke Madinah,
sambil mengejar rombongan Nabi. Walau berusaha mengejar, ternyata rombongan Nabi
tak dapat tersusul.
Kedatangan Aisyah bersama Shafwan itu menimbulkan rumor. Oleh
Abdullah bin Ubay, tokoh yang dikenal penyebar kabar bohong, rumor itu semakin
disebarluaskan. Di masyarakat akhirnya santer terdengar kabar bahwa Aisyah
melakukan penyelewengan. Hampir saja terjadi disintegrasi nasional gara-gara
berita bohong ini. Sebab, dua suku terbesar di Madinah, yaitu Suku Aus dan
Khazraj saling membela, mencurigai, dan menuduh. Suku Aus membela martabat dan
kesucian Aisyah, sementara suku Khazraj membela Abdullah bin Ubay, karena dia
berasal dari suku itu. Untungnya Rasulullah cepat bertindak menengahi pertikaian
dua suku yang sebelumnya sudah menjadi musuh bebuyutan ini. Rasullullah saw
bertabayyun (mengecek) kabar itu langsung pada Aisyah. Dan, ternyata
hanya isu.
Cara Rasulullah saw menangani kabar bohong itu adalah teladan
bagi kita, di saat masyarakat dijejali oleh rumor, isu, dan desas-desus yang
memecah-belah dan mengadu-domba umat. Melakukan tabayyun, melakukan uji
kebenaran dan cek ulang adalah cara untuk menghindari terjadinya kesalahan
pengambilan keputusan.
Di Era ghozwul fikr (perang pemikiran) yang cukup dasyat
saat ini, disamping juga berbagai peperangan fisik lain di belahan bumi (di
Afghan, Palestin, Kasmir, Moro, Ambon, Poso dll) yang diarahkan karena kebencian
terhadap kita kaum mu?min, sudah menjadi sunnahtullah bahwa peperangan antara
haq dan bathil itu tidak pernah selesai. Ketika al-haq eksis, al-bathil tidak
akan merasa aman, mereka pasti bergerak dan ini sudah merupakan thabi'atul
ma'rakat (karakter peperangan) itu sendiri. Hanya saja, mungkin suasana
perangnya yang berfariasi.
Bagaimanakah bagi kaum Muslimin sekarang ini untuk mengecek
suatu fitnah besar yang dituduhkan oleh pemimpin AS dan sekutunya kepada Usamah
bin Laden dan Alqaedanya? Maka, sesungguhnya telah nyata kebenaran dari fitnah
itu tatkala soal teror antrax yang dituduhkan Bush sebagai bagian dari
gerakan Usamah bin Laden adalah suatu teror yang mengindikasikan pelakunya
adalah orang AS sendiri, apalagi pernyataan ini keluar dari seorang pakar atau
ilmuwan negara yang bersangkutan yang kenetralan pendapatnya lebih dapat
dipercaya daripada tuduhan Bush. Selain itu, dari pihak Usamah bin Laden tidak
pernah merasa melakukan serangan secanggih itu.
Maka, bagi kita kaum Muslimin yang penting adalah bagaimana
kita mengupayakan segala sumber daya kita dalam menghadapi peperangan demi
peperangan tersebut untuk memperoleh kemenangan serta berharap ridho Allah SWT.
Tentu amat disayangkan ketika perang tersebut selalu dimainkan
oleh musuh-musuh Allah dan kaum mukminin menghadapi kita, sebagaimana Firman
Allah SWT yang artinya, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang
kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: 'Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)'. Dan sesungguhnya jika kamu
mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak
lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al-Baqarah: 120).
Kita sekarang bukan malah mampu bersatu, mempersiapkan,
mengerahkan sumber daya yang kita miliki untuk menghadapi mereka, namun yang
terjadi sekarang adalah silang pendapat, asyik berdebat tentang perang itu
sendiri, sibuk menjadi pengamat atau komentator. Mereka yang tidak menghiraukan
kejadian-kejadian yang menimpa kaum Muslimin di muka bumi dengan berbagai macam
kezaliman dan tidak bangkit rasa iba cinta kasih sesama saudara dan tidak ada
semangat jihad untuk mengadakan perlawanan adalah karena mereka itu telah
tertutup hatinya dengan kehidupan bergelimangan dengan banyak kesenangan, tidur
di spring bed yang empuk, makan yang enak, istri yang cantik, rumah yang
mewah, kendaraan yang mahal, dan lain-lain.
Yang diharapkan dari setiap kita adalah action/amal kita
sebagaimana firman Allah SWT, "Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang
kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Alquran dengan jihad yang
benar." (Al-Furqan: 52).
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi
kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu
jumpai mereka dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah).
Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan dan janganlah kamu
memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat
itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu) maka bunuhlah mereka.
Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir. Kemudian jika mereka berhenti (dari
memusuhi kamu), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim."
(Al-Baqarah: 190 -- 193).
Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanadnya dari Mu'awiyah ra
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, "Segolongan dari ummatku akan
senantiasa melaksanakan perintah Allah; mereka tidak dapat diganggu oleh
orang-orang yang menelantarkannya dan tidak juga oleh orang-orang yang menentang
mereka, hingga datang keputusan Allah dan saat itu mereka mendapat kemenangan
atas seluruh manusia."
Allah SWT berfirman, "Dan janganlah kamu menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat." (Ali 'Imran: 105).
"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa
yang tidak kamu perbuat." (Ash-Shaff: 2).
Makna substansial dari kisah Ummul Mukminin Aisyah ra di atas
seharusnya menjadi ibroh (pelajaran) bagi kita, dan dapat memicu semangat
ukhuwah bagi kalangan mukmin yang dilandasi dengan berbagai aspek terutama aspek
tabayyun, sehingga umat yang punya potensi besar ini (terutama di
Indonesia yang populasi muslimnya sangat besar) tidak keropos, tidak mudah
terprovokasi dan lain-lain.
Dengan korelasi kisah tersebut juga kita dapat melihat secara
jernih bagaimana imperialis-imperialis seperti Amerika dengan kepemimpinan Bush
sekarang yang dengan mudahnya menghakimi orang atau negara lain padahal belum
jelas pembuktian kesalahannya. Publik pun mengetahui pula bahwa semuanya
dilakukan Amerika dengan tuduhan-tuduhan dengan disertai bukti-bukti yang tidak
valid dan prematur, bukti-bukti yang dikembangkan berdasarkan opini publik yang
mereka bangun dan kembangkan untuk kemudian mereka menjadikan alasan-alasan
tersebut sebagai pembenaran atas segala tindakan sporadis mereka.
"Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu menafkahkan harta
mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta
itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke
dalam neraka Jahanamlah orang-orang kafir itu dikumpulkan." (Al-Anfaal: 36).
Wallahu a'lam bishawab.
Post a Comment