Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Urgensi Amar
Ma’ruf Nahi Mungkar
Segala puji hanya bagi Allah
SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW,
dan aku bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya
selain Allah yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.. Amma Ba’du:
Allah
SWT berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ
أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ
الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ
خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah SWT. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah
itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan
mereka adalah orang-orang yang fasik. QS. Ali Imron: 110
Umar RA berkata: Barangsiapa yang
ingin dengan senang hati menjadi bagian dari umat ini maka hendaklah dia
memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh Allah SWT padanya”.[1]
Imam Qurthubi berkata: Ayat
ini menunjukkan sebuah pujian bagi umat ini selama mereka menegakkan perintah
yang disebutkan di dalam ayat tersebut dan mereka bersifat seperti itu, namun
jika meraka meninggalkan usaha untuk merubah kemungkaran bahkan bersekongkol
dengan kekejian tersebut maka hilanglah pujian tersebut, dan mereka akan
menoreh celaan dan hal itu sebagai sebab kehancuran mereka”.[2]
Dan Allah SWT memebritahukan
bahwa orang-orang yang sukses adalah orang-orang yang menyeru kepada yang
ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ
رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَى بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ
Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan
membinasakan negeri-negeri secara lalim, sedang penduduknya orang-orang yang
berbuat kebaikan. QS. Hud: 117.
Allah
SWT berfirman:
واَسْأَلْهُمْ
عَنِ الْقَرْيَةِ الَّتِي كَانَتْ حَاضِرَةَ الْبَحْرِ إِذْ يَعْدُونَ فِي
السَّبْتِ إِذْ تَأْتِيهِمْ حِيتَانُهُمْ يَوْمَ سَبْتِهِمْ شُرَّعاً وَيَوْمَ لاَ
يَسْبِتُونَ لاَ تَأْتِيهِمْ كَذَلِكَ نَبْلُوهُم بِمَا كَانُوا يَفْسُقُونَ
وَإِذَ قَالَتْ أُمَّةٌ مِّنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللّهُ مُهْلِكُهُمْ
أَوْ مُعَذِّبُهُمْ عَذَابًا شَدِيدًا قَالُواْ مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ
وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ فَلَمَّا نَسُواْ مَا ذُكِّرُواْ بِهِ أَنجَيْنَا
الَّذِينَ يَنْهَوْنَ عَنِ السُّوءِ وَأَخَذْنَا الَّذِينَ ظَلَمُواْ بِعَذَابٍ
بَئِيسٍ بِمَا كَانُواْ يَفْسُقُونَ فَلَمَّا عَتَوْاْ عَن مَّا نُهُواْ عَنْهُ
قُلْنَا لَهُمْ كُونُواْ قِرَدَةً خَاسِئِينَ
Dan tanyakanlah kepada Bani Israel
tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari
Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka
terapung-apung di permukaan air, dan di hari- hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan
itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah Kami mencoba mereka disebabkan
mereka berlaku fasik. Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka
berkata: "Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka
atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab:
"Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan
supaya mereka bertakwa". Maka tatkala mereka melupakan apa yang
diperingatkan kepada mereka, Kami selamatkan orang-orang yang melarang dari
perbuatan jahat dan Kami timpakan kepada orang-orang yang lalim siksaan yang
keras, disebabkan mereka selalu berbuat fasik. Maka tatkala mereka bersikap
sombong terhadap apa yang mereka dilarang mengerjakannya, Kami katakan
kepadanya: "Jadilah kamu kera yang hina. QS. Al-A’raf: 163-166.
Dan kisah tentang pelanggaran mereka
pada hari sabtu adalah mereka dilarang berburu pada hari sabtu tersebut maka
mereka membuat-buat acara secara sengaja agar mereka bisa menghalalkan yang
haram, di mana mereka memasang jaring mereka pada hari sabtu lalu mengangkat
jaring tersebut pada hari ahad, dan mereka mengira bahwa mereka telah terbebas
dari dosa.
Ibnu
Abbas RA berkata: Mereka terbagi
menjadi tiga kelompok, sepertiga mereka melarang dan sepertiga lainnya berkata:
Mengapa kalian menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka, dan
sepertiga lainnya adalah para pelaku kejahatan, maka tidak ada yang selamat
kecuali mereka yang melarang kemungkaran, sementara yang lainnya binasa”.[3]
Dan Allah SWT menjelaskan
bahwa meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar bisa menyebabkan kemurkaan dan
laknat Allah SWT. Allah SWT berfirman:
لُعِنَ الَّذِينَ
كَفَرُواْ مِن بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
ذَلِكَ بِمَا عَصَوا وَّكَانُواْ يَعْتَدُونَ كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن
مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ
Telah dilaknati orang-orang kafir dari
Bani Israel
dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka
durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain
selalu tidak melarang tindakan mungkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat
buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. QS. Al-Ma’idah: 78-79
Dari Abi Sa’id Al-Khudri RA bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda: Barangsiapa di
antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan
tangannya, dan jika tidak mampu maka hendaklah dia merubahnya dengna lisannya
dan jika dia tidak mampu maka hendaklah dia merubahnya dengan hatinya dan itu
adalah selemah-lemah iman”.[4]
Hadits
ini sebagai landasan utama dalam usaha merubah kemugkaran, oleh karena itualah
para ulama memasukkannya ke dalam kelompok hadits yang menjadi landasan
berbagai pokok-pokok ajaran agama, bahkan dikatakan bahwa: Kandungan hadist ini
sebagian dari syari’ah, sebab syri’at ini terdiri dari dua perkara, yaitu
perkara yang ma’ruf maka wajib dilakasanakan atau perkara yang mungkar maka
wajib dicegah. Hadits ini juga menjelaskan tentang tingkatan dalam beramar
ma’ruf nahi mungkar, yaitu mengingkari kemungkaran dengan tangan dan lisan dan hal ini wajib dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan dan kekuatan dengan syarat tidak mendatangkan kemungkaran yang lebih
besar. Tingkatan ketiga adalah mengingkari dengan hati, maka hal ini menuntut
bagi seorang hamba untuk meninggalkan tempat yang menjadi basis kemungkaran
tersebut. Allah SWT berfirman:
وَقَدْ نَزَّلَ
عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ آيَاتِ اللّهِ يُكَفَرُ بِهَا
وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلاَ تَقْعُدُواْ مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ
غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِّثْلُهُمْ إِنَّ اللّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ
وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا
Dan sungguh Allah telah menurunkan
kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah
diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu
duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.
Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang
kafir di dalam Jahanam. QS. Al-Nisa’: 140
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimhullah berpendapat: Barangsiapa di dalam hatinya tidak memiliki rasa marah
terhadap perkara yang dimurkai oleh Allah SWT dan Rasul-Nya, berupa kemungkaran
yang diharamkan oleh Allah SWT, seperti kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan
maka berarti di dalam hatinya tidak tersimpan keimanan yang telah diwajibkan
oleh Allah SWT atas dirinya. Dan dia juga berkata: Dan seandainya seluruh
tuntunan agama ini pada semua sisinya adalah amar ma’ruf nahi mungkar, maka
perkara yang diperintahkan oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW adalah
termasuk dalam amar ma’ruf dan larangan yang turunkan oleh Allah melalui
Rasul-Nya teramsuk dalam nahi mungkar. Dan inilah sifat Nabi dan orang-orang
yang beriman. Allah SWT berfirman:
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki
dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar…,
“QS. Al-Taubah: 71
Maka ini adalah kewajiban
seorang muslim yang mampu, dia adalah fardhu kifayah, dan dia menjadi fardhu
ain jika seluruh kaum muslim yang mampu tidak mau mengerjakannya”.[5]
Dan
jika suatu kemungakaran yang telah tersebar tidak segera dirubah maka hal itu
adalah gendrang peringatan dan akan
datanganya keburukan dan kebinasaan umat ini.
Dari
Zainab binti Jahsy bahwa Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam kamar dalam keadaan
cemas dan bersabda: Tiada tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali
Allah, celaka bagi bangsa Arab karena kebrukan yang telah datang mendekat,
telah terbuka pada masa ini Ya’juj dan Ma’juj di arah Radam seperti ini, dan
beliau membuat sebuah lingkaran kecil dengan dua jari beliau, yaitu ibu jari
dan jari telunjuk. Lalu Zainab binti Jahsy berkata: Apakah kita akan binasa
sementara orang-orang shaleh berada di tengah-tengah kita?. Rasulullah SAW
menjawab: Ya, apabila keburukan telah merajalela”.[6]
Dari
Abi Bakr Al-Shiddiq RA berkata: Wahai sekalian manusia sesungguhnya kalian
membaca ayat ini:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُواْ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا
اهْتَدَيْتُمْ إِلَى اللّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ
تَعْمَلُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. (QS. Al-Maidah: 105)
Sesungguhnya aku telah
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang atau apabila masyarakat melihat
orang yang telah berlaku zalim namun dia atau mereka tidak mencegahnya maka
sungguh sebentar lagi Allah menurunkan
siksa untuk membinasakan mereka semua”.[7]
Ibnul
Qoyyim rohimahullah berkata: Mengingkari kemungkaran itu memiliki empat tingkatan:
Pertama : Kemungkaran menghilang lalu kebaikan
datang menggantikan nya.
Kedua : Kemungkaran menjadi sedikit sekalipun
belum hilang secara keseluruhan.
Ketiga : Akan mengakibatkan munculnya
kemungkaran yang sama.
Keempat : Menghilangkan kemungkaran namun akan mengakibatkan munculnya kemungkaran yang
lebih buruk darinya. Maka dua tingaktan yang pertama disyri’atkan, dan
tingkatan yang ke tiga sebagai obyek untuk berijtihad, sementara yang ke empat
diharamkan.[8]
Di antara contoh amar ma’ruf nahi
mungkar adalah apa yang disebutkan oleh Imam Adzahabiy di dalam kitab Al-Siar
A’lamun Nubala dari Abi Syuja’ bin Al-Walid dia menceritakan: Aku berhaji
bersama Supyan Al- Astauri dan lisannya tidak pernah bosan dengan amar ma’ruf
anhi mungkar baik pada waktu pergi atau saat pulang”.[9]
Diceritakan
darinya bahwa dia berkata; Sungguh aku
melihat sesuatu yang mungkar yang mewajibkan aku untuk berbicara padanya namun
aku tidak melaksanakannya maka sangat menyesal sehingga kencing darah”.[10]
Dan disebutkan oleh Al-hafiz
Abdullah Al-Maqdisi bahwa dia tidak melihat kemungkaran apapun kecuali diingkarinya
dengan tangan atau lisannya, dan di jalan Allah dia tidak takut dengan celaan
orang yang mencela, aku telah melihatnya suatu kali membuang khamar lalu
pemilik khamar, menariknya dengan pedangnya namun dia tidak takut terhadapnya,
bahkan dia merebut pedang tersebut dari tangannya, dia seorang lelaki yang
berbadan kuat, di Demaskus dia sering mengingkari kemungkaran dan memecahkan
serta menghancurkan alat-alat musik”.[11]
Imam Nawawi berkata: Dan ketahuilah
bahwa bab ini, yaitu bab tentang pembahasan amar ma’ruf nahi mungkar telah
banyak disia-siakan dalam masa yang panjang, dan tidak ada yang tersisa pada
zaman sekarang ini kecuali wujud yang sangat kecil, perkara ini sangat agung,
di mana suatu perkara bisa tegak dan berdiri dengannya, apabila keburukan telah
merajalela maka siksa akan merata baik bagi orang yang shaleh dan buruk, dan
jika mereka tidak mencegah kemungkaran maka Allah akan meratakan mereka dengan
siksa dari-Nya:
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ
أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
maka hendaklah orang-orang yang
menyalahi perintah
Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab
yang pedih. (QS. Al-Nur: 62)
Maka
hendaklah orang yang menghendaki akherat dan berusaha mencari redha Allah SWT
untuk memperhatikan masalah ini, sebab manfaatnya sangat besar, terlebih
sebagian besarnya sudah menghilang, hendaklah dia mengikhlaskan niatnya karena
Allah, janganlah sekali-kali dia merasa takut terhadap orang yang diingkari
karena jabatannya yang tinggi, sebab Allah SWT berfirman:
وَلَيَنصُرَنَّ
اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya Allah pasti menolong
orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi
Maha Perkasa. (QS. Al-Hajj; 40)
Dan hendaklah diketahui bahwa
pahala akan didapatkan seukuran dengan usaha yang dikeluarkan, dan jangan pula
dia meninggalkannya karena ikatan perasahabatan, faktor kecintaan atau mencari
muka di hadapannya dan tetap dalam jabatan, sebab hubungan persahabatan,
kecintaan menuntut kehormatan dan hak, di antara haknya adalah menasehati dan memberikan
petunjuk bagi temannya tersebut kepada kemaslahatan akherat dan
menyelamatkannya dari keburukan kemungkaran, dan teman yang sebenarnya bagi
seseorang adalah orang yang berusaha dalam mengarahkan seseorang menuju akherat
sekalipun hal tersebut mengakibatkan mengurangnya bagian dunia darinya ...”.[12]
Segala puji bagi Allah SWT
Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi
kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.
[1]
Tafair Ibnu Katsir: 1/396
[2]
Al-Jami’ liahkamil Qur’an: 4/173
[3]
Tafair Ibnu Katsir: 2/259 dan dia berkata: Sanadnya jayyid.
[4]
Shahih Muslim: 1/69 no: 49
[5]
Al-Fatawa: 28-65-66
[6]
Shahih Bukhari: 2/458 no: 3346 dan shahih Muslim: 4/2208 no; 2880
[7]
Sunan Abi Dawud: 4/122 no; 4338
[8]
A’lamul Muwaqqi’in: 3/4,5
[9]
Al-Siar: 7/259
[10]
Al-Siar: 7/259
[11]
Al-Siar: 21/454
[12]
Syarah shahih Muslim: Imam Nawawi: 1/24
Post a Comment