Kemuliaan Wanita Dalam Islam
Kemuliaan Wanita Dalam Islam
Segala puji hanya untuk Allah
Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta
keluarga dan seluruh sahabatnya.
Di riwayatkan dari
Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma, ia berkata: "Saya pernah mendengar
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «
كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته, الإمام راع وهو مسئول عن رعيته, والرجل راع في
أهله وهو مسئول عن رعيته, والمرأة راعية في بيت زوجها وهي مسئولة عن رعيتها,
والخادم راع في مال سيده وهو مسئول عن رعيته, وكلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته » .
( رواه البخاري و مسلم ).
"Setiap dari kalian adalah pemimpin yang akan di mintai
pertanggung jawabannya, seorang imam adalah pemimpin bagi masyarakatnya dan
akan di mintai pertanggung jawabanya tentang kepimpinannya, seorang suami
adalah pemimpin bagi keluarga dan ia bertanggung jawab terhadap keluarganya,
seorang istri adalah pemimpin bagi anak-anak suaminya dan ia bertanggung jawab
terhadap anak-anaknya, seorang pembantu adalah pemimpin bagi harta tuannya dan
ia bertanggung jawab terhadapnya, setiap kalian adalah pemimpin dan tiap kalian
mempunyia tanggung jawab terhadap yang di pimpinnya". Mutafaq 'alaih
Tanggung
jawab seorang wanita muslimah
Segala puji hanya bagi Allah Rabb
semesta alam, Saya bersaksi bahwasannya tidak ada ilah yang berhak di ibadahi
dengan benar melainkan Allah semata yang tidak ada sekutu bagiNya, dan saya
juga bersaksi bahwasannya nabi Muhammad adalah seorang hamba dan rasul-Nya,
yang jujur lagi terpercaya, shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
beliau, keluarga, dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti beliau
dengan baik sampai hari kiamat nanti, amma ba'du:
Sesungguhnya agama Islam telah mewajibkan bagi
seorang muslim agar mencintai saudaranya sesama muslim dari kebaikaan seperti
apa ia mencintai untuk dirinya sendiri, dan membenci kejelekan yang menimpa
mereka seperti halnya ia membenci supaya tidak mengenai dirinya sendiri.
Berpijak dari apa yang telah Allah wajibkan
kepada hambaNya agar saling tolong menolong di dalam kebaikan dan ketakwaan
serta saling nasehat menasehati dengan kebenaran, kesabaran dan saling menyuruh
kepada perbuatan ma'ruf yang telah di perintahkan oleh Allah dan RasulNya serta
saling mencegah perbuatan mungkar sebagaimana telah di larang oleh Allah dan
RasulNya, maka berpegang pada itu semua, kami tulis sebuah bimbingan bagi para
wanita muslimah yang berkaitan dengan masalah hijab, bersolek, tabaruj, campur
baur bersama lelaki, serta permasalahan lainnya, yang kiranya di butuhkan oleh
seorang wanita muslimah, berdalil kepada al-Qur'an dan sunah Rasul-Nya
Shalallahu 'alaihi wa sallam sebagaimana yang telah di tulis oleh para ulama
ahli tahqiq.
Kami memohon kepada Allah Ta'ala
semoga bisa bermanfaat bagi siapa saja yang membaca atau mendengarnya, cukuplah
Allah sebagai tempat untuk bersandar dan sebaik-baik pemberi nikmat, dan tiada
daya dan kekuatan melainkan dari Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Penjelasan
kemulian yang di berikan oleh Islam kepada para wanita
Pertama: Islam datang pada zaman yang
pada saat itu orang-orang jahiliyah sangat membenci dengan anak perempuan,
sebagaimana yang di gambarkan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala dalam firmanNya:
قال الله تعالى: ﴿ وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِٱلۡأُنثَىٰ ظَلَّ وَجۡهُهُۥ مُسۡوَدّٗا وَهُوَ كَظِيمٞ ٥٨﴾ [سورة النحل: 58 ]
"Dan
apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan,
wajah mereka menjadi hitam (merah padam) mukanya, dan ia sangat marah".
(QS an-Nahl: 58).
Lalu kemudian mereka
mendandani bayi tersebut lalu menguburnya hidup-hidup tanpa dosa dan kesalahan,
maka datang lah Islam mengharamkan perbuatan yang sangat kejam tersebut
kemudian mengajak para pemeluknya untuk mengangkat kedudukan seorang wanita
serta memuliakannya, Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ وَإِذَا ٱلۡمَوۡءُۥدَةُ
سُئِلَتۡ ٨ بِأَيِّ ذَنۢبٖ قُتِلَتۡ ٩ ﴾ [ سورة التكوير : 8-9]
"Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup
ditanya, karena dosa Apakah Dia dibunuh". (QS at-Takwiir: 8-9).
Dalam sebuah sabdanya Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
« من عال جاريتين بنتين حتى يبلغا جاء يوم
القيامة أنا وهو كهاتين» ضم أصابعه » (
رواه مسلم ).
"Barangsiap yang
mempunyai dua anak perempuan (lalu) ia mengurusinya sampai baligh, maka pada
hari kiamat nanti ia bersama saya seperti ini". Dan Beliau merapatkan jari
jemarinya. HR
Muslim.
Dalam lafadh yang lain Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « من
ابتلي من هذه البنات بشيء فأحسن إليهن كن له سترًا من النار » ( رواه البخاري
ومسلم ).
"Barangsiapa yang di beri beban dengan
mengurusi anak perempuannya, lalu ia berbuat baik kepadanya, maka mereka akan
menjadi hijabnya dari api neraka". HR Bukhari dan Muslim.[1]
Kedua: Ketika agama Islam datang
orang-orang jahiliyah tidak pernah memberi pada wanita bagian dari warisan yang
mereka tinggalkan, maka agama Islam mengembalikan haknya kaum perempuan dengan
memberikan hak yang mereka miliki, dari warisan yang di tinggalkan oleh kedua
orangtuanya baik sedikit maupun banyak sesuai dengan harta peninggalannya.
Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ لِّلرِّجَالِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ
ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٞ مِّمَّا تَرَكَ
ٱلۡوَٰلِدَانِ وَٱلۡأَقۡرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ أَوۡ كَثُرَۚ نَصِيبٗا
مَّفۡرُوضٗا ﴾ [سورة النساء: 7 ]
"Bagi
seorang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orangtua dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
kedua orangtua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan". (QS an-Nisaa: 7).
Ketiga: Islam datang sedangkan ahli
jahiliyah mempunyai kebiasaan mewarisi perempuan yang di tinggal mati oleh
suaminya dengan paksa, adalah mereka jika ada seorang perempuan yang di tinggal
mati oleh suaminya, maka datang salah seorang dari ahli warisnya dengan membawa
baju lalu melemparnya kepada perempuan tadi sambil mengatakan kamu saya warisi
sebagaimana saya mewarisi hartanya, dan dengan angkuhnya ia merasa paling
berhak terhadap wanita tadi. Kemudian Islam datang dengan mengharamkan
perbuatan yang rendah dan hina tersebut, hal itu seperti yang Allah Ta'ala
jelaskan dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَحِلُّ لَكُمۡ أَن
تَرِثُواْ ٱلنِّسَآءَ كَرۡهٗا﴾ [سورة النساء: 19]
"Hai
orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mewarisi wanita dengan cara
paksa". (QS
an-Nisaa: 19).
Keempat: Islam datang pada suatu zaman yang
orang arab pada saat itu sangat jahil, mereka melarang wanita yang telah di
cerainya untuk menikah lagi, demikian juga menahan haknya para kaum wanita.
Seorang
suami melarang mantan istrinya yang telah di cerainya untuk menikah lagi sampai
ia bisa mengembalikan mahar yang dulu pernah ia berikan kepadanya, begitu pula
seorang bapak bertindak semena-mena dengan melarang anak perempuannya untuk
menikah tanpa ada alasan yang jelas, atau seorang kakak melarang saudara perempuanya
untuk menikah.
Suami
begitu kuasa bahkan terkesan diktator terhadap keluarganya, ia tidak mau
menceraikan istrinya melainkan setelah mendapat ganti rugi yang ia berikan pada
wanita tersebut. Maka Islam datang dengan memerangi kebiasaan yang zalim, dan
adat istiadat yang sangat timpang tersebut, kemudian membatalkan itu semua,
sebagaimana di jelaskan dalam firmanNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ لِتَذۡهَبُواْ بِبَعۡضِ مَآ
ءَاتَيۡتُمُوهُنَّ إِلَّآ أَن يَأۡتِينَ بِفَٰحِشَةٖ مُّبَيِّنَةٖۚ ﴾ ( سورة النساء: 19)
"Dan
janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari
apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata". (QS an-Nisaa: 19).
Dan firmanNya yang lain:
قال الله تعالى : ﴿ فَلَا تَعۡضُلُوهُنَّ أَن يَنكِحۡنَ أَزۡوَٰجَهُنَّ إِذَا
تَرَٰضَوۡاْ بَيۡنَهُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ ﴾ ( سورة البقرة : 232)
"Maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan calon suaminya,
apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang
ma'ruf". (QS al-Baqarah: 232).
Kelima: Islam datang manakala perempuan
pada keadaan yang sangat memprihatinkan, berada pada dua tepi jurang kezaliman,
kebengisan yang di lakukan oleh suaminya dan jeleknya sifat serta pergaulan
yang di berikan oleh seorang suami. Maka, Islam mengharamkan itu semua,
menggantinya dengan perintah yang sangat bijak, yaitu agar mereka mempergauli
istri-istrinya dengan cara yang baik, hal itu sebagaimana yang Allah firmankan
dalam ayatNya:
قال الله تعالى : ﴿ وَعَاشِرُوهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ ﴾ ( سورة النساء: 19)
"Dan
pergaulilah dengan mereka dengan cara yang baik". (QS an-Nisaa: 19).
Dan firmannya Allah dalam ayat yang lain:
قال الله تعالى : ﴿ وَلَهُنَّ مِثۡلُ ٱلَّذِي
عَلَيۡهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِ ﴾ ( سورة البقرة : 228 )
"Dan
para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma'ruf.". (QS al-Baqarah: 228).
Keenam: Ketika Islam datang, keadaan
seorang wanita yang sedang berkabung, di tinggal mati suaminya menunggu masa
idahnya sampai satu tahun penuh, kemudian Islam memberi keringanan bagi para
perempuan dengan sepertiganya. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : ﴿ وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا
يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ ﴾ ( سورة البقرة : 234)
"Orang-orang
yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah
para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) selama empat bulan sepuluh
hari". (QS al-Baqarah: 234).[2]
Ketujuh: Ajaran Islam memberi wasiat kepada
penganutnya supaya memperlakukan seorang perempuan dengan baik. Nabi Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda sebagaimana di keluarkan oleh Imam Bukhari dan
Muslim, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «
واستوصوا بالنساء خيرًا » ( رواه البخاري
ومسلم )
"Nasehatilah
perempuan kalian dengan kebaikan". HR Bukhari dan Muslim.
Beliau juga melarang membenci seorang istrinya yang
beriman, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لا
يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقًا رضي منها خلقًا آخر » ( رواه مسلم )
"Jangan lah seorang mukmin membenci mukminah,
kalau ia tidak suka pada salah satu akhlaknya, bisa jadi ia menyukai akhlaknya
yang lain". HR Muslim. Dan makna la yafruk adalah jangan
membencinya.
Dalam
sabdanya yang lain, beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «
خياركم خياركم لنسائهم » ( رواه الترمذي)
"Sebaik-baik di antara kalian adalah yang
paling baik terhadap istri-istrinya". HR Tirmidzi beliau berkata
hadits hasan shahih.
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : «
الدنيا متاع وخير متاعها المرأة الصالحة » ( رواه مسلم)
"Dunia adalah perhiasaan, dan sebaik-baik
perhiasaan adalah wanita sholihah". HR Muslim.
Beliau menjelaskan kriteria wanita sholihah dalam hadits
yang lain, beliau menyatakan:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « إذا
نظر إليها سرته وإذا أمرها أطاعته وإذا غاب عنها حفظته في نفسها وماله » ( رواه
أحمد والنسائي)
"(Yaitu)
kalau ia melihatnya menyenangkan, kalau di suruh ia mentaatinya, bila di
tinggal pergi ia akan menjaga kehormatan serta hartanya". HR Ahmad dan
Nasa'i. [3]
Ibnu Abdul Qowi mengatakan di dalam qosidahnya:
Wanita pilihan adalah bila suami melihatnya
membikin senang
Yang selalu menjaga
kehormatanya
Tidak banyak cakap, namun pandai mengurus rumahnya
Selalu menjaga pandangannya
dari panah iblis
Pilihlah wanita yang memiliki agama, pasti
engakau akan beruntung
Lagi lembut dan banyak keturunan, itulah ibadah yang sempurna
wanita-wanita tua yang masih mempunyai hasrat untuk
menikah mereka telah menyelisihi hukum asal.
Salah satu dalil tentang wajibnya hijab adalah firman
Allah Ta'ala:
قال الله تعالى : { يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِيُّ
قُل لِّأَزۡوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ يُدۡنِينَ عَلَيۡهِنَّ
مِن جَلَٰبِيبِهِنَّۚ} ( سورة الأحزاب: 59)
"Hai
Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabny ke
seluruh tubuh mereka". (QS
al-Ahzab: 59).
Sahabat
Ibnu Abas radiyallahu 'anhu mengatakan: "Allah menyuruh wanita-wanita
mukminin apabila mau keluar rumah karena kebutuhan hendaknya menutupi
wajah-wajah mereka mulai dari atas kepala dengan jilbab". [4]
Sedangkan dalam ilmu ushul di katakan bahwa ucapan sahabat tentang
tafsir penjelasan tentan makna ayat adalah hujah bahkan ada sebagian para ulama
yang mengatakan hukumnya sama dengan marfu' sampai kepada Nabi Shalallahu
'alahi wa sallam, yaitu perkataan Ibnu Abbas: "Hendaknya seorang wanita
apabila keluar rumah hanya menampakan satu mata". Maka wanita di anjurkan
apabila di luar rumah karena kebutuhannya hendaknya hanya menampakan satu mata.
Dan yang di maksud dengan jilbab adalah kerudung besar yang di pakaikan di atas
kepala yang menutupi sampai ke bawah dadanya.
- Fiman Allah Azza wa jalla:
قال الله تعالى : { وَإِذَا
سَأَلۡتُمُوهُنَّ مَتَٰعٗا فَسَۡٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٖۚ} (سورة الأحزاب: 53 )
"Apabila
kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), Maka
mintalah dari belakang tabir". (QS
al-Ahzab: 53).
Ayat
ini adalah nash yang sangat jelas tentang wajibnya wanita berhijab dari
laki-laki dan menutupi seluruh anggota tubuhnya dari pandangan mereka. Dan
Allah Subhanahu wa ta'ala telah menjelaskan di dalam ayat ini bahwa dengan
berhijab akan menjadikan hati kaum lelaki maupun wanita menjadi lebih suci
serta menjauhkan dari perbuatan keji dan segala bentuk muqodimah perbuatan
zina, karena Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى : { ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ
لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّ } (سورة الأحزاب: 53)
"Cara
yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka" (QS al-Ahzab:
53).
Sebagaimana telah lewat penjelasannya bahwa ayat ini mencakup seluruh
istri-istri Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam dan perempuan-perempuan kaum
mukminin. [5]
Imam
Qurthubi mengatakan: "Dan masuk di dalam makna ayat ini adalah seluruh
kaum wanita, maka tatkala kandungan pokok yang ada di dalam syari'at yang
menjelaskan bahwa seorang wanita seluruh anggota tubuhnya adalah aurat demikian
juga suaranya maka tidak boleh bagi mereka untuk membukanya kecuali kalau ada
kebutuhan yang sangat mendesak seperti ketika akan bersaksi atau ketika harus
berobat yang terbuka bagian anggota tubuhnya". [6]
- Di antara dalil tentang wajibnya hijab adalah firman Allah Ta'ala:
قال الله تعالى : { لَّا جُنَاحَ
عَلَيۡهِنَّ فِيٓ ءَابَآئِهِنَّ وَلَآ أَبۡنَآئِهِنَّ وَلَآ إِخۡوَٰنِهِنَّ
وَلَآ أَبۡنَآءِ إِخۡوَٰنِهِنَّ .. } (سورة الأحزاب: 55).
"Tidak
berdosa atas isteri-isteri Nabi (untuk berjumpa tanpa tabir) dengan bapak-bapak
mereka, anak-anak laki-laki mereka, saudara laki-laki mereka..". (QS al-Ahzab: 55).
Imam
Ibnu Katsir mengatakan tentang ayat ini: "Allah menyuruh para wanita untuk
memakai hijab agar tertutupi dari penglihatan orang asing, kemudian Allah
menjelaskan bahwa ketika di hadapan saudara-saudaranya mereka tidak di wajibkan
untuk mengenakan hijab, sebagaimana telah datang pengecualianya yang ada di
dalam surat an-Nuur, yaitu dalam firmanNya:
قال الله تعالى : { ذَٰلِكُمۡ أَطۡهَرُ
لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّ } ( سورة النور: 31)
"Dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka…". (QS
an-Nuur: 31).
Inilah
lima dalil yang ada di dalam al-Qur'an yang menunjukan wajibnya perempuan
berhijab, adapun dalil-dalil yang ada di sunah, maka sebagai berikut:
1.
Sabda
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam:
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : « إذا خطب أحدكم امرأة فلا جناح عليه أن ينظر منها إذا كان إنما ينظر
إليها لخطبة وإن كانت لا تعلم» ( رواه أحمد)
"Apabila salah seorang di antara kalian ingin
mengkhitbah seorang wanita maka tidak mengapa ia melihatnya, karena dengan
melihat memungkinkan ia lebih cocok untuk meminangnya dari pada apabila ia
tidak mengetahuinya". HR Ahmad.
Sisi
pengambilan dalil dari hadits ini tentang kewajiban hijab yaitu di
bersihkankanya dosa karena melihat wanita asing bagi orang yang ingin
melamarnya secara khusus ketika sedang nadhor, menunjukan bahwa selain orang
yang ingin meminang, ia akan berdosa bila sengaja melihatnya, demikian juga
apabila ia sengaja melihat bukan untuk tujuan untuk mengkhitbahnya.
2.
Bahwasanya
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam tatkala
menyuruh untuk mengeluarkan para wanita ke tempat sholat 'ied, maka
(kami para perempuan mengatakan) kepada beliau: "Wahai Rasulallah
sesungguhnya di antara kami ada yang tidak mempunyai jilbab". Beliau
mengatakan: "Hendaknya suadaranya meminjamkan jilbabnya". HR Bukhari
dan Muslim. Hadits ini menunjukan bahwa termasuk kebiasaannya para shohabiyah
adalah mereka tidak pernah keluar rumah melainkan apabila mau keluar pasti
memakai jilbab, dan perintah Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam untuk memakai
jilbab menunjukan bahwa wanita harus tertutupi seluruh tubuhnya.
3.
Telah
tetap sebuah hadits di dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiyallahu
'anha, ia berkata:
عن عائشة قالت: كان
رسول الله r يصلي الفجر فيشهد معه نساء من المؤمنات
متلفعات بمروطهن ثم يرجعن إلى بيوتهن ما يعرفهن أحد من الغلس [ رواه البخاري]
"Adalah
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam ketika biasa melaksanakan sholat
shubuh, maka (ada sebagian) kaum wanita
yang ikut serta bersama beliau, (mereka keluar) sambil menutupi tubuhnya dengan
selimut-selimut mereka, kemudian mereka kembali kerumahnya sedangkan tidak ada
yang saling mengetahui wajah- wajah salah satunya di karenakan harinya yang
masih sangat gelap".
Beliau
lalu mengomentari keadaan para wanita yang ada pada zamannya dengan mengatakan:
"Kalau sekiranya Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam melihat keadaan
para wanita pada zaman ini, tentu beliau pasti akan melarang kalian untuk
mendatangi masjid-masjid Allah". Dan di riwayatkan dari Ibnu Mas'ud ucapan
serupa seperti ucapannya Aisyah radhiyallahum 'ajma'in.
Sisi pengambilan dalil dari hadits di atas ada dua
sisi:
Pertama: Bahwa berhijab dan selalu menutupi seluruh
anggota badannya merupakan kebiasaan yang ada di kalangan para shohabiyah yang
mana mereka adalah sebaik-baik generasi yang pernah ada di umat ini.
Kedua: Bahwa Aisyah dan Ibnu Mas'ud, keduanya memahami
dari apa yang telah mereka saksikan dari nash-nash syar'iyah, kalau termasuk
dari perbuatan yang membawa madharat adalah keluarnya wanita dari rumahnya,
yang mana kalau seandainya Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam melihat
keadaan yang seperti itu tentu beliau pasti akan melarang para wanita keluar
rumahnya.
4.
Nabi
Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : « من جر ثوبه خيلاء لم ينظر الله إليه يوم القيامة » فقالت أم سلمة:
فكيف يصنع النساء بذيولهن قال: « يرخينه
شبًرا » قالت: إذا تنكشف أقدامهن قال:« يرخينه ذراعًا لا يزدن عليه » ( رواه البخاري و مسلم وغيرهما)
"Barangsiapa yang menurunkan pakaianya di
karenakan sombong maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat". Maka
Umu Salamah bertanya kepada beliau: "Lantas bagaimana dengan baju
perempuan". Beliau menjawab: "Turunkan sejengkal". Umu Salamah
masih menawar: "Kalau begitu mata kaki mereka kelihatan". Beliau
mengatakan: "Turunkan satu diro', tidak lebih dari itu". HR Bukhari
dan Muslim serta selain keduanya.
Di
dalam hadits ini di ambil faidah wajibnya perempuan untuk menutupi mata
kakinya, yang mana hal itu merupakan perkara yang telah banyak di ketahui oleh
kalangan wanita pada zaman sahabat, sedangkan mata kaki merupakan tempat fitnah
yang lebih ringan di banding wajah dan kedua telapak tangan, maka peringatan
dari Umu Salamah dengan perkara yang ringan supaya di pahami untuk mengingatkan
pada perkara yang lebih besar.
5.
Sabdanya
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam kepada para wanita:
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم : « إذا كان لإحداكن مكاتب وكان عنده ما يؤدي فلتحجب منه » ( رواه أحمد
و أبو داود وإبن ماجه وصححه الترمذي).
"Apabila ada di antara salah seorang di antara
kalian mukaatib,[7] sedangkan ia berada di
sisinya maka hendaknya ia berhijab darinya". HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah dan di shahihkan oleh Imam Tirmidzi.
Hadits ini menunjukan wajibnya perempuan memakai hijab
dari laki-laki yang bukan mahramnya.
6.
Dari
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata: "Adalah ketika ada sekelompok kaum yang
berkendaraan melewati kami, sedangkan kami pada waktu itu sedang berihram
bersama Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, jika mereka sejajar dengan
kami maka kami menarik jilbab untuk menutupi wajah-wajah kami, apabila mereka
sudah menjauh baru kami buka kembali". HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah.
Di dalam
hadits ini sebagai dalil yang jelas tentang wajibnya menutup wajah bagi
perempuan, karena yang di syari'atkan bagi seorang yang sedang muhrim adalah
membuka wajah, kalau sekiranya tidak ada penghalang kuat yang mengharuskan
untuk di tutupi maka membiarkan wajah tetap terbuka adalah perkara yang wajib,
sampai kalau berada di antara orang yang berkendaraan. [8]
Post a Comment