Durhaka Kepada Dua Orang Tua, Dosa Besar
Durhaka Kepada Dua Orang Tua, Dosa Besar
Kewajiban
anak terhadap orang -tua, yaitu berbuat baik, taat dan menghormat. Ini sesuai
dengan panggilan fitrah yang harus dipenuhi dengan sebaik-baiknya.
Dan yang
lebih hebat lagi ialah hak ibu, sebab dialah yang paling berat menanggung
penderitaan waktu mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh.
Firman
Allah Ta'ala:
"Dan
kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada ibu-bapanya, ibunya
telah mengandung dia dengan susah-payah dan melahirkannya dengan susah-payah
pula; mengandung dan menyusuinya selama 30 bulan." (al-Ahqaf: 16)
Diriwayatkan:
"Ada seorang laki-laki
datang kepada Nabi dan bertanya: Siapakah manusia yang lebih berhak saya kawani
dengan baik? Ia menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Ia
menjawab: Ibumu! Dia bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ibumu!
Dia bertanya lagi: Kemudian siapa lagi? Ia menjawab: Ayahmu!" (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Nabi
anggap durhaka kepada dua orang tua itu sebagai dosa besar, sesudah syirik.
Begitulah sebagaimana ungkapan al-Quran.
Oleh
karena itu dalam hadisnya, Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
"Maukah
kamu saya terangkan sebesar-besar dosa besar --tiga kali. Mereka menjawab: Mau,
ya Rasulullah! Maka bersabdalah Nabi, yaitu: menyekutukan Allah, durhaka kepada
dua orang tua --waktu itu dia berdiri sambil bersandar, kemudian duduk, dan
berkata: Ingatlah! Omongan dusta dan saksi dusta." (Riwayat Bukhari dan
Muslim)
"Ada tiga orang yang tidak
akan masuk sorga: 1) orang yang durhaka kepada dua orang tua; 2) laki-laki yang
tidak ada perasaan cemburu terhadap keluarganya; 3) perempuan yang menyerupai
laki-laki." (Riwayat Nasa'i, Bazzar dan Hakim)
"Semua
dosa akan ditangguhkan Allah sampai nanti hari kiamat apa saja yang Dia
kehendaki, kecuali durhaka kepada dua orang tua, maka sesungguhnya Allah akan
menyegerakan kepada pelakunya dalam hidupnya (di dunia) sebelum
meninggal." (Riwayat Hakim dan ia sahkan sanadnya)
Allah
memperkuat pesannya untuk berbuat baik kepada dua orang tua ini, ketika kedua
orang tua tersebut telah mencapai umur lanjut, kekuatannya sudah mulai menurun,
mereka sudah mulai sangat membutuhkan pertolongan dan dijaganya perasaannya
yang mudah tersinggung itu. Dalam hal ini Allah berfirman sebagai berikut:
"Tuhanmu
telah memerintahkan hendaklah kamu tidak berbakti kecuali kepadaNya dan berbuat
baik kepada dua orang tua, jika salah satu di antara mereka atau keduanya sudah
sampai umur tua dan berada dalam pemeliharaanmu, maka janganlah kamu katakan
kepada mereka itu kata-kata 'uff' (kalimat yang tidak menyenangkan hati), dan
jangan kamu bentak mereka, tetapi katakanlah kepada mereka berdua kata-kata
yang mulia. Dan rendahkanlah terhadap mereka berdua sayap kerendahan karena
kasih, dan doakanlah kepada Tuhanmu: Ya Tuhanku! Berilah rahmat mereka itu,
sebagaimana mereka telah memeliharaku di waktu aku masih kecil." (al-Isra': 23-24)
Beberapa
atsar (omongan para sahabat) menyebutkan dalam mengiringi ayat-ayat ini dengan
mengatakan: andaikata ada kalimat yang oleh Allah dipandang lebih rendah
daripada uff, niscaya Ia haramkan juga.
Membuat Gara-Gara yang Menyebabkan Dicacinya Dua Orang Tua, Termasuk Dosa Besar
Lebih
dari itu, bahwa Rasululiah s.a.w. tidak menjadikan gara-gara dicacinya dua
orang tua hanya sekedar haram, tetapi termasuk dosa besar.
Rasulullah
s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya
di antara sebesar-besar dosa besar, ialah seseorang melaknat orang tuanya
sendiri --kemudian para sahabat merasa heran, bagaimana mungkin seorang yang
berakal dan beriman akan melaknat orang tuanya, padahal mereka adalah penyebab
hidupnya. Kemudian mereka itu bertanya: bagaimana bisa jadi seseorang akan
melaknat dua orang tuanya? Maka jawab Nabi: yaitu dia mencaci ayah orang lain
kemudian orang tersebut mencaci ayahnya, dan ia mencaci ibu orang lain,
kemudian orang tersebut mencaci ibunya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Kalau
ini tidak boleh, apalagi mencaci kedua orang tua di hadapannya sendiri.
Pergi ke Medan Jihad Tanpa Izin Orang Tua, Tidak Boleh
Demi
perhatian Islam terhadap kerelaan dua orang tua, maka Islam tidak membenarkan
seorang anak pergi ke medan jihad tanpa mendapat izin dua orang tua, padahal
fisabilillah mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam yang tidak
dapat dibandingkan dengan sekedar sembahyang malam dan puasa di siang hari.
Abdullah
bin 'Amr bin 'Ash meriwayatkan:
"Ada seorang laki-laki
datang kepada Nabi minta izin pergi berperang, kemudian Nabi bertanya: Apakah
kedua orang tuamu masih hidup? Ia menjawab: Masih. Maka sabda Nabi: Berjuanglah
untuk kedua orang tuamu itu." (Riwayat Bukhari dan Muslim) - Yakni
jadikanlah medan
jihadmu itu dengan jalan berbuat baik dan melindungi kedua orang tuamu.
Dalam
satu riwayat dikatakan:
"Ada seorang laki-laki
datang kepada Nabi s.a.w., kemudian berkata: aku telah berbai'at kepadamu untuk
pergi hijrah dan berperang demi mencari pahala dari Allah. Lantas Nabi
bertanya: Apakah salah satu dari kedua orang tuamu itu masih hidup? Ia
menjawab: Betul, bahkan kedua-duanya masih hidup. Kemudian Nabi bertanya lagi:
Apa betul kamu mencari pahala Allah? Ia menjawab: Betul! Maka jawab Nabi:
Pulanglah, temui kedua orang tuamu itu, kemudian berbuat baiklah dalam bergaul
dengan keduanya." (Riwayat Muslim)
Dan
diriwayatkan dari Abdullah bin 'Amr bin 'Ash juga, ia berkata:
"Ada seorang laki-laki
datang kepada Nabi, kemudian berkata: saya datang berbai'at kepadamu untuk
berhijrah, tetapi saya tinggalkan kedua orang tuaku dengan menangis Maka jawab
Nabi: Pulanglah dan perbuatlah kedua orang tuamu itu ketawa, sebagaimana kamu
perbuat mereka menangis." (Riwayat Bukhari dan lain-lain)
Abu Said
meriwayatkan:
"Ada seorang laki-laki
dari Yaman pergi ke tempat Nabi s.a.w. Lantas Nabi bertanya: Apakah kamu masih
mempunyai salah seorang keluarga di Yaman? Ia menjawab: Ya, dua orang tua saya.
Nabi bertanya lagi: Apakah keduanya itu telah memberi izin kepadamu? Ia
menjawab: Tidak! Kemudian Nabi bersabda: Pulanglah, dan minta izinlah kepada
keduanya, kalau mereka itu memberi izin maka pergilah berperang, dan jika
tidak, maka berbuat baiklah kepada keduanya." (Riwayat Abu Daud)
Dua Orang Tua yang Musyrik
Seindah-indah
ajaran yang dibawa oleh Islam dalam hal bergaul dengan dua orang tua, di
antaranya ialah Islam melarang berdurhaka kepada dua orang tua, sekalipun
mereka itu musyrik, bahkan kendati mereka itu sungguh-sungguh dalam
kemusyrikannya. Mereka mengajak kepada anaknya untuk berbuat syirik dengan
seluruh usaha dan perjuangan supaya anaknya pindah agama.
Dalam
hal ini Allah telah berfirman sebagai berikut:
"Hendaklah
kamu bersyukur kepadaku dan kepada dua orang tuamu; kepadakulah tempat kembali.
Dan jika mereka itu bersungguh-sungguh mempengaruhimu supaya kamu menyekutukan
Aku dengan sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, maka
janganlah kamu turut mereka itu, tetapi berkawanlah dengan mereka di dunia ini
dengan cara yang baik; dan ikutilah jalan orang yang taubat kepadaku; kemudian
kepadakulah tempat kembalimu, maka akan kujelaskan kepadamu apa-apa yang telah
kamu kerjakan." (Luqman: 14-15)
Setiap
muslim diperintah dalam kedua ayat ini agar tidak mau menuruti kedua orang tua
terhadap apa yang mereka usahakan dan mereka perintahkannya --dalam hal
kedurhakaan-- sebab sedikitpun kita tidak boleh menurut manusia dalam hal
durhaka kepada Allah (laa tha'ata limakhluqin fima'shiyatil khaliq). Adakah
maksiat yang lebih besar selain syirik? Namun si anak tetap diperintah supaya
bergaul dengan orang tuanya itu dengan sebaik-baiknya, dengan syarat tidak akan
mempengaruhi kejernihan imannya. Bahkan si anak dianjurkan supaya mengikuti
orang-orang mu'min yang baik-baik yang mau taubat kepada Allah.
Si anak
harus menyerahkan keputusannya itu kepada Allah yang maha teguh hukumnya kelak
di hari di mana seorang ayah tidak akan dihukum lantaran perbuatan anaknya,
begitu juga si anak tidak akan dihukum lantaran perbuatan ayahnya.
Inilah
puncak toleransi yang tidak dapat dicapai oleh agama apapun, selain Islam
Post a Comment