MENEPIS PERPECAHAN MENUJU PERSATUAN
MENEPIS PERPECAHAN MENUJU PERSATUAN
Menggelembungkan perut dan menikmati seluruh fasilitas dunia bukanlah gaya hidup seorang mukmin. Melainkan ia punya visi dan misi yang jelas yaitu bagaimana syariat Allah SWT bisa mengayomi permukaan bumi ini. Dengan kata lain kehidupannya adalah untuk iqomatuddin ( menegakkan Din ).
Allah SWT berfirman (yang artinya) "Dia telah mensyari`atkan bagi kamu tentang Din apa yang telah diwasiatkan-Nya kepaa Nuh dan apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu : Tegakkanlah Din dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah SWT memilih kepada Din ini orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (din)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)." QS.42:13).
Iqomatuddin adalah mentauhidkan Allah SWT, iman kepada-Nya, taat kepada utusan-Nya dan menerima syariat-Nya sebagai aturan yang mengatur kehidupan kita. (Fathul Qodir 4/662). Dari ayat diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa kita sebenarnya adalah bagian dari kafilah panjang dari perjalanan sejarah manusia yang bertugas merealisasikan syariat-Nya diatas muka bumi ini.
Seiring dengan perintah iqomatuddin Allah SWT juga melarang ummat ini untuk berpecah belah. Berpecah dalam hal-hal dasar yang keterangannya sudah jelas dalam Al Qur`an dan as-Sunnah. Namun fakta memilukan terpampang didepan mata. Ummat yang sudah kehilangan kekuasaan dan kekuataanya tampak begitu mudah berpecah belah. Yang lebih mengesalkan, banyak diantara mereka yang justru bergandengan mesra dengan Yahudi maupun Nasrani. Lalaikah ummat ini akan firman Allah SWT yang artinya : "Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah SWT itu, niscaya akan terjadi kekacauan dimuka bumi ini dan kerusakan yang besar." ( QS.8:73 )
Sebab-sebab perpecahan ;
- Melupakan sebagian ajaran Islam
Islam merupakan sistem hidup yang integral, satu ajaran sangat terkait dengan ajaran yang lainnya. Bila kesemuanya bisa diamalkan maka akan nampaklah kesempurnaannya sebagai aturan hidup. Namun bila diambil sebagian dan dibuang sebagian tentu akan mengakibatkan kepincangan sistem tersebut. - Dien tidak dijadikan sebagai standar loyalitas
Sebenarnya batasan loyalitas sudah jelas. Antara lain dalam Firman Allah SWT (yang artinya):" Sesungguhnya wali (penolong) kamu hanyalah Allah SWT, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah SWT )." (QS.5:55) Ironisnya, ummat ini ternyata mengabaikan ayat-ayat yang berbicara tentang batasan loyalitas. Mereka justru senang dengan nasionalismenya, organisasi ataupun ikatan-ikatan lain yang mengganti kedudukan Dien sebagai pengikat loyalitas.
- Munculnya fatwa dari orang yang belum ahli
Salah satu faktor penyubur perpecahan ummat adalah banyaknya fatwa yang dikeluarkan para da`i yang sebenarnya belum pantas menyandang gelar ulama.Sehingga mereka dengan enteng menjawab pertanyaan yang diajukan walaupun dengan modal ilmu yang sangat minim.Mereka tidak ingat bahwa orang seulama Imam Malik saja pernah menjawab hanya 3 pertanyaan dari 40 pertanyaan yang diajukan kepada beliau. - Kurang bijaksana dalam mensikapi fitnah
Kebodohan yang menggelayuti ummat merupakan salah satu fitnah utama saat ini. Akibat nyata dari kebodohan ini adalah terjerumusnya mereka dalam perkara-perkara bid`ah. Celakanya ini tidak mereka sadari. Bila kondisi ummat yang semacam ini tidak difahami para da`i, tentu fitnah akan semakin merebak, artinya bila dalam menyampaikan Islam kita tidak menggunakan hikmah boleh jadi kebenaran yang kita sampaikan akan ditolak mentah-mentah oleh mereka dan perseteruan diantara ummatpun kian menguat.
Pemikir Islam terbagi dalam 2 kelompok dalam mensikapi perpecahan ummat ini ;
- Kelompok pertama menyatakan bahwa tidak mungkin persatuan ummat tercapai tanpa adanya keepakatan untuk merujuk pemahaman Islam sesuai dengan apa yang difahami oleh salaf as saleh.
- Kelompok kedua menyatakan bahwa persatuan sangat akan bisa terwujud bila khalifah dibawah kepemimpinan seorang khalifah sudah wujud pada diri kita.
Kemudian kita juga perlu menyatu dalam satu kepemimpinan, membentuk satu jamaah muslimin yang berfungsi sebagai sarana untuk iqomatuddin. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya)" Barang siapa diantara kalian yang melihat sesuatu yang tidak disukai pada diri pemimpinnya hendaklah ia bersabar atasnya, karena barang siapa yang memisahkan diri dari jamaah sejengkal saja lalu ia mati maka ia mati sebagaimana matinya orang jahiliyah." (H.R.Bukhari )
Dua sisi inilah yang harus dikerjakan bila menginginkan persatuan ummat. Berjamaah dalam artian khusus yaitu mengajak ummat untuk kembali pada ajaran Islam yang murni. Dan berjamaah dalam artian politik yaitu menyatu dengan semua orang Islam dalam satu kepemimpinan untuk kemaslahatan dan taat pada amir selama tidak dalam kemaksiatan. Wallahu a`lam.
Referensi: Min Zodaya al muwajjahah fi masirotil amal islami al mu`ashir, I`lanul Muwaqiin, Ibnu Qoyyim Fathul Zodir, Syaukani dll.
Post a Comment