Perintah Beristiqamah dalam Agama
Perintah Beristiqamah dalam Agama
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami ialah
Allah' kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat
akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): 'Janganlah kamu merasa takut dan
janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga
yang telah dijanjikan Allah kepadamu." (Fushshilat: 30).
"Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan:'Rabb kami ialah
Allah', kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita." (Al-Ahqaaf: 13).
Dari Sufyan bin 'Abdillah Radhiall?u 'anhu, dia berkata yang
artinya, "Aku berkata, 'Wahai Rasulullah! Ucapkanlah kepadaku suatu ucapan dalam
Islam yang aku tidak akan menanyakannya kepada selain engkau!' Beliau bersabda,
'Ucapkanlah: 'Aaku telah beriman, kemudian beristiqamahlah'!" (HR
Muslim).
Demikian naskah asli dari Mushannif Rahimahullah sebagaimana
yang kami tampilkan di atas yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dalam hadis tersebut, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dimintai untuk memberikan suatu nasihat yang amat berguna dan cukup bagi si penanya (perawi hadis) sehingga dia tidak akan bertanya lagi kepada orang lain tentang hal tersebut, lantas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya agar mengucapkan, "Aku beriman kepada Allah," (serta segala konsekuensinya) kemudian beristiqamah alias memantapkan keimanannya tersebut dalam agama.
Dalam hadis tersebut, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dimintai untuk memberikan suatu nasihat yang amat berguna dan cukup bagi si penanya (perawi hadis) sehingga dia tidak akan bertanya lagi kepada orang lain tentang hal tersebut, lantas beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya agar mengucapkan, "Aku beriman kepada Allah," (serta segala konsekuensinya) kemudian beristiqamah alias memantapkan keimanannya tersebut dalam agama.
Mushannif memberikan sedikit keterangan tentang nama periwayat
hadis tersebut, yaitu Sufyan bin 'Abdullah at-Tsaqafi ath-Thaaifi, seorang
sahabat dan pernah menjadi penguasa di Thaif pada pemerintahan khalifah 'Umar
bin al-Khaththab Radhiall?u 'anhu.
Dalam riwayat yang lain terdapat tambahan, yaitu perawi hadis
setelah itu bertanya lagi kepada Rasulullah: "Wahai Rasulullah! Apa yang engkau
paling takutkan dari diriku?" Atau, (dalam riwayat yang lain: "Apa yang harus
aku jaga?" Lantas Rasululullah memegang lisannya sembari bersabda, "Ini!" atau
dalam riwayat lain: beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat ke arah
lisannya.
Perkataan Sufyan bin 'Abdullah ats- Tsaqafi kepada Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadis yang kita bahas di atas: "Wahai
Rasulullah! ucapkanlah kepadaku suatu ucapan dalam Islam yang aku tidak akan
menanyakannya kepada selain engkau!" Maksudnya adalah bahwa dia meminta kepada
beliau Shallallahu 'alaihi wasallam agar mengajarkannya suatu ucapan yang jaami'
(universal, valid) dan juga cukup yang berkaitan dengan ajaran Islam sehingga
dia tidak membutuhkan (penjelasan) siapa pun setelah beliau, lalu Nabi bersabda
kepada beliau, "Ucapkanlah: 'Aaku telah beriman, kemudian beristiqamahlah!"
Dalam riwayat yang lain, beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Ucapkanlah: 'Rabb-ku adalah Allah', kemudian beristiqamahlah!"
Redaksi tersebut sepadan dengan firman Allah yang atinya,
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami ialah Allah' kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada
mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu
merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah
dijanjikan Allah kepadamu." (Fushshilat: 30). Dan, firman-Nya,
"Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami ialah Allah', kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka
tiada (pula) berduka cita."
(Al-Ahqaaf: 13).
(Al-Ahqaaf: 13).
Istiqamah
Adalah berjalan di jalan yang lurus, yaitu ad-Diinul
Qayyim tanpa adanya kepincangan, baik ke kanan maupun ke kiri. Jadi,
mencakup pelaksanaan segala bentuk ketaatan kepada Allah, baik yang bersifat
lahiriyah maupun bathiniyah serta meninggalkan semua larangan-larangan-Nya.
Dengan demikian wasiat beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam ini menjadi
universal dan mencakup semua ajaran-ajaran agama.
Di antara istilah lain yang berkaitan dengan istiqamah adalah
sebagaimana yang disebutkan dalam kitab ash-Shahihain dari Abu Hurairah
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Bertindaklah kalian
secara benar yang mencapai tujuan/sasaran (as-sadaad) dan
bermuqarabah-lah (lakukan tindakan yang benar yang mendekati
tujuan)."
As-Sadaad
Adalah hakikat dari istiqamah, yaitu bertindak benar dalam
semua perkataan, perbuatan dan tujuan sebagaimana orang yang ingin mencapai
suatu tujuan lantas dia melakukannya dengan benar. Dalam hal ini, Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan 'Ali agar berdoa kepada Allah
memohon as-sadaad dan al-huda (petunjuk). Beliau bersabda
kepadanya, "Ingatlah kejituan kamu dalam mengarahkan anak panah ke sasaran
(demikian pula tatkala memohon as-sadaad kepada Allah, sebab makna
asalnya demikian-red), dan (upayamu mendapat) petunjuk jalan agar kamu sampai ke
tujuan perjalanan (demikian pula tatkala memohon petunjuk dari Allah-red)."
Al-Muqaarabah
Adalah melakukan tindakan yang benar yang mendekati tujuan,
jika belum mencapai tujuan yang sesungguhnya. Akan tetapi, hal ini dilakukan
dengan syarat benar-benar bertekad untuk menuju as-sadaad dan kejituan
mencapai tujuan. Jadi, muqarabah yang dilakukannya terjadi dari
ketidaksengajaan. Senada dengan hal ini, sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam dalam hadis al-Hakam bin Hazn al-Kulafi, "Wahai manusia sekalian,
sesungguhnya kalian tidak akan dapat melakukan ?atau tidak akan mampu
(melakukan)- setiap apa yang aku perintahkan kepada kalian, akan tetapi
berbuatlah secara as-sadaad (bertindak secara benar yang mencapai
tujuan/sasaran) dan berilah kabar gembira. Maknanya: capailah tujuan dan sasaran
secara benar serta istiqamah, sebab kalaupun mereka dapat melakukannya sesuai
dengan sasaran/tujuan yang ingin dicapai dalam semua perbuatan niscaya mereka
telah melakukan semua apa yang diperintahkan kepada mereka (sebab hal itulah
yang dituntut-red).
Alhasil, makna asal istiqamah adalah istiqamahnya
(ketetapan/kemantapan) hati dalam bertauhid, sebagaimana yang ditafsirkan oleh
Abu Bakar ash-Shiddiq dan lainnya.
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami adalah
Allah' kemudian mereka tetap istiqamah." (Al-Ahqaaf: 13).
Hal ini direalisasikan oleh mereka dengan tidak mengalihkan perhatian kepada selain-Nya. Jadi, bila hati telah mantap (istiqamah) dalam makrifatullah (mengenal Allah), takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, segan terhadap-Nya, mencintai-Nya, menuju kepada-Nya, mengharapkan-Nya, berdoa kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya serta berpaling dari selain-Nya, maka akan mantap (istiqamahlah) seluruh anggota badan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya. Sebab hati ibarat sang raja bagi seluruh aggota badan, sedangkan anggota badan ibarat tentara-tentaranya. Maka, bila sang raja mantap dan lurus (istiqamah) niscaya tentara-tentara dan rakyatnya akan berbuat demikian.
Hal ini direalisasikan oleh mereka dengan tidak mengalihkan perhatian kepada selain-Nya. Jadi, bila hati telah mantap (istiqamah) dalam makrifatullah (mengenal Allah), takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, segan terhadap-Nya, mencintai-Nya, menuju kepada-Nya, mengharapkan-Nya, berdoa kepada-Nya, bertawakal kepada-Nya serta berpaling dari selain-Nya, maka akan mantap (istiqamahlah) seluruh anggota badan untuk melakukan ketaatan kepada-Nya. Sebab hati ibarat sang raja bagi seluruh aggota badan, sedangkan anggota badan ibarat tentara-tentaranya. Maka, bila sang raja mantap dan lurus (istiqamah) niscaya tentara-tentara dan rakyatnya akan berbuat demikian.
Obyek yang Perlu Diperhatikan dalam Beristiqamah
Obyek yang paling utama dari seluruh anggota badan setelah hati
untuk diperhatikan agar tetap istiqamah adalah lisan. Lisan ibarat penerjemah
bagi hati dan juru bicaranya; oleh karena itu, ketika Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam memerintahkan agar beristiqamah, beliau mewasiatkan Sufyan (perawi
hadits dalam pembahasan kita ini) agar menjaga lisannya.
Di dalam hadis yang tertuang dalam musnad Imam Ahmad dari Anas
dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Keimanan seorang
hamba tidak akan mantap/lurus (istiqamah) hingga hatinya mantap/lurus, dan
hatinya tidak akan mantap hingga lisannya juga demikian."
Hadis dalam sunan at-Turmuzi dari Abu Sa'id al-Khudri secara
marfu' dan mauquf: "Bila anak Adam menjelang pagi, maka seluruh anggota badannya
akan meminta kaffaarat (jaminan/tebusan) dari lisan, sembari berkata:
'Takutlah kepada Allah terhadap (nasib) kami; jika engkau lurus/mantap maka kami
pun akan demikian, dan jika engkau bengkok maka kami pun akan demikian'."
Penafsiran Ulama Salaf tentang Makna "al-Istiqamah"
Penafsiran Abu Bakar ash-Shiddiq:
Beliau berkata mengenai ayat: "?kemudian mereka tetap istiqamah....": "Mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun." Dalam riwayat lain, dia berkata, "Mereka tidak mengalihkan perhatian kepada tuhan yang lain selain-Nya." Dalam riwayat lain lagi dari beliau, "Kemudian mereka tetap istiqamah untuk (menyatakan) bahwa Allah-lah Rabb mereka."
Beliau berkata mengenai ayat: "?kemudian mereka tetap istiqamah....": "Mereka tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu pun." Dalam riwayat lain, dia berkata, "Mereka tidak mengalihkan perhatian kepada tuhan yang lain selain-Nya." Dalam riwayat lain lagi dari beliau, "Kemudian mereka tetap istiqamah untuk (menyatakan) bahwa Allah-lah Rabb mereka."
Penafsiran Ibnu 'Abbas:
Terdapat riwayat dengan sanad dha'if (lemah), yaitu perkataan beliau, "Inilah ayat yang paling singkat dalam kitabullah, firman-Nya, "Mereka mengatakan: 'Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah (meneguhkan pendirian mereka), (yaitu) dalam kalimat syahadat laa ilaaha illallaah. Demikian pula diriwayatkan dalam versi yang sama dari Anas, Mujahid, al-Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam, as-Sudday, 'Ikrimah, dan selain mereka. Dan dalam riwayat lain dari 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, dia berkata mengenai firman Allah: "?kemudian mereka tetap istiqamah?"; yaitu mereka tetap istiqamah dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang diembankan oleh Allah kepada mereka." (R ath-Thabari; dalam periwayatan ini, 'Ali bin Abi Thalhah tidak pernah bertemu dengan Ibnu 'Abbas).
Terdapat riwayat dengan sanad dha'if (lemah), yaitu perkataan beliau, "Inilah ayat yang paling singkat dalam kitabullah, firman-Nya, "Mereka mengatakan: 'Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka tetap istiqamah (meneguhkan pendirian mereka), (yaitu) dalam kalimat syahadat laa ilaaha illallaah. Demikian pula diriwayatkan dalam versi yang sama dari Anas, Mujahid, al-Aswad bin Hilal, Zaid bin Aslam, as-Sudday, 'Ikrimah, dan selain mereka. Dan dalam riwayat lain dari 'Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu Abbas, dia berkata mengenai firman Allah: "?kemudian mereka tetap istiqamah?"; yaitu mereka tetap istiqamah dalam menjalankan kewajiban-kewajiban yang diembankan oleh Allah kepada mereka." (R ath-Thabari; dalam periwayatan ini, 'Ali bin Abi Thalhah tidak pernah bertemu dengan Ibnu 'Abbas).
Penafsiran 'Umar bin al-Khaththab:
Terdapat riwayat dari umar dengan sanad munqathi' (terputus) meskipun perawi-perawinya tsiqat, bahwa saat diatas mimbar dia pernah membaca ayat dalam firmanNya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami ialah Allah' kemudian mereka tetap istiqamah", kemudian mengomentarinya: "?mereka tidak meraung seperti raungan srigala".
Terdapat riwayat dari umar dengan sanad munqathi' (terputus) meskipun perawi-perawinya tsiqat, bahwa saat diatas mimbar dia pernah membaca ayat dalam firmanNya: "Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: 'Rabb kami ialah Allah' kemudian mereka tetap istiqamah", kemudian mengomentarinya: "?mereka tidak meraung seperti raungan srigala".
Penafsiran Abul 'Aliyah:
Mengenai ayat tersebut dia berkata: "?kemudian mereka mengikhlaskan agama dan amalnya kepada-Nya semata" (Ibnu Katsir melansir hal ini dalam tafsirnya terhadap ayat ini).
Mengenai ayat tersebut dia berkata: "?kemudian mereka mengikhlaskan agama dan amalnya kepada-Nya semata" (Ibnu Katsir melansir hal ini dalam tafsirnya terhadap ayat ini).
Penafsiran Qatadah:
Mengenai ayat tersebut dia berkata, "Mereka tetap istiqamah (konsisten) dalam berbuat taat kepada Allah."
Mengenai ayat tersebut dia berkata, "Mereka tetap istiqamah (konsisten) dalam berbuat taat kepada Allah."
Sikap Hasan Basri:
Ketika mendengar ayat tersebut, al-Hasan berkata, "Ya Allah! Engkau Rabb kami, karenanya anugerahilah kami istiqamah/kemantapan hati (dalam agama)."
Ketika mendengar ayat tersebut, al-Hasan berkata, "Ya Allah! Engkau Rabb kami, karenanya anugerahilah kami istiqamah/kemantapan hati (dalam agama)."
Penjelasan Mushannif mengenai Penafsiran Makna
"al-Istiqamah"
Mushannif mengomentari: "Barangkali maksud mereka yang
mengatakan bahwa makna al-Istiqamah adalah (istiqamah) dalam bertauhid,
sesungguhnya hal itu dalam kapasitas maknanya yang universal yang mengharamkan
ahlinya masuk ke dalam api neraka; yakni merealisasikan makna laa ilaaha
illallaah sebab makna kata al-Ilaah adalah Yang ditaati, baik dalam
kondisi takut kepada-Nya, mengagungkan-Nya, segan terhadap-Nya, mahabbah/cinta
terhadap-Nya, mengharapkan-Nya, bertawakal ataupun berdoa kepada-Nya, bukan Yang
dimaksiati. Sedangkan perbuatan maksiat, semuanya dapat mencacati makna tauhid
ini karena tidak lain ditujukan untuk mengabulkan ajakan orang yang menyeru
kepada pelampiasan hawa nafsu, yaitu setan. Allah Ta'ala berfirman, "Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
ilahnya...." (Al-Jatsiah: 23).
Al-Hasan al-Bashri dan lainnya berkata, "Orang tersebut adalah
orang yang hanya menuruti hawa nafsunya." Dan hal ini bertentangan dengan makna
istiqamah dalam bertauhid.
Sedangkan bila berdasarkan periwayatan dengan lafal
"Ucapkanlah: 'Aku beriman kepada Allah?"; maka maknanya lebih jelas karena makna
iman itu sendiri mencakup seluruh amal saleh menurut ulama salaf dan orang yang
mengikuti mereka dari kalangan ahlul hadis. Dalam hal ini, Allah Ta'ala
berfirman, "Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan." (Huud: 112). Dalam ayat ini, Allah memerintahkan beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang bertaubat bersamanya agar
tetap istiqamah (meneguhkan pendirian) dan tidak melampaui batas dari apa yang
diperintahkan kepadanya dan memberitahukannya bahwa Dia Ta'ala Maha Melihat dan
Mengawasi semua perbuatan-perbuatan mereka. Dalam ayat yang lain, Allah
berfirman, "Maka karena itu serulah (mereka kepada agama itu) dan tetaplah
sebagaimana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu
mereka...." (Asy-Syuura: 15). Qatadah berkata, "Mengomentari ayat ini:
"Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam diperintahkan agar tetap istiqamah dalam
ajaran Allah." Imam (Sufyan-red) ats-Tsauri berkata, berkaitan dengan ayat
tersebut: "(Tetap itstiqamah) dalam menjalankan Alquran."
Ayat-Ayat yang Memerintahkan agar Tetap Istiqamah dalam
Bertauhid
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman: "Katakanlah:
'Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang
lurus menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya...." (Fushshilat: 6).
Demikian pula, Allah Ta'ala memerintahkan agar menegakkan agama
ini secara umum/menyeluruh sebagaimana firmanNya, "Dia telah mensyariatkan
bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang
telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, yaitu: 'Tegakkanlah agama dan
janganlah kamu berpecah belah tentangnya...'." (Asy-Syuura: 13).
Perintah-Nya dalam banyak ayat agar mendirikan salat semakna dengan kedua ayat tersebut yang memerintahkan agar tetap istiqamah dalam bertauhid.
Perintah-Nya dalam banyak ayat agar mendirikan salat semakna dengan kedua ayat tersebut yang memerintahkan agar tetap istiqamah dalam bertauhid.
Cara Mengatasi Keterbatasan dalam Beristiqamah
Keterbatasan dalam beristiqamah yang telah diperintahkan oleh
Allah tidak akan dapat dihindari, oleh karena itu sebagai upaya untuk
menggantikan dan menyempurnakannya kita diperintahkan untuk memohon ampunan
kepada-Nya sebagai bentuk taubat dan kembali ke jalan istiqamah. Hal ini
disinggung dalam firman Allah Ta'ala: "?Maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya...." ( Fushshilat: 6).
Ayat ini senada dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
kepada Mu'adz bin Jabal: "Takutlah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada,
dan ikutilah (timbalilah) perbuatan jelek dengan kebaikan niscaya ia akan
menghapus (kejelekan tersebut)." Sebab, sebagaimana sabda beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam yang lain bahwa manusia tidak akan sanggup beristiqamah dengan
sebenar-benar istiqamah. (HR Ahmad).
Istiqamah amat terkait dengan tauhid dan keimanan yang benar
terhadap Rabb. Jalan menuju istiqamah amat sulit dan tidak mungkin dapat
beristiqamah dengan sebenar-benarnya, karenanya perlu dibarengi dengan istighfar
sebagai bentuk taubat dan upaya kembali ke jalan istiqamah. Obyek utama dari
anggota badan setelah hati yang perlu dijaga agar dapat beristiqamah adalah
lisan.
Post a Comment