Pembahasan Seputar Aqidah
Muqadimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala,
satu-satunya Dzat yang berhak untuk meneriman pujian dari seluruh makhluk. Yang
tak terhitung jumlah pujian serta yang memujiNya. BagiNya Kemulian mutlak dari
pertama sampai akhir.
Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah melainkan Dia semata, yang
tidak ada sekutu bagiNya, tidak pula tandingan, semisal serta yang serupa
denganNya.
Aku juga
bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulNya. Shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya. Amma ba'du:
Ini adalah
risalah tentang "Ringkasan Aqidah" yang aku khsususkan untuk penduduk
Syam. Yang telah mewarisi negeri dan rumah mereka setelah sekian lama berada di
bawah cengkeraman orang-orang Nasrani, kemudian di teruskan oleh kelompok
Bathiniyah beberapa generasi lamanya. Di mana, kekuasan yang mereka pegang,
sambil di ikuti dengan fitnah dan perubahan pada kebanyakan pokok ajaran Islam
serta cabang-cabangnya.
Dan ada
beberapa orang dari penduduknya serta selain mereka yang meminta kepadaku, agar
menulis sebuah jawaban tentang pertanyaan yang akan di ajukan kepada seorang
hamba kelak pada hari pembalasan. Kemudian tentang hak Allah yang harus di
tunaikan oleh seorang hamba, yang merupakan wasiatnya nabi Nuh serta para nabi
setelah beliau. Yang di tutup dengan risalah Islam, yang diturunkan kepada Nabi
yang buta tentang baca tulis, nabi kita Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam.
Allah ta'ala berfirman:
﴿ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ
مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحٗا وَٱلَّذِيٓ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ وَمَا وَصَّيۡنَا بِهِۦٓ
إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓۖ أَنۡ أَقِيمُواْ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُواْ
فِيهِۚ ١٣ ﴾ [الشورى :13 ]
"Dia
telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya
kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami
wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah
kamu berpecah belah tentangnya".
(QS asy-Syuura: 13).
Seiring dengan banyaknya syahwat serta
ketamakkan dunia maka timbullah hawa nafsu yang dituruti. Dan dengan banyaknya
hawa nafsu ini maka muncullah berbagai macam bentuk pemikiran, sehingga dengan
adanya macam pemikiran tersebut timbullah kelompok dan golongan.
Dan manakala lisan orang Arab mulai kelu
dan lemah, bagi penduduknya serta orang lain, maka dengan mudahnya
penyelewengan, kerancuan, serta adanya campur tangan terhadap hadits-hadits
Nabi serta ayat-ayat ilahi di lakukan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Jika kelompok sempalan yang pertama muncul
pada generasi pertama serta setelahnya begitu mudahnya, maka sudah barang tentu
pada generasi dan zaman sesudahnya, mereka sangat mudah dan bebas melenggang.
Kemudian apa yang terdapat di dalam syahwat dan syubhat, maka sesungguhnya
syubhat tersebut adalah bagian dari syahwat itu sendiri, yang kemudian berubah
menjadi sebuah kerancuan. Kemudian setelah itu berubah menjadi sebuah madzhab
yang di ikuti. Selanjutnya manusia
mengambilnya begitu saja tanpa mengetahui mana ujung pangkalnya. Sebagaimana
yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿ أَفَكُلَّمَا جَآءَكُمۡ
رَسُولُۢ بِمَا لَا تَهۡوَىٰٓ أَنفُسُكُمُ ٱسۡتَكۡبَرۡتُمۡ فَفَرِيقٗا كَذَّبۡتُمۡ وَفَرِيقٗا تَقۡتُلُونَ
٨٧ ﴾ [البقرة : 87 ]
"Apakah
setiap datang kepadamu seorang Rasul membawa sesuatu (pelajaran) yang tidak
sesuai dengan keinginanmu lalu kamu menyombong; Maka beberapa orang (diantara
mereka) kamu dustakan dan beberapa orang (yang lain) kamu bunuh? (QS
al-Baqarah: 87).
Di sebutkan dalam ayat, bahwa hawa nafsu
berubah menjadi bentuk kesombongan, kemudian di lanjutkan menjadi mendustakan
lalu permusuhan. Demikianlah keadaan seluruh kelompok, golongan serta pemikiran
yang sesat pada setiap umat.
Dan Allah ta'ala telah menurunkan
kebenaran serta petunjuk kepada NabiNya shalallahu 'alaihi wa sallam. oleh
karena itu, bagi siapa saja yang ingin menciduknya dalam keadaan masih jernih,
maka hendaknya langsung mengambil dari sumber pokoknya sebelum tercampuri
dengan pemikiran serta akal manusia.
Karena wahyu tak ubahnya bagaikan air,
sedangkan akal seperti wadahnya. Allah tabaraka wa ta'ala menurunkan wahyu,
lalu meletakkan di sanubari Nabinya shalallahu 'alaihi wa sallam, selanjutnya
Nabi mengajarkan kepada para sahabatnya. Setelah itu para sahabat menularkan
kepada para tabi'in.
Sehingga tiap kali bertambah kurun zaman
maka bertambah pula kotoran yang mengkontaminasi wahyu tersebut. Maka bisa
disimpulkan bahwa wadah yang paling bersih ialah wadah pertama, yaitu Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam, kemudian para sahabat.
Di riwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab
shahihnya, dari Abu Musa, dia berkata: 'Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَأَنَا أَمَنَةٌ لأَصْحَابِى فَإِذَا ذَهَبْتُ أَتَى أَصْحَابِى
مَا يُوعَدُونَ وَأَصْحَابِى أَمَنَةٌ لأُمَّتِى فَإِذَا ذَهَبَ أَصْحَابِى أَتَى
أُمَّتِى مَا يُوعَدُونَ. » [أخرجه مسلم]
"Aku
adalah amanah bagi para sahabatku, maka jika aku telah tiada, datang para
sahabatku sesuai apa yang mereka kumpulkan. Dan para sahabatku adalah amanah
bagi umatku, sehingga bila mereka telah meninggal, datang umatku sesuai dengan
apa yang mereka terima". HR Muslim no: 2531.
Maka, agama tidak boleh di ambil melainkan
dari wahyu baik al-Qur'an maupun sunnah. Allah ta'ala berfirman:
﴿ هُوَ ٱلَّذِي بَعَثَ فِي ٱلۡأُمِّيِّۧنَ
رَسُولٗا مِّنۡهُمۡ يَتۡلُواْ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتِهِۦ وَيُزَكِّيهِمۡ وَيُعَلِّمُهُمُ
ٱلۡكِتَٰبَ وَٱلۡحِكۡمَةَ ٢ ﴾. [الجمعة : 2]
"Dia-lah
yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan
ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan
Hikmah (As Sunnah)".
(QS al-Jumu'ah: 2).
Maka, bisa di pastikan bahwa setiap ilmu di
dalam agama yang terambil dari selain keduanya, sama saja masuk dalam ketegori
kebodohan.
Dan pemahaman yang paling benar tentang
wahyu adalah pemahamannya para sahabat radhiyallahu 'anhum. Oleh karena itu,
kami selalu mengingatkan pada setiap perkara dengan dalil yang sesuai dengan
wahyu, kemudian yang sesuai dengan pemahaman para sahabat, yang telah berkumpul
di atas generasi terbaik. Maka dari situ kami katakan:
Bab Pertama
Agama Islam adalah agamanya para Nabi,
agama yang benar yang tetap terjaga
Islam
merupakan satu-satunya agama Allah azza wa jalla, yang tidak mungkin, akan di
terima agama seorang hamba baik dari kalangan insan maupun jin melainkan harus
beragama Islam. Berdasarkan firman Allah ta'ala:
﴿وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ ٨٥﴾ [ ال عمران :85]
"Barangsiapa mencari
agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidak akan diterima (agama
itu)". (QS al-Imraan: 85).
Dan firmanNya:
﴿
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ
﴾
[ ال عمران: 19 ]
"Sesungguhnya agama
(yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam". (QS al-Imraan: 19).
Dan Islam adalah agamanya
seluruh para Nabi, seperti yang Allah ta'ala terangkan dalam firmanNya:
﴿وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ
أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ ٢٥ ﴾ [الأنبياء : 25]
"Dan
Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS
al-Anbiyaa': 25).
Dalam kesempatan yang lain
Allah berfirman:
﴿
إِنَّآ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ كَمَآ
أَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰ نُوحٖ وَٱلنَّبِيِّۧنَ مِنۢ بَعۡدِهِۦۚ
وَأَوۡحَيۡنَآ إِلَىٰٓ إِبۡرَٰهِيمَ وَإِسۡمَٰعِيلَ وَإِسۡحَٰقَ وَيَعۡقُوبَ وَٱلۡأَسۡبَاطِ
وَعِيسَىٰ وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَٰرُونَ وَسُلَيۡمَٰنَۚ وَءَاتَيۡنَا دَاوُۥدَ زَبُورٗا ١٦٣ وَرُسُلٗا قَدۡ قَصَصۡنَٰهُمۡ عَلَيۡكَ
مِن قَبۡلُ وَرُسُلٗا لَّمۡ نَقۡصُصۡهُمۡ عَلَيۡكَۚ وَكَلَّمَ ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا ١٦٤ رُّسُلٗا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى ٱللَّهِ حُجَّةُۢ بَعۡدَ ٱلرُّسُلِۚ وَكَانَ ٱللَّهُ
عَزِيزًا حَكِيمٗا ﴾
[ النساء : 163-165 ]
"Sesungguhnya Kami
telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada
Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu (pula)
kepada Ibrahim, Isma'il, Ishak, Ya'qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus,
Harun dan Sulaiman. dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (kami telah
mengutus) Rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu
dahulu, dan Rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan
Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (mereka Kami utus) selaku
Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu. dan
adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". (QS an-Nisaa': 163-165).
Setelah Allah tabaraka wa ta'ala menyebut
nabiNya Nuh, Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Dawud, Sulaiman, Ayub, Yusuf, Musa, Harun,
Zakaria, Yahya, Isa, Ilyas, Isma'il, Yasa'a, Yunus, Luth, kemudian Allah ta'ala
berfirman:
﴿ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُۖ فَبِهُدَىٰهُمُ ٱقۡتَدِهۡۗ ٩٠
﴾.
[ الأنعام : 90]
"Mereka itulah
orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk
mereka". (QS al-An'am: 90).
Seluruh agama para nabi terpadu pada
pokoknya, akan tetapi yang berbeda adalah pada sebagian cabangnya, namun, tidak
semuanya. Yang berubah hanyalah cabang, akan tetapi, pokoknya tidak berubah
sama sekali.
Di mana Allah azza wa jalla telah mengutus
untuk Bani Israil nabi Musa dan Isa, kemudian Allah menghapus dengan kitab
Injil yang diturunkan kepada Isa, sebagian syari'at yang ada didalam kitab
Taurat yang diturunkan kepada Musa. Hal itu sebagaimana pernyataan Isa terhadap
kaumnya:
﴿وَمُصَدِّقٗا لِّمَا بَيۡنَ يَدَيَّ مِنَ
ٱلتَّوۡرَىٰةِ وَلِأُحِلَّ لَكُم بَعۡضَ ٱلَّذِي حُرِّمَ عَلَيۡكُمۡۚ وَجِئۡتُكُم بَِٔايَةٖ مِّن رَّبِّكُمۡ فَٱتَّقُواْ
ٱللَّهَ وَأَطِيعُونِ ٥٠﴾.[ال عمران: 50]
"Dan
(aku datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan untuk
menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu, dan aku datang
kepadamu dengan membawa suatu tanda (mukjizat) daripada Tuhanmu. karena itu
bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku". (QS al-Imraan: 50).
Nabi Musa dan Isa ialah dua nabi yang di
utus kepada satu umat, namun, sebagian cabang syari'at keduanya berbeda, lantas
bagaimana dengan nabi lain, yang diutus kepada umat yang lain pula?!
Kemudian setelah itu tidak ada yang
tersisa dari syari'at mereka melainkan pasti sudah dirubah, sebagaimana yang di
tegaskan oleh Allah subhanahu wa ta'ala dalam firmanNya:
﴿وَإِنَّ مِنۡهُمۡ لَفَرِيقٗا يَلۡوُۥنَ أَلۡسِنَتَهُم
بِٱلۡكِتَٰبِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَمَا هُوَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ
هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ
ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٧٨﴾ [ال عمران : 78]
"Sesungguhnya
diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab,
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, Padahal ia
bukan dari Al kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang)
dari sisi Allah", Padahal ia bukan dari sisi Allah. mereka berkata dusta
terhadap Allah sedang mereka mengetahui". (QS al-Imran: 78).
Dalam
ayat lain, Allah ta'ala berfirman, menjelaskan akal busuk mereka:
﴿
يُحَرِّفُونَ ٱلۡكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِۦ ٤٦
﴾ [ النساء: 46]
"Mereka
mengubah perkataan dari tempat-tempatnya". (QS an-Nisaa': 46).
Sehingga ada jarak pemisah antara
kebanyakan manusia dan tangga untuk sampai kepada kebenaran, sebagaimana yang
di kehendaki oleh Allah azza wa jalla. Oleh karena itu, tidak ada jalan yang
lebih tepat melainkan di utusnya nabi baru. Yang denganya Allah mengembalikan
agamaNya yang lurus, yaitu dengan di utusnya nabi Muhammad shalallahu 'alaihi
wa sallam. Maka tak ada Islam, tidak pula agama yang benar melainkan agamanya.
Allah ta'ala berfirman:
﴿وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ
فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥ ﴾. [ال عمران : 85]
"Barangsiapa
mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi". (QS al-Imraan: 85).
Allah menjadikan risalah yang di embannya
bagi seluruh umat, dari kalangan manusia maupun jin, orang arab maupun non
arab. Sebagaimana yang di tegaskan dalam firmanNya:
﴿وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا كَآفَّةٗ لِّلنَّاسِ بَشِيرٗا وَنَذِيرٗا وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ
لَا يَعۡلَمُونَ ٢٨﴾.[ سبأ : 28]
"Dan
Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai
pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan". (QS Saba': 28).
Di dalam hadits shahih, yang dikeluarkan
oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَالَّذِى نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ! لاَ يَسْمَعُ بِى أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ يَهُودِىٌّ وَلاَ
نَصْرَانِىٌّ ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ
كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ » [ أخرجه مسلم]
"Demi
Dzat yang jiwa Muhammad berada ditanganNya! Tidak ada seorangpun yang mendengar
seruanku dari kalangan umat ini, dari Yahudi ataupun Nasrani, kemudian dirinya
meninggal tidak beriman dengan apa yang aku bawa, melainkan dirinya pasti
sebagai calon penghuni neraka". HR Muslim no: 153.
Dan Allah azza wa jalla telah menjaga
kesucian al-Qur'an dari penyelewengan serta perubahan, sebagaimana yang di
tegaskan dalam firmanNya:
"Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya". (QS al-Hijr:
9).
Bab Kedua
Penjelas wahyu yang ada dalam al-Qur'an
adalah dengan sunah serta pemahaman para sahabat dan qiyas yang benar atas
keduanya
Tidak
boleh mengartikan Islam dan menjelaskan maksud Allah yang ada di dalam ajaran
Islam tersebut melainkan Allah sendiri di dalam kitabNya dan sunah NabiNya
shalallahu 'alaihi wa sallam.
Tidak
ada yang lebih mulia di kalangan manusia di banding dengan Nabinya Allah
tabaraka wa ta'ala, namun, dengan itu, tetap saja tugasnya hanya sebagai
penyampai wahyu dari Rabbnya. Seperti yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿يَٰٓأَيُّهَا
ٱلرَّسُولُ بَلِّغۡ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ مِن رَّبِّكَۖ ٦٧﴾. [ آل عمران : 67]
"Hai rasul,
sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu". (QS al-Maa'idah: 67).
Kewajiban Nabi hanya menyampaikan dan menjelaskan
wahyu tersebut, sebagaimana perintah Allah azza wa jalla dalam firmanNya:
﴿وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلۡبَلَٰغُ ٱلۡمُبِينُ ٥٤﴾. [ النور : 54]
"Dan
tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan
terang". (QS an-Nuur: 54).
Kemudian, penjelasan tersebut juga
datangnya dari Allah subhanahu wa ta'ala. Allah sendiri yang mengatakan dalam
firmannya:
﴿فَإِذَا قَرَأۡنَٰهُ فَٱتَّبِعۡ قُرۡءَانَهُۥ ١٨ ثُمَّ إِنَّ عَلَيۡنَا
بَيَانَهُۥ ١٩﴾
[ القيامة : 18- 19]
"Apabila
Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian,
sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya". (QS al-Qiyaamah: 18-19).
Kemudian, di antara wahyu yang Allah
turunkan adalah sunah yang diberikan kepada NabiNya, Allah ta'ala berfirman:
﴿وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤ ﴾. [ النجم : 3 - 4 ]
"Dan tiadaklah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut
kemauan hawa nafsunya. (Namun) ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya)". (QS
an-Najm: 3-4).
Apabila Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
di tanya tentang sebuah persolaan, maka bila dirinya sudah mempunyai jawaban
sebelumnya dari Rabbnya, beliau jawab akan tetapi, jika belum maka beliau
menunggu turunya wahyu terlebih dahulu.
Selanjutnya, orang yang paling dekat
pemahamannya dengan nabinya adalah para sahabatnya radhiyallahu 'anhum. Yang
mana, pemahaman mereka tentang al-Qur'an merupakan hujah. Oleh karena itu,
barangsiapa ada yang mengatakan: 'Sesungguhnya ada orang yang mempunyai
syari'at tandingan bagi Allah di dalam agama ini, di dalam menghalalkan atau
mengharamkan'. Maka sungguh, dirinya telah ikut serta bersama Allah di dalam
membikin hukumNya. Dan ini merupakan kekufuran dan kesyirikan yang tidak ada
perpedaan pendapat di kalangan para ulama tentangnya.
Dan Tidaklah Allah ta'ala menurunkan
kitabNya, kecuali pasti di dalam firmanNya tersebut mempunyai makna yang di
inginkanNya. Dan maksudNya tersebut tidak boleh di tafsirkan kecuali oleh
Dirinya serta orang di kalangan makhlukNya yang telah di ijinkan. Dan bagi
orang yang ingin melakukan hal tersebut, agar bisa beristinbat dengan apa yang
ada di dalam al-Qur'an, dengan catatan harus terpenuhi dua syarat:
Pertama:
Penafsirannya tidak keluar dari lisan arab serta bahasanya, baik di dalam
susunan kalimat maupun perkalimatnya.
Kedua:
Tidak menyelisihi makna yang telah tetap di dalam al-Qur'an secara gamblang.
Maka segala sesuatu yang disandarkan
kepada Allah azza wa jalla, maka itu dari Allah. Sungguh sebelumnya telah tersesat
ahli kitab dengan membebani dirinya di luar batas kemampuannya untuk mencari
hukum, berpaling dari yang jelas kemudian menyelami yang samar. Sebagaimana
yang di jelaskan oleh Allah azza wa jalla didalam firmanNya tentang ahli kitab:
﴿وَإِنَّ مِنۡهُمۡ لَفَرِيقٗا يَلۡوُۥنَ أَلۡسِنَتَهُم بِٱلۡكِتَٰبِ لِتَحۡسَبُوهُ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ
وَمَا هُوَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِ وَمَا هُوَ مِنۡ
عِندِ ٱللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى ٱللَّهِ ٱلۡكَذِبَ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٧٨﴾.[ ال عمران : 78]
"Sesungguhnya
diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab,
supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, Padahal ia
bukan dari Al kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca itu datang)
dari sisi Allah", Padahal ia bukan dari sisi Allah. mereka berkata dusta
terhadap Allah sedang mereka mengetahui". (QS al-Imaraan: 78).
Mereka bersilat lidah, memutar-mutar
lidahnya ketika membaca al-Kitab, bukan dengan yang lainnya, itu supaya kamu
menyangka kalau yang sedang di bacanya itu sebagian dari al-Kitab, dikarenakan
kedekatannya dengan al-Kitab, sebagai penekanan didalam kesesatan.
Bab Ketiga
Hak Allah atas hambaNya. Dan orang yang
berbuat syirik balasannya adalah neraka serta tidak adanya kontradiksi adanya
mereka di dunia
Haknya
Allah azza wa jalla ialah mengesakan Allah di dalam ibadah, dengan berbagai
macam jenisnya. Hal itu sebagaimana yang tercantum di dalam firman-Nya:
﴿
وَإِلَٰهُكُمۡ إِلَٰهٞ وَٰحِدٞۖ لَّآ
إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلرَّحۡمَٰنُ ٱلرَّحِيمُ ١٦٣ ﴾ [ البقرة : 163]
"Dan Tuhanmu adalah
Tuhan yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang". (QS al-Baqarah:
163).
Sehingga tidak boleh menyekutukan bersama
Allah dengan selainNya, baik di dalam amalan hati, lisan maupun anggota badan.
Allah secara tegas menyatakan dalam firmanNya:
﴿وَٱعۡبُدُواْ
ٱللَّهَ وَلَا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ ٣٦﴾. [ النساء : 36]
"Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun". (QS an-Nisaa': 36).
Tidak
ada syirik besar yang tersisa di dalam diri seseorang kebaikan sedikitpun,
justru sebaliknya, itu adalah petaka. Allah ta'ala berfirman:
﴿وَلَقَدۡ
أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٦٥﴾ [ الزمر : 65]
"Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. "Jika
kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu
termasuk orang-orang yang merugi". (QS az-Zumar: 65).
Ini
adalah seruan kepada Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, lantas
bagaimana dengan orang selain beliau?
Dan
Allah ta'ala tidak akan mengampuni dosa syirik pada hambaNya kecuali dengan
taubat. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam firmanNya:
﴿ إِنَّ ٱللَّهَ
لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن
يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨﴾. [ النساء : 48]
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar". (QS an-Nisaa': 48).
Dalam ayat
lain Allah berfirman:
﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ وَصَدُّواْ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ثُمَّ مَاتُواْ وَهُمۡ كُفَّارٞ فَلَن يَغۡفِرَ
ٱللَّهُ لَهُمۡ ٣٤﴾
[محمد : 34]
"Sesungguhnya
orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah kemudian
mereka mati dalam keadaan kafir, Maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun
kepada mereka". (QS Muhammad: 34).
Dan
barangsiapa yang mati di atas kekafiran maka di akan menjadi penghuni neraka.
Sebagaimana yang diterangkan di dalam firmanNya:
﴿وَمَن يَرۡتَدِدۡ
مِنكُمۡ عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ
فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ
٢١٧﴾[ البقرة : 217]
"Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari
agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya". (QS al-Baqarah: 217).
Dan adalam ayat lainnya Allah ta'ala berfirman:
﴿إِنَّ ٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ وَمَاتُواْ وَهُمۡ كُفَّارٌ أُوْلَٰٓئِكَ عَلَيۡهِمۡ لَعۡنَةُ ٱللَّهِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
وَٱلنَّاسِ أَجۡمَعِينَ ١٦١﴾ [ البقرة : 161]
"Sesungguhnya orang-orang kafir dan mereka mati
dalam Keadaan kafir, mereka itu mendapat la'nat Allah, para Malaikat dan
manusia seluruhnya". (QS
al-Baqarah: 161).
Terkadang, adakalanya seorang kafir
dalam kehidupannya di dunia, dirinya banyak berguna bagi orang lain. Dan ini
termasuk dari kemudahan yang ditundukan baginya oleh Allah azza wa jalla dalam
bentuk kauni. Sebagaimana halnya, di tundukannya berbagai jenis manfaat bagi
kehidupan umat manusia, seperti matahari, bulan, angin, awan, di mana ke empat
hal tersebut merupakan unsur yang paling banyak memberi peran kesejahteraan
bagi umat manusia.
Karena, orang kafir dirinya
itu terjatuh di dalam pengingkaran terhadap Allah tabaraka wa ta'ala, namun,
dirinya tidak pernah mengingkari adanya alam. Sehingga hukumannya juga di
jatuhkan kepada orang yang mengingkari haknya Allah azza wa jalla bukan kepada
orang yang mengingkari adanya alam.
Bab Keempat
Tentang keimanan, kekufuran
dan kemunafikan
Iman dan kekufuran adalah dua nama dan
hukum yang di turunkan langsung oleh Allah semata. Oleh karena itu, tidak boleh
mengkafirkan seseorang tanpa di sertai dalil dan penjelasan dari Allah ta'ala.
Sedangkan umat manusia di muka bumi ini
hanya terbagi menjadi dua, yang tidak ada golongan ketiganya, yaitu:
Orang-orang yang beriman dan orang-orang kafir. Allah Azza wa jalla menjelaskan
hal tersebut dalam firmanNya:
﴿هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ فَمِنكُمۡ كَافِرٞ وَمِنكُم مُّؤۡمِنٞۚ وَٱللَّهُ
بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ ٢﴾. [ التغابن : 2]
"Dia-lah
yang menciptakan kamu maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada
yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan". (QS at-taghaabun: 2).
Dan hukum atas keduanya adalah suatu
ketentuan yang harus sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah di dalam
kitabNya dan sunah nabiNya.
Adapun
orang munafik, mereka adalah:
§ Adakalanya, dia
memang orang kafir yang menyembunyikan kekafirannya kemudian menampakan
keimanannya. Seperti halnya, orang yang menampakan keimanan kepada Allah,
kitabNya, rasulNya, namun, di dalam jiwanya dia mendustakan itu semua. Inilah
yang di namakan dengan nifak akbar (kemunafikan yang besar).
§ Atau, memang dia
adalah seorang muslim yang menyembunyikan perbuatan maksiat lalu menampilkan
ketaatan. Seperti halnya, orang-orang yang cepat di dalam memenuhi janji
padahal dalam hatinya dia menyembunyikan penghianatan. Menampakan kejujuran
dalam bicara akan tetapi aslinya berbeda. Inilah yang di namakan kemunafikan
yang kecil. Dan hukum berinteraksi dengan orang munafik ialah hukum muamalah
muslim secara dhohir sesuai dengan apa yang nampak dari mereka.
Dan pada asalnya, hukum di dalam harta dan
darahnya seorang muslim adalah haram, adapun orang kafir maka halal keduanya.
Akan tetapi jangan di pahami secara mutlak. Karena bisa jadi, terkadang orang
kafir terjaga darah dan hartanya, di karenakan, perjanjian, jaminan keamanan
padanya, dan bila mau memberi upeti.
Dan seorang mukmin boleh di bunuh dengan
sebab dosa yang dikerjakannya, seperti karena membunuh atau berzina setelah
dirinya menikah.
Kemudian, tidak boleh mengkafirkan
seseorang melainkan orang yang telah di kafirkan oleh Allah dan RasulNya.
Mereka ada golongan, diantaranya:
§ Orang yang
mendustakan Allah azza wa jalla dan NabiNya shalallahu 'alaihi wa sallam.
§ Atau, orang yang
mengolok-olok keduanya. Sebagaimana secara tegas di terangkan di dalam
firmanNya:
﴿ قُلۡ أَبِٱللَّهِ
وَءَايَٰتِهِۦ وَرَسُولِهِۦ كُنتُمۡ تَسۡتَهۡزِءُونَ ٦٥ لَا تَعۡتَذِرُواْ قَدۡ كَفَرۡتُم
بَعۡدَ إِيمَٰنِكُمۡۚ إِن نَّعۡفُ عَن طَآئِفَةٖ مِّنكُمۡ نُعَذِّبۡ طَآئِفَةَۢ
بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ مُجۡرِمِينَ ٦٦﴾ [ التوبة : 65-66]
"Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". Tidak usah kamu minta maaf, karena
kamu kafir sesudah beriman. jika Kami memaafkan segolongan kamu (lantaran
mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan
mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa". (QS at-Taubah: 65-66).
§ Atau, orang yang
durhaka dan enggan untuk tunduk kepada Allah dan RasulNya.
§ Atau, mengingkari
secara terang-terangan salah satu dari hukum-hukum Islam.
§ Atau mendustakan
Allah tabaraka wa ta'ala. Allah ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan,
hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka
itulah para pendusta". (QS an-Nahl: 105).
Dalam ayat
yang lain Allah ta'ala berfirman:
﴿وَمَنۡ أَظۡلَمُ مِمَّنِ ٱفۡتَرَىٰ
عَلَى ٱللَّهِ كَذِبًا أَوۡ كَذَّبَ بِٱلۡحَقِّ لَمَّا جَآءَهُۥٓۚ أَلَيۡسَ فِي جَهَنَّمَ
مَثۡوٗى لِّلۡكَٰفِرِينَ ٦٨﴾. [العنكبوت : 68]
"Dan
siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kedustaan
terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya?
Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang
kafir?" (QS al-'Ankabut: 68).
Dan di
tafsirkan oleh para ulama bahwa makna kalimat zalim adalah yang di maksud
kekafiran.
§ Atau, memalingkan
sebuah ibadah kepada selain Allah azza wa jalla. Sebagaimana yang di jelaskan
dalam firmanNya:
﴿ وَمَن يَدۡعُ
مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ لَا بُرۡهَٰنَ لَهُۥ بِهِۦ فَإِنَّمَا حِسَابُهُۥ عِندَ
رَبِّهِۦٓۚ إِنَّهُۥ لَا يُفۡلِحُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ١١٧ ﴾ [المؤمنون : 117]
"Dan barangsiapa
menyembah sesembahan yang lain di samping Allah, Padahal tidak ada suatu
dalilpun baginya tentang itu, Maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak akan beruntung". (QS al-Mu'minun: 117).
Sama saja,
apakah ibadahnya tersebut di lakukan dengan ikhas murni hanya untuk selain
Allah, atau menjadikan sesembahan tersebut sebagai sarana saja, maka semuanya
masuk dalam kekafiran. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَيَعۡبُدُونَ
مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ
شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبُِّٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ١٨
﴾
[ يونس : 18]
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat
mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan
mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi
Allah". Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang
tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?" Maha suci
Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu)". (QS Yunus: 18).
§ Atau menjadikan
kekhususan yang di miliki oleh Allah semata kepada yang lainNya, seperti haknya
Allah di dalam membikin syari'at dan hukum, mengharamkan dan menghalalkan. Maka
sesungguhnya membikin syari'at dan hukum di namakan oleh Allah ta'ala sebagai
salah satu bentuk ibadah. Hal sebagaimana yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ
إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ
وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ ٤٠ ﴾ [يوسف
: 40]
"Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan
agar kamu tidak menyembah selain Dia". (QS Yusuf: 40).
§ Atau, mengklaim
bahwa selain Allah ada mengetahui ilmu ghoib, seperti sihir, perdukunan dan
ilmu perbintangan. Allah ta'ala menyatakan dalam firmanNya:
﴿ قُل لَّا
يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُۚ وَمَا يَشۡعُرُونَ
أَيَّانَ يُبۡعَثُونَ ٦٥ ﴾ [
النمل : 65]
"Katakanlah: "tidak
ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah", dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan".
(QS an-Naml: 65).
§ Atau, menyakini bahwa ada yang mencipta serta mengatur, di alam semesta,
menghidupkan, atau mematikan selain Allah. Secara jelas Allah ta'ala
menerangkan dalam firmanNya:
﴿أَمۡ جَعَلُواْ
لِلَّهِ شُرَكَآءَ خَلَقُواْ كَخَلۡقِهِۦ فَتَشَٰبَهَ ٱلۡخَلۡقُ عَلَيۡهِمۡۚ قُلِ
ٱللَّهُ خَٰلِقُ كُلِّ شَيۡءٖ وَهُوَ ٱلۡوَٰحِدُ ٱلۡقَهَّٰرُ
١٦﴾
.[ الرعد : 16]
"Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat
menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut
pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu
dan Dia-lah Tuhan yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS ar-Ra'd: 16).
§ Demikian pula orang yang menjadikan orang-orang kafir sebagai kekasih
daripada orang-orang yang beriman, baik dalam bentuk kecintaan maupun
pertolongan. Allah ta'ala berfirman:
﴿وَمَن يَتَوَلَّهُم
مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ ٥١﴾. [ المائدة : 51]
"Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi
pemimpin, Maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka". (QS
al-Maa'idah: 51).
Dan barangsiapa mempunyai kemudahan untuk
bisa mempelajari dan mengetahui Islam kemudian dia enggan lalu meninggalkannya,
serta berpaling darinya dengan pilihannya sendiri, maka dia juga di katakan
sebagai orang kafir. Walaupun dirinya tidak paham secara rinci. Karena orang
yang bodoh seperti ini, kebodohannya memungkinkan untuk bisa di hilangkan
dengan belajar, akan tetapi dirinya enggan untuk menghilangkannya, oleh karena
itu, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang orang-orang musyrikin:
﴿ بَلۡ أَكۡثَرُهُمۡ
لَا يَعۡلَمُونَ ٱلۡحَقَّۖ فَهُم مُّعۡرِضُونَ ٢٤﴾ [ الأنبياء : 24]
"Sebenarnya kebanyakan mereka tidak mengetahui yang hak, karena
itu mereka berpaling". (QS
al-Anbiyaa': 24).
Di sebutkan dalam ayat ini,
bahwa mereka adalah orang-orang bodoh akan tetapi dengan sebab pilihan mereka
sendiri.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
﴿وَٱلَّذِينَ
كَفَرُواْ عَمَّآ أُنذِرُواْ مُعۡرِضُونَ ٣﴾ [ الأحقاف : 3]
"Dan
orang-orang yang kafir berpaling dari apa yang diperingatkan kepada
mereka". (QS al-Ahqaaf: 3).
Tanpa adanya ilmu seseorang tentang
kebenaran secara rinci dengan sebab enggannya dia untuk mendengar kebenaran,
maka hal tersebut bukan termasuk sebuah udzur. Dan inilah faktor terbanyak
kebodohan yang terjadi ditubuh umat. Mereka mendengar adanya kebenaran kemudian
mereka berpalingg atau pura-pura bodoh, enggan untuk mempelajari secara detail.
Dan sikap tidak mau susah untuk mengetahui
ayat kauniyah maupun syar'iyah merupakan perkara yang paling banyak menimpa
pada orang-orang kafir. Sebagaimana yang di jelaskan oleh Allah ta'ala di dalam
firmanNya:
﴿وَكَأَيِّن
مِّنۡ ءَايَةٖ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ يَمُرُّونَ عَلَيۡهَا وَهُمۡ عَنۡهَا
مُعۡرِضُونَ ١٠٥﴾ [
يوسف : 105]
"Dan banyak
sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui,
sedang mereka berpaling dari padanya".
(QS Yusuf: 105).
Dalam ayat yang lain,
Allah ta'ala berfirman:
﴿بَلۡ أَتَيۡنَٰهُم
بِذِكۡرِهِمۡ فَهُمۡ عَن ذِكۡرِهِم مُّعۡرِضُونَ ٧١﴾ [ المؤمنون : 71]
"Sebenarnya
Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan (Al Quran) mereka tetapi
mereka berpaling dari kebanggaan itu".
(QS al-Mu'minun: 71).
Jika berpaling dari sisi ilmu, tidak bisa
menggugurkan hak-hak orang lain yang terjadi di kalangan mereka, lantas
bagaimana mungkin hal tersebut menjadi gugur ketika berkaitan dengan haknya
Allah azza wa jalla?!
Maka, akal jika enggan untuk berhenti
sejenak, guna memperhatikan ayat-ayat Allah, dia cuma tertinggal dari maksud
dan tujuannya, namun, tidak seperti tertinggalnya orang yang terburu-buru,
tanpa peduli dengan ayat-ayat tersebut. sehingga tidak ada manfaatnya sama
sekali bagi dirinya, walaupun hujah ada di depan matanya, secara terang dan
jelas yang bisa di lihat setiap hari. Allah berfirman:
﴿ وَجَعَلۡنَا ٱلسَّمَآءَ سَقۡفٗا مَّحۡفُوظٗاۖ وَهُمۡ عَنۡ ءَايَٰتِهَا مُعۡرِضُونَ ﴾ [ الأنبياء:32]
"Dan
Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka
berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang terdapat
padanya". (QS
al-Anbiyaa': 32).
Oleh karenanya, keliru kalau seseorang
mengira bahwa berpalingnya dia dari kebenaran secara rinci, lalu menjadikan di
belakang punggungnya, mengira bahwa hal tersebut masih di maafkan bagi para
pengikutnya.
Dan faktor yang menyebabkan mereka
berpaling bisa karena sombong, lalai, dan terlena. Oleh karena itu, jika turun
musibah yang menimpanya, kesombongannya langsung sirna, kelalaiannya terbangun,
kemudian baru sadar adanya kebenaran, lalu dirinya baru mau kembali.
Bab
Kelima
Hakekat iman serta susunannya.
Bahwasannya iman bisa bertambah dan berkurang
Iman tersebut bisa berupa perkataan,
amalan, dan keyakinan. Ketiga jenis ini semuanya masuk dalam kategori iman.
Sebagaimana halnya sholat maghrib yang berjumlah tiga raka'at, apabila
dikurangi satu raka'at saja maka tidak mungkin bisa dinamakan sholat maghrib.
Demikian pula iman, apabila kurang salah satu dari ketiga hal tersebut, ucapan,
amalan, dan keyakinan, maka tidak bisa di namakan iman.
Akan tetapi, kita tidak namakan ketiga
hal tersebut sebagai syarat bagi iman, tidak pula kewajiban apalagi rukun bagi
iman. Walaupun sebagaian istilah ini masuk ke dalam makna yang benar, karena
terkadang menggunakan istilah-istilah semacam itu bagi iman, akan bisa
mengantarkan kepada tuntutan yang salah.
Dan hakekat ketiga hal tersebut, yang
mana dengan hilangnya satu di antara ketiga hal itu akan menyebabkan hilangnya
penamaan iman, maka hal itu, merupakan kekhususan yang di miliki oleh syari'at
nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallm.
Maksudnya bukan hanya menyakini cinta
kebaikan bagi orang lain serta bisa selamat dari penyakit iri dengki, karena
kedua hal ini lebih condong banyak di yakini oleh setiap jiwa walaupun empunya
tidak mengimani adanya pencipta. Akan tetapi yang dimaksud dari hal tersebut adalah
ucapan hati dan mengamalkan kandungannya.
ý Ucapan hati.
Yaitu menyakini bahwasannya tidak ada
ilah yang berhak untuk di sembah dengan benar melainkan Allah azza wa jalla,
dan menyakini bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan segala yang di bawa oleh
Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dari Rabbnya adalah benar.
ý Amalan hati.
Yang dimaksud ialah mencintai Allah,
NabiNya, dan agama Islam. Lalu mencintai apa yang di cintai oleh Allah dan
RasulNya. Serta mengikhlaskan kepada Allah di dalam ibadahnya.
Dan jangan di pahami, bahwa ucapan
tersebut hanya terbatas pada lafad-lafad yang mengandung kebaikan secara umum,
seperti jujur bila berbicara, lemah lembut ketika bericara kepada kedua orang
tua, saling menjawab salam, atau menunjukan jalan pada orang yang tersesat.
Karena ini semua, di cintai oleh setiap orang walaupun dia orang yang kafir
kepada Allah dan mengingkari wujudNya.akan tetapi, yang di maksud dari itu
semua ialah yang telah di khususkan oleh syari'atnya nabi Muhammad shalallahu
'alaihi wa sallam.
Dan ucapan iman yang paling tinggi
kedudukannya adalah mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian setelahnya
ucapan subhanallah (tasbih) lalu Allahu Akbar (takbir).
ý Amal perbuatan.
Demikian juga, amal perbuatan di sini
bukan hanya terpaku pada amal kebajikan semata secara umum, seperti berbakti
kepada kedua orang tua, menyingkirkan gangguan dari jalan, memberi makan fakir,
menolong yang terzalimi, atau memuliakan tamu. Karena ini semua, juga di
senangi oleh setiap jiwa walaupun tanpa di isi dengan keimanan, akan tetapi,
yang di maksud amal perbuatan di sini ialah amalan yang telah dikhususkan oleh
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala beliau menyampaikan risalah
kepada umat, seperti halnya sholat, zakat, puasa, haji serta yang lainnya.
Adapun amal kebajikan yang semua agama
samawi saling mencocoki, demikian juga di dukung oleh fitrah yang sehat, dengan
adanya penopang serta dalil yang menunjukan pada hal tersebut, seperti halnya,
mencintai kebaikan bagi orang lain, jujur dalam tutur kata, berbakti pada kedua orang tua, memberi makan
fakir, menyingkirkan gangguan dari jalan, atau yang semisalnya. Hal tersebut,
bisa menambah keimanan seeorang bila di barengi dengan keikhlasan kepada Allah
tatkala melakukannya. Namun, tanpa mengerjakan amalan-amalan tersebut pun,
tidak menghilangkan penamaan iman, karena adanya hal tersebut seperti halnya
tidak ada, hanya saja hal itu menetapkan bahwa fitrahnya orang tersebut masih
sehat, serta membuktikan bahwa sifat kemanusiaanya yang dimiliki oleh setiap
orang -karena tiap orang memang diciptakan mempunyai sifat tersebut- tidak
berubah. Dan ini lebih sesuai dengan
firman Allah ta'ala:
﴿ فِطۡرَتَ
ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ ٣٠﴾. [ الروم 30]
"(tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu". (QS ar-Ruum:
30).
Iman.
Bisa bertambah dan berkurang lalu hilang,
bertambah dengan amal ketaatan dan berkurang dengan perbuatan maksiat, namun,
iman tidak akan hilang melainkan dengan amalan yang menyebabkan kafir serta
berbuat syirik. Dalil yang menerangkan
bahwa keimanan bisa bertambah adalah firman Allah azza wa jalla:
﴿
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا
ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُهُمۡ وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡهِمۡ ءَايَٰتُهُۥ زَادَتۡهُمۡ
إِيمَٰنٗا ٢﴾.
[ الروم 30]
"Sesungguhnya
orang-orang yang beriman adalah mereka yang apa bila disebut nama Allah hait
mereka bergetar, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya)". (QS al-Anfaal:
2).
Dalam
ayat lain, Allah ta'ala berfirman:
﴿وَيَزۡدَادَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِيمَٰنٗا﴾. [ المدثر: 31]
"Dan supaya orang
yang beriman bertambah imannya".
(QS al-Muddatstsir: 31).
Dan juga firman Allah
tabarakan wa ta'ala:
﴿ هُوَ ٱلَّذِيٓ أَنزَلَ ٱلسَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓاْ
إِيمَٰنٗا مَّعَ إِيمَٰنِهِمۡۗ ﴾ [الفتح: 4]
"Dia-lah yang telah
menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka
bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)". (QS al-Fath: 4).
Dan tidak akan tetap
keimanan setelah kekafirannya melainkan harus terpenuhi beberapa perkara,
diantaranya:
ý
Menyakini dengan ucapan hati, yaitu dengan
membenarkan risalah yang di bawa oleh nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa
sallam, kemudian di lanjutkan dengan amalan hati, yaitu mencintai Allah dan
RasulNya, serta segala perkara yang dicintai oleh Allah dan Rasulnya.
ý
Setelah itu, mengucapkan dengan lisan.
ý
Lalu mengamalkan dengan anggota badan.
Oleh karena itu, barangsiapa yang
membenarkan dalam hatinya, dan dirinya mampu mengucapkan dengan lisannya,
namun, dirinya enggan tidak mengucapkannya maka dia belum menjadi seorang
mukmin.
Begitu pula, barangsiapa yang membenarkan
dengan hatinya, lalu mengucapkan dengan lisannya, dan memungkinkan untuk
mengerjakan yang telah dikhususkan oleh syari'at Muhammad shalallahu 'alaihi wa
sallam, akan tetapi, dirinya tidak mengerjakannya, maka dia juga sama, belum
menjadi seorang yang beriman.
Dan barangsiapa yang ingin mengucapkan
atau mengerjakan, namun, tidak bisa, maka Allah tabaraka wa ta'ala berfirman
untuk orang yang seperti itu keadaanya:
﴿ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ ٢٨ ﴾ [ البقرة :286]
"Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya".
(QS al-Baqarah: 286).
Dalam ayat
yang lain, Allah ta'ala berfirman:
﴿ لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَاۚ ٧﴾ [ الطلاق :7]
"Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang
melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya". (QS ath-Thalaq: 7).
Bab Keenam
Nama-nama Allah serta sifat-sifatNya,
di antara orang yang menafikan dan menetapkan
Allah mempunyai sifat-sifat
yang tinggi serta nama-nama yang indah. Dan tidak ada seorangpun yang lebih
tahu tentang nama-nama dan sifat-sifatNya kecuali Allah subhanahu wa ta'ala.
Sehingga kita menafikan apa yang telah dinafikan oleh Dirinya, dan menetapkan
bagiNya sebagaimana Dia menetapkan untuk dirinya. Di dalam kitabNya dan sunah
NabiNya shalallahu 'alaihi wa sallam.
Kita juga meniadakan dari
Allah segala kekurangan lalu menetapkan kebalikannya, kemudian kita menetapkan
bagiNya setiap makna yang mengandung kesempurnaan lalu merinci, tanpa di
barengi dengan takyif (membagaimanakan), tasybih (menyerupakaan),
tamtsil (tidak pula memisalkan).
Maka, barangsiapa yang
mensifati Allah dengan kekurangan secara rinci, maka, kita juga harus menafikan
darinya secara rinci. Sebagaimana Allah ta'ala telah menafikan untuk dirinya
sendiri dari istri dan anak. Seperti yang tercantum dalam firmanNya:
﴿ أَنَّىٰ يَكُونُ لَهُۥ وَلَدٞ وَلَمۡ تَكُن لَّهُۥ صَٰحِبَةٞۖ ٞ ١٠١﴾
[
الأنعام :101]
"Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak
mempunyai isteri". (QS
al-'An'am: 101).
Dalam surat al-Ikhlas Allah menyatakan:
"Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan". (QS
al-Ikhlas: 3).
Allah azza wa jalla juga menafikan bagi dirinya sifat bakhil yang
diberikan oleh orang Yahudi, sebagaimana firmanNya:
﴿ وَقَالَتِ
ٱلۡيَهُودُ يَدُ ٱللَّهِ مَغۡلُولَةٌۚ غُلَّتۡ أَيۡدِيهِمۡ وَلُعِنُواْ بِمَا قَالُواْۘ
بَلۡ يَدَاهُ مَبۡسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيۡفَ يَشَآءُۚ ٦٤ ﴾ [ المائدة: 64]
"Qrang-orang
Yahudi berkata: "Tangan Allah terbelenggu", sebenarnya tangan
merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah
mereka katakan itu. (tidak demikian), tetapi kedua tangan Allah terbuka, Dia
menafkahkan sebagaimana Dia kehendaki". (QS al-Maa'idah: 64).
Ketika berhadapan dengan ayat-ayat sifat,
maka kita melewatkan sebagaimana wahyu itu datang, seperti yang datang tentang
nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dalam hal ini, kita menetapkan hakekatnya, dan
merasakan sebagian efeknya, tidak lebih dari sekedar itu. Karena Allah tidak
ada sesuatu yang semisal denganNya, sebagaimana firmanNya:
﴿ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١﴾ [ الشورى :11]
"Tidak
ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan
melihat". (QS asy-Syuura: 11).
Tidak boleh bagi kita mengqiyaskan
sifat-sifat Allah dengan suatu apapun bentuknya, karena qiyas harus ada cabang
dan asalnya terlebih dahulu. Maka, Allah adalah esa tidak ada
yang semisal denganNya, tidak ada cabang yang menyamaiNnya, tidak pula, ada
asal yang mengungguliNya. Maha Esa, Dzat
yang bergantung kepada-Nya segala urusan dan tidak ada seorang pun yang setara
dengan Dia.. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.
Akal dalam tinjauan syari'at
Akal merupakan alat yang diciptakan oleh
Allah ta'ala untuk menimbang apa yang di lihat dan di dengarnya. Ketika akal
mendengar khabar tentang Allah yang tidak pernah dia melihat sebelumnya, maka
dia timbang dan bandingkan dengan misal terdekat yang bisa dia lihat, karena
setiap akal hanya bisa menggambarkan sesuai dengan batasan apa yang pernah dia
lihat sebelumnya. Lalu membagaimanakan apa yang pernah disaksikan.
Maka, Allah ta'ala tidak ada yang
semisal denganNya, pada setiap apa yang ada di dalam benak. Selanjutnya, kita
tidak boleh menghilangkan salah satu nama atau sifat Allah hanya karena
tergambar penyerupaan yang buruk di dalam benak, sedangkan maksud kita ingin
menafikan, baik dari segi sifat maupun nama Allah subhanahu wa ta'ala. Karena
hal tersebut dapat menjerumuskan kita ke dalam qiyas yang bathil, dan terjatuh
kedalam mendustakan khabar yang shahih, akan tetapi, yang kita nafikan adalah
makna yang jelek di dalam sanubari, kemudian kita menetapkan nama dan sifat
yang di berikan oleh Allah untuk dirinya sendiri, selanjutnya kita mencukup
diri akan hal itu. Allah ta'ala berfirman:
﴿ يَعۡلَمُ
مَا بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَمَا خَلۡفَهُمۡ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِۦ عِلۡمٗا ١١٠﴾
[ طه :110]
"Dia mengetahui apa yang ada
di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak
dapat meliputi ilmu-Nya". (QS
Thahaa: 110).
Dalam ayat yang lain, Allah ta'ala
berfirman:
﴿ لَّا
تُدۡرِكُهُ ٱلۡأَبۡصَٰرُ وَهُوَ يُدۡرِكُ ٱلۡأَبۡصَٰرَۖ وَهُوَ ٱللَّطِيفُ ٱلۡخَبِيرُ
١٠٣ ﴾ [الأنعام :103]
"Dia tidak dapat dicapai
oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan
Dialah yang Maha Halus lagi Maha mengetahui". (QS al-An'aam: 103).
Dan Allah ta'ala bersemayam di atas arsyNya, tinggi di atas langit. Hal
itu sebagaimana yang dijelaskan sendiri di dalam firmanNya:
﴿ هُوَ
ٱلۡأَوَّلُ وَٱلۡأٓخِرُ وَٱلظَّٰهِرُ وَٱلۡبَاطِنُۖ وَهُوَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٌ
٣ هُوَ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ
عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يَعۡلَمُ مَا يَلِجُ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَمَا يَخۡرُجُ مِنۡهَا وَمَا
يَنزِلُ مِنَ ٱلسَّمَآءِ وَمَا يَعۡرُجُ فِيهَاۖ وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ
وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ ٤﴾ [ الحديد :3-4 ]
"Dialah yang awal dan yang
akhir yang dhahir dan yang bathin dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas ´arsy, Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik
kepada-Nya. dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan".
(QS al-Hadiid: 3-4).
Di dalam ayat ini, Allah menetapkan bahwa Dzatnya bersemayam di atas
arsy, akan tetapi, ilmuNya meliputi segala sesuatu. Dan menerangkan tentang
kebersamaan Allah bersama para hambaNya. Yang di maksud yaitu, bahwa Dia
bersama makhluk dari sisi ilmu, pendengaran, dan penglihatanNya. Sebagaimana
yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿ وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا
كُنتُمۡۚ ٞ ٤﴾ [ الحديد :4]
"Dan Dia bersama kamu di mana
saja kamu berada". (QS al-Hadiid: 3-4).
Dalam hal ini, Allah azza wa jalla bersama para waliNya, dengan
pertolongan, membantu, serta meneguhkannya, sebagaimana yang di firmankan oleh
Allah kepada Musa dan Harun:
﴿ قَالَ
لَا تَخَافَآۖ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسۡمَعُ وَأَرَىٰ ٤٦﴾ [ طه: 46]
"Allah berfirman:
"Janganlah kamu berdua khawatir, Sesungguhnya aku beserta kamu berdua, aku
mendengar dan melihat". (QS Thahaa: 46).
Allah juga mempunyai masyi'ah (kehendak) yang sempurna terhadap
segala sesuatu, apa yang Allah kehendaki maka jadi dan apa yang tidak di
kehendaki maka tidak akan pernah terjadi. Maka, kita menetapkan hal tersebut,
sebagaimana Allah menetapkan untuk diriNya. Dan jangan terlalu dalam menyelami
lebih dari pada itu, sebagaimana yang dilakukan oleh para rasionalis yang
menyelami terlalu dalam tentang perbuatan-perbuatan yang tidak masuk akal, atau
ingin menyatukan antara dua nash yang kelihatannya saling kontradiksi, atau
penyebab lainnya. Allah ta'ala berfirman:
﴿ قَالَ كَذَٰلِكَ ٱللَّهُ يَفۡعَلُ مَا يَشَآءُ ٤٠﴾ [ ال عمران: 40]
"Allah berfirman:
"Demikianlah, Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS al-Imraan: 40).
Dalam ayat lain Allah azza wa jalla
berfirman:
﴿ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَفۡعَلُ
مَا يُرِيدُ ٢٥٣﴾ [ البقرة :253]
"Akan
tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS al-Baqarah: 253).
Dan juga
firmanNya:
"Yang mempunyai 'Arsy, lagi
Maha mulia. Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS
al-Buruuj: 15-16).
Oleh karena itu, kita menetapkan bagi Allah sesuai dengan apa yang telah
di tetapkan oleh wahyu, dan kita mencukupkan diri dari selain itu, kita
menafikan sesuai dengan apa yang dipahami oleh akal, dalam penafian yang
bersifat kekurangan, walaupun tidak terdapat di dalam nash, seperti halnya
sifat sedih, menangis, lapar dan yang semisal dengan ini.
Bab Ketujuh
al-Qur'an adalah firman Allah, baik
yang tertulis, di dengar maupun di hafal
Al-Qur'an adalah firman Allah azza wa jalla. Allah berbicara dalam
al-Qur'an secara hakekat, dengan huruf, ayat serta suratnya.
Kita tidak katakan: 'Bahwa al-Qur'an adalah ungkapan dari makna, yang tidak ada kaitannya
dengaNya'. Maka kita katakan:' Allah senantiasa memiliki sifat berbicara bila
menghendaki'. Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَكَلَّمَ
ٱللَّهُ مُوسَىٰ تَكۡلِيمٗا ١٦٤ ﴾ [ النساء: 164]
"Dan Allah telah berbicara
kepada Musa dengan langsung".
(QS an-Nisaa': 164).
Hal tersebut lebih di pertegas lagi,
dalam keterangan ayat yang lain, Allah menyatakan:
﴿ وَلَمَّا
جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّه ﴾ [ الأعراف :143]
"Dan tatkala Musa datang
untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berkata (langsung) kepadanya".
(QS al-A'raaf: 143).
Sedangkan firmanNya ada ucapan yang
benar, Allah ta'ala berfirman:
﴿ وَٱللَّهُ
يَقُولُ ٱلۡحَقَّ ٤﴾ [ الأحزاب: 4]
"Dan Allah mengatakan yang benar". (QS al-Ahzab: 4).
Dan apa yang
dihafal dalam dada dari al-Qur'an adalah firman Allah azza wa jalla. Allah
ta'ala firman:
﴿بَلۡ هُوَ ءَايَٰتُۢ بَيِّنَٰتٞ
فِي صُدُورِ ٱلَّذِينَ أُوتُواْ ٱلۡعِلۡمَۚ ٤٩﴾. [ العنكبوت :49]
"Sebenarnya,
Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu". (QS al-'Ankabuut: 49).
Juga yang
terdengar di telinga. Allah tabaraka wa ta'ala menjelaskan hal itu dalam
ayatNya:
﴿ وَإِنۡ
أَحَدٞ مِّنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ ٱسۡتَجَارَكَ فَأَجِرۡهُ حَتَّىٰ يَسۡمَعَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ
٦ ﴾
[ التوبة :6]
"Dan
jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu,
Maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah". (QS at-Taubah: 6).
Walaupun yang menyampaikan firman tersebut
adalah Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, namun, tetap tidak keluar dari
penamaan firman Allah tabaraka wa ta'ala.
Demikian juga, bahwa al-Qur'an yang tertulis di tulisan juga firman Allah.
Sebagaimana yang di katakan oleh Allah ta'ala di dalam firmanNya:
﴿ (وَكِتَٰبٖ
مَّسۡطُورٖ ٢ فِي رَقّٖ مَّنشُورٖ ٣﴾ [ الطور : 2-3]
"Dan kitab yang ditulis.
pada lembaran yang terbuka". (QS ath-Thuur: 2-3).
Yang Allah jaga di dalam lauful mahfud yang berada di sisiNya. Seperti
yang di jelaskan dalam firmanNya:
"Bahkan yang didustakan
mereka itu ialah Al Qur'an yang mulia, yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh". (QS al-Buruuj: 21-22).
Dan juga dalam firmanNya yang lain,
Allah menegaskan kembali:
﴿ وَإِنَّهُۥ فِيٓ أُمِّ ٱلۡكِتَٰبِ لَدَيۡنَا لَعَلِيٌّ حَكِيمٌ ٤﴾. [ الزخرف: 4]
"Dan sesungguhnya Al-Qur'an
itu dalam Induk Al kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi
(nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah". (QS az-Zukhruf: 4).
Walaupun apa yang di tulis dalam tulisan tidak keluar dari penamaan
firman Allah, akan tetapi, kertas untuk menulis adalah makhluk, alatnya juga
makhluk, namun, Allah ta'ala menyatakan:
﴿ وَلَوۡ نَزَّلۡنَا عَلَيۡكَ كِتَٰبٗا فِي قِرۡطَاسٖ ٧﴾ [ الأنعام :7]
"Dan kalau Kami turunkan
kepadamu tulisan di atas kertas".
(QS al-An'aam: 7).
Didalam ayat dijelaskan, bahwa yang ditulis, dalam hal ini adalah firman
Allah, adalah beda sedangkan tempat untuk menulis dalam ayat adalah kertas, ini
juga beda dari yang pertama.
Pada ayat yang lain, Allah azza wa jalla menetapkan bahwa al-Qur'an
merupakan firmanNya, dan jika sekiranya engkau menulis al-Qur'an tersebut, maka
pena yang engkau gunakan adalah makhluk. Masuk pada kategori makhluk.
Sebagaimana yang Allah terangkan dalam ayatNya:
﴿ وَلَوۡ
أَنَّمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ مِن شَجَرَةٍ أَقۡلَٰمٞ وَٱلۡبَحۡرُ يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعۡدِهِۦ
سَبۡعَةُ أَبۡحُرٖ مَّا نَفِدَتۡ كَلِمَٰتُ ٱللَّهِۚ ٢٧﴾. [ لقمان: 27]
"Dan
seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah". (QS Luqman: 27).
Dalam ayat
yang lain, Allah ta'ala berfirman:
﴿ قُل
لَّوۡ كَانَ ٱلۡبَحۡرُ مِدَادٗا لِّكَلِمَٰتِ رَبِّي لَنَفِدَ ٱلۡبَحۡرُ قَبۡلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَٰتُ
رَبِّي وَلَوۡ جِئۡنَا بِمِثۡلِهِۦ مَدَدٗا ١٠﴾ [
الكهف :109]
"Katakanlah: Sekiranya
lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu
(pula)". (QS al-Kahfi: 109).
Maka, apa yang di tulis melalui pena, serta tidak di tulis dengan
menggunakan pena, sama, seluruhya termasuk firman Allah azza wa jalla.
Dan barangsiapa yang mengatakan bahwa kalamullah (firman Allah)
adalah makhluk, sungguh dirinya telah kafir. Karena kalam (berbicara) termasuk
sifat dari salah satu sifat-sifatNya. Sedangkan Allah ta'ala membedakan antara
makhluk dan firmanNya. Allah menegaskan dalam firmanNya:
﴿ إِنَّ
رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٖ ثُمَّ ٱسۡتَوَىٰ عَلَى ٱلۡعَرۡشِۖ يُغۡشِي ٱلَّيۡلَ ٱلنَّهَارَ يَطۡلُبُهُۥ
حَثِيثٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتِۢ بِأَمۡرِهِۦٓۗ
أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٥٤ ﴾ [ الأعراف :54]
"Sesungguhnya Tuhan kamu
ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia
bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya
dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang
(masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam". (QS al-A'raaf: 54).
Di dalam ayat, Allah membedakan antara makhlukNya, yaitu langit dan
bumi, matahari, bulan, dan bintang-bintang, dengan perintahNya, yaitu firmanNya
subhanahu yang membentuk seluruh makhluk-makhluk tersebut. Allah ta'ala
berfirman: "(Masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya".
Demikian juga, Allah yang menciptakan suara para pembaca al-Qur'an.
Yaitu dengan menciptakan dua bibir, lidah, tenggorokan, air liur, harakat, dan
hawa. Akan tetapi, ini tidak menafikan adanya sesuatu yang di dengar dari
al-Qur'an adalah firman Allah. Seperti yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿ وَقَدۡ
كَانَ فَرِيقٞ مِّنۡهُمۡ يَسۡمَعُونَ كَلَٰمَ ٱللَّهِ ٧٥﴾. [ البقرة :75]
"Padahal segolongan dari
mereka mendengar firman Allah".
(QS al-Baqarah: 75).
Yang terdengar juga firman Allah, kalau seandainya al-Qur'an tersebut
dibaca oleh qori', maka itu merupakan kalamullah (firman Allah). Sebagaimana yang di katakan oleh sebagian
para ulama: 'Suara adalah suaranya yang membaca, namun yang di ucapkan adalah
firman Allah'.
Bab Kedelapan
Hubungan antara nash dan akal
Dengan berkumpulnya nash dan akal akan memudahkan untuk memahami hakekat
syar'iyah. Nash tidak mampu memberikan faidah apa-apa tanpa adanya akal,
demikian pula, akal tidak dapat memberi sumbangan apa-apa tanpa di barengi
nash. Sehinggga, dengan berkurang salah satu dari keduanya, akan menjadikan
berkurangnya untuk bisa memahami kebenara. Akan tetapi, bila terjadi
kontradiksi dalam kaca mata dhohir, maka nash lebih di dahulukan dari pada
akal. Karena nash adalah ilmu dari Allah yang Maha sempurna, adapun hasil pemahaman
akal merupakan ilmu makhluk yang banyak kekurangannya.
Akal itu tak ubahnya seperti penglihatan, sedangkan nash adalah
cahayanya. Orang yang punya penglihatan mata, tidak mungkin bisa melihat pada
tempat yang gelap gulita. Demikian juga akal, tidak bermanfaat dengan
pemikirannya tanpa di barengi dengan nash. Seberapa besar cahaya itu ada, maka
mata akan banyak mengambil manfaat. Dan seberapa banyak wahyu yang dijadikan
sebagai penerang, sebesar itu pula akal memperoleh petunjuk. Sehinggah dengan
kesempurnaan akal dan nash, menjadi sempurna hidayah dan petunjuk. Sebagaimana,
sempurnya pandangan di siang hari bolong. Allah azza wa jalla:
﴿ أَوَ مَن كَانَ مَيۡتٗا فَأَحۡيَيۡنَٰهُ وَجَعَلۡنَا لَهُۥ نُورٗا يَمۡشِي بِهِۦ فِي ٱلنَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُۥ فِي ٱلظُّلُمَٰتِ لَيۡسَ
بِخَارِجٖ مِّنۡهَاۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلۡكَٰفِرِينَ مَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
١٢٢﴾
[ الأنعام :122]
"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami
hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu
dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang
yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar
dari padanya?". (QS al-An'aam:
122).
Orang yang berakal akan mengambil manfaat dengan akalnya di dunia,
sebagaimana pemahaman akan memberi manfaat bagi binatang, burung serta hewan
melata. Di mana, mereka pergi dan turun pada waktu tertentu, saling mengenali
dengan yang lainnya, paham tempat tinggilnya, membikin sarang, serta mengerti
siapa musuhnya.
Akan tetapi, seseorang tidak mungkin bisa memperoleh petunjuk dengan
akalnya, secara rinci, kepada Rabbnya melainkan harus di iringi dengan wahyu
yang turun kepada NabiNya. Tidak mungkin seorang manusia bisa sampai kepada
Allah melainkan harus dengan cara tersebut. karena tanpa adanya wahyu dia
berada di dalam kegelapan. Sebagaimana yang Allah ta'ala terangkan dalam
ayatNya:
﴿ (ٱللَّهُ
وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ وَٱلَّذِينَ
كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِۗ
٢٥٧﴾. [البقرة :257]
"Allah pelindung orang-orang
yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya
(iman). dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang
mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran)". (QS al-Baqarah: 257).
Allah ta'ala mengatakan dalam ayat di atas: ' Dia mengeluarkan mereka'.
Karena mereka tanpa adanya wahyu masuk di dalam kegelapan. Dan sebagaimana
cahaya itu cuma satu, walaupun berbeda jenisnya, cahaya dan api. Begitu pula
wahyu, maka dia cuma satu walaupun berbeda penamaannya, al-Qur'an dan Sunah.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ ٥٩﴾. [النساء :59]
"Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya". (QS
an-Nisaa': 59).
Oleh karen itu, barangsiapa yang mengklaim
bahwasannya dia bisa mendapat petunjuk kepada Allah hanya dengan menggunakan
akalnya tanpa wahyu, maka dia sama dengan orang yang menyatakan, sesungguhnya
bisa memperoleh petunjuk kepada jalanNya hanya menggunakan panca indera mata
tanpa cahaya. Sehingga keduanya termasuk orang yang mengingkari ilmu yang sudah
pasti. Yang pertama hidup tanpa agama dan yang kedua tanpa dunia.
Dan wahyu di namakan oleh Allah ta'ala
ibarat cahaya yang dapat memberi petunjuk bagi setiap makhluk. Hal itu seperti
yang di terangkan dalam salah satu firmanNya:
﴿فَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِهِۦ
وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَٱتَّبَعُواْ ٱلنُّورَ ٱلَّذِيٓ أُنزِلَ مَعَهُۥٓ أُوْلَٰٓئِكَ
هُمُ ٱلۡمُفۡلِحُونَ ١٥٧﴾ [ الأعراف :157]
"Maka
orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti
cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung".
(QS al-A'raaf: 157).
Cahaya tersebut yang memberi petunjuk para
Nabi, dan memberi petunjuk kepada para pengikut nabi.
Selanjutnya, kita harus pasrah terhadap
apa yang telah di perintahkan oleh Allah azza wa jalla dalam wahyuNya, begitu
pula dalam laranganNya. Kita mempercayai
apa yang diberitakan olehnya, jika kita mengetahui alasannya, kita katakan kami
beriman. Bila tidak bisa di pahami maka kita katakan kami beriman dan tunduk.
Tidak semua yang bisa di pahami dapat di ketahui oleh setiap akal, lantas
bagaimana dengan sesuatu yang tidak mungkin di ketahui oleh akal, dengan maksud
ingin menyatukan diatas wahyu setiap akal ?!
Dan barangsiapa yang mengatakan: 'Aku
tidak mengimani melainkan dengan perkara yang mungkin di pahami oleh akal, dari
hukum Allah, adapun yang tidak bisa di mengerti oleh akal maka aku tidak
beriman dengannya'. Maka, ini termasuk orang yang mengedepankan akal dari pada
nash.
Sesuatu yang tidak bisa di mengerti oleh
akal bukan berarti tidak ada bentuknya, akan tetapi, wujudnya tidak terjangkau
oleh akal pikirannya. Karena akal pikiran mempunyai batasan akhir, yang sampai
pada puncaknya, sebagaimana pandangan juga mempunyai batasan yang hanya
terjangkau oleh penglihatan, akan tetapi, bukan berarti alam semesta serta
wujud yang ada di atasnya berhenti dan tidak ada. Begitu pula pendengaran, juga
mempunyai batasan suara yang bisa di dengarnya, oleh karena itu suara semut
tidak bisa dia dengar, dan di luar sana ada tempat yang luas, planet dan
bintang gemintang yang tidak bisa di lihat.
Bab
Kesembilan
Syari'at Allah mencakup maslahat agama
dan dunia, dan kedua syari'at tersebut adalah sama kedudukannya
Membuat syari'at adalah hak mutlak,
miliknya Allah semata. Menghalalkan apa yang dikehendaki, begitu juga
mengharamkan sesuai yang di kehendakiNya. Dengan ilmu dan hikmah.
Dan syari'atNya datang demi kemaslahatan
agama dan dunia, yang tidak bisa terhapus perintah serta laranganNya bagi para
mukalaf, baik pada zaman tertentu, atau tempat, atau khusus bagi satu tempat
tanpa yang lainnya, melainkan harus dengan ijinNya.
Kita tidak membedakan antara syari'at yang
berkaitan dengan agama dan dunia, karena semuanya adalah pembebanan baik segi
keagamaan maupun keduniaan.
ý
Agama, seperti sholat, puasa, haji, dzikir,
memakmurkan masjid.
ý
Dunia, seperti transaksi jual beli, nikah, talak,
dan hukum waris.
Sehingga bagi siapa yang membedakan antara
keduanya, lalu meletakan hukum agama hanya Allah ta'ala yang membuatnya,
kemudian hukum dunia bagi selain Allah, maka sungguh dirinya telah kafir.
Karena
syari'at seluruhnya hanya Allah semata yang membikinnya. Oleh karenanya,
barangsiapa yang mengalihkan hak tersebut kepada selain Allah, maka dia sama
seperti orang yang meletakkan sujud, yang merupakan haknya Allah, kepada
selainNya. Dengan tegas Allah menyatakan hal tersebut, seperti dalam firmanNya:
﴿ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعۡبُدُوٓاْ إِلَّآ إِيَّاهُۚ
٤٠﴾ [
يوسف: 40]
"Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah
selain Dia". (QS Yusuf: 40).
Dan dengan
sebab ini, Bani Israil menjadi kafir. Seperti yang Allah nyatakan dalam
firmanNya:
﴿ ٱتَّخَذُوٓاْ أَحۡبَارَهُمۡ وَرُهۡبَٰنَهُمۡ أَرۡبَابٗا مِّن دُونِ ٱللَّهِ وَٱلۡمَسِيحَ
ٱبۡنَ مَرۡيَمَ وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُوٓاْ إِلَٰهٗا وَٰحِدٗاۖ لَّآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ
سُبۡحَٰنَهُۥ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٣١﴾ [التوبة :31]
"Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain
Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al masih putera Maryam, Padahal mereka
hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS at-taubah: 31).
Tatkala mereka mematuhi ajaran-ajaran
orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, maka perbutannya
tersebut di namakan kesyirikan.
Sesungguhnya Allah ta'ala menurunkan
kitabNya, dan mensyari'atkan syari'atNya, sedangkan Dia mengetahui keadaan yang
akan terjadi, serta kejadian yang telah lampau. Seperti halnya Dia mengetahui
dan melihat keadaan dan zaman yang syari'at tersebut diturunkan pada saat
tersebut, ilmunya Allah sama. Tidak berkurang sedikitpun tentang kejadian,
hanya sekedar kejadian tersebut terjadi pada waktu yang lampau, begitu juga
pada waktu yang akan datang. Demikian juga, ilmunya Allah baru bertambah manakala ada kejadian
yang baru saja terjadi, karena ilmuNya, baik pada kejadian yang lampau maupun
yang akan datang, yang baru, dan tentang ilmu ghoib, itu semuanya sama di sisi
Allah azza wa jalla.
Oleh karena itu, barangsiapa yang
menyangka bahwa hukum Allah itu hanya cocok pada zaman di saat hukum tersebut
diturunkan saja, adapun pada zaman yang berbeda, manusia boleh membuat syari'at
sesuai dengan sangkaan mereka yang di kira bermanfaat, walaupun secara jelas
menyelisihi hukum Allah, maka jelas orang ini telah kafir.
Karena orang yang menyatakan seperti itu
mengira kalau pemahaman manusia berbeda antara ilmu yang disaksikan dan yang
ghoib, sehingga akan berbeda pula hukumnya sebagai akibat dari perbedaan
keduanya. Lalu, mereka menyangka bahwa ilmunya Allah ta'ala juga demikian.
Kemudian seorang insan mengedepankan ilmunya yang sedang di hadapi dari pada
ilmunya Allah yang ghoib tatkala turunya wahyu. Dan ini adalah kekafiran dan
kesyirikan. Karena ilmunya Allah tentang segala urusan itu sama, baik yang
ghoib maupun yang jelas. Allah ta'ala berfirman:
﴿ عَٰلِمِ ٱلۡغَيۡبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٩٢﴾.[ المؤمنون :92]
"Yang mengetahui semua yang ghaib dan semua yang nampak, maka
Maha Tinggilah Dia dari apa yang mereka persekutukan". (QS
al-Mu'minun: 92).
Maka, hukumnya Allah pada perkara
yang jelas nampak sama seperti hukumnya pada perkara yang ghoib, Allah
menjelaskan hal tersebut melalui firmanNya:
﴿ قُلِ ٱللَّهُمَّ فَاطِرَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ عَٰلِمَ ٱلۡغَيۡبِ
وَٱلشَّهَٰدَةِ أَنتَ تَحۡكُمُ بَيۡنَ عِبَادِكَ فِي مَا كَانُواْ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَ
٤٦﴾.
[ الزمر:46]
"Katakanlah: "Wahai Allah, Pencipta langit
dan bumi, yang mengetahui barang ghaib dan yang nyata, Engkaulah yang
memutuskan antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang selalu mereka
memperselisihkannya." (QS az-Zumar: 46).
Allah memutuskan hukumNya di
antara para hambaNya baik dalam perkara yang nampak mapun yang ghoib.
Selanjutnya, barangsiapa yang
memisah hukum agama dari hukum dunia, dan menjadikan Allah hanya mengurusi
syari'at agama, sedangkan manusia yang membuat syari'at tentang dunia
-sebagaimana yang di ucapkan oleh orang-orang liberal- maka sungguh orang
tersebut telah menjadikan adanya dua pembuat syari'at yang saling berbeda.
Karena membikin syari'at adalah hak mutlak hanya milikinya Allah semata. Allah
ta'ala berfirman:
﴿ أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ ٨٥﴾ [ البقرة: 85]
"Apakah kamu beriman
kepada sebagian Al kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang
lain? (QS al-Baqarah: 85).
Dan
barangsiapa yang mengingkari sebagiannya, maka dirinya sama dengan orang yang
mengingkari seluruhnya.
Karenanya, Allah azza wa jalla memerintahkan supaya menghukumi manusia
dengan wahyu yang telah diturunkan kepada RasulNya shalallahu 'alaihi wa
sallam, dari al-Qur'an dan Sunnah. Hal itu sebagaimana yang dijelaskan dalam
firmanNya:
﴿ وَأَنِ ٱحۡكُم بَيۡنَهُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَهُمۡ
وَٱحۡذَرۡهُمۡ أَن يَفۡتِنُوكَ عَنۢ بَعۡضِ مَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ إِلَيۡكَۖ ٤٩﴾ [ المائدة :49]
"Dan hendaklah kamu
memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. dan berhati-hatilah kamu terhadap
mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu". (QS al-Maa'idah: 49).
Dan
yang di maksud ialah menghukumi mereka dalam perkara-perkara yang menjadi
pertengkaran dan perselisihan di antara mereka, sedangkan yang di maksud dengan
fitnah di ayat ialah keluar dari hukumnya Allah subhanahu wa ta'ala.
Dan
perkara yang di diamkan perinciannya oleh wahyu, maka ahli ijtihad (dalam hal
ini para ulama pakar) yang merincinya supaya mendapatkan hukum Allah sesuai
dengan apa yang telah tetap.
Tidak
boleh mendahulukan hukum manusia serta pilihan-pilihan yang saling berlawanan
dengan hukum Allah azza wa jalla. Karena, kalau sekiranya hukum negeri
lebih di dahulukan tentu para nabi menjadi orang-orang yang telah keluar dari
kebenaran, di mana mereka hidup di tengah-tengah kaum yang telah jelas berada
di atas kebatilan, atau kebanyakan mereka seperti itu keadaannya.
Bab Kesepuluh
Takdir dan ketentuan Allah, kehendak
dan keinginan serta sebab dan akibat
Allah tabaraka wa ta'ala telah menentukan takdir seluruh makhluk
sebelum menciptakan mereka. Tiap makhluk di ciptakan dalam keadaan mempunyai
takdirnya sebelum di wujudkan dirinya. Sebagaiman yang di terangkan dalam
firmanNya:
﴿ وَخَلَقَ كُلَّ شَيۡءٖ فَقَدَّرَهُۥ تَقۡدِيرٗا ٢﴾. [الفرقان :2]
"Dan Dia telah
menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya". (QS al-Furqaan: 2).
Demikian juga dalam firmanNya:
﴿ إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ
بِقَدَرٖ ٤٩﴾.[ القمر :49]
"Sesungguhnya Kami
menciptakan segala sesuatu menurut takdir". (QS
al-Qomar: 49).
Dan firmanNya:
﴿ وَكَانَ أَمۡرُ ٱللَّهِ قَدَرٗا مَّقۡدُورًا ٣٨﴾. [ الأحزاب :38]
"Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti
berlaku". (QS
al-Ahzab: 38).
Dan Allah ta'ala telah mentakdirkan, takdir
yang baik maupun yang buruk. Di dalam kitab shahih, Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: « وَتُؤْمِنَ
بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ » [أخرجه مسلم]
"Engkau
beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk". HR Muslim no: 8. Dari
haditsnya Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu.
Maka, ilmunya Allah adalah suatu kepastian
bagi takdir yang telah ditentukanNya. Dan tidak ada orang yang menjadikan sebuah
takdir melainkan pasti orang itu mengetahuinya, akan tetapi, seseorang tidak
mungkin bisa mengetahui secara detail dan rinci, di mana tempat dan
perputarannya, permulaan serta akhirnya, melainkan Dzat yang menciptakannya.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
﴿ لِتَعۡلَمُوٓاْ
أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيۡءٍ
عِلۡمَۢا ١٢﴾. [
الطلاق :12]
"Perintah Allah berlaku
padanya, agar kamu mengetahui bahwasannya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu,
dan sesungguhnya Allah, ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. (QS ath-Thalaq:
12).
Dan juga dalam
ayatNya yang lain:
"Apakah
Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau
rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha Mengetahui? (QS al-Mulk: 14).
Barangsiapa yang menafikan takdirnya, maka
secara tidak langsung sedang menafikan ilmuNya, juga sebaliknya, orang yang
menafikan ilmuNya, maka sama dengan sedang menafikan takdirnNya.
§ Takdir seluruh makhluk telah tertulis di sisi Allah dalam
kitab lauh mahfud, sebagaiman yang di jelaskan dalam firmanNya:
﴿ مَّا فَرَّطۡنَا فِي ٱلۡكِتَٰبِ
مِن شَيۡءٖۚ ٣٨.﴾ [ الأنعام: 38]
"Tidaklah
Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (lauh mahfud)". (QS al-An'aam:
38).
Dan dalam
firmanNya yang lain, Allah berfirman:
﴿ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ
فِيٓ إِمَامٖ مُّبِينٖ ١٢﴾ [يس:12 ]
"Dan
segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab Induk yang nyata (lauh mahfud)".
(QS Yasin: 12).
Dan ciptaan Allah itu terbagi
menjadi dua jenis:
1.
Yang
hanya bisa tunduk patuh, tidak mempunyai pilihan, seperti bintang gemintang
serta planet dan garis orbit tempat perjalanan bintang.
2.
Makhluk
yang mempunyai kehendak serta pilihan, seperti manusai, jin, dan malaikat.
Tidaklah Allah menggerakkan mereka tanpa ada pilihan, dan memaksa mereka untuk
berbuat maksiat, sehingga mereka di adzab dengan sebab itu. Dan tidaklah mereka
mempunyai pilihan tanpa adanya kemudahan, sehingga mereka bersekutu didalam
keinginan dan perbuatan. Namun, Allah menjadikan mereka mempunyai kehendak yang
berada di bawah kehendaknya Allah. Hal itu sebagaimana firmanNya:
"(yaitu) bagi siapa di antara
kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam". (QS
at-Takwiir: 28-29).
§ Dan menciptakan para hambaNya beserta perbuatan mereka.
Sebagaimana yang di terangkan dalam firmanNya:
﴿ قَالَ أَتَعۡبُدُونَ مَا تَنۡحِتُونَ
٩٥ وَٱللَّهُ خَلَقَكُمۡ وَمَا تَعۡمَلُونَ ٩٦﴾ [الصافات : 95-96 ]
"Ibrahim berkata:
"Apakah kamu menyembah patung-patung yang kamu pahat itu ? Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS
ash-Shaafaat: 95-96).
§ Demikian juga, Allah menciptakan sebab serta akibat
sebagaimana Allah juga mengadakan akibat dan sebab. Dan ini merupakan kandungan
ilmuNya yang sangat luas, serta hikmahNya yang agung, yang terkandung di dalam
perjalanan alam semesta di atas ketentuan dan aturan yang ada.
Oleh karenanya, tidak boleh bagi akal, hanya terpaku, tidak tergerak
untuk beriman melainkan dengan sesuatu yang apabila bisa di mengerti hikmah
serta hakekat takdir Allah tersebut. karena, ada begitu banyak hikmah yang
tidak bisa terungkap oleh akal, di karenakan akal tidak akan sanggup untuk
menampung semuanya, ibarat akal seperti wadah sedangkan sebagian hikmah
bagaikan air laut yang tak bertepi, kalau sekiranya di tumpahkan seluruhnya
tentu akan menjadikan dirinya bingung dan tidak paham. Dan ada sebagian hikmah
yang bila semakin di selami justru akan semakin menambah bingung. Ilustrasinya
sama seperti halnya mata, jika semakin lama memandang sinar mentari di tengah
hari tentu akan semakin menambah kebingungan.
Bab Kesebelas
Tentang kematian, kebangkitan serta
perhimpunan
Kematian adalah benar adanya. Allah secara tegas
menyatakan hal itu dalam firmanNya:
﴿ كُلُّ
مَنۡ عَلَيۡهَا فَانٖ ٢٦ وَيَبۡقَىٰ وَجۡهُ رَبِّكَ ذُو ٱلۡجَلَٰلِ وَٱلۡإِكۡرَامِ
٢٧ ﴾ [الرحمن: 26-27 ]
"Semua yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan". (QS ar-Rahman:
26-27).
Dan termasuk kandungan didalam menyakini adanya kematian adalah beriman
dengan kejadian yang ada setelahnya sebagaimana yang datang ada penjelasannya
di dalam wahyu, seperti di antaranya:
§ Fitnah kubur, yaitu seorang mayit adakalanya mendapat
siksa atau nikmat.
§ Beriman adanya kebangkitan dan di kumpulkan di padang
mahsyar. Sebagaimana yang telah di terangkan dalam firman Allah subhanahu wa
ta'ala:
﴿وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِ فَإِذَا
هُم مِّنَ ٱلۡأَجۡدَاثِ إِلَىٰ رَبِّهِمۡ يَنسِلُونَ ٥١﴾ [ يس :51]
"Dan
di tiuplah sangkalala, Maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya
(menuju) kepada Rabb mereka".
(QS Yaasin: 51).
Adapun orang yang meragukan akan hal
tersebut maka dirinya telah keluar dari agama. Perhatikan firman Allah ta'ala
di bawah ini:
﴿ وَأَمَّا
ٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَفَلَمۡ تَكُنۡ ءَايَٰتِي تُتۡلَىٰ عَلَيۡكُمۡ فَٱسۡتَكۡبَرۡتُمۡ
وَكُنتُمۡ قَوۡمٗا مُّجۡرِمِينَ ٣١ وَإِذَا قِيلَ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞ وَٱلسَّاعَةُ
لَا رَيۡبَ فِيهَا قُلۡتُم مَّا نَدۡرِي مَا ٱلسَّاعَةُ إِن نَّظُنُّ إِلَّا ظَنّٗا
وَمَا نَحۡنُ بِمُسۡتَيۡقِنِينَ ٣٢﴾ [ الجاثية :31-32]
"Dan adapun orang-orang yang
kafir (kepada mereka dikatakan): "Maka apakah belum ada ayat-ayat Ku yang
dibacakan kepadamu lalu kamu menyombongkan diri dan kamu Jadi kaum yang berbuat
dosa?". Dan apabila dikatakan (kepadamu): "Sesungguhnya janji Allah
itu adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya", niscaya
kamu menjawab: "Kami tidak tahu apakah hari kiamat itu, kami sekali-kali
tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak
meyakini(nya)". (QS
al-Jatsiyah: 31-32).
Apalagi dengan orang yang mendustakan adanya akhirat, tentu lebih jauh
lagi keluar dari agama. Dan Allah ta'ala sendiri yang menyatakan hal tersebut:
﴿بَلۡ كَذَّبُواْ بِٱلسَّاعَةِۖ
وَأَعۡتَدۡنَا لِمَن كَذَّبَ بِٱلسَّاعَةِ سَعِيرًا ١١﴾ [ الفرقان: 11]
"Bahkan mereka mendustakan
hari kiamat dan Kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang
mendustakan hari kiamat". (QS
al-Furqaan: 11).
§ Mengimani adanya hari pembalasan. Allah azza wa jalla
berfirman:
﴿وَنَضَعُ ٱلۡمَوَٰزِينَ ٱلۡقِسۡطَ
لِيَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ فَلَا تُظۡلَمُ نَفۡسٞ شَيۡٔٗاۖ وَإِن كَانَ مِثۡقَالَ حَبَّةٖ مِّنۡ خَرۡدَلٍ أَتَيۡنَا بِهَاۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَٰسِبِينَ ٤٧﴾ [ الأنبياء :37]
"Kami akan memasang
timbangan yang tepat pada hari kiamat, Maka tidak dirugikan seseorang barang
sedikitpun. dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami
mendatangkan (pahala)nya dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan". (QS al-Anbiyaa': 47).
§ Beriman adanya pahala
dan siksa, surga dan neraka. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
﴿ فَأَمَّا ٱلَّذِينَ شَقُواْ
فَفِي ٱلنَّارِ لَهُمۡ فِيهَا زَفِيرٞ وَشَهِيقٌ ١٠٦﴾ [ هود: 106]
"Adapun
orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka
mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih)". (QS Huud: 106).
Juga
firmanNya:
﴿ وَأَمَّا
ٱلَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي ٱلۡجَنَّةِ ١٠٨﴾ [ هود:108 ]
"Adapun
orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga". (QS Huud: 108).
Adapun orang-orang kafir tempatnya di
dalam neraka, sedangkan orang-orang yang beriman tempat kembalinya ke surga.
Sebagaimana firmanNya:
﴿ فَأَمَّا
ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَأُعَذِّبُهُمۡ عَذَابٗا شَدِيدٗا فِي ٱلدُّنۡيَا وَٱلۡأٓخِرَةِ وَمَا لَهُم مِّن نَّٰصِرِينَ ٥٦ وَأَمَّا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ فَيُوَفِّيهِمۡ أُجُورَهُمۡۗ وَٱللَّهُ
لَا يُحِبُّ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥٧﴾ [ ال عمران :56-57]
"Adapun
orang-orang yang kafir, maka akan Ku siksa mereka dengan siksa yang sangat
keras di dunia dan di akhirat, dan mereka tidak memperoleh penolong. Adapun
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah
akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan
Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim". (QS al-Imraan: 56-57).
§ Kemudian mengimani segala sesuatu yang telah di jelaskan
oleh nash yang berkaitan dengan perkara akhirat, dari adanya jembatan,
timbangan, telaga, lembaran-lembaran untuk mencatat amalan yang buruk maupun
baik.
Bab Kedua Belas
Kewajiban berpegang teguh di atas
jama'ahnya kaum muslimin, adanya pemimpin yang wajib di taati dan hukum keluar
memberontak kepadanya
Berpegang teguh di atas jama'ahnya kaum muslimin adalah wajib, kemudian
perlu di ketahui bahwa jama'ah tanpa adanya seorang pemimpin maka tidak akan
terwujud.
Setelah itu, bentuk ketaatan yang diberikan kepada pemimpin harus berada
di atas ketaatan kepada Allah ta'ala. Hal tersebut sebagaimana yang dijelaskan
dalam firmanNya:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ
مِنكُمۡۖ ٥٩﴾ [ النساء :59]
"Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu". (QS an-Nisaa': 59).
Firmannya Allah: 'Diantara kamu'. Maksudnya dari kalangan kaum
muslimin. Dengan ini, maka bisa dipahami tidak bolehnya orang kafir untuk
menjadi seorang pemimpin kaum muslimin, sehingga tidak boleh membai'atnya, dan
tidak wajib untuk mentaatinya, melainkan jika yang berkaitan dengan
kemaslahatan umum di antara urusan manusia, yang menyebabkan lurus dan benarnya
mereka, namun, bila hanya untuk kepentingannya sendiri maka tidak wajib taat padanya.
Apabila tidak ada seorang pemimpin yang paham tentang agama, maka ambil
ulama yang bisa meluruskan urusannya, baik perkara dunia maupun agama. Allah
ta'ala dengan jelas telah memerintahkan akan hal itu dalam firmanNya:
﴿ وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ
مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ
وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ
٨٣.﴾ [ النساء: 83]
"Dan apabila datang kepada
mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri di
antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)". (QS an-Nisaa': 83). Dan tidak mungkin bisa
mengetahui kebenarannya melainkan orang yang paham.
Dan tidak boleh memberontak kepada mereka, serta menentang perintahnya,
namun, yang harus di lakukan ialah tetap sabar atas kelalimannya, selagi belum
melakukan perbuatan kufur yang jelas. Di dalam kitab shahih dari Ummu Salamah,
dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bahwasannya beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّهُ يُسْتَعْمَلُ عَلَيْكُمْ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ
وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ كَرِهَ فَقَدْ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ فَقَدْ سَلِمَ
وَلَكِنْ مَنْ رَضِىَ وَتَابَعَ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلاَ نُقَاتِلُهُمْ قَالَ « لاَ
مَا صَلَّوْا » [ أخرجه مسلم]
"Sesungguhnya
akan ada pemimpin yang akan memimpin kalian, kalian mengetahui dan mengingkari,
barangsiapa yang membencinya, maka dirinya telah berlepas diri, dan siapa yang
berani mengingkari, maka dia selamat, namun, yang (tercela) ialah yang senang
dan mengikutinya".
Para sahabat bertanya pada beliau:
'Ya Rasulallah, apakah tidak kami perangi saja mereka? Beliau menjawab: 'Tidak,
selagi mereka masih sholat". HR Muslim no: 1854.
Kemudian di antara kewajiban kita terhadap pemerintah ialah menasehati
dengan ilmu dan hikmah, supaya bisa menghilangkan keburukan yang ada atau
paling tidak dapat meminimalkannya. Bukan karena bertendesi hawa nafsu yang di
inginkannya. Di dalam sebuah hadits shahih dari Tamim ad-Dary, bahwa Nabi
shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
الدِّينُ النَّصِيحَةُ » قُلْنَا لِمَنْ قَالَ « لِلَّهِ
وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ » [
أخرجه مسلم]
"Agama adalah nasehat".
Kami pun bertanya: 'Untuk siapa? Beliau menjawab: 'Untuk Allah, kitabNya,
RasulNya, pemimpin kaum muslimin serta kaum muslimin secara umum'. HR Muslim no: 55.
Dan tidak boleh mencari-cari keburukannya, kemudian membuka kejelekannya
di muka umum serta menyebarkan kesalahan dan kekeliruannya, akan tetapi, yang
seharusnya ia lakukan adalah menasehatinya langsung empat mata, antara dia dan
dirinya.
Dan apabila pemimpin tersebut mewajibkan sesuatu yang mungkar terhadap
manusia, lalu menyebarkannya. Maka, jika di ketahui bahwa kalau sekiranya di
jelaskan antara dirinya dan pemimpin tersebut secara langsung empat mata, dia
bisa kembali dan bertaubat, serta mencabut keputusan tersebut, maka pada saat
itu wajib bagi dirinya untuk menasehatinya. Namun, apabila tidak mau, maka di
jelaskan kemungkaran itu saja kepada masyarakat. Karena hal tersebut sebagai
bentuk kewajiban menasehati mereka, serta hak bagi dirinya dan mereka di dalam
beragama. Supaya syari'at ini tidak diganti, sehingga agama tetap terjaga tidak
berubah. Dan hal itu termasuk bagian dari nasehat: 'Bagi Allah, kitabNya,
RasulNya, pemimpin kaum muslimin serta
kaum muslimin secara umum". Dan hal itu harus di dahulukan di atas hak
orang lain.
Dan tidak boleh bagi seorang alim untuk meninggalkan terlalu jauh dari
perkara urusannya manusia, serta perkara yang dapat mendatangkan maslahat
kebaikan pada mereka. Karena zuhud yang terpuji didunia, apabila bertujuan
untuk dirinya sendiri, sedangkan zuhudnya demi manusia di dalam dunia maka ini
tidak terpuji.
Oleh karena itu, hendaknya dia menolong orang yang terzalimi walaupun
hanya satu dirham, memberi makan orang yang kelaparan walau hanya dengan satu
kurma, karena seorang alim juga mempunyai kekuasaan, sebab, kebaikan dunia
masyarakat menjadi pintu untuk menuju kebaikan umat.
Lihat, bagaimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tidak pernah
mengangkat kepalanya demi keuntungan dunia, akan tetapi, bersamaan dengan itu
beliau menolong Bariroh serta sahabat lainnya hanya karena beberapa dinar saja,
dan berkhutbah akan hal tersebut, menjelaskan didepan halayak orang.
Bab Ketiga Belas
Jihad, hukum, syarat dan macamnya
Dan jihad itu tetap berlaku sampai tegaknya hari kiamat. Hukumnya tidak
terangkat walau sehari di muka bumi ini selagi al-Qur'an masih tetap ada. Di
dalam sebuah hadits yang shahih, dari Jabir, Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لاَ
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ » [ أخرجه مسلم ]
"Senantiasa akan ada golongan dari umatku yang
nampak, mereka berperang di atas kebenaran sampai tegaknya hari kiamat". HR Muslim no: 156.
Dan dalam jihad demi membela diri maka tidak disyaratkan harus menunggu
ijinnya penguasa. Karena tidak bisa merealisasikan niat kecuali hanya untuk
mengangkat gangguan serta menolaknya, dan ini adalah wajib, walau hanya untuk
membela kehormatannya, atau jiwa, atau harta. Di dalam hadits di jelaskan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « من قتل دون ماله فهو شهيد ومن
قتل دون أهله أو دون دمه أو دون دينه فهو شهيد» [ أخرجه أبو داود و النسائي و ابن
ماجه]
"Barangsiapa yang terbunuh
karena membela hartanya maka dia syahid, dan barangsiapa yang terbunuh karena membela
keluarga, darah, atau agamanya maka dia syahid". HR Abu Dawud no:
4772, at-Tirmidzi no: 1421, an-Nasa'i no: 4095, Ibnu Majah no: 2580.
Dan hadits ini juga di keluarkan dalam shahih Bukhari dan Muslim secara
ringkas dari sahabat Abdullah bin Amr radhiyallahu 'anhuma.
Hukumnya juga wajib, yaitu bagi orang yang dalam keadaan bahaya untuk
membela, kehormatan, jiwa dan hartanya. Sama saja, apakah yang menyebabkan
tersebut orang kafir ataupun muslim. Di dalam sunan Nasa'i, dari Qoobus dari ayahnya,
ia menceritakan: 'Pernah ada seseorang yang datang kepada Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam, lalu mengkisahkan: 'Ada seseorang datang meminta (dengan
paksa) hartaku? Nabi mengatakan: 'Ingatkan supaya takut kepada Allah'. Jika dia
tidak takut? Katanya lagi. Nabi menjawab: 'Mintalah tolong dengan orang yang
ada disekitarmu dari kalangan kaum muslimin'. Tapi, bila tidak ada seorangpun
disekitarku? Tanyanya kembali. Beliau menjawab: 'Mintalah tolong kepada
penguasa'. Akan tetapi, bagaimana jika penguasa tersebut tidak mau? Maka beliau
bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
قاتل دون مالك حتى تكون من شهداء الآخرة أو تمنع مالك » [
أخرجه النسائي]
"Lawanlah demi membela hartamu, sampai sekiranya
engkau menjadi syahid di akhirat, atau engkau bisa mempertahankan hartamu".
HR an-Nasa'i no: 4081. Ibnu Abi Syaibah no: 28034. Ahmad no: 22514.
ath-Thabarani dalam al-Kabir 20/313.
Di dalam jihad wajib meniatkan untuk meninggikan kalimat Allah azza wa
jalla. Di riwayatkan dalam sebuah hadits shahih, dari Abu Musa al-Asy'ari,
bahwasannya ada seorang arab badui yang datang kepada Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam, lalu mengatakan: 'Wahai Rasulallah, seseorang berjihad untuk
memperoleh ghanimah, dan seseorang berjihad untuk di ingat, dan seseorang
berjihad supaya di katakan pemberani. Siapakah di antara mereka yang berjihad
di jalan Allah? Maka Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «
مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ» [ أخرجه البخاري ومسلم ]
"Barangsiapa yang berjihad untuk meninggikan
kalimat Allah, maka dialah, orang yang berjihad di jalan Allah". HR
Bukhari no: 123, 2655. Muslim no: 1904.
Dan seorang mukmin wajib untuk selalu taat kepada pemimpinya, dirinya
harus mendengar dan taat selagi tidak menyuruh kepada perbuatan maksiat.
sebagaimana di jelaskan dalam sebuah hadits, di mana Nabi shalallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ أَطَاعَنِي فَقَدْ
أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَمَنْ يُطِعْ الْأَمِيرَ
فَقَدْ أَطَاعَنِي وَمَنْ يَعْصِ الْأَمِيرَ فَقَدْ عَصَانِي» [أخرجه البخاري
ومسلم]
"Barangsiapa yang mentaatiku
maka dia telah mentaati Allah, dan siapa yang enggan mentaatiku maka dia telah
bermaksiat kepada Allah. Barangsiapa mentaati pemimpinku maka sama saja dia
telah mentaatiku, dan siapa yang enggan mentaatinya maka sungguh dia telah
berbuat maksiat kepadaku". HR Bukhari no: 6718. Muslim no: 1835. dari
sahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Bab Keempat Belas
Hukum kafir serta perkara yang
mewajibkannya
Kita tidak boleh sembarangan mengkafirkan seseorang dari kalangan ahli
kiblat hanya dengan sebab suatu dosa, melainkan bila memang dosa tersebut
benar-benar mengeluarkan seseorang dari Islam. Di antara dosa-dosa yang bisa
mengantarkan kepada kekufuran ialah, mencela Allah ta'ala:
§ Mencela Allah azza wa jalla.
Orang yang mencela Allah adalah kafir, karena mencela Allah dosanya
lebih besar dari pada berbuat syirik kepadaNya. Karena biasanya orang yang
berbuat syirik tidak sampai menurunkan derajat Allah sampai di bawah derajat
batu, paling tidak dia hanya mengangkat kedudukan batu sama dengan kedudukannya
Allah. Seperti yang di katakan oleh musyrikin pada generasi pertama tatkala
berhadapan dengan orang yang dipersekutukan, sebagaimana yang Allah subhanahu
wa ta'ala firmankan:
﴿ تَٱللَّهِ
إِن كُنَّا لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ ٩٧ إِذۡ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٩٨﴾
[ الشعراء: 97-98 ]
"Demi Allah, sungguh kita
dahulu (di dunia) dalam kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu
dengan Tuhan semesta alam". (QS
asy-Syu'araa: 97-98).
Adapun orang yang mencela Allah, maka pada hakekatnya sama saja, dirinya
telah menurunkan kedudukanNya lebih rendah dari pada batu!
Dan mencela Allah adalah kekufuran yang besar, sedangkan kekufuran itu
bisa bertambah dan berkurang, seperti hal masalah iman. Allah ta'ala
menjelaskan hal tersebut di dalam firmanNya:
﴿ إِنَّمَا
ٱلنَّسِيٓءُ زِيَادَةٞ فِي ٱلۡكُفۡرِۖ ٣٧﴾. [ التوبة: 37]
"Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan Haram itu adalah
menambah kekafiran". (QS at-Taubah: 37).
Dalam ayat lain, Allah ta'ala
berfirman:
﴿ إِنَّ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ
بَعۡدَ إِيمَٰنِهِمۡ ثُمَّ ٱزۡدَادُواْ كُفۡرٗا لَّن تُقۡبَلَ تَوۡبَتُهُمۡ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلضَّآلُّونَ ٩٠﴾.[ ال عمران :90]
"Sesungguhnya
orang-orang kafir sesudah beriman, kemudian bertambah kekafirannya, sekali-kali
tidak akan diterima taubatnya; dan mereka Itulah orang-orang yang sesat". (QS al-Imraan: 90).
Akan tetapi, jangan di pahami keliru,
karena naik turunnya kekufuran, bertambah dan berkurangnya kekufuran tetap
tidak dapat mengeluarkan pelakunya dari api neraka. Namun, hanya sekedar ringan
atau bertambah keras siksaaanya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
"Orang-orang
yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada
mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan". (QS an-Nahl: 88).
Demikian juga, kita tidak boleh beraksi
bagi seseorang secara pasti, bahwa dirinya termasuk penghuni surga maupun
neraka. Melainkan orang-orang yang telah di jamin dan dipersaksikan oleh Allah
dan RasulNya.
Akan tetapi, yang boleh bagi kita ialah
bersaksi secara umum bahwa orang yang meninggal dalam keadaan beriman, maka dia
calon penghuni surga, sedangkan orang yang mati dalam keadaan kafir, termasuk
calon penghuni neraka.
Bab Kelima
Belas
Makna Ibadah serta hakekat kebebasan
sejati dan batasannya
Hakekat kebebasan sejati ialah berlepas
diri dari beribadah kepada setiap orang selain Allah azza wa jalla.
Sehingga pemahaman yang menyatakan bahwa
kebebasan itu ialah apabila dirinya bebas untuk keluar dari perintah Allah,
mendewakan jiwa dan menyembah hawa nafsu. Dan orang semacam ini sama
seperti yang telah di jelaskan oleh
Allah ta'ala di dalam firmanNya:
﴿أَفَرَءَيۡتَ مَنِ ٱتَّخَذَ
إِلَٰهَهُۥ هَوَىٰهُ وَأَضَلَّهُ ٱللَّهُ عَلَىٰ عِلۡمٖ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمۡعِهِۦ
وَقَلۡبِهِۦ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِۦ غِشَٰوَةٗ فَمَن يَهۡدِيهِ مِنۢ بَعۡدِ ٱللَّهِۚ
أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ٢٣﴾ [ الجاثية: 23]
"Maka pernahkah kamu melihat
orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya
berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya
petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil
pelajaran? (QS al-Jaatsiyah: 23).
Maka, barangsiapa memperbolehkan bagi
orang lain untuk berkata dan berbuat sesukanya, seperti yang dia suka, kapan
dia suka, maka dirinya sama saja telah menetapkan hawa nafsu dan setan sebagai
sesembahannya. Karena manusia di ciptakan sebagai hamba, jika enggan untuk
beribadah kepada Allah, maka dirinya telah berubah menjadi selain hamba Allah,
yang disembahnya, dan ini adalah suatu kepastian!
Allah azza wa jalla tidaklah menjadikan
adanya kewajiban di muka bumi bagi manusia, seperti adanya perintah untuk
menegakkan hukum qishos, hukuman bagi orang yang menuduh berbuat zina dan
berzina, menundukan pandangn dari aurat, hukum warisan, tidak mengharamkannya
perbuatan zina dan riba, atau yang lainnya. Akan tetapi, Allah mewajibkan itu
semua karena adanya manusia yang berada satu rumpun dan satu jenis serta
sebangsa. Karena, apabila sebuah komunitas semakin bertambah banyak penduduknya
tentu peraturannya juga akan semakin bertambah pula.
Kalau bulan saja, yang Allah jadikan
dirinya berjalan sesuai aturan berjalan di jalur edarnya, hal ini supaya bisa
beraturan, bersama berjalannya matahari, bumi dan bintang, maka setiap kali
bertambah planet tentu akan bertambah pula aturannya. Seperti yang Allah ta'ala
firmankan dalam firmanNya:
﴿ يُغۡشِي
ٱلَّيۡلَ ٱلنَّهَارَ يَطۡلُبُهُۥ حَثِيثٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَٰتِۢ بِأَمۡرِهِۦٓۗ
أَلَا لَهُ ٱلۡخَلۡقُ وَٱلۡأَمۡرُۗ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلۡعَٰلَمِينَ ٥٤﴾. [ الأعراف :54]
"Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula)
matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya.
Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha suci Allah, Tuhan
semesta alam". (QS al-A'raaf:
54).
Dan dalam ayat yang lain,
Allah ta'ala berfirman:
﴿ لَا
ٱلشَّمۡسُ يَنۢبَغِي لَهَآ أَن تُدۡرِكَ ٱلۡقَمَرَ وَلَا ٱلَّيۡلُ سَابِقُ ٱلنَّهَارِۚ
وَكُلّٞ فِي فَلَكٖ يَسۡبَحُونَ ٤٠﴾ [ يس: 40]
"Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing
beredar pada garis edarnya".
(QS Yaasin: 40).
Sesungguhnya hukum-hukum Islam yang ada, datang untuk mengatur agama dan
dunia. Oleh karenya, siapa yang membolehkan untuk keluar dari hukum Allah, maka
dirinya berhak untuk mendapat siksaan.
Jadi, masuk ke dalam agama Islam adalah suatu keharusan sedangkan orang
yang keluar dari Islam, maka di sebut murtad. Allah ta'ala sendiri yang menamai
hal tersebut, seperti dalam firmanNya:
﴿ وَمَن يَرۡتَدِدۡ مِنكُمۡ
عَن دِينِهِۦ فَيَمُتۡ وَهُوَ كَافِرٞ فَأُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ فِي ٱلدُّنۡيَا
وَٱلۡأٓخِرَةِۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢١٧﴾
[ البقرة: 217]
"Barangsiapa yang murtad di antara
kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, Maka mereka itulah yang
sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka,
mereka kekal di dalamnya". (QS
al-Baqarah: 217).
Dalam sebuah hadits disebutkan, Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ بَدَّلَ دِينَهُ فَاقْتُلُوهُ » [ أخرجه البخاري]
"Barangsiapa yang mengganti
agamanya maka bunuhlah". HR Bukhari no: 2854. dari sahabat Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma.
Dan beribadah kepada Allah azza wa jalla merupakan puncak tujuan
di ciptakan serta di wujudkannya makhluk. Oleh karena itu, siapa yang
membolehkan untuk keluar dari ibadah tersebut, maka sama saja, dirinya tidak
beriman adanya Dzat yang menjadikannya dia ada. Kalau seseorang saja tidak di
perbolehkan untuk keluar dari hukum serta peraturan dunia yang ada pada sebuah
negara, lantas bagaimana mungkin seseorang itu di bolehkan untuk keluar dari
ikatan ibadah kepada Allah!
Maka orang semacam ini, sedang membuktikan kalau bathinnya begitu lemah
untuk menyakini adanya pencipta, atau bahkan telah hilang keyakinan tersebut
dalam dirinya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman tentang tujuan di
ciptakannya manusia:
﴿ وَمَا
خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦﴾. [ الذريات :56]
"Dan aku tidak menciptakan jin
dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku". (QS adz-Dzariyaat: 56).
Dan Dzat yang telah menjadikan adanya manusia dan jin di muka bumi untuk
beribadah kepadaNya, tentu, Dia telah menyiapkan di akhirta kelak, perhitungan,
balasan serta siksaanNya.
Kita berdo'a semoga Allah senantiasa memperbaiki keadaan kita di dunia
ini dan di akhirat nanti. Shalawat serta sallam semoga senantiasa tercurah
kepada nabiNya serta orang-orang yang setia mengikutinya.
DAFTAR ISI
1.
Muqodimah.
2.
Bab
pertama: Agama Islam adalah agamanya para Nabi, agama yang benar yang tetap
terjaga.
3.
Bab
Kedua: Penjelas wahyu yang ada dalam al-Qur'an adalah dengan sunah serta
pemahaman para sahabat dan qiyas yang benar atas keduanya.
4.
Bab
Ketiga: Hak Allah atas hambaNya. Dan orang yang berbuat syirik balasannya
adalah neraka serta tidak adanya kontradiksi adanya mereka di dunia.
5.
Bab
Keempat: Tentang keimanan, kekufuran dan kemunafikan.
6.
Bab
Kelima: Hakekat iman serta susunannya. Bahwasannya iman bisa bertambah dan
berkurang.
7.
Bab
Keenam: Nama-nama Allah serta sifat-sifatNya, di antara orang yang menafikan
dan menetapkan.
8.
Bab
Ketujuh: Tentang firman Allah, bahwa al-Qur'an adalah firmanNya, baik yang
tertulis, di dengar maupun di hafal.
9.
Bab
Kedelapan: Hubungan antara nash dan akal.
10.
Bab
Kesembilan: Syari'at Allah yang berkaitan dengan agama dan dunia, bahwasannya
kedua syari'at tersebut adalah sama.
11.
Bab
Kesepuluh: Takdir dan ketentuan Allah, kehendak dan keinginan serta sebab
akibat.
12.
Bab
Kesebelas: Tentang kematian, kebangkitan serta perhimpunan.
13.
Bab
Kedua Belas: Kewajiban untuk di atas jama'ahnya kaum muslimin, adanya pemimpin
yang wajib di taati dan hukum keluar memberontak kepadanya.
14.
Bab
Ketiga Belas: Jihad, hukum syarat dan jenisnya.
15.
Bab
Keempat Belas: Hukum kafir serta perkara yang mewajibkannya.
16.
Bab
Kelima Belas: Makna Ibadah serta hakekat kebebasan sejati dan batasannya.
17.
Daftar
isi.
Post a Comment