Kisah Keteladanan Ibunda Aisyah Radhiyallahu 'anha
Kisah Keteladanan Ibunda Aisyah Radhiyallahu
'anha
Segala
puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah.
Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan
Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan aku juga bersaksai bahwa
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah
seorang hamba dan utusanNya. Amma ba'du:
Berikut ini adalah
rangkaian dari kisah perjalanan hidup Ibunda kaum muslimin, istri Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam, yang beliau nikhai dirinya manakala baru berusia
enam tahun, dan membangun rumah tangga dengannya ketika dirinya genap berusia
sembilan tahun.
Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam mengabarkan pada kita semua, bahwa dirinya termasuk wanita yang paling
dicintai olehnya, bahkan orang yang paling dicintai dari seluruh manusia,
beliau tidak pernah menikah dengan seorang gadis kecuali dirinya.
Dimana Allah azza wa jalla
telah menurunkan ayat khusus berkaitan dengan kesucian dirinya, yang mana ayat
tersebut bisa terus dibaca sampai hari kiamat kelak. Dan tidak pernah turun
wahyu dipangkuan seorang wanita dari istri-istri beliau melainkan dirinya, ada
saat yang begitu memuliakan dirinya tatkala dirinya mengurusi Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam disaat hidup, ketika sakit dan pada detik-detik terakhir
kehidupan beliau.
Manakala sakit, beliau
sering bertanya dimana giliran saya sekarang, beliau meninggal sedang kepalanya
berada dipangkuannya, bersandar diantara dada dan lehernya. Tidaklah Nabi
meninggal melainkan beliau ridho dengan dirinya, dan beliau dimakamkan
dirumahnya.
Dialah shidiqah binti shidiq,
wanita nan suci Aisyah binti Abu Bakar
Shidiq, Abdullah bin Abu Qufahah al-Quraiys at-Taimi, sedangkan ibunya bernama
Ummu Ruman al-Kinaniyah.
Disebutkan oleh Imam Bukhari
dan Muslim, sebuah kisah yang menjelaskan tentang kedudukan Aisyah dimata
Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam. Hadits tersebut dinukil dari Hisyam
dari ayahnya yang menceritakan:
"Para sahabat biasa
mengakhirkan untuk memberi hadiah pada saat gilirannya Aisyah. Hal tersebut
menjadikan para madunya berkumpul pada ummu Salamah dan mengatakan padanya;
'Demi Allah, orang-orang lebih memilih ketika memberi hadiah pada harinya
Aisyah, dan kami pun ingin mendapat kebaikan seperti yang diinginkan oleh
Allah, coba kamu utarakan kepada Rasulallah supaya orang-orang juga memberi
hadiah pada giliran istri yang lain.
Maka Ummu Salamah mengutarakan
keinginan istri-istri Nabi kepada beliau. Akan tetapi, beliau tidak
mengomentari. Tatkala tiba pada gilirannya, Ummu Salamah mencoba mengutarakan
kembali hal tersebut, namun beliau justru berpaling tidak mengomentarinya,
manakala pada tiga kalinya ia mengutarakan hal itu, Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam menjawab:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا أُمَّ سَلَمَةَ لَا تُؤْذِينِي فِي عَائِشَةَ فَإِنَّهُ وَاللَّهِ مَا
نَزَلَ عَلَيَّ الْوَحْيُ وَأَنَا فِي لِحَافِ امْرَأَةٍ مِنْكُنَّ غَيْرِهَا »
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Wahai Ummu Salamah,
jangan engkau ganggu aku tentang Aisyah, sungguh demi Allah, tidak pernah wahyu
itu turun sedang aku berada dipangkuan seseorang wanita diantara kalian kecuali
dirinya". HR Bukhari no: 3775. Muslim no: 2441.
Imam Dzahabi menyebutkan: "Ayahnya
membawa Aisyah ikut serta berhijrah, dan menikah bersama Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam sebelum peristiwa hijrah tersebut setelah kematian shidiqah
Khadijah binti Khuwailid. Tepatnya sebelum hijrah kurang lebih belasan bulan
sebelumnya. Ada yang mengatakan dua tahun sebelumnya.
Lalu Rasulallah membangun rumah tangga
bersamanya pada bulan syawal, dua tahun setelah terjadinya peperangan Badar.
Sedangkan dia ketika itu berusia Sembilan tahun. Dan tidak diketahui ada pada
umat Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam, bahkan bisa dikatakan pada seluruh
wanita dikalangan umatnya ada seorang wanita yang lebih fakih dari pada
dirinya. Dia adalah istri Nabi ketika didunia dan akhirat nanti, lantas, apakah
ada suatu hal yang lebih membanggakan dari ini semua?.[1]
Dalam sebuah hadits, Aisyah menceritakan
tentang proses perkawinannya bersama Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam.
Beliau mengkisahkan:
« تَزَوَّجَنِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا بِنْتُ
سِتِّ سِنِينَ فَقَدِمْنَا الْمَدِينَةَ فَنَزَلْنَا فِي بَنِي الْحَارِثِ بْنِ
خَزْرَجٍ فَوُعِكْتُ فَتَمَرَّقَ شَعَرِي فَوَفَى جُمَيْمَةً فَأَتَتْنِي أُمِّي
أُمُّ رُومَانَ وَإِنِّي لَفِي أُرْجُوحَةٍ وَمَعِي صَوَاحِبُ لِي فَصَرَخَتْ بِي
فَأَتَيْتُهَا لَا أَدْرِي مَا تُرِيدُ بِي فَأَخَذَتْ بِيَدِي حَتَّى
أَوْقَفَتْنِي عَلَى بَابِ الدَّارِ وَإِنِّي لَأُنْهِجُ حَتَّى سَكَنَ بَعْضُ
نَفَسِي ثُمَّ أَخَذَتْ شَيْئًا مِنْ مَاءٍ فَمَسَحَتْ بِهِ وَجْهِي وَرَأْسِي
ثُمَّ أَدْخَلَتْنِي الدَّارَ فَإِذَا نِسْوَةٌ مِنْ الْأَنْصَارِ فِي الْبَيْتِ
فَقُلْنَ عَلَى الْخَيْرِ وَالْبَرَكَةِ وَعَلَى خَيْرِ طَائِرٍ فَأَسْلَمَتْنِي
إِلَيْهِنَّ فَأَصْلَحْنَ مِنْ شَأْنِي فَلَمْ يَرُعْنِي إِلَّا رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضُحًى فَأَسْلَمَتْنِي إِلَيْهِ وَأَنَا
يَوْمَئِذٍ بِنْتُ تِسْعِ سِنِينَ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam menikahiku saat aku berusia enam tahun, kemudian kami hijrah
ke Madinah. Lalu singgah (tinggal) di tempatnya kaum Bani Harits bin Khazraj.
Disana aku mencukur rambutku, setelah itu ibuku Ummu Ruman mendatangiku,
sedangkan diriku pada saat itu lagi bermain-main bersama teman sebayaku. Beliau
berteriak memanggilku, aku pun mendatanginya, saya tidak tahu apa yang
diinginkan oleh ibuku, beliau lantas menggandeng tangan saya hingga sampai
didepan pintu rumah, sampai nafasku tersengal karena cepatnya dalam berjalan,
sampai akhirnya sedikit tenang.
Setelah itu ibuku menggambil sedikit
air, lalu mengusap wajah dan rambutku, kemudian membawaku masuk ke dalam rumah.
Ketika masuk, ternyata didalam sudah banyak wanita dari kalangan Anshar didalam
rumah, ketika melihatku mereka mengatakan: 'Kebaikan untukmu, semoga selalu
dalam barokah dan kebahagian'. Selanjutnya aku diserahkan pada mereka oleh
ibuku, yang kemudian aku didandani, dan tidaklah aku dipertemukan bersama
Rasulallah melainkan pada waktu dhuha. Kemudian mereka menyerahkan diriku pada
beliau, sedangkan diriku pada saat itu berusia Sembilan tahun". HR Bukhari
no: 3894. Muslim no: 1422.
Diantara keutamaan beliau yang lain,
sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam shahihnya, dari
haditsnya Aisyah radhiyallahu 'anha, beliau menceritakan: 'Rasulallah
shalallahu 'alaihi wa sallam pernah berkata padaku:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أُرِيتُكِ فِى الْمَنَامِ ثَلاَثَ لَيَالٍ جَاءَنِى بِكِ الْمَلَكُ فِى
سَرَقَةٍ مِنْ حَرِيرٍ فَيَقُولُ هَذِهِ امْرَأَتُكَ. فَأَكْشِفُ عَنْ وَجْهِكِ
فَإِذَا أَنْتِ هِىَ فَأَقُولُ إِنْ يَكُ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ يُمْضِهِ »
[أخرجه البخاري و مسلم]
"Diperlihatkan dirimu
selama tiga malam berturut-turut dalam mimpiku, malaikat mendatangiku sambil
membawamu dalam kain sutera. Lalu ia mengatakan: 'Ini adalah calon istrimu',
maka aku buka penutup diwajahnya dan ternyata itu adalah dirimu. Sehingga aku
berkata: 'Kalau sekiranya mimpi ini datang dari sisi Allah, pasti akan benar
terjadi". HR Bukhari no: 5125. Muslim no: 2438.
Dalam redaksi Imam Tirmidzi,
disebutkan: "Malaikat tersebut mengatakan: 'Ini adalah istrimu didunia dan
akhirat". HR at-Tirmidzi no: 2880.
Imam Bukhari dan Muslim juga membawakan
sebuah hadits yang menunjukan tentang kedudukan beliau, dari Amr bin Ash
radhiyallahu 'anhu, beliau termasuk sahabat yang masuk Islam pada tahun ke
delapan Hijriyah, dirinya pernah bertanya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam: "Siapakah orang yang paling engkau cintai? Beliau mengatakan:
"Aisyah". Aku bertanya kembali: "Dari kalangan laki-laki? Beliau
menjawab: "Ayahnya". HR Bukhari no: 3662. Muslim no: 2384.
Imam Dzahabi pernah menyatakan:
"Hadits ini merupakan berita yang benar, yang menghancurkan muka
orang-orang syiah Rafidhoh, dimana Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam tidaklah
mencintai seseorang melainkan karena kebaikannya. Yang mana beliau pernah bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلاً مِنْ أُمَّتِى لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ
وَلَكِنْ أُخُوَّةُ الْإِسْلَامِ
ومودته » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Kalau sekiranya aku
boleh mengambil kekasih dari kalangan umatku, tentulah aku menjadikan Abu Bakar
sebagai kekasihku. Akan tetapi, yang ada adalah persaudaraan Islam serta kasih
sayang". HR Bukhari no: 466. Muslim no: 2382.
Beliau melanjutkan: "Nabi
mencintai manusia terbaik dari kalangan umatnya, demikian pula mencintai wanita
terbaik dari kalangan umatnya. Maka barangsiapa yang membenci orang yang
dicintai oleh Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam, ketahuilah bahwa dirinya
telah menjadi orang yang amat membenci Allah dan RasulNya. Karena kecintaan
Rasulallah kepada Aisyah adalah perkara yang sudah sangat gamblang, bukankah
kalian mendengar bagaimana para sahabat lebih memilih untuk memberi hadiah
kepada Rasulallah pada saat gilirannya Aisyah, hal itu tidak lain, karena
mereka mengharap hal tersebut lebih menyenangkannya". [2]
Dalam sebuah hadits yang menunjukan
tentang keutamaan dirinya, adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa
radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam beliau bersabda:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كَمَلَ مِنْ الرِّجَالِ كَثِيرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنْ النِّسَاءِ إِلَّا
آسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ وَمَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ وَإِنَّ فَضْلَ
عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Laki-laki yang sempurna
itu sangatlah banyak, dan dari kalangan wanita, tidak ada yang sempurna kecuali
Maryam puterinya Imran, Asiyah istrinya Fir'aun, dan kelebihan Aisyah dibanding
wanita yang lain adalah seperti garam pada semua makanan". HR Bukhari no:
3769. Muslim no: 2431.
Dalam sebuah riwayat, Aisyah
pernah mengatakan:
« مَا غِرْتُ عَلَى امْرَأَةٍ مَا غِرْتُ عَلَى خَدِيجَةَ
مِنْ كَثْرَةِ ذِكْرِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
إِيَّاهَا » [أخرجه البخاري و مسلم]
"Tidak pernah aku merasa cemburu atas
(maduku) yang lain melebihi kecemburuanku pada Khadijah, disebabkan terlalu
seringnya Rasulallah shalallahu 'alaihi wa sallam menyebut dirinya". HR
Bukhari no: 3817. Muslim no: 2435.
Adz-Dzahabi mengomentari hadits diatas
seraya mengatakan: "Ini merupakan perkara yang sangat mengherankan
bagaimana Aisyah bisa cemburu kepada perempuan tua yang sudah meninggal sebelum
dirinya dinikahi oleh Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam beberapa waktu lamanya.
Kemudian dirinya di jaga oleh Allah ta'ala dari rasa cemburu terhadap wanita
lainnya yang bersama-sama menjadi istri Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Ini
menunjukan rahmat yang Allah turunkan kepadanya, juga pada Nabi shalallahu
'alaihi wa sallam, supaya kehidupan rumah tangga keduanya tidak keruh.
Dan kemungkinan lain, dirinya merasa
cemburu lebih sedikit pada yang lain dan tidak pada Khadijah karena disebabkan
kecintaanya Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam atas Khadijah. semoga Allah
meridhoinya dan meridhoi Aisyah".[3]
Allah ta'ala telah menurunkan dalam
al-Qur'an yang terus bisa dibaca sampai hari kiamat tentang kesuciannya.
Dan ini berawal dari kisah dusta yang
dibuat oleh orang-orang munafik. Berkata Ibnu Hajar al-Haitsami –setelah
membawakan hadits yang menjelaskan kisah berita dusta tersebut- beliau
mengatakan: "Dari hadits ini diketahui bahwa siapa saja yang menuduh
Aisyah telah berbuat zina maka dirinya telah kafir. Sebagaimana hal tersebut
sudah dinyatakan secara gamblang oleh para ulama kita serta yang lainnya.
Karena hal tersebut sama dengan mendustakan nash al-Qur'an, sedangkan orang
yang mendustakannya adalah kafir menurut kesepakatan kaum muslimin.
Dalam hadits ini juga menunjukan
kafirnya kebanyakan orang-orang Rafidhah dikarenakan mereka menuduh Aisyah
telah berbuat zina, semoga Allah membinasakan mereka dimanapun mereka
berada". [4]
Sedangkan Syaikh Muhammad bon Sulaiman
at-Tamimi mengatakan, seraya menukil ucapannya sebagian ahli bait: "Adapun
tuduhan mereka pada Aisyah seperti yang mereka lakukan sekarang maka itu
perbuatan kafir, yang mengeluarkanya dari agama. Dan tidak cukup hanya dicambuk
dalam hukumannya, karena dirinya secara tidak langsung telah mendustakan lebih
dari tujuh belas ayat dari al-Qur'an –sebagaimana telah lewat penjelasannya-.
Sehingga yang paling pantas, hukuman
bagi orang yang menuduh Ibunda kaum mukinin, yang suci, istri Rasulallah
didunia dan akhirat berbuat zina adalah di bunuh karena dirinya telah murtad,
sebagaimana telah shahih dalilnya akan hal tersebut. dan dia termasuk dalam
barisannya tokoh munafik tulen Abdullah bin Ubay bin Salul, gembongnya
orang-orang munafik".[5]
Adalah Nabi shalallahu 'alaihi wa
sallam begitu mencintai Aisyah dan beliau tidaklah mencintainya melainkan
karena kebaikannya. Sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah ta'ala:
﴿ وَٱلطَّيِّبَٰتُ لِلطَّيِّبِينَ وَٱلطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَٰتِۚ ٢٦ ﴾ [ النور: 26]
"Dan wanita-wanita yang
baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula)". (QS an-Nuur: 26).
Dimana dirinya telah meraih kemulian
dalam mengurusi Nabi shalallah 'alaihi wa sallam disaat sakit dan pada
detik-detik akhir kehidupannya. Hal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam
sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, dari haditsnya Aisyah
radhiyallah 'anha. Beliau menceritakan:
"Rasulallah shalallah
'alaihi wa sallam meninggal didalam rumah dan pada saat giliranku, beliau
meninggal diatas dada dan leherku.
Pada hari itu, Abdurahman bin Abu Bakar
masuk ke rumahku, sedang bersamanya ada siwak yang masih basah, maka Nabi
memandangi terus pada siwak tersebut, sehingga aku berpikir beliau menyukainya.
Kemudian aku berinisiatif memintanya dari
saudaraku Abdurahman, lalu aku gigit kemudian aku haluskan sampai rapi setelah
itu aku kasihkan kepada beliau, selanjutnya beliau bersiwak yang belum pernah
aku melihat beliau bersiwak dengan cara sebaik pada saat itu, kemudian beliau
memberikan siwak tersebut padaku, namun keburu jatuh ditangannya.
Maka aku pegangi beliau, lalu aku berdo'a
kepada Allah azza wa jalla dengan do'a yang biasa dibacakan Jibril 'alihi sallam pada saat beliau sakit,
begitu pula do'a tersebut biasa beliau bacakan untuk dirinya disaat sakit,
namun pada sakitnya ini beliau belum berdo'a dengan do'a ini.
Tiba-tiba beliau mengangkat pandangannya
ke arah langit lalu mengatakan: 'Ditempat yang tinggi, di tempat yang tinggi'.
Maksudnya beliau memilih tempat untuk dirinya.
Segala puji bagi Allah yang telah
menyatukan antara air lidahku dan air lidahnya didetik-detik terakhir disaat
dirinya menuntaskan hari-harinya didunia". HR Ahmad 40/261-262 no: 24216.
Berkata Hasan bin Tsabit
radhiyallah 'anhu memuji Aisyah didalam bait sya'irnya:
Kesucian menjadi pakaiannya,
tidak ada keraguan lagi
Cukuplah itu sebagai
bukti akan kehormatannya
Dirinya lebih dermawan dari
Lu'ay bin Ghalib
Kedermawananya
membawa pada kemulian
Suci, dimana Allah telah
mensucikan kepribadiannya
Membersihkan dari tiap
kejelekan dan kedustaan
Jika dirimu telah berkata
seperti yang disangka sekelompok kaum
Maka diriku tidak
akan mempercayainya
Bagimana tidak tergerak untuk
diriku
Membela keluarga Rasul,
tempat merujuk segala soal
Dan Aisyah radhiyallah 'anha termasuk
orang yang paling paham tentang silsilah arab, bait-bait syair mereka, serta
seorang yang fakih, dimana banyak dari kalangan para pembesar sahabat yang
mengembalikan sebuah permasalahan untuk dimintai fatwanya.
Berkata Imam az-Zuhari: "Kalau
seandainya dikumpulkan seluruh ilmu manusia dan istri-istri Nabi yang lainnya,
tentu ilmunya Aisyah lebih luas dibanding ilmunya mereka semua".
Beliau juga sangat mahir tentang ilmu
kedokteran, disebutkan oleh Hisyam bin Urwah: "Belum pernah aku melihat
orang yang lebih paham tentang ilmu kedokteran melebihi Aisyah. Sehingga pada
suatu hari aku bertanya padanya: Duhai bibiku, dari mana engkau belajar ilmu
kedokteran? Beliau menjawab: "Saya mendengar dari orang lain yang
seringkali mensifati jenis obat dan penyakit lalu aku menghafalnya".
Beliau termasuk orang yang paling
dermawan pada zamannya, didalam kisah yang menjelaskan akan tersebut sangatlah
banyak. Pernah suatu ketika dirinya diberi hadiah oleh Mu'awiyah radhiyallahu
'anhu uang sebanyak seribu dirham, maka tidaklah sampai matahari tenggelam pada
hari itu juga melainkan uang tersebut telah habis dibagi-bagikan untuk orang
yang membutuhkannya.[6]
Dirinya adalah contoh nyata dalam
masalah tawadhu. Dijelaskan dalam sebuah hadits sebagaimana yang dibawakan oleh
Imam Bukhari dari Ibnu Abu Mulaikah, beliau mengkisahkan:
"Bahwa pada suatu hari
Ibnu Abbas meminta izin untuk masuk menemui Aisyah disaat sakit keras. Dia
bergumam: 'Aku khawatir dia (Ibnu Abbas) akan memujiku'. Maka ada yang
mengatakan padanya: 'Ibnu Abbas adalah anak dari paman Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam, dan termasuk orang yang mempunyai kedudukan dihati kaum
muslimin'. Baru setelah itu Aisyah berkata biarkan dirinya masuk.
Manakala keduanya bertemu, Ibnu Abbas
bertanya: 'Bagaimana keadaanmu? Baik jika sekiranya aku bertakwa, jawab Aisyah. Engkau akan selalu dalam kebaikan
insya Allah, istri Rasulallah, yang belum pernah sebelumnya beliau menikahi
seorang gadis melainkan dirimu, dan telah turun udzur (yang menyatakan
kesucianmu) dari atas langit'. Kata Ibnu Abbas panjang lebar memujinya.
Setelah keluar, masuklah Ibnu Zubair, maka
Aisyah berkata padanya: 'Ibnu Abbas barusan masuk dan memujiku yang aku
berharap sekiranya aku menjadi orang yang dilupakan saja". HR Bukhari no:
4753.
Setelah meninggal, beliau dimakamkan di
Baqi' pada tahun lima puluh tujuh Hijriyah tepatnya pada malam tujuh belas
pertengahan bulan Ramadhan sesusai sholat witir. Dirinya berpesan agar dikubur
pada malam hari itu juga, serta berwasiat supaya Abdullah bin Zubair anak
lelaki dari saudara perempuannya, Asma yang mengurusi pemakamannya bersama
saudara-saudaranya di Baqi'. Dan yang turun ke kuburnya pada saat itu ialah
anak saudara perempuannya Abdullah dan Urwah bin Zubair, serta Abdullah
keponakan dari saudara lelakinya Muhammad dan Abdullah keponakan dari anak
saudara lelakinya Abdurahman.
Dan yang mengimami sholat jenazahnya
adalah Abu Hurairah yang menjadi gubernur Madinah pada waktu itu untuk khalifah
Marwan bin Hakam. Sedangkan usainya pada saat itu adalah enam puluh tiga tahun
lebih berapa bulan.
Semoga Allah meridhoi Ibunda kaum
mukminin Aisyah, serta memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum
muslimin sebaik-baik balasan.
Akhirnya kita panjatkan segala puji bagi
Allah rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada Nabi
kita Muhammad, pada keluarga beliau serta seluruh para sahabat.
Post a Comment