Macam-Macam Kekafiran


Macam-Macam Kekafiran

Hadis Jibril yang populer menyebutkan, agama terdiri dari tiga tingkatan, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ihsan mencakup Islam dan Iman. Sedang Iman mencakup Islam, dan Islam sendiri menuntut dasar keimanan.
Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa dasar agama adalah pelaksanaan Islam secara global dan menyatakan kepercayaan terhadap semua berita yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berdasarkan keyakinan. Orang yang melaksanakan dasar ini, sebagai langkah awal, ia telah dinyatakan Islam. Jika kemudian diikuti dengan melaksanakan perintah-perintah agama dan meninggalkan larangan-larangannya, serta tidak melakukan pelanggaran yang berarti, maka keislamannya meningkat dan dapat berlanjut pada kesempurnaannya dengan merealisasikan iman dan ihsannya.
Pengakuan ini adalah dasar agama. Ketika iman terdiri dari pokok-pokok (ushul) dan cabang-cabang (furu'), yaitu melakukan kewajiban-kewajiban dan kebaikan-kebaikan serta meninggalkan larangan-larangan, maka cabang-cabang ini tidak berarti apa-apa kecuali jika dasarnya telah terlaksana. Maka orang yang berpaling dari dasar ini, pada kenyataannya ia adalah kafir, meskipun ia melaksanakan cabang-cabang iman.
Demikian juga kekafiran, ia terdiri dari pokok-pokoknya dan bagian-bagiannya. Maka orang yang terjerumus ke dalam pokok kekafiran, yaitu yang bertentangan dengan pokok iman dan hakikatnya, maka tidak diragukan lagi bahwa ia adalah kafir. Adapun orang yang terjerumus ke dalam bagian-bagian tertentu dari kekafiran yang tidak bertentangan dengan pokok-pokok keimanan dan hakikatnya, sedangkan ia memiliki pokok keimanan yang menetapkan keislamannya, maka ia tidak dapat diklaim sebagai kafir.
Akan tetapi, tindakannya yang melakukan bagian-bagian dari kekafiran memberikan pengaruh pada cabang-cabang keimanan, dari segi derajat keimanannya, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama salaf ketika mereka ditanya mengenai sabda Rasul saw, "Tidak ada seseorang yang berzina ketika dia dalam keadaan mukmin" mereka mengatakan bahwa inilah Islam yang meliputi cakupan yang luas, sedangkan iman meliputi cakupan kecil dalam lingkup yang besar. Maka, ketika seseorang berzina atau mencuri, ia keluar dari lingkaran iman masuk ke lingkaran Islam, tetapi tidak mengeluarkannya dari Islam kecuali jika ia mengingkari Allah SWT.
Oleh karena itu, hilangnya keislaman seseorang mengharuskan hilangnya keimanan darinya, berbeda dengan hilangnya keimanan seseorang tidak mengharuskan hilangnya keislaman darinya.
Jadi, pokok iman berhadapan dengan pokok kufur. Tingkatan keimanan dan cabang-cabangnya berhadapan dengan tingkatan kekafiran dan bagian-bagiannya. Masing-masing dari keduanya saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, ada dan tidak adanya.
Dari keterkaitan yang terdapat pada nama-nama dan hukum-hukum ini, jelaslah bagi Anda maksud para ulama mengenai pembagian kafir menjadi bermacam-macam, dan ketahuilah bahwa hal ini merupakan penjelasan yang menyatakan bahwa tidak selayaknya seseorang menuduh orang atau perbuatan tertentu sebagai kekafiran. Maksudnya adalah kekafiran yang bertentangan dengan pokok iman yang mengeluarkan seseorang dari Islam, tetapi kadang-kadang juga dimaksudkan selain itu, yaitu apa yang sering disebut dengan kufur kecil yang menurunkan iman seseorang tetapi tidak menghilangkan keislamannya, sedangkan keislamannya tersebut hanya akan hilang apabila ia mengingkari atau kafir kepada Allah SWT.
Pangkal Macam-Macam Kekafiran
Sebagaimana disebutkan bahwa dilihat dari segi berlawanannya dengan pokok keimanan, kekafiran terdiri dari beberapa macam. Berdasarkan hal ini kekafiran dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Pertama,Sesuatu yang bertentangan dengan agama, yaitu mengeluarkan seseorang dari Islam dan menjadi kafir dan diakhirat ia kekal di dalam neraka.
Para ulama menyebutkan kekafiran ini dengan kufur besar (al-kufru al-akbar), yaitu kekafiran yang mengeluarkan seseorang dari Islam dan menggugurkan keimanannya. Kekafiran ini adalah kufur yang tidak memberikan kesempatan menyandang iman bagi orang yang masuk ke dalamnya, dan itu terjadi dengan perkataan atau perbuatan yang menunjukkan kekafiran tersebut dengan dilakukannya unsur-unsur kekafiran tersebut.
Oleh karena itu, ungkapan bahwa kekafiran yang berdasarkan keyakinan adalah kekafiran yang besar (al-kufru al-akbar) dan ia berhadapan dengan kafir perbuatan yang merupakan kufur kecil adalah ungkapan yang salah. Akan tetapi, kufur perbuatan kadang-kadang merupakan kufur akbar (kufur besar).
Ibnu Qayyim ra berkata, "Sebagaimana kekafiran terjadi dengan perkataan, dan itu merupakan bagian dari kekafiran, demikian pula kekufuran terjadi sebab melakukan sebagian perbuatan kafir seperti menyembah patung dan menghina mushhaf."
Kedua,Tindakan yang tidak bertentangan dengan pokok keimanan, tetapi perbuatan tersebut berkaiatan dengan cabang-cabang iman, tingkatannya, dan hal-hal yang dapat menyempurnakannya, sehingga tidak mengeluarkan seseorang dari lingkaran agama Islam. Sebab, pokok iman masih melekat pada dirinya, selama tidak ada penentangnya, baik dari perkataan maupun perbuatan. Pada kekafiran semacam ini, yang hilang adalah kesempurnaan iman dan derajat yang dapat meningkatkan pokok iman dan tingkatan keislamannya, bukan semata-mata iman.
Kekafiran ini yang disebut dengan 'al-kufru al-ashghar' (kufur kecil) adalah selain dari kufur besar. Untuk menyebut hal ini, para ulama mempunyai istilah khusus seperti sebutan 'kufrun duuna kufrin' (kekafiran di bawah kekafiran), kezaliman di bawah kezaliman dan kefasikan di bawah kefasikan.
Al-Kufru al-Akbar (Kafir Besar)
Al-Kufru al-akbar (kafir besar) adalah sesuatu yang bertentangan dengan pokok iman dan hakikatnya, yang menjadikan seseorang kekal di dalam neraka dan mengeluarkan seseorang dari Islam.
Al-Kufru al-akbar terbagi menjadi beberapa macam. Para ulama menyebutkan beberapa hal, di antaranya Ibnu Qayyim, dia berkata: "Kufur akbar terdiri dari lima macam, yaitu Kafir karena dusta, kufur karena takabbur dan enggan percaya, kufur karena berpaling, kufur karena ragu dan kufur karena nifaq (munafiq)."
Dalil-dalil kekafiran tersebut:
Pertama, kufur karena dusta, Allah berfirman yang artinya, "Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika datang kepadanya. Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir?" (Az-Zumar: 32)
Kedua, kufur karena takabbur dan enggan percaya, Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, 'sujudlah kamu kepada Adam', maka sujudlah mereka kecuali iblis, ia enggan dan takabbur dan adalah dia termasuk golongan orang-orang yang kafir?" (Al-Baqarah: 34)
Ketiga,kufur karena berpaling, Allah berfirman, "Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Dan orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka." (Al-Ahqaaf: 3)
Keempat,kufur karena ragu, Allah berfirman, "Dan dia mempunyai kekayaan besar, maka ia berkata dengan kawannya (yang mukmin) ketika ia bercakap-cakap dengan dia, 'Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat', Dan ia memasuki kebunnya sedang ia zalim terhadap dirinya sendirinya, ia berkata, 'Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira bahwa hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Rabbku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu'. Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang ia bercakap-cakap dengannya, 'Apakah kamu kufur kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna'." (Al-Kahfi: 34-37)
Kelima,kufur karena nifaq, Allah berfirman, "Yang demikian itu adalah karena bahwa sesungguhnya mereka telah beriman, kemudian menjadi kafir (lagi) lalu hati mereka dikunci mati, karena itu mereka tidak dapat mengerti."
(Al-Munafiquun: 3)
Syekh Ibnu Taimiyah membagi kufur menjadi dua macam, yaitu kafir zahir dan kafir nifaq (kafir yang terang-terangan dan kafir yang disembunyikan).
Syekh Muhammad Shiddiq Khan juga membagi kafir menjadi dua macam, yaitu kafir sharih (jelas) dan kafir ta'wil.
Namun demikian, pendapat Muhammad Hasan khan memerlukan penjelasan lebih lanjut, yaitu tentang bentuk kafir yang kedua, yaitu kafir ta'wil. Jika yang ia maksudkan adalah kafir kecil (ashghar), maka ia tidak termasuk ke dalam macam-macam kekafiran dalam pembahasan ini (kafir besar). Hal ini, karena seseorang yang melakukan kafir yang besar kadang-kadang berdasarkan penafsiran (ta'wil) yang ia lakukan, dan ia dapat diampuni karena beberapa alasan seperti penafsiran itu sendiri.
Pembagian kafir besar (akbar) yang dilakukan para ulama tidak terlepas dari pembagian istilah yang memerlukan banyak pertimbangan, yang terpenting adalah pertimbangan ilmiyah dengan meneliti nash-nash dan ijtihad berdasarkan nash-nash tersebut.
Hal itu dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada manusia supaya mereka mempelajarinya dan tidak terjerumus ke dalam kekafiran itu, sebagai upaya menghalau keragu-raguan atau kesamaran-kesamaran yang timbul dalam benak manusia, seperti mereka yang berkeyakinan bahwa kafir hanya ada satu macam yaitu ingkar kepada Allah Sang Pencipta atau keyakinan adanya sekutu bagi Allah, dan selain itu tidak berpengaruh kepada keimanan selama pernyataan tauhid (dua syahadat) telah diucapkan dengan jelas.
Jika kita mau melihat hakikat kafir yang merupakan lawan dari iman dari setiap aspeknya, di mana orang yang melakukannya berdasarkan pengetahuan dan dengan sengaja menjadi kafir dan keluar dari agama Islam di dunia, sedang di akhirat ia kekal di dalam neraka, maka jika kita ingin mengetahui hakikat kekafiran dari aspek ini, kita dapat mengembalikan semua pembagian kekafiran pada tiga pokok yang menghimpun macam-macam kekafiran besar tersebut.
Pertama, dapat dilihat dari segi kekafiran yang menghilangkan pokok keimanan, yaitu penyimpangan dengan perkataan hati yang merupakan perwujudan ilmu dan kepercayaan, dan perbuatan hati yang merupakan ketaatan atas keislamannya. Hal itu dikarenakan iman adalah perkataan dan perbuatan, dan keduanya adalah fondasi yang asasi. Jika salah satunya menyimpang, yang lainnya tidak diperhitungkan. Hal yang dapat menghilangkan pokok iman ini adalah jika berpaling dari pelaksanaan secara terperinci dalam melakukan perintah atau meninggalkan larangan, dan kekafiran itu terjadi dengan menolak perintah dan mengingkarinya.
Pokok iman kadang-kadang ditetapkan jika terdapat pernyataan dan pelaksanaan secara global, bahkan kadang-kadang ditetapkan pula dengan cara yang lebih tinggi derajatnya, yaitu dengan pelaksanaan secara terperinci. Akan tetapi, kadang-kadang terjadi kekurangan yang juga dapat mengurangi keimanan. (bersambung)

Tidak ada komentar