Niat Baik Tidak Dapat Melepaskan yang Haram
Niat Baik Tidak Dapat Melepaskan yang Haram
ISLAM memberikan penghargaan terhadap setiap hal yang dapat mendorong untuk
berbuat baik, tujuan yang mulia dan niat yang bagus, baik dalam
perundang-undangannya maupun dalam seluruh pengarahannya. Untuk itulah maka
Nabi Muhammad s.a.w. bersabda:
"Sesungguhnya semua amal itu harus disertai dengan niat (ikhlas karena
Allah), dan setiap orang dinilai menurut niatnya." (Riwayat Bukhari)
Niat yang baik itu dapat menggunakan seluruh yang mubah dan adat untuk
berbakti dan taqarrub kepada Allah. Oleh karena itu siapa yang makan dengan
niat untuk menjaga kelangsungan hidupnya dan memperkuat tubuh supaya dapat
melaksanakan kewajibannya untuk berkhidmat kepada Allah dan ummatnya, maka
makan dan minumnya itu dapat dinilai sebagai amal ibadah dan qurbah.
Begitu juga, barangsiapa yang melepaskan syahwatnya kepada isterinya dengan
niat untuk mendapatkan anak, atau karena menjaga diri dan keluarganya dari
perbuatan maksiat, maka pelepasan syahwat tersebut dapat dinilai sebagai ibadah
yang berhak mendapat pahala. Untuk itu pula, maka Rasulullah s.a.w. pernah
menyabdakan:
"Pada kemaluanmu itu ada sadaqah. Para sahabat kemudian bertanya:
Apakah kalau kita melepaskan syahwat juga mendapatkan pahala? Jawab Nabi:
Apakah kalau dia lepaskan pada yang haram, dia juga akan beroleh dosa? Maka
begitu jugalah halnya kalau dia lepaskan pada yang halal, dia pun akan beroleh
pahala." (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Dan dalam satu riwayat dikatakan:
"Barangsiapa mencari rezeki yang halal dengan niat untuk menjaga diri
supaya tidak minta-minta, dan berusaha untuk mencukupi keluarganya, serta
supaya dapat ikut berbelas kasih (membantu tetangganya), maka kelak dia akan
bertemu Allah (di akhirat) sedang wajahnya bagaikan bulan di malam
purnama." (Riwayat Thabarani)
Begitulah, setiap perbuatan mubah yang dikerjakan oleh seorang mu'min, di
dalamnya terdapat unsur niat yang dapat mengalihkan perbuatan tersebut kepada
ibadah.
Adapun masalah haram tetap dinilai haram, betapapun baik dan mulianya niat
dan tujuan itu. Bagaimanapun baiknya rencana, selama dia itu tidak dibenarkan
oleh Islam, maka selamanya yang haram itu tidak boleh dipakai alat untuk
mencapai tujuan yang terpuji. Sebab Islam selamanya menginginkan tujuan yang
suci dan caranya pun harus suci juga. Syariat Islam tidak membenarkan prinsip
apa yang disebut al-ghayah tubarrirul wasilah (untuk mencapai tujuan, cara
apapun dibenarkan), atau suatu prinsip yang mengatakan: al-wushulu ilal haq bil
khaudhi fil katsiri minal bathil (untuk dapat memperoleh sesuatu yang baik,
boleh dilakukan dengan bergelimang dalam kebatilan). Bahkan yang ada adalah
sebaliknya, setiap tujuan baik, harus dicapai dengan cara yang baik pula.
Oleh karena itu, barangsiapa mengumpulkan uang yang diperoleh dengan jalan
riba, maksiat, permainan haram, judi dan sebagainya yang dapat dikategorikan
haram, dengan maksud untuk mendirikan masjid atau untuk terlaksananya
rencana-rencana yang baik lainnya, maka tujuan baiknya tidak akan menjadi
syafaat baginya, sehingga dengan demikian dosa haramnya itu dihapus. Haram
dalam syariat Islam tidak dapat dipengaruhi oleh tujuan dan niat.
Demikian seperti apa yang diajarkan kepada kita oleh Rasulullah s.a.w.,
sebagaimana disabdakan:
"Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik
pula. Allah pun memerintah kepada orang mu'min seperti halnya perintah kepada
para Rasul."
Kemudian Rasulullah membacakan ayat:
"Hai para Rasul! Makanlah dari yang baik-baik (halal) dan berbuat
baiklah, karena sesungguhnya aku Maha Mengetahui apa saja yang kamu
perbuat." (al-Mu'minun: 51)
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah dari barang-barang baik yang
telah Kami berikan kepadamu." (al-Baqarah:
172)
"Kemudian ada seorang laki-laki yang datanq dari tempat yang jauh,
rambutnya tidak terurus penuh dengan debu, dia mengangkat kedua tangannya ke
langit sambil berdoa: yaa rab, yaa rab (hai Tuhanku, hai Tuhanku), padahal
makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dengan
barang yang haram pula, maka bagaimana mungkin doanya itu dikabulkan?" (Riwayat
Muslim dan Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
"Barangsiapa mengumpulkan uang dari jalan yang haram kemudian dia
sedekahkan harta itu, samasekali dia tidak akan beroleh pahala, bahkan dosanya
akan menimpa dia " (Riwayat Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Hakim)
Dan sabdanya pula:
"Tidak seorang pun yang bekerja untuk mendapatkan kekayaan dengan
jalan haram kemudian ia sedekahkan, bahwa sedekahnya itu akan diterima; dan
kalau dia infaqkan tidak juga mendapat barakah; dan tidak pula ia tinggalkan di
belakang punggungnya (sesudah ia meninggal), melainkan dia itu sebagai
perbekalan ke neraka. Sesungguhnya Allah tidak akan menghapuskan kejahatan
dengan kejahatan, tetapi kejahatan dapat dihapus dengan kebaikan. Kejelekan
tidaklah dapat menghapuskan kejelekan." (Riwayat Ahmad dan lain-lain)
Post a Comment