Puasa dan Kesadaran Ketuhanan
Puasa dan Kesadaran Ketuhanan
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu betakwa."
(Al-Baqarah: 183).
Dalam Alquran, tujuan puasa disebut secara eksplisit,
yaitu untuk menciptakan manusia bertakwa. Manusia bertakwa sesungguhnya adalah
manusia yang memiliki kesadaran ketuhanan yang amat tinggi. Kesadaran ketuhanan
adalah kesadaran seseorang bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, senantiasa
menyertai dan mengawasi hidupnya, sehingga Allah bukan hanya Maha Hadir (Omni
Present), tetapi juga Maha Dekat (In-Manent).
Kesadaran ketuhanan adalah pangkal kebaikan dan pangkal
moralitas. Tanpa kesadaran ketuhanan, tidak akan pernah ada takwa atau
ketakwaan. Dalam suatu hadis, nabi pernah menerangkan bahwa seseorang tidak akan
mencuri, korupsi, berzina, atau melakukan tindak kejahatan lainnya, manakala ia
beriman dalam arti ingat kepada Allah (HR Bukhari). Ini mengandung arti bahwa
perbuatan dosa timbul dan terjadi karena kelalaian dan kealpaan manusia dari
mengingat Allah SWT.
Ibadah puasa yang kita lakukan sesungguhnya berfungsi untuk
mempertajam dan meningkatkan kesadaran ketuhanan itu, yang diharapkan dapat
menjadi dasar dan landasan terbentuknya nilai takwa. Kesadaran ini sangat
menonjol pada orang yang berpuasa. Itu sebabnya, orang yang berpuasa tetap
menahan lapar dan haus, meski baginya terbuka kesempatan yang seluas-luasnya
untuk berbuka (ifthar), tanpa ada seorang pun yang mengetahuinya. Hal
demikian tidak dilakukan karena ia menyadari sepenuhnya bahwa Allah Maha
Mengetahui dan hadir dalam dirinya.
Inilah kesadaran ketuhanan dan inilah sesungguhnya takwa.
Menurut sebagian ulama, hadis nabi yang menyatakan, "al-shawm-u li wa ana
ajzi bih-i," bukan berarti puasa itu milik-Ku, dan Aku akan membalasnya,
tetapi lebih bermakna bahwa puasa itu untuk meningkatkan kesadaranmu kepada-Ku,
dan Aku akan membalasnya. Interpretasi ini lebih memperlihatkan hubungan puasa
dengan kesadaran ketuhanan tersebut.
Dalam bahasa Alquran, kesadaran ketuhanan itu disebut
rabbaniyyah atau rabbaniyyun. Kata rabbaniyyun menunjuk
hasil penelitian Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, diulang sebanyak tiga kali. Di
antaranya tersebut dalam ayat ini, "Hendaklah kamu menjadi orang rabbani
karena kamu selalu mengajarkan alkitab dan disebabkan kamu tetap
mempelajarinya." (Ali Imran: 79).
Post a Comment