Beberapa Wasiat Bagi Penuntut Ilmu
Beberapa Wasiat Bagi
Penuntut Ilmu
Segala
puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda
Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam, dan
aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain
Allah Shubhanahu wa ta’alla yang Maha
Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi awa sallam adalah hamba dan
utusan -Nya..
Amma Ba’du:
Ini
adalah beberapa wasiat yang aku peruntukkan bagi diriku dan para saudaraku, semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan manfaat
yang besar dengan wasiat ini, dan semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla melimpahkan ilmu yang bermanfaat dan amal
shaleh bagi kita semua.
Wasiat
pertama: Tetap semangat dalam menuntut ilmu syara’.
قال الله تعالى: âقُلْ هَلْ
يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا
يَتَذَكَّرُ أولو الألباب á [ الزمر: 9]
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang
yang berakAllah Shubhanahu wa ta’alla Shubhanahu wa ta’alla yang dapat menerima pelajaran.
QS. Al-Zumar: 9
قال الله تعالى: âيَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ
أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ á [ المجادلة : 11]
“...niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan
beberapa derajat. Dan Allah Shubhanahu wa ta’alla Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. QS. Al-Mujadilah:
11.
Diriwyatkan oleh
Al-Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah radhiallahu’anhu
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam berkata: Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla suatu kebaikan
maka Allah Shubhanahu wa ta’alla akan
memberikan kepadanya kepahaman dalam agama”.[1]
Sebagian ahlul
ilmi berkata: Orang yang tidak diberikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepahaman di dalam agama berarti Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak menghendaki
kebaikan baginya”. Diriwayatkan oleh Al-Darimi dengan sanad yang baik dari Abi
Darda’ bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam bersabda: Keutamaan orang yang berilmu atas orang yang ahli ibadah
seperti kelebihan bulan purnama atas seluruh bintang. Sesungguhnya para ulama
adalah pewaris para Nabi dan para nabi tidak mewariskan uang dinar atau dirham,
sesungguhnya mereka hanya mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang mengambilnya
maka sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat besar”.[2]
Al-Auza’i
berkata: Manusia yang memliki kemuliaan
di tengah masyarakat kami adalah pribadi yang berilmu, dan orang selain mereka
tidak ada artinya”. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah berkata: Kebutuhan
manusia akan ilmu lebih besar dari kebutuhan mereka terhadap makanan dan
minuman. Dan para ulama adalah orang yang tetap komitment dengan perintah Allah
Shubhanahu wa ta’alla hingga hari
kiamat. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari
Mu’awiyah dan Tsauban bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Akan
senantiasa ada sekelompok dari umatku ini yang selalu komitment dengan
kebenaran, tidak akan memudharatkan mereka orang yang mengacau mereka sehingga datang keputusan Allah Shubhanahu wa ta’alla dan mereka tetap
komitmen atas perkara tersebut”.[3] Di
dalam sebuah riwyat disebutkan: Mereka tetap komitment pada perintah -Nya”.[4]
Imam
Ahmad bin Hambal berkata: Kalau bukan ahli hadits maka aku tidak mengetahui
siapakah orang selain mereka?”.
Dan
Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam
telah membritahukan bahwa di akhir zaman kelak ilmu itu akan terangkat, dan
kebodohan menyebar dan terangkatnya ilmu di tandai dengan matinya orang yang
membawanya.
Diriwayatkan
oleh Al-bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash radhiallahu ‘anhuma bahwa Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah Shubhanahu
wa ta’alla tidak akan mencabut ilmu dari manusia dengan mengambilnya secara
langsung dari mereka, namun -Dia akan mencabut ilmu itu dengan dicabutnya nyawa
para ulama, sehingga apabila orang alim sudah tidak tersisa maka manusia
menunjuk pemimpin yang bodoh, dan mereka ditanya tentang suatu masalah maka
mereka sesat dan menyesatkan”.[5]
Dalam keadaan seperti ini maka
mengajarkan dan belajar ilmu agama menjadi wajib dan pasti. Dan hendaklah
disadari bahwa ilmu yang paling tinggi adalah mempelajari kitab Allah Shubhanahu wa ta’alla, Al-Qur’anul
Karim, maka hendaklah kita bersemangat untuk menghapal, memahami, merenungkan
dan beramal dengannya. Begitu juga dengan mempelajari sunnah Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam dan memperdalamnya. Hendaklah
kita mengambil ilmu itu dari ahlinya, mereka adalah para ulama salaf yang
shaleh, dan para ulama yang diberikan petunjuk oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla sehingga kita tidak terjebak ke dalam fatwa
yang menyesatkan dan hawa nafsu yang membinasakan.
Wasiat kedua: Berdakwah
kepada Allah Azza Wa Jalla.
قال الله تعالى : â قُلْ هَـذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَاْ وَمَنِ
اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللّهِ وَمَا أَنَاْ مِنَ الْمُشْرِكِينَ á
[ يوسف: 108]
Katakanlah: "Inilah jalan (agama)
ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dengan hujah yang nyata, Maha Suci Allah Shubhanahu wa
ta’alla, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik".
QS. Yusuf: 108.
قال الله تعالى : â وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ á [ فصلت: 33]
Siapakah yang lebih baik perkataannya
daripada orang yang menyeru kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla, mengerjakan amal yang saleh dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri?”. QS. Fushilat: 33
Di dalam shahih
Muslim dari Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi
wa sallam bahwa berkata kepada Ali radhiyallahu
anhu: “Sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan petunjuk bagi seseorang karena
usahamu maka itu lebih baik bagimu dari onta merah”.[6]
Banyak orang
yang salah dalam memahami hadits ini, di mana seseorang berdakwah dan berani
berfatwa padahal dirinya adalah orang yang paing bodoh, terkadang mereka
berdalil dengan sebuah hadits dari Rasulullah Salallahu’alaihi alaihi wa sallam “Sampaikanlah tentang diriku
walau hanya satu ayat”.[7] Dia
tidak mengetahui bahwa menyampaikan satu ayat dari firman Allah Shubhanahu wa ta’alla dan hadits
Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam
tidak boleh diwujdukan kecuali setelah mengetahui perkataan para ulama tafsir
dan para pensyarah hadits berdasarkan pada metode yang benar yang diperbolehkan
oleh para ulama dan dijelaskan bagi penuntut ilmu.
Berdakwah kepada
Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah
tugas para Nabi dan Rasul utusan Allah Shubhanahu
wa ta’alla semoga Allah Shubhanahu wa
ta’alla mencurahkan kesejahteraan kepada mereka. Nabi Muhammad Shalallahu
alaihi wa sallam berkata kepada Mu’adz bin Jabal pada saat beliau diutus kepada
penduduk Yaman untuk berdakwah atas perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla: Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum
dari ahli kitab, maka serulah mereka kepada persaksian bahwa tiada tuhan yang
berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dan sesungguhnya aku adalah utusan -Nya, dan
jika mereka mentaatimu maka beritahukanlah mereka bahwa Allah Shubhanahu wa
ta’alla telah menwajibkan kepada mereka shalat lima waktu....... sehingga akhir
hadits”.[8]
Diriwayatkan
oleh Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sampaikanlah tentang diriku walau hanya satu ayat”.[9]
Ibnul Qoyyim
rahimullah berkata: Jika berdakwah atas perintah Allah Shubhanahu wa ta’alla adalah tingkatan tugas yang paling agung dan
utama bagi seorang hamba, maka dia tidak bisa terwujud kecuali dengan
penguasaan ilmu yang tinggi, bahkan kesempurnaan dakwah membutuhkan kecukupan
ilmu yang tinggi. Cukuplah ini sebagai kemuliaan ilmu dan Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan
karunia -Nya kepada siapapun yang dikehendaki
-Nya”.[10]
Syekh
Abdul Aziz rahimhullah berkata: Yang wajib bagi mereka yang mampu dari kalangan
para ulama, penguasa kaum muslimin, para da’i adalah berdakwah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla sehingga dirinya
sampai pada tingktan orang yang menyampaikan dakwah kepada seluruh alam di
seluruh penjuru dunia ini. Penyampaian dakwah inilah yang diperintahkan oleh
Allah Shubhanahu wa ta’alla di dalam
firman -Nya.
قال الله تعالى : â يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ وَإِن
لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْتَ رِسَالَتَهُ á [ المائدة: 67 ]
Hai Rasul, sampaikanlah apa yang di turunkan
kepadamu dari Tuhanmu.
Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu,
berarti) kamu tidak menyampaikan amanat -Nya. QS. Al-Ma’idah: 67.
Rasul berkewajiban untuk
menyampaikan, semua Rasul semoga Allah Shubhanahu
wa ta’alla mencurahkan shalawat dan salam kepada mereka juga memiliki tugas
untuk menyampaikan dan begitu juga dengan para pengikut mereka, para Rasul
hendaklah mereka menyamapaikan dakwah ini…”.[11]
Wasiat ketiga: Menjaga waktu. Kalau kita
perhatikan banyak para pemuda yang tidak menghiraukan bagaimana cara
memanfaatkan waktunya, memanfaatkan waktu muda dan masa aktif. Engkau melihat
mereka tenggelam dalam tidur yang lelap berjam-jam yang tidak sesuai kebutuhkan, sementara yang lain menyia-nyiakan
waktunya untuk membaca lembaran-lembaran Koran dalam waktu yang lama sementara
yang lain, mondar-mandir mengunjungi temannya dan lain sebagainya.
Diriwayatkan oleh
Al-Turmudzi dari Abi Barzah Al-Aslami bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad Salallhu’alaihi sallam
bersabda: Tidak akan melangkah dua kaki seorang
hamba pada hari kiamat sehingga dirinya akan ditanya di sisi Tuhannya tentang
lima hal: tentang umurnya, apakah dia habiskan, masa
mudanya, apakah dimanfaatkan, tentang hartanya dari
manakah didapatkannya dan kemanakah disalurkan dan tentang ilmunya apakah yang
diperbuat dengannya”.[12]
Dan diriwayatkan
oleh Al-Hakim di dalam kitab Al-Mustadrok
dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad Salallhu’alaihi
wa sallam bersabda: Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara
masa mudamu sebelum datang masa tuamu, waktu luangmu sebelum datang waktu
sibukmu, hidupmu sebelum matimu, hidupmu sebelum matimu dan waktu sehatmu
sebelum sakitmu serta masa kayamu sebelum datangnya masa kemiskinanmu”.[13]
Sorang penyair
berkata:
Waktu adalah
sesuatu yang paling berharga untuk dijaga
Namun aku
melihat, dia paling mudah engkau sia-siakan
Wasiat
keempat: Berakhlak yang baik.
قال الله تعالى : â وَقُل لِّعِبَادِي يَقُولُواْ الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ
يَنزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا
مُّبِينًا á [ الإسراء: 53]
Dan katakanlah kepada hamba-hamba -Ku:
" Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar).
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di
antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang
nyata bagi manusia. QS. Al-Isro’: 53
Diriwayatkan
oleh Al-Turmudzi di dalam kitab sunannya dari Abi Darda’ bahwa sesungguhnya
Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam
bersabda: Tidak ada sesuatu apapun yang lebih berat pada timbangan amal seorang
hamba pada hari kiamat daripada akhlak yang baik, sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla membenci orang
yang suka berkata kotor lagi keji”.[14]
Ibnul Mubarok
berkata: Akhlak yang baik terwujud dengan wajah berseri-seri, berbuat yang
makruf, menahan diri mengganggu orang lain dan bersabar atas kekasaran orang
lain terhadap dirinya”.
Dengan prilaku
inilah Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa
sallam berwasiat kepada para shahabatnya di dalam hadits Abi Dzar dan
Mu’adz bin Jabal radhillahu anhuma di dalam sebuah hadits Rasulullah Shalallhu’allaihi wa sallam: Bertqwalah kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla di manapun kamu berada, dan balaslah
perbautan buruk dengan kebaikan niscaya dia akan menghapuskannya dan
berakhlaklah terhadap orang lain dengan akhlak yang mulia”.[15]
Ibnul Qoyyim
rahimahullah berkata: Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi
wa sallam memadukan antara bertqwa kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan akhlak yang baik, sebab dengan taqwa
maka hubungan antara seorang hamba dengan tuhannya akan harmonis dan akhlak
yang baik juga akan menciptakan keharmonisan hubungan antara seorang hamba
dengan makhluk Allah Shubhanahu wa
ta’alla yang lain”.[16]
Dan keimanan
seorang hamba tidak akan sempurna sampai dirinya diberikan taufiq kepada akhlak
yang baik. Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam bersabda: Orang mu’min yang paling
sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, dan orang yang paling
baik di antara kalian adalah orang yang paling baik prilakunya terhadap
keluarganya”.[17]
Dan Nabi Muhammad Salallahu
‘alaihi wa sallam adalah sosok yang paling baik akhlaknya dan barangsiapa
yang ingin mendapat petunjuk kepada akhlak yang baik maka tauladanilah akhlak
Beliau. Dari Anas bin Malik Rhadiyallahu’anhu,
dia berkata: Aku telah berkhidmah kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam selama sepuluh tahun dan aku belum
pernah mendengar beliau berkata cih, dan beliau tidak pernah berkata: Kenapa
kamu perbuat ini” pada perkara yang telah terlanjur aku lakukan dan tidak
pernah pula aku mendengar beliau berkata: Kenapa kamu tidak mengerjakan ini?.
Terhadap perkara yang terlanjur aku tinggalkan”.[18]
Wasiat kelima: Berpegang
teguh dengan agama Allah Shubhanahu wa
ta’alla.
قال الله تعالى : â وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِينُ á [ الحجر: 99]
Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini ajal.QS. Al-Hijir: 99.
Maksudnya
adalah kematian. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman tentang Nabi Isa Alihis
salam:
قال الله تعالى : â وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا á [ مريم: 31]
“...dan
Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) salat dan menunaikan) zakat selama aku hidup”. QS.
Maryam: 31.
Diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dari Aisyah radhillahu anha bahwa Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi wa sallam bersabda:
Wahai Tuhan yang Membolak balikkan hati teguhkanlah hatiku pada agama -Mu dan
ketaatan kepada -Mu”.[19]
Dan telah
disebutkan di dalam hadits Nabi Muhammad Shalallhu’alaihi
wa sallam yang menjelaskan bahwa orang-orang yang berpegang teguh pada
agama Allah Shubhanahu wa ta’alla di
akhir zaman, mereka akan hidup terasing, namun dengan itu mereka mendapat
pahala seperti yang didapatkan oleh para shahabat Rasulullah Shhalallhu’alaihi wa sallam pada saat
Islam masih asing, pahala sebesar itu mereka dapatkan karena kesabaran mereka
atas katerasingan tersebut. Diriawayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya
dari Ibnu Umar Rhadiyallahu ‘anhum
bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam bersabda: Islam itu muncul dalam keadaan terasing, dan akan kembali
asing, maka beruntunglah orang yang asing”.[20]
Dan
dalam hadits yang lain disebutkan bahwa mereka adalah manusia yang shaleh di
tengah-tengah manusia yang buruk, orang yang berseberangan dengan mereka lebih
banyak daripada orang yang mentaati mereka”.[21]
Dan disbutkan
oleh Nabi Muhammad Shalallahu’alihi wa
sallam bahwa orang yang berpegang teguh dengan agama mereka di akhir zaman
kelak sama seperti orang yang memegang bara api dan mereka mendapat pahala sama
seperti pahala limapuluh para shahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam yang berbuat ibadah yang sama.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam sunannya dari Abi Tsa’labah Al-Khusyani Radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Muhammad Shalallahu’alihi wa sallam bersabda pada
saat disebutkan tentang amar ma’ruf nahi mungkar: Sesungguhnya hari-hari di
belakang kalian adalah hari-hari yang harus dihadapi dengan kesabaran, dan
bersabar pada hari itu sama seperti orang yang menggenggam bara api, orang
berbuat amal ibadah pada saat itu akan mendapat pahala sama seperti pahala lima
puluh orang lelaki yang berbuat ibadah seperti ibadah yang mereka kerjakan. Dan
yang lain memberikan tambahan kepadaku berkata: Wahai Rasulullah apakah pahala
lima puluh dari kalangan mereka?. Rasulullah Shalallhu
‘alaihi wa sallam bersabda: Pahala limapuluh orang dari kalian”.[22]
Maka aku berwasiat kepada diriku
dan kepada seluruh sudaraku untuk teguh di dalam tuntunan yang dipegang oleh
Rasulullah Shalallhu’alaihi wa sallam
dan bersabar atas yang demikian itu.
قال الله تعالى : â وَالْعَصْرِ 1 إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ 2 إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ 3 á [ العصر:
1- 3]
“Demi
masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. QS. Al-Ashr: 1-3.
قال الله تعالى : â قال تعالى: وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ وَاصْبِرْ حَتَّىَ يَحْكُمَ اللّهُ
وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ á [ يونس: 109]
Dan ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah Shubhanahu wa ta’alla Shubhanahu wa ta’alla
memberi keputusan dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.QS. Yunus: 109.
قال الله تعالى : â وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ á [ القصص: 83]
Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. QS. Al-Qoshos: 83.
Tidak diragukan lagi bahwa seorang
muslim pada masa sekarang ini dihadapkan dengan berbagai godaan syhawat dan
kelezatan fana dunia yang begitu dahsyat. Namun barangsiapa yang memohon
pertolongan kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla niscaya -Dia akan menolongnya dan barangsiapa yang bersabar maka
Allah Shubhanahu wa ta’alla akan menjadikannya sabar.
قال الله تعالى : â وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ
لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ á
[ العنكبوت: 69]
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. QS. Al-Ankabut: 69.
Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan kita
termasuk golongan mereka. Segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Tuhan semesta
alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan
kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1] Al-Bukhari no: 3116 dan Muslim no: 1037
[2] HR. Al-Darimi 1/110 no: 342
[3] Shahih Muslim no: 1920 dan shahih Bukhari no: 71
[4] Shahih Bukhari no: 71
[5] [5]
Shahih Muslim no: 2673 dan shahih Bukhari no: 100
[6] Shahih Muslim: 4/1872 no: 2406
[7] Shahih Bukhari no: 3426
[8] Shahih Muslim no: 19 dan shahih Bukhari no: 1458
[9] Shahih Bukhari no: 3426
[10] Tafsirul Qoyyim: halaman: 319
[11] Majmu’ fatawa wa maqolat mutanawwi’ah, sykeh Abdul Aziz bin Baz
rahimhullah 1/333 diambil dari kitab nudhratun na’im 5/1950 -1960
[12] Sunan Turmudzi: 4/612 no: 7846
[13] Mustadrok Al-Hakim 4/341 no: 7846
[14] HR. Al-Turmudzi 4/362 no: 2002 dan dia berkata hadits hasan shahih
[15] Sunan Turmudzi: 4/355 no: 1987 dan dia berkata: Hadits hasan shahih
[16] Al-Fawid halaman: 84-85
[17] HR. Turmudzi 3/466 dan dia berkata: Hadits hasan shahih
[18] Sunan Turmudzi 4/368 no: 2015 dan asalnya adalah as-shahihaini
[19] Musnad Imam Ahmad: 6/251
[20] Muslim 1/130 no: 145
[21] Musnad Imam Ahamad: 2/177
[22] HR. Abu Dawud: 4/123 no: 4341
Post a Comment