Umrah di Bulan Ramadhan Menyamai Pahala Haji
Umrah di Bulan Ramadhan Menyamai Pahala Haji
Segala puji bagai Allah.
Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi terakhir, Nabi kita Muhammad ﷺ, keluarganya, para sahabat dan siapa saja yang mengambil
petunjuknya hingga hari kiamat.
Adapun
selanjutnya:
Amal
saleh di bulan Ramadhan memiliki keutamaan. Di antara amal saleh tersebut Umrah
di bulan Ramadhan.
Saudaraku
muslim:
1. Jika memungkinkan
bagimu melakukan umrah di bulan Ramadhan, kapan pun waktunya, baik di awal,
pertengahan atau di akhir Ramadhan, lakukanlah. Rasulullah -shalallahu
alaihi wasallam- bertanya kepada Ummu Sannan al-Anshariah:
“Apa yang mencegahmu berhaji?” Tanya Rasulullah.
“Abu
fulan (maksudnya suaminya). Dia memiliki 2 unta, satu dibawa berhaji dan yang
satu lagi dipakai mengairi kebun kami.” Jawab Ummu Sannan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
((فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ
تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي))
“Sesungguhnya
umrah di Bulan Ramadhan sama dengan haji atau haji bersamaku.”.
[HR. Al-Bukhari]
2. Jika memungkinkan
berumrah bersama kedua orang tuamu atau keluargamu, itu adalah perkara yang
baik. Berupayalah menghindari keramaian, seperti berumrahlah pada awal
Ramadhan. Jika kedua orang tuamu telah wafat atau salah seorang dari keduanya,
jadikan untuk masing-masingnya umrah Ramadhan. Atau kerjakan umroh untuk yang
sudah meninggal sedangkan yang masih hidup bawalah serta berumroh bersamamu.
Sekarang ini Alhamdulillah segala urusan umrah telah mudah, tidak sulit lagi,
bahkan mudah sekali. Biayanya pun ringan bagi yang tinggal dekat dengan Mekkah
atau dalam Kerajaan Saudi, (atau negeri lain) dengan mudahnya transportasi.
Manfaatkanlah kesempatan ini. Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
((الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ
كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا
الْجَنَّةُ))
“Dari umrah ke umrah
berikutnya adalah penghapus (dosa kecil) antara keduanya, dan haji yang mabrur,
tidak ada balasannya selain surga.”
[HR. As-Syakhân]
3. Jika engkau seorang
pegawai, jangan tinggalkan pekerjaanmu untuk pergi umrah, kecuali engkau telah
mendapatkan izin. Karena pekerjaan adalah amanah yang wajib ditunaikan dan
dilaksanakan, sedangkan umrah yang kau lakukan mungkin hanya nafilah
(ibadah tambahan). Perkara wajib lebih didahulukan dari yang sunah. Nasihat ini
umum bagi imam-imam masjid maupun selain mereka. Seorang muslim hendaknya
memperhatikan hal ini.
4. Jika engkau melakukan
perjalanan umrah maka perjalanan ini adalah safar masyru’ (perjalanan
yang disariatkan). Dalam hal ini ada beberapa kondisi:
a. Jika puasa
membahayakan fisikmu atau yang sepertinya, berbukalah, jangan puasa. Jika
engkau puasa dengan adanya bahaya engkau telah berbuat maksiat. Nabi -shalallahu
alaihi wasallam- keluar (bersama para sahabat) dalam penaklukan Mekkah pada
bulan Ramadhan. Beliau puasa sampai tiba di tempat yang bernama Kurâ’ al-Ghamim
dan orang-orang pun masih berpuasa. Setibanya di tempat itu beliau meminta
segayung air, lalu mengangkatnya tinggi-tinggi hingga orang-orang dapat
melihatnya, kemudian beliau minum. Setelah itu sampai berita kepada Nabi bahwa
sebagian sahabat ada yang masih berpuasa. Nabi pun berkata:
((أُولَئِكَ الْعُصَاةُ،
أُولَئِكَ الْعُصَاةُ))
“Mereka
itu berbuat maksiat, mereka itu berbuat maksiat.”
[HR.
Muslim]
b. Jika puasa tidak
membahayakanmu, tetapi kau dapatkan rasa berat –akibat panas-, maka yang utama
bagimu adalah berbuka. Karena ketika Rasulullah dalam perjalanannya mendapati
keramaian dan melihat ada orang yang diteduhi, beliau bertanya:
“Kenapa dia?”
“Dia
puasa.” Jawab para sahabat.
Rasulullah
bersabda:
((لَيْسَ مِنْ الْبِرِّ الصَّوْمُ
فِي السَّفَرِ))
“Bukanlah perbuatan baik, puasa dalam
perjalanan.”
c. Jika puasa dan tidak
bagimu sama saja, maka engkau bebas memilih. Jika ingin bisa puasa dan jika
tidak dapat berbuka. Karena Hamzah Ibn Amr al-Aslamy -radiallahu'anhu- bertanya
kepada Nabi -shalallahu alaihi wasallam-:
“Apakah
aku boleh berpuasa dalam perjalanan? (dia adalah orang yang banyak berpuasa)”
((إِنْ شِئْتَ فَصُمْ وَإِنْ
شِئْتَ فَأَفْطِرْ))
“Jika ingin puasa silakan puasa, jika ingin
berbuka silakan berbuka.”
[HR.
As-Syaikhân]
d. Ketahuilah jika engkau
melakukan perjalanan di bulan Ramadhan atau selainnya dan engkau biasa
melakukan ibadah yang tidak dapat dilakukan selama perjalanan,
sesungguhnya dicatatkan untukmu pahala
seperti amalan yang biasa engkau lakukan ketika mukim, demikian pula jika
sakit, dicatatkan untukmu pahalanya. Nabi -shalallahu alaihi wasallam- bersabda:
((إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ
أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا))
“Jika hamba itu sakit atau
melakukan perjalanan, dicatatkan untuknya pahala seperti amalan yang biasa
dilakukannya ketika mukim dan sehat.”
[HR.
Al-Bukhari]
e. Tetapi jika engkau
dalam perjalanan, manfaatkan efisiensi safarmu dengan shalat di atas kendaraan
(mobil, pesawat atau selainnya). Jangan shalat sunah rawatib selain dua rakaat
fajar dan witir. Karena Nabi -shalallahu alaihi wasallam- dahulu :
“Bertasbih di kendaraannya sebelum bertolak ke suatu arah dan berwitir, hanya
saja tidak shalat maktubah (wajib dalam keadaan seperti itu).
[HR.
Syaikhân]
Allah-lah
pemberi taufik.
Post a Comment