Perilaku Kita
Perilaku Kita
Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan
ampunan kepada -Nya, kami berlindung kepada -Nya dari kejahatan diri-diri kami
dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu
wa ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak
diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu
wa ta’alla semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi
bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:
Sesungguhnya
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menulis catatan takdir seluruh
makhluk serta telah menentukan kejadian-kejadiannya. Allah Shubhanahu
wa ta’alla telah
menciptakan segala sesuatu lalu menentukan takdir sesuai dengan ilmu -Nya, hal
itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala didalam firman -Nya:
﴿ إِنَّا كُلَّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَٰهُ بِقَدَر ٤٩ وَمَآ أَمۡرُنَآ إِلَّا
وَٰحِدَة كَلَمۡحِۢ بِٱلۡبَصَرِ ٥٠ وَلَقَدۡ أَهۡلَكۡنَآ أَشۡيَاعَكُمۡ فَهَلۡ مِن
مُّدَّكِر٥١ وَكُلُّ شَيۡء فَعَلُوهُ فِي ٱلزُّبُرِ ٥٢ وَكُلُّ صَغِير وَكَبِير مُّسۡتَطَرٌ
٥٣ ﴾ [ القمر: 49-53]
"Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran. dan perintah Kami hanyalah satu
perkataan seperti kejapan mata. dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang
yang serupa dengan kamu. maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran? dan segala
sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. dan segala
(urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis". (QS al-Qomar: 49-53).
Maka segala sesuatu telah
ditentukan catatan takdirnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal itu didalam
firman -Nya:
﴿ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ كِتَٰبا ٢٩ ﴾ [ النبأ: 29]
"Dan
segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab". (QS an-Naba': 29).
Dan dalam hal ini Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah
bersabda dalam hadits yang shahih:
قال
رسول الله صلى الله عليه وسلم: « كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ
أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ - قَالَ -
وَعَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ » [أخرجه مسلم]
"Allah telah mencatat
takdir seluruh makhluk sebelum penciptaan langit dan bumi lima ribu tahun.
Beliau menyatakan, "Dan Arsynya Allah itu berada diatas air". HR
Muslim no: 2653.
Maka
hak mencipta dan mengurusi adalah mutlak untuk Allah Shubhanahu
wa ta’alla semata,
dan sesungguhnya ilmu -Nya meliputi segala sesuatu. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menyatakan
didalam firman -Nya:
﴿ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ سَبۡعَ سَمَٰوَٰت وَمِنَ ٱلۡأَرۡضِ مِثۡلَهُنَّۖ
يَتَنَزَّلُ ٱلۡأَمۡرُ بَيۡنَهُنَّ لِتَعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡء
قَدِير وَأَنَّ ٱللَّهَ قَدۡ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيۡءٍ عِلۡمَۢا ١٢ ﴾ [ الطلاق: 12]
"Allah
-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu -Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu". (QS ath-Thalaaq: 12).
Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi fitrah
pada manusia berada diatas tauhid. Sebagaimana di tegaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:
﴿ فِطۡرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِي فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيۡهَاۚ لَا تَبۡدِيلَ لِخَلۡقِ
ٱللَّهِۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكۡثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعۡلَمُونَ
٣٠ ﴾ [ الروم: 30]
"(Tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui". (QS ar-Ruum: 30).
Kalau seandainya manusia lebih
menyukai kejelekan, maka dipastikan penyebabnya ialah fitrahnya sudah rusak
yang terkadang terpengaruh oleh lingkungannya, seperti dijelaskan dalam sebuah
hadits, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ
عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ
يُمَجِّسَانِهِ » [أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidaklah
bayi terlahir melainkan dalam keadaan suci, maka kedua orang tua lah yang
merubah dirinya menjadi seorang Yahudi atau Nahsrani atau Majusi". HR
Bukhari no: 1358. Muslim no: 2658.
Dan keadaan manusia
pada awal sejarahnya adalah umat yang satu yang berada diatas
tauhid, agama yang lurus. Maka tatkala terjadi perselisihan diantara mereka
Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus
para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, untuk menepis
perselisihan yang terjadi dikalangan mereka dan mengembalikan manusia kepada
jalan yang benar, dan sebagai bentuk kasih sayang dan keutamaan yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan pada
mereka. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan
hal tersebut didalam firman -Nya:
﴿ كَانَ ٱلنَّاسُ أُمَّة وَٰحِدَة فَبَعَثَ ٱللَّهُ ٱلنَّبِيِّۧنَ مُبَشِّرِينَ
وَمُنذِرِينَ وَأَنزَلَ مَعَهُمُ ٱلۡكِتَٰبَ بِٱلۡحَقِّ لِيَحۡكُمَ بَيۡنَ ٱلنَّاسِ
فِيمَا ٱخۡتَلَفُواْ فِيهِۚ ٢١٣ ﴾ [ البقرة: 213]
"Manusia
itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka
kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara
yang mereka perselisihkan". (QS al-Baqarah: 213).
Sesungguhnya
Allah Shubhanahu wa ta’alla yang
menciptakan segala sesuatu, meliputi segala sesuatu tersebut, dan mengetahuinya
serta melindungi segala sesuatu tadi, dalam sebuah kitab yang Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak lupa
didalamnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla
menyatakan hal itu dalam firman -Nya:
﴿ أَلَمۡ تَعۡلَمۡ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَآءِ
وَٱلۡأَرۡضِۚ إِنَّ ذَٰلِكَ فِي كِتَٰبٍۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِير ٧٠ ﴾
[ الحج: 70]
"Apakah kamu tidak
mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan
di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh
Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah". (QS al-Hajj: 70).
Maka setiap gerak gerik para hamba itu diketahui oleh
-Nya, tertulis di Lauh Mahfudh, namun yang perlu dipahami bahwa maksud hal itu
bukan berarti para hamba itu dikendalikan seperti robot, yang diharuskan bagi
mereka untuk melakukan yang baik maupun yang buruk dalam perilakunya, akan
tetapi, ilmu Allah Shubhanahu
wa ta’alla dengan perilaku hamba bila disandarkan pada kita seperti halnya sebuah
penemuan baru, karena kita lemah dan kapasitas keilmuan kita juga terbatas,
sedangkan ilmu -Nya meliputi segala sesuatu.
Sehingga perbuatan apapun
yang dilakukan oleh seorang hamba maka telah nampak semuanya di Lauh Mahfudh,
dan perbuatan yang dilakukan oleh hamba tersebut sama persis seperti yang
diketahui oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla, karena sesungguhnya Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengetahui apa yang telah terjadi, dan apa yang sedang terjadi dan yang
akan terjadi. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menciptakan segala sesuatu dan mengetahui segala sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman
-Nya:
﴿ ذَٰلِكُمُ ٱللَّهُ رَبُّكُمۡۖ
لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۖ خَٰلِقُ كُلِّ شَيۡء فَٱعۡبُدُوهُۚ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ
شَيۡء وَكِيل ١٠٢ ﴾ [ الأنعام: 102]
"(Yang
memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan
selain dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah dia; dan Dia adalah
pemelihara segala sesuatu". (QS al-An'aam: 102).
Allah
Shubhanahu wa ta’alla telah
mengetahui perbuatan para hamba semuanya, dan -Dia telah mencatatnya di dalam
Lauh Mahfudh, bukan karena sebagai pelaziman untuk dikerjakan oleh seorang
hamab, namun, hanyalah sebagai bukti nyata bahwa Allah itu maha mengetahui hamba
-Nya serta apa yang dilakukan oleh mereka.
Dan
sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui
bahwa hamba –Nya si fulan akan lahir pada waktu tertentu, dalam keadaan kafir
atau beriman, sebagai orang yang taat atau ahli maksiat, termasuk orang-orang yang
berbahagia atau sebaliknya. Itu semua menunjukan bahwa ilmu Allah Shubhanahu wa ta’alla meliputi segala
sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla menegaskan
hal itu dalam firman -Nya:
﴿ wr& ãNn=÷èt ô`tB t,n=y{ uqèdur ß#Ïܯ=9$# çÎ7sø:$# ﴾ [ الملك: 14]
"Apakah Allah yang
menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia
Maha Halus lagi Maha Mengetahui?". (QS
al-Mulk: 14).
Maka sesungguhnya perbuatan
para hamba itu semuanya telah diketahui oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, detailnya diketahui
sebagaimana yang lainnya. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:
﴿ وَكُلَّ شَيۡءٍ أَحۡصَيۡنَٰهُ كِتَٰبا ٢٩ ﴾ [ النبأ: 29]
"Dan
segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab". (QS an-Naba': 29).
Dijelaskan dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, bahwa
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ مَا مِنْ
نَفْسٍ مَنْفُوسَةٍ إِلَّا كُتِبَ مَكَانُهَا مِنْ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ وَإِلَّا
قَدْ كُتِبَ شَقِيَّةً أَوْ سَعِيدَةً فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا
نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ فَمَنْ كَانَ مِنَّا مِنْ أَهْلِ
السَّعَادَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا مَنْ كَانَ
مِنَّا مِنْ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ فَسَيَصِيرُ إِلَى عَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ
قَالَ أَمَّا أَهْلُ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ السَّعَادَةِ وَأَمَّا
أَهْلُ الشَّقَاوَةِ فَيُيَسَّرُونَ لِعَمَلِ الشَّقَاوَةِ ثُمَّ قَرَأَ ))فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى(( الْآيَةَ »
[أخرجه البخاري ومسلم]
"Tidaklah salah seorang diantara
kalian, dan tidaklah ada makhluk yang bernyawa melainkan telah ditentukan
tempatnya di surga maupun dineraka, telah dicatat menjadi orang sengsara maupun
bahagia". Maka ada seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulallah, kenapa
kita tidak bersandar pada catatan takdir dan meninggalkan amal? Bukankah orang
yang ditentukan sebagai orang yang bahagia akan mengerjakan amalan ahli sa'adah
(bahagia), dan siapa yang ditentukan sebagai orang yang sengsara maka akan
mengerjakan amalan orang yang sengsara? Rasulallah menjawab, "Adapun orang
yang bahagia maka akan dimudahkan untuk mengerjakan amalan orang yang bahagia,
adapun orang yang sengsara maka akan dimudahkan untuk mengerjakan amalan orang
yang sengsara, kemudian beliau membaca firman Allah ta'ala:
﴿فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ٥ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ٦ فَسَنُيَسِّرُهُۥ
لِلۡيُسۡرَىٰ٧﴾ [ الليل:5-7]
"Adapun
orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan
adanya pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya
jalan yang mudah". (QS al-Lail: 5-7). HR Bukhari no: 4948. Muslim no: 2647.
Nabi
Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa Allah Shubhanahu wa
ta’alla mengetahui hamba -Nya yang menjadi calon penghuni surga dan
penghuni neraka, dan hal tersebut telah ditentukan sebelumnya, lalu beliau
melarang untuk bersandar pada catatan takdir sebagimana dilakukan oleh
orang-orang yang ingkar, kemudian beliau mengajak untuk beramal. Barangkali ada
yang berkata, selagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla telah menentukan padaku kalau diriku termasuk dari kalangan yang
taat, atau termasuk ahli maksiat, lantas ngapain saya beramal?
Kita
jawab, "Apakah anda telah melongok ke lauh mahfudh, sehingga bisa melihat
apakah anda termasuk ahli surga atau ahli neraka? Tentunya tidak mungkin anda
mampu melongok dan melihat catatan takdir yang ada di lauh mahfudh tersebut,
karena hal itu hanya Allah Shubhanahu wa
ta’alla semata yang mengetahuinya. Sebagaimana ditegaskan oleh -Nya dalam
firman -Nya:
﴿ عَٰلِمُ ٱلۡغَيۡبِ فَلَا يُظۡهِرُ عَلَىٰ غَيۡبِهِۦٓ أَحَدًا ٢٦ إِلَّا
مَنِ ٱرۡتَضَىٰ مِن رَّسُول فَإِنَّهُۥ يَسۡلُكُ مِنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ
رَصَدا ٢٧ ﴾ [ الجن: 26-27]
"(Dia adalah Tuhan) yang
mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang
yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai -Nya, maka sesungguhnya -Dia
mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya". (QS al-Jinn: 26-27).
Dari sini kita jadi tahu bahwa ilmu Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan perilaku perbuatan
dan akhir perjalanan seorang hamba adalah ilmu inkisyaf bila dinisbatkan
pada kita, maknanya bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengetahui setiap perbuatan yang dilakukan oleh para hamba sebelum
menciptakan mereka serta sebelum menciptakan perbuatan mereka, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mencatat itu semua
didalam lauh mahfudh, maka setiap orang tidak mengetahui dengan apa dia akan
mengakhiri kehidupannya, akan tetapi, wajib bagi mereka untuk terus berbuat
karena setiap orang akan dimudahkan untuk mengerjakan sesuai dengan catatan
takdir yang telah ditentukan sebelumnya.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah menjelaskan, "Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui segala urusan
tepat dengan kejadiannya, terkadang -Dia menjadikan sebab yang menjadi faktor
terjadinya hal tersebut, dan Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengetahui bahwa kejadian tersebut terjadi dengan sebab tersebut, Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui bahwa orang ini
termasuk hamba yang bahagia kelak diakhirat, dan orang ini termasuk yang
sengsara, hal tersebut karena dirinya mengerjakan amalan para ahli maksiat, dan
Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui bahwa orang ini
termasuk orang yang sengsara diakhirat dengan sebab mengerjakan perbuatan ahli
maksiat itu…".
Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla maha mampu untuk melakukan
segala sesuatu, maka tidak terjadi sesuatupun dari perilaku perbuatan para
hamba, melainkan Allah Shubhanahu
wa ta’alla terlebih dahulu mengetahui sebelum terjadinya perbuatan tersebut, dan
kalau seandainya Allah Shubhanahu
wa ta’alla menghendaki niscaya -Dia akan mengabarkan pada kita atas perbuatan tadi,
akan tetapi, dengan kasih sayang dan pengasih -Nya kepada para hamba, maka -Dia
tidak membebani mereka melainkan dengan sesuatu yang mereka mampu untuk
mengerjakannya atau jika tidak mengerjakan maka sebagai bentuk ujian bagi
mereka, kemudian Allah Shubhanahu
wa ta’alla menjelaskan bagi mereka kebenaran lalu mengaruniakan akal padanya dan
membiarkan mereka untuk bisa memilih, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman
-Nya:
﴿وَقُلِ ٱلۡحَقُّ مِن رَّبِّكُمۡۖ فَمَن شَآءَ فَلۡيُؤۡمِن وَمَن شَآءَ
فَلۡيَكۡفُرۡۚ ٢٩﴾[ الكهف: 29]
"Dan katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia
kafir". (QS al-Kahfi: 29).
Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan segala sesuatu ada sebabnya, maka apa yang berada
disisi –Nya bisa diraih dengan sebab-sebab yang telah disyariatkan, dunia juga
demikian bisa diraih dengan melakukan sebab, surga ada sebab yang harus
dilakukan supaya bisa menjadi penghuninya, neraka juga seperti itu ada sebab
yang menyebabkan masuk ke dalamnya, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menyuruh kita untuk
melakukan sebab, seperti tertuang dalam firman -Nya:
﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱرۡكَعُواْ وَٱسۡجُدُواْۤ وَٱعۡبُدُواْ
رَبَّكُمۡ وَٱفۡعَلُواْ ٱلۡخَيۡرَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ۩ ٧٧ ﴾ [ الحج: 77]
"Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan
perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan". (QS al-Hajj: 77).
Lalu
mengandengkan ganjaran dan balasan sesuai dengan pilihan yang dipilih oleh
seorang hamba, maka bagi siapa yang beriman dan beramal sholeh, Allah Shubhanahu wa ta’alla akan tolong
dirinya dan dimasukan ke dalam surge -Nya, seperti disebutkan dalam firman
-Nya:
﴿فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ٥ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ٦فَسَنُيَسِّرُهُۥ
لِلۡيُسۡرَىٰ٧﴾ [ الليل: 5-7]
"Adapun orang yang
memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya
pahala yang terbaik (syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan
yang mudah". (QS al-Lail: 5-7).
Dan bagi orang yang ingkar dan
menolak enggan menerima kebenaran yang dijelaskan oleh Allah maka Allah akan
masukan ke dalam neraka. Allah Shubhanahu
wa ta’alla menyatakan dalam firman -Nya:
﴿وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ٨ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ٩ فَسَنُيَسِّرُهُۥ
لِلۡعُسۡرَىٰ١٠﴾ [الليل:8-10]
"Dan adapun orang-orang yang
bahil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak
Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar". (QS al-Lail: 8-10).
Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla menolong hamba yang mau
menerima kebeneran dan beriman pada -Nya, seperti dijelaskan dalam firman -Nya:
﴿ وَٱلَّذِينَ ٱهۡتَدَوۡاْ زَادَهُمۡ هُدى وَءَاتَىٰهُمۡ تَقۡوَىٰهُمۡ
١٧ ﴾ [ محمد: 17]
"Dan oraang-orang yang mau
menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan
ketaqwaannya". (QS Muhammad: 17).
Dan barangsiapa yang mengikari dan berpaling dari
Allah Shubhanahu wa ta’alla dan kebenaran yang telah
dijelaskan maka sesungguhnya -Dia tidak akan memberinya petunjuk, sebagaimana
ditegaskan oleh Allah Shubhanahu
wa ta’alla dalam firman -Nya:
﴿ كَيۡفَ يَهۡدِي ٱللَّهُ قَوۡما كَفَرُواْ بَعۡدَ إِيمَٰنِهِمۡ وَشَهِدُوٓاْ
أَنَّ ٱلرَّسُولَ حَقّ وَجَآءَهُمُ ٱلۡبَيِّنَٰتُۚ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ
ٱلظَّٰلِمِينَ ٨٦ ﴾ [ آل عمران: 86]
"Bagaimana Allah akan
menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah
mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan
keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki
orang-orang yang zalim". (QS
al-Imraan: 86).
Sehingga kesimpulannya seluruh pembebanan
syariat dalam bingkai taklif, manusia itu sanggup untuk mengerjakan atau
memilih untuk tidak mengerjakannya, karena Allah Shubhanahu wa ta’alla menciptakan beban taklif
tersebut memang sesuai bagi kedua-duanya, bagi orang yang mengikuti atau yang
mengingkari, seperti disebutkan dalam firman -Nya:
﴿ إِنَّا هَدَيۡنَٰهُ ٱلسَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرا وَإِمَّا كَفُورًا
٣ ﴾ [ الإنسان: 3]
"Sesungguhnya Kami telah
menunjukinya jalan yang lurus; ada yang bersyukur dan ada pula yang
kafir". (QS al-Insaan: 3).
Maksudnya akan kami beri dia petunjuk pada jalan yang
lurus, maka adakalanya dia bersyukur atas karunia nikmat yang Allah Shubhanahu wa ta’alla berikan atau adakalanya dia
kufur terhadap nikmat yang banyak tersebut, maka hal itu cocok, bisa dikerjakan
pada orang pertama, sebagaimana bisa dilakukan pula pada orang yang kedua, dan
ini semua bisa ditentukan oleh akal, maka jiwa bisa menerima dua hal, memilih menjadi
orang fajir atau orang yang bertakwa. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam
firmanNya:
﴿ وَنَفۡس وَمَا سَوَّىٰهَا ٧ فَأَلۡهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقۡوَىٰهَا
٨ ﴾ [ الشمس: 7-8]
"Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya". (QS asy-Syams: 7-8).
Kemanapun
jiwa menentukan arah tersebut maka berakhir pada keselarasaan pahala dan
balasan yang akan diperolehnya, jika dirinya taat maka baginya surga, seperti
dijanjikan oleh Allah Shubhanahu wa
ta’alla dalam firman -Nya:
﴿ قَدۡ أَفۡلَحَ مَن زَكَّىٰهَا ٩ ﴾ [ الشمس: 9]
"Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu".(QS asy-Syams: 9).
Jika memilih untuk berbuat
maksiat maka baginya adalah neraka, seperti disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:
﴿ وَقَدۡ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا ١٠ ﴾ [ الشمس: 10]
"Dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya". (QS
asy-Syams: 10).
Dan ketika dirinya menentukan arah diantara dua jalan
tersebut maka disitulah letak penghitungan kelak di sisi Allah Shubhanahu wa ta’alla pada hari kiamat. Maka yang
namanya orang menjadi taat atau berbuat maksiat itu tergantung pada pilihan
seorang hamba, kemudian Allah Shubhanahu
wa ta’alla menjadikan pahala dan balasan selaras dengan pilihannya tersebut. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman
-Nya:
﴿مَّنۡ عَمِلَ صَٰلِحا فَلِنَفۡسِهِۦۖ وَمَنۡ أَسَآءَ فَعَلَيۡهَاۗ
وَمَا رَبُّكَ بِظَلَّٰم لِّلۡعَبِيدِ٤٦﴾ [فصلت:
46]
"Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya)
untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka
(dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya
hamba-hamba -Nya". (QS Fushshilat:
46).
Nabi Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda didalam sebuah hadits qudsi, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يَا عِبَادِى إِنَّمَا هِىَ
أَعْمَالُكُمْ أُحْصِيهَا لَكُمْ ثُمَّ أُوَفِّيكُمْ إِيَّاهَا فَمَنْ وَجَدَ
خَيْرًا فَلْيَحْمَدِ اللَّهَ وَمَنْ وَجَدَ غَيْرَ ذَلِكَ فَلاَ يَلُومَنَّ
إِلاَّ نَفْسَهُ » [أخرجه مسلم]
"Wahai hamba -Ku,
hanyalah itu amalan kalian yang Aku hitung untuk kalian, kemudian Aku balas
amalan tersebut, maka barangsiapa yang mendapati baik (balasannya) memujilah
kepada Allah, dan barangsiapa yang menjumpai buruk (balasanya) maka jangan
mencela melainkan dirinya sendiri". HR Muslim no: 2577.
Maka segala sesuatu
kejadian yang terjadi dialam semesta ini hanyalah terjadi sesuai dengan
kehendak Allah azza wa jalla, dan setiap kebaikan terjadi itupun berdasarkan ke
inginan -Nya baik secara hukum alam maupun sesuai syariat, adapun setiap
kejelekan yang terjadi maka hal tersebut terjadi karena kehendak -Nya secara
hukum alam bukan hukum syar'i. karena tidak mungkin terjadi suatu kejadian di
alam kekuasaan -Nya melainkan setelah mendapat izin, dan diketahui serta
dikehendaki oleh Allah azza wa jalla, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menegaskan hal itu melalui
firman -Nya:
﴿
إِنۡ هُوَ إِلَّا ذِكۡر لِّلۡعَٰلَمِينَ ٨٧ ﴾ [ ص: 87]
"Al-Qur'an
ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta alam".(QS Shaad: 87).
Di
tangan Allah Shubhanahu wa ta’alla segala
kebaikan, sedangkan kejelekan tidak bisa dikembalikan pada -Nya. Dan setiap
perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla di
kerajaan -Nya adalah baik, adapun setiap kejelekan terjadi maka hal itu sambil
dibarengi bersama hikmah secara mutlak, dan hikmah secara mutlak ini dibarengi
bersama dengan kebaikan secara mutlak. Dan kejelekan hanyalah terjadi selaras
dengan ketentuan takdir dari Allah azza wa jalla. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal itu dalam firman -Nya:
﴿ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَۚ لَيَجۡمَعَنَّكُمۡ إِلَىٰ يَوۡمِ ٱلۡقِيَٰمَةِ
لَا رَيۡبَ فِيهِۗ وَمَنۡ أَصۡدَقُ مِنَ ٱللَّهِ حَدِيثا ٨٧﴾ [ النساء: 87]
"Allah, tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain -Dia. Sesungguhnya -Dia akan mengumpulkan kamu di
hari kiamat, yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang lebih
benar perkataan(nya) dari pada Allah? (QS
an-Nisaa': 87).
Kesimpulannya semua jenis
kebaikan dan kebajikan yang ada itu semua dari Allah ta'ala, dan seluruh
kejelekan dan perbuatan buruk maka bersumber dari hamba. Seperti dinyatakan
oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:
﴿ مَّآ أَصَابَكَ مِنۡ حَسَنَة فَمِنَ ٱللَّهِۖ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيِّئَة
فَمِن نَّفۡسِكَۚ وَأَرۡسَلۡنَٰكَ لِلنَّاسِ رَسُولاۚ وَكَفَىٰ بِٱللَّهِ شَهِيدا ٧٩
﴾ [ النساء: 79]
"Apa
saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang
menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul
kepada segenap manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi". (QS
an-Nisaa': 79).
Post a Comment