Nasehat (16): Teliti dalam Mengamati Anggota Keluarga.
Nasehat (16): Teliti dalam Mengamati Anggota
Keluarga.
Siapakah
teman-teman anak-anakmu?
Apakah mereka
telah bertemu denganmu atau engkau mencari tahu tentang mereka?
Apa yang
dilakukan oleh anak-anakmu bersama mereka di luar rumah?
Apa yang ada di
dalam laci dan tas mereka, di bawah bantal, kasur dan apa yang mereka
rahasiakan?
Kemana anak
gadismu pergi dan dengan siapa?
Sebagian orangtua
tidak mengetahui kalau ternyata di dalam lemari anaknya terdapat gambar-gambar
dan kaset video yang tidak mendidik (porno), bahkan kadang-kadang minuman/pil
memabukkan. Sebagian mereka tidak tahu,
anak gadisnya pergi ke pasar bersama pembantu, lalu ia menyuruh pembantu itu
menungguinya bersama sopir, selanjutnya ia pergi sesuai janjinya dengan salah
seorang kekasihnya, sebagian
lain pergi
menghisap rokok bersama kawan-kawan sepermainannya yang jahat.
Mereka yang bisa
lepas diri dari anak-anaknya itu tidak akan bisa lepas dari persaksian pada
Hari Yang Agung, dan mereka tidak akan bisa lari dari kengerian Hari
Pembalasan.
"Sesungguhnya
Allah akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang dipimpinnya,
apakah ia menjaganya atau melalaikannya, sehingga seorang laki-laki ditanya
tentang anggota keluarganya."
Tetapi ada
hal-hal yang perlu diperhatikan :
Pengawasan itu
hendaknya dengan diam-diam.
Tidak untuk
menakut-nakuti. Agar anak-anak tidak
merasa kehilangan kepercayaan diri.
Dalam menasehati
dan memberi hukuman hendaknya memperhatikan umur, pengetahuan dan tingkat
kesalahan yang mereka lakukan.
Hati-hatilah
untuk melakukan penelitian mendalam dan sensus jiwa.
Seseorang
berkisah kepada Penulis, seorang ayah memiliki komputer yang di dalamnya ia
agendakan semua kesalahan-kesalahan anaknya dengan perincian tanggal dan hari
sekaligus. Apabila terjadi kesalahan baru, ia tampilkan kembali nama file yang
khusus mencatat kesalahan anaknya tersebut,. lalu ia tulis kesalahan yang baru
sehingga kesalahan-kesalahan itu terhimpun rapi, baik yang lama maupun yang
baru.
Komentar:
Kita bukan dalam
perusahaan, dan ayah bukanlah malaikat yang ditugasi menulis semua dosa dan
kesalahan.
Ayah seperti itu
hendaknya membaca banyak-banyak buku tentang dasar-dasar
pendidikan dalam
Islam.
Sebaliknya,
penulis juga mengetahui ada orang-orang yang menolak sama sekali untuk ikut
campur dalam urusan anak-anak mereka, dengan dalih anak tidak akan puas bahwa
kesalahan yang ia lakukan itu sebagai kesalahan sampai ia terperosok di
dalamnya, lalu ia mengetahui kesalahan itu dengan sendirinya.
Keyakinan yang
menyimpang ini berasal dan muncul dari falsafah Barat serta teori kebebasan
yang tercela. Sungguh, ini adalah hal yang jauh dari kebenaran.
Sebagian orang
melepaskan kendali untuk anaknya, karena takut -menurut anggapannya- anak itu
akan membencinya, ia berkata, saya mencintainya apapun yang ia kerjakan.
Sebagian lain
melepaskan kendali anaknya sebagai bentuk penolakan terhadap pendidikan ketat
dan keras yang ia alami dari ayahnya dahulu (kakek si anak), ia menganggap
bahwa anaknya harus ia perlakukan sebaliknya secara persis.
Sebagian lain ada
yang sampai pada tingkat kebodohan yang sangat rendah hingga mengatakan:
"Biarkanlah putera-puteri kita menikmati masa remajanya seperti yang mereka
kehendaki".
Apakah tipe ayah
seperti itu terpikirkan di benaknya bahwa kelak anak-anak mereka pada hari
Kiamat akan memanggil-manggil orangtuanya dengan mengatakan: "Hai bapak,
kenapa engkau membiarkan aku berbuat maksiat ?".
Post a Comment