Sejarah Imam asy-Syafi'i
Sejarah Imam asy-Syafi'i
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya. Ketokohan profil ini tidak diragukan lagi. Ia sangat
meyakinkan, reputasinya tak perlu dipertanyakan. Banyak ayat Al-Qur`an yang
membicarakan keutamaan beliau, baik secara pribadi maupun dalam konteks umum.
Berikut
ini adalah rangkain kisah perjalanan hidup seorang pahlawan dari
pahlwan-pahlawan umat ini, yang gagah berani, seorang imam dari imam kaum
muslimin, Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan dirinya sebagai pembela
sunah dan penumpas perbuatan bid'ah.
Beliau
lahir di Gazza yaitu sebuah kota yang letaknya berada ditengah-tengah negeri
Syam dari arah Mesir dan selatan Palestina, pada tahun 150 H tepatnya pada
bulan Rajab. Dirinya terkenal dengan kecerdasan dan kekuatan hafalannya
semenjak kecil. Beliau menceritakan tentang dirinya, "Aku berada bersama
para pencatat kitab, disana aku mendengar ustad sedang mengajari ayat al-Qur'an
pada anak-anak kecil, maka aku langsung dapat menghafalnya. Dan sebelum ustad
tadi selesai mendikte ayat pada mereka aku telah menghafal semua yang di
diktekan tadi. Pada suatu hari beliau berkata padaku, "Tidak halal bagiku
untuk menghalangimu sedikitpun". Dan dia senantiasa dalam keadaan seperti
itu sampai dirinya mampu menghafal al-Qur'an sedang beliau saat itu berusia
tujuh tahun.
Besar
dalam kondisi yatim dan diasuh oleh ibunya seorang, lalu ibunya khawatir pada
dirinya, lantas mengajaknya berhijrah ke Makah dan disana dia belajara bahasa
Arab dan syair. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan
kecintaan dirinya pada ilmu fikih yang sedikit diabaikan oleh kebanyakan orang
pada zamannya, beliau lalu menulis beberapa karya tulis besar dalam beberapa
disiplin ilmu, seperti fikih, ushul fikih, nasab dan adab serta karya tulisan
lainnya.
Beliaulah
Imam dunia yang bernama Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Saafi'
bin as-Saa'ib bin Ubaid bin Abd bin Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin Abdi
Manaf. Ahli ilmu pada zamannya, pembela sunah, ahli fikih umat ini yang
berkun'yah Abu Abdillah al-Quraisy kemudian al-Muthalabi asy-Syafi'i al-Makki
al-Ghazi sebagai tanah kelahirannya, beliau masih memiliki hubungan nasab
bersama Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam yang bertemu dalam silsilah pada anak pamannya,
karena al-Muthalib adalah saudaranya Hasyim ayah dari
Abdul Muthalib. Beliau
mempunyai warna kulit putih, berbadan tinggi, dengan
paras wajah yang gagah, dan di segani, beliau
memakai semir dengan pohon pacar karena ingin menyelisihi orang-orang Syi'ah.
Perkataan ulama tentang beliau:
Telah banyak pujian dari para ulama dengan pujian yang banyak, berkata
Imam Ahmad bin Hanbal tentang beliau, "Tidak ada seorangpun yang memegang
alat tulis tidak pula pena melainkan bagi pundak Syafi'i mempunyai bagian
darinya. Kalaulah bukan karena Syafi'i tentulah kami tidak mengetahui fikih
hadits. Adalah ilmu fikih seperti terkunci bagi ahlinya sampai kiranya Allah Shubhanahu wa
ta’alla membukakan melalui Syafi'i".
Beliau juga pernah menuturkan manakala ditanya putranya tentang Syafi'i,
"Duhai ayahku, seperti apa sejatinya Syafi'i itu? Betapa sering aku
mendengar engkau mendo'akan dirinya". Imam Ahmad menjawab, "Duhai
anakku, Syafi'i itu bagaikan matahari bagi dunia, bagaikan obat bagi tubuh,
lihatlah apakah dua kemulian ini ada yang mampu mewarisi atau menggantikan
kedudukannya".
Dan Ahmad bin Hanbal biasa mendo'kan Syafi'i dalam sholatnya selama
kurang lebih empat puluh tahun. Dan beliau berkata ketika mendengar sebuah
hadits, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Hurairah radhiyallahu
'anhu, dari Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن
الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها دينها » [أخرجه أبو داود]
"Sesungguhnya
Allah mengutus bagi umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang
yang akan memperbaharui agamanya". HR Abu Dawud no: 4291.
Beliau
mengatakan, "Maka Umar bin Abdul Aziz adalah pembaharu pada penghujung
seratus tahun pertama, dan asy-Syafi'i pada penghujung tahun dua ratusan".[1]
Abdurahman bin Mahdi menyebutkan tentang beliau,
"Tatkala aku membaca kitab Risalah karyanya Syafi'i, kitab tersebut
membikin diriku bingung, karena aku melihat didalamnya perkataan seorang yang
jenius, fasih dan tulus. Sesungguhnya saya banyak
mendo'akan beliau. Dan aku berpendapat bahwa Allah ta'ala belum menciptakan
(lagi) orang yang seperti beliau".
Daud bin Ali adh-Dhahiri mengatakan didalam kitabnya
yang mengumpulkan manakibnya Imam Syafi'i, "Bagi Imam Syafi'I, beliau
banyak sekali mempunyai keutamaan yang tidak dijumpai pada ulama yang lain.
Mulai dari garis nasabnya yang mulia, kebenaran agama dan aqidahnya serta
kedermawanan jiwanya, pengetahuan dirinya tentang ilmu hadits baik yang shahih
maupun lemah, nasikh maupun mansukh, hafalannya pada al-Qur'an dan sunah, serta
sejarahnya para khulafa, bagus dalam membuat karya tulis, kebaikan pada teman
dan murid yang dimilikinya, Seperti Ahmad bin Hanbal, didalam sikap zuhud dan
wara'nya serta keistiqomahanya didalam menekuini sunah".
Diantara perkataan beliau:
Imam Syafi'i pernah menuturkan, "Ilmu ada dua
macam, ilmu agama yaitu ilmu fikih, dan ilmu dunia yaitu ilmu kedokteran. Adapun selain keduanya dari ilmu syair dan selainya maka itu kesia-sian
dan sesuatu yang tidak berguna. Lalu beliau melantunkan bait syair:
Setiap ilmu selain al-Qur'an adalah kesibukan
Kecuali hadits dan ilmu fikih dalam agama
Ilmu itu adalah yang dikatakan telah menyampai pada kami
Selain dari pada itu adalah was-was setan
Beliau
pernah ditanya, "Bagaimana nafsumu terhadap ilmu? Beliau menjawab,
"Aku mendengar perhuruf dari sesuatu yang belum pernah aku dengar.
Kecintaan pada anggota tubuhku kalau seandainya mereka punya pendengaran
sehingga merasakan nikmat seperti kenikmatan yang dirasakan oleh kedua
telingaku". Lalu beliau ditanya, "Lantas bagaimana dengan semangatmu?
Beliau menjawab, "Semangatnya orang pelit yang berusaha mengumpulkan harta
didalam usahanya demi memperoleh harta yang diinginkan". Kemudian beliau
ditanya kembali, "Lalu bagaimana dengan pencarianmu pada ilmu? Beliau
berkata, "Seperti pencariannya seorang ibu yang kehilangan anak semata
wayang miliknya". Imam Syafi'i menuturkan dalam bait syairnya:
Aku akan arungi jauhnya negeri nan luas
Demi tercapai keinginanku atau aku mati terasing
Bila diriku mati maka Allah lah yang akan mengganti tempat tinggalku
Dan bila aku selamat maka pulangnya aku untuk menemui keluarga
Beliau juga pernah mengatakan, "Membaca hadits itu lebih baik dari
pada mengerjakan sholat sunah. Dan menuntut ilmu itu lebih utama dari pada
mengerjakan sholat sunah". Diantara pesan beliau ialah, "Barangsiapa
mempelajari al-Qur'an, mulia kedudukannya, barangsiapa berbicara tentang fikih,
akan tumbuh kemampuannya, barangsiapa menulis hadits, kuat argumennya, barangsiapa
melirik ilmu bahasa, tabiatnya akan lunak, dan barangsiapa memperhatikan ilmu
hisab, akan melimpah pendapatnya, dan bagi siapa yang tidak menjaga dirinya,
maka tidak bermanfaat ilmu yang dimilikinya".
Beliau menuturkan, "Aku berharap kalau seandainya
manusia mempelajari ilmu ini, kemudian tidak ada sedikitpun yang dinasabkan
pada diriku, aku masuk didalamnya namun manusia tidak memujiku". Beliau juga mewanti-wanti pada pengikutnya dengan berkata, "Apabila
engkau jumpai ada hadits shahih maka itulah madzhabku. Dan apabila ada hadits
shahih maka lemparlah pendapatku ke tembok".
Imam Syafi'i adalah seorang ahli ibadah serta zuhud
pada dunia, dikatakan oleh Rabi bin Sulaiman, "Adalah Imam Syafi'i
mencukupkan malamnya, sepertiga untuk menulis, sepertiganya lagi untuk sholat,
dan sepertiga yang terakhir untuk digunakan tidur. Dan beliau biasa menghatamkan al-Qur'an pada bulan ramadhan sebanyak
enam puluh kali. Dan pada setiap bulanya sebanyak tiga puluh kali".
Diantara ucapan agung beliau ialah, "Ilmu itu adalah yang
bermanfaat bukanlah ilmu itu yang hanya sekedar dihafal". Beliau juga mengatakan, "Belum pernah aku merasakan
kenyang semenjak sepuluh tahun yang lalu kecuali sekali, itupun aku muntahkan
dengan cara memasukan jari kedalam tenggorokan. Karena rasa kenyang membikin badan menjadi malas dan membuat hati keras,
serta menghilangkan kecerdasan, membawa rasa kantuk dan membuat malas
beribadah".
Beliau juga pernah menuturkan, "Tidaklah sempurna seseorang
melainkan dengan empat perkara, agama, amanah, penjagaan, dan keteguhan". Diantara perkataan beliau, "Orang yang
berakal ialah yang mengekang akalnya dari semua perkara yang tercela".
"Orang yang tidak mulai dengan ketakwaannya maka tidak ada kemulian bagi
dirinya". "Aku tidak merasa takut pada
kefakiran sedikitpun, orang yang berlebihan mencari dunia adalah siksa Allah Shubhanahu wa ta’alla yang ditimpkan padanya
ahli tauhid".
Ditanyakan pada beliau, "Kenapa seringkali engkau memegang tongkat, bukankah kamu masih sehat? Beliau
menjawab, "Supaya mengingatkan diriku kalau sedang bepergian". Beliau
menuturkan, "Barangsiapa enggan meninggalkan syahwat maka dirinya tidak
akan terpisah dari menyembah dunia". Beliau berkata, "Kebaikan ada di lima perkara,
kaya hati, tidak menganggu orang lain, usaha halal, bertakwa, dan percaya
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla".
"Jauhilah perbuatan maksiat, dan meninggalkan perkara yang tidak berguna
niscaya itu akan menyebabkan hatimu bersinar, biasakanlah dirimu menyendiri dan
jangan banyak makan, dan hati-hatilah bergaul dengan orang bodoh dan orang yang
enggan melayanimu".
Imam Syafi'i juga pernah menuturkan, "Apabila
engkau berbicara pada perkara yang tidak berguna niscaya ucapanmu akan
menguasaimu bukan kamu yang menguasainya". "Rukun
muru'ah itu ada empat perkara, akhlak mulia, dermawan, rendah diri dan giat
beribadah". "Rendah diri termasuk akhlak mulia, sedang sombong maka
termasuk kebiasaan yang rendah, rendah diri melahirkan kecintaan, dan merasa
cukup melahirkan ketenangan jiwa".
Beliau mengatakan, "Jika engkau merasa khawatir
amalanmu terkotori dengan rasa ujub, ingatlah keridhoan siapa yang sedang
engkau cari, nikmat seperti apa yang engkau inginkan, dan adzab siapa yang
engkau lari darinya. Maka barangsiapa yang
memikirkan hal tersebut, akan terasa rendah amalan yang ia kerjakan". Senjata menjadi pemimpin ada lima, jujur dalam
berkata, menyembunyikan rahasia, memenuhi janji, mulai memberi nasehat dan
menunaikan amanah.
Beliau juga mengatakan, "Kedudukan orang yang
tertinggi ialah orang yang tidak melihat pada kedudukan tersebut, dan orang
yang paling banyak memiliki keutamaan adalah yang tidak melirik pada
keutamaan". Perkataan dan wejangan beliau
diatas tadi menunjukan akan kesempurnaan akal pikiran serta kefasihan beliau. Dimana para ulama memasukkan
Imam Syafi'i dalam barisan orang-orang yang berotak jenius. Imam Dzahabi menjelaskan, "Demi Allah
Tidaklah tercela bagi kami, untuk mencintai Imam ini. karena beliau termasuk ulama yang sempurna keilmuannya yang ada
pada zamannya".
Semoga Allah merahmati Imam Syafi'i, dimanakah ada
orang yang seperti beliau dari sisi kejujuran, kemulian, kehormatan, keluasan
ilmu, kecerdasan, pembelaan terhadap kebenaran, dan keutamaan yang begitu
banyak. Rabi bin Sulaiman mengatakan, "Kalau
seandainya kepandaian Imam Syafi'i dibandingkan dengan setengah dari akal penduduk bumi
niscaya akal beliau lebih baik. Kalau sekiranya dari Bani Israil tentulah mereka akan
membutuhkannya". Beliau adalah orang yang sangat dermawan yang tidak ada bandingannya, walaupun kebanyakan hidup
yang beliau jalani selalu ditemani dengan kefakiran.
Apabila beliau mendapat harta, beliau langsung menginfakkanya, mensedekahkan
pada orang-orang fakir dan yang membutuhkan.
Al-Humaidi mengkisahkan tentang beliau, "Imam Syafi'i pernah suatu
kali datang ke Yaman dan bersama beliau ada dua puluh dinar. Kemudian beliau
mendirikan kemah diluar Makah dan belum sampai sempurna kemahnya berdiri beliau
telah mensedekahkan uang itu semuanya". Abu Tsaur salah seorang sahabatnya
mengkisahkan, "Syafi'i pernah punya keinginan pergi ke Makah dan bersama
beliau ada sedikit uang. Aku katakan padanya, "Kalau sekiranya anda
membeli dengan uang tersebut sedikit ladang untuk anakmu".
Dan beliau sangat jarang sekali memegang uang disebabkan kedermawananya.
Beliau kemudian pergi dan pulang, maka aku tanyakan padanya, dan beliau
menjawab, "Aku tidak menjumpai di Makah ada ladang yang memungkinkan
bagiku untuk membelinya, akan tetapi, aku membangun di Mina kemah yang bisa
digunakan bagi saudara kita apabila berangkat haji sehingga mereka bisa bertempat
disana". Abu Tsaur mengomentarai,
"Sungguh diriku menjadi paham, sehingga akupun ingin melakukannya".
Lalu beliau melantunkan bait syair:
Apabila pagi menyapa diriku masih bisa makan
Biarkanlah keinginan pergi dariku duhai Sa'id
Jangan khawatir akan masa depan yang datang
Sesungguhnya hari esok masih menyisakan rizki baru
Kematian beliau:
Al-Muzni mengkisahkan tentangnya, "Aku berkunjung
pada Imam Syafi'i saat beliau sedang sakit yang mengantarkan pada kematiannya,
aku tanyakan padanya, "Wahai Abu Abdillah, bagaimana kabarmu? Beliau
mengangkat kepala lalu berkata, "Kabarku yang akan segara meninggalkan
dunia, dan berpisah dengan para sahabatku, bertemu dengan amal jelek yang aku
perbuat, dan kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla aku akan kembali. Sedang diriku tidak tahu kemana ruhku dibawa,
apakah kesurga maka ku ucapkan selamat padanya atau ke nereka maka aku pun
bersedih dengannya". Kemudian beliau menangis
tersedu-sedu, lalu berkata dalam bait syair:
Tatkala hatiku keras dan terasa sempit keyakinanku
Aku jadikan rasa harap pada Allah sebagai tanggaku
Betapa besar dosa yang ku perbuat, namun ketika aku bandingkan
Dengan ampunan Rabbku, sungguh ampunan -Nya lebih besar
Senantiasa Engkau Maha Pengampun atas segala dosa
Penyayang lagi mengampuni, menganugerahi serta memuliakan
Beliau meninggal
di Mesir, tepatnya pada hari kamis, ada yang
mengatakan, hari jum'at pada akhir bulan Rajab tahun 204 H, dengan usia lima
puluh empat tahun. Begitu mulia kedudukannya dan semoga surga sebagai tempat
kembalinya.
Berkata Rabi bin Sulaiman, "Aku melihat Imam
Syafi'i setelah kematian beliau dalam mimpiku, aku pun bertanya padanya,
"Wahai Abu Abdillah, apa yang diperbuat Allah Shubhanahu wa ta’alla denganmu? Dia menjawab,
"Mendudukan diriku diatas kursi yang terbuat dari emas dan menaburkan
disekelilingku permata yang halus".[2] Semoga Allah Shubhanahu
wa ta’alla merahmati Imam Syafi'i, dan membalas atas jasanya terhadap Islam
dan kaum muslimin dengan sebaik-baik balasan, serta menempatkan diri derajat
yang tinggi.
Akhirnya
kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga
Allah Shubhanahu wa
ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam,
kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
Post a Comment