Wajibnya Ittiba'
Wajibnya Ittiba'
Kepada
Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam
Sebagai
Perwujudan
Syahadatain
Kita
bersyukur kepada Allâh Ta'âla atas segala nikmat yang telah dikaruniakan kepada
kita. Nikmat yang Allâh Ta'âla karuniakan kepada kita sangat banyak dan tidak
dapat kita hitung.
Allâh Ta'âla
berfirman:
قال
الله تعالى : ﴿ وَءَاتَىٰكُم مِّن كُلِّ مَا سَأَلۡتُمُوهُۚ وَإِن تَعُدُّواْ نِعۡمَتَ
ٱللَّهِ لَا تُحۡصُوهَآۗ إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَظَلُومٞ كَفَّارٞ ٣٤﴾ (سورة إبراهيم:
34)
Dan Dia telah memberikan kepadamu
(keperluanmu)
dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
Dan jika kamu menghitung nikmat Allâh, tidaklah dapat kamu menghitungnya.
dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya.
Dan jika kamu menghitung nikmat Allâh, tidaklah dapat kamu menghitungnya.
Sesungguhnya manusia itu, sangat zhalim
dan sangat mengingkari (nikmat Allâh)
(QS Ibrahim/14 : 34)
Menurut Imam Ibnul Qayyim rahimahullâh, nikmat terbagi menjadi dua. Pertama, nikmat mutlaqah(mutlak). Yaitu nikmat Islam, iman, hidup berlandaskan sunnah, terhindar dari marabahaya. Hal ini dilimpahkan oleh Allâh Ta'âla hanya kepada orang-orang mukmin yang mencintaiNya. Kedua, nikmatmuqayyadah (terbatas). Yaitu nikmat sehat, rizki, keturunan, makanan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Nikmat ini diberikan oleh Allâh, tidak hanya bagi kaum Mukminin, namun juga kepada orang-orang kafir dan munafiqin, sebagai bukti bahwa Allâh adalah Maha Pemurah kepada setiap hambaNya, baik yang taat maupun yang ingkar.
Kita wajib
bersyukur kepada Allâh Ta'âla atas nikmat yang telah diberikan kepada kita,
berupa nikmat Islam dan nikmat berada di atas Sunnah Nabi shallallâhu 'alaihi
wasallam yang mulia, serta nikmat ‘afiat dan keselamatan.
Setiap orang
yang meyakini Islam sebagai agamanya, pada hakikatnya telah menyatakan
persaksian dan pengakuannya dengan dua kalimat syahadat:
[ أشهد أن لا إله
الله إلا الله وأشهد أن محمد رسول الله ]
Aku bersaksi bahwa tiada ilah
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh,
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allâh
yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh,
dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allâh
Demikian juga halnya dengan orang yang hendak masuk Islam, maka dia wajib mengucapkan dua kalimat syahadat tersebut.
yang
berarti “aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar
kecuali Allâh”, mengandung makna (tidak ada yang berhak disembah
dengan benar kecuali hanya Allâh Ta'âla).[1]
Adapun makna:
[ وأشهد
أن محمدا رسول الله ]
adalah, tidak ada yang diikuti dengan benar
kecuali hanya Muhammad Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam. Oleh karena
itu, mengikuti selain Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam tanpa dalil,
berarti telah mengikuti kebatilan.
Allâh Ta'âla
berfirman :
قال الله تعالى : ﴿ ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ
إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَۗ قَلِيلٗا
مَّا تَذَكَّرُونَ ٣ ﴾ (سورة الأعراف: 3)
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari
Rabb-mu
dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya,
amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)
(QS al A’râf/7 : 3) [2]
dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya,
amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)
(QS al A’râf/7 : 3) [2]
قال الله تعالى : ﴿ فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا يَجِدُواْ فِيٓ أَنفُسِهِمۡ حَرَجٗا مِّمَّا قَضَيۡتَ وَيُسَلِّمُواْ تَسۡلِيمٗا ٦٥ ﴾ (سورة النساء: 65)
Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakikatnya)
tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu
sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.
Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(QS an Nisâ’/4: 65)
hingga mereka menjadikan kamu
sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan.
Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka
terhadap putusan yang kamu berikan,
dan mereka menerima dengan sepenuhnya.
(QS an Nisâ’/4: 65)
قال الله تعالى : ﴿ وَمَا كَانَ لِمُؤۡمِنٖ وَلَا مُؤۡمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمۡرًا أَن يَكُونَ
لَهُمُ ٱلۡخِيَرَةُ مِنۡ أَمۡرِهِمۡۗ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ ضَلَّ
ضَلَٰلٗا مُّبِينٗا ٣٦ ﴾
(سورة الأحزاب: 36)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin
dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allâh dan RasulNya Telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allâh dan RasulNya, maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS al Ahzâb : 36)
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila
Allâh dan RasulNya Telah menetapkan suatu
ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain)
tentang urusan mereka. Dan barangsiapa
mendurhakai Allâh dan RasulNya, maka sungguhlah
dia telah sesat, sesat yang nyata.
(QS al Ahzâb : 36)
Syahadat Muhammad Rasûlullâh mengandung konsekuensi sebagai berikut :
1-
Mentaati
yang diperintahkan oleh beliau shallallâhu 'alaihi wasallam.
Dalilnya
antara lain :
Barangsiapa
taat kepada Allâh dan RasulNya,
niscaya Allâh memasukkannya ke dalam surga
yang mengalir di dalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya;
dan itulah kemenangan yang besar.
(QS an Nisâ’:13)
niscaya Allâh memasukkannya ke dalam surga
yang mengalir di dalamnya sungai-sungai,
sedang mereka kekal di dalamnya;
dan itulah kemenangan yang besar.
(QS an Nisâ’:13)
2-
Membenarkan
yang beliau shallallâhu 'alaihi wasallam sampaikan.
Dalilnya antara lain :
Hai orang-orang yang beriman (kepada para
rasul),
bertaqwalah kepada Allâh dan berimanlah kepada Rasul-Nya... (QS al Hadîd : 28)
bertaqwalah kepada Allâh dan berimanlah kepada Rasul-Nya... (QS al Hadîd : 28)
3-
Menjauhkan
diri dari yang beliau shallallâhu 'alaihi wasallam larang. Dan apa
yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.
Dalilnya antara lain :
Dan bertakwalah kepada Allâh.
Sesungguhnya Allâh amat keras hukumannya.
(QS al Hasyr/59 : 7)
Dan bertakwalah kepada Allâh.
Sesungguhnya Allâh amat keras hukumannya.
(QS al Hasyr/59 : 7)
4-
Tidak
beribadah kepada Allâh Ta'âla melainkan sesuai dengan cara yang telah
disyariatkan. Dengan kata lain, kita wajib beribadah kepada Allâh Ta'âla
menurut petunjuk yang beliau shallallâhu 'alaihi wasallam syari’atkan.
Dalilnya antara lain : “Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku,
niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS Ali Imran : 31).[3]
niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS Ali Imran : 31).[3]
Sesungguhnya
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam diutus kepada jin dan manusia, dan kita
diperintahkan untuk beriman kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam dan
ittiba’ kepada beliau shallallâhu 'alaihi wasallam. Diutusnya Nabi Muhammad
shallallâhu 'alaihi wasallam merupakan nikmat yang besar bagi kaum Mukminin,
sebagaimana Allâh Ta'âla berfirman :
Sungguh, Allâh telah memberi karunia kepada
orang-orang yang beriman ketika Allâh mengutus di antara mereka seorang
Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat
Allâh, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al Kitab dan
al Hikmah.
Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi)
itu,
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(QS Ali ‘Imran/3 : 164)
mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.
(QS Ali ‘Imran/3 : 164)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullâh (wafat th. 728 H) berkata:
”Kebahagiaan itu disebabkan karena mengikuti
petunjuk Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam. Sedangkan kesesatan dan
celaka disebabkan menyalahi petunjuk Beliau shallallâhu 'alaihi wasallam.
Sesungguhnya, setiap kebaikan di alam semesta ini, baik yang sifatnya umum atau
khusus, sumbernya dari diutusnya Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi
wasallam. Begitu juga semua kejelekan di alam semesta yang menimpa manusia,
disebabkan penyimpangannya terhadap petunjuk Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wasallam dan tidak mengetahui apa yang dibawa beliaushallallâhu
'alaihi wasallam.
Bahwasanya kebahagiaan manusia dalam kehidupan
dunia dan akhirat disebabkan ittiba’ (mengikuti petunjuk Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wasallam). Risalah kenabian dibutuhkan oleh seluruh makhluk. Kebutuhan
mereka kepada diutusnya Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam di
atas seluruh kebutuhan. Diutusnya Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi
wasallam merupakan ruh bagi alam semesta, cahaya dan kehidupan.” [4]
Beliau
rahimahullâh juga berkata:
”Ar Risalah
(diutusnya Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam) merupakan kebutuhan yang
sangat penting untuk memperbaiki kehidupan seorang hamba dalam hidupnya ini di
dunia dan juga kelak di akhirat. Sebagaimana seorang hamba, dia tidak akan baik
untuk kehidupan akhiratnya melainkan dengan mengikuti risalah, yaitu risalah
Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wasallam. Sebagaimana juga seorang hamba, dia
tidak akan baik dalam kehidupan dunianya, melainkan dengan ittiba’ risalah. Sesungguhnya
manusia sangat membutuhkan agama ini, karena dia hidup di antara dua gerak;
(yaitu) gerak yang mendatangkan manfaat baginya dan gerak yang dapat menolak
bahaya baginya.
Adapun syar’iat
itu, adalah cahaya yang dapat menjelaskan apa-apa yang bermanfaat baginya dan
apa-apa yang berbahaya. Syari’at Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
shallallâhu 'alaihi wasallam untuk menjelaskan apa-apa yang bermanfaat bagi
manusia, dan menjelaskan pula tentang apa yang berbahaya. Dan syari’at ini
adalah cahaya Allâh Ta'âla di muka bumi ini, merupakan keadilan Allâh Ta'âla di
antara hamba-hambanya, dan benteng Allâh Ta'âla yang sangat kokoh. Barangsiapa
yang masuk ke dalamnya, maka dia akan aman.
Yang dimaksud
dengan syari’at ini, bukan hanya sekedar membedakan yang bahaya dan manfaat
dengan perasaan. Sebab kalau hanya dengan perasaan, maka hewan pun bisa
membedakannya, keledai dan unta pun bisa membedakannya. Bahkan unta dapat
membedakan debu dengan tepung. Tetapi yang dimaksud disini, ialah membedakan
antara manfaat iman, tauhid, keadilan, kebaikan, jujur, amanah, sabar, amar
ma’ruf nahi munkar, silaturahmi, berbuat baik kepada kedua orang tua dan
tetangga, memenuhi hak, mengikhlaskan amal semata-mata karena Allâh, tawakal
kepadaNya, ridha dengan qadha dan qadharNya, tunduk kepada hakNya, taat kepada
perintahNya, loyal kepada wali-wali Allâh Ta'âla dan memusuhi musuh-musuhNya,
dan seterusnya.”[5]
Apa yang kalian
sembah? Dan bagaimana kalian menjawab seruan atau mengikuti para rasul? Imam
Ibnul Qayyim, dalam muqadimmah kitabnya, Zâdul Ma’ad fi Hadyi Khairil ’Ibad,[6]
beliau menjelaskan tentang makna dua kalimat syahadat :
[ أشهد أن لا إله
الله إلا الله وأشهد أن محمد رسول الله ]
yang berarti
aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allâh
Ta'âla. Dengan kalimat ini, Allâh Ta'âla menegakkan bumi dan langit, Allâh
Ta'âla menciptakan seluruh makhluk dan mengutus seluruh rasul. Dengan kalimat
ini, Allâh Ta'âla menurunkan kitab-kitab-Nya, Allâh Ta'âla menetapkan
syariat-syariat-Nya.
Dan dengan
kalimat ini, Allâh Ta'âla menegakkan timbangan-Nya dan meletakkan semua catatan
amal. Dan dengannya manusia digiring ke surga atau ke neraka. Dengan kalimat
ini, manusia terbagi menjadi dua. Yaitu mukminin (orang-orang yang beriman) dan
kufar (orang-orang yang kafir), orang-orang yang baik dan yang jahat.
Kalimat ini
merupakan sumber dari ciptân dan perintah, ganjaran dan siksa. Kalimat ini
merupakan kalimat yang hak, yang dengannya Allâh Ta'âla menciptakan seluruh
makhluk. Dan tentang kalimat inilah (dan kewajibannya terhadap kalimat inilah),
manusia akan dihisab. Dengan kalimat ini, kiblat dan agama ini ditegakkan,
dihunusnya pedang dan ditegakkannya jihad fi sabilillah. Dan ia merupakan hak
Allâh Ta'âla yang wajib dipenuhi oleh seluruh hambaNya.
Kalimat Lâ ilaha illallâh,
merupakan kalimat Islam, dan kunci untuk masuk ke surga. Dengan kalimat ini,
seluruh makhluk yang pertama dan terakhir akan ditanya oleh Allâh Ta'âla, serta
tidak akan bergeser kedua kaki hambaNya pada Hari Kiamat di hadapan Allâh
Ta'âla, sehingga dia ditanya oleh Allâh Ta'âla tentang dua masalah :
1-
Pertama,
ماذا كنتم تعبدون ؟ (apa yang kalian sembah?).
2-
Kedua,
ماذا أجبتم المرسلين ؟ (bagaimana
kalian memenuhi panggilan para utusan-Ku (Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi
wasallam)?
Jawaban yang pertama, yaitu dengan mengimani
kalimat Lâ ilaha illallâh, dengan mengucapkannya, memahami maknanya
dan mengamalkannya. Jawaban yang kedua, yaitu dengan mengimani bahwa Muhammad
adalah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam, dengan mengucapkannya dan
meyakininya, dengan mentaati dan tunduk kepada beliau shallallâhu 'alaihi
wasallam.
Dan aku
bersaksi bahwasanya Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wasallam adalah orang yang amanah atas wahyu yang diturunkan Allâh
Ta'âla kepadanya. Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam adalah seorang yang
terbimbing dari seluruh makhluk yang ada. Dan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi
wasallam sebagai utusan Allâh Ta'âla kepada para hamba-Nya.
Beliau
shallallâhu 'alaihi wasallam diutus dengan membawa agama yang lurus, dengan
manhaj yang lurus, sebagai rahmat bagi sekalian alam, sebagai imam bagi
orang-orang yang bertaqwa, sebagai hujjah (bukti) kebenaran atas seluruh
makhlukNya. Allâh Ta'âla mengutus beliau shallallâhu 'alaihi wasallam ketika
terjadi masa kekosongan para Rasul. Allâh Ta'âla tunjuki dengannya jalan yang
paling lurus, dan jalan yang paling jelas. Allâh Ta'âla wajibkan atas seluruh
hambaNya untuk mentaati, menolong, membantu, menghormati, mencintai beliau
shallallâhu 'alaihi wasallam dan menegakkan hak-hak atas beliau shallallâhu
'alaihi wasallam.
Semua jalan
akan ditutup oleh Allâh, kecuali jalan yang ditempuh oleh Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam. Tidak ada jalan yang dapat membawa seseorang
masuk ke dalam surga, kecuali dengan mengikuti jalan yang ditempuh Rasûlullâh
shallallâhu 'alaihi wasallam. Allâh Ta'âla menjadikan kerendahan dan kehinân
bagi orang-orang yang menyelisihi jalan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi
wasallam, sebagaimana sabda beliau shallallâhu 'alaihi wasallam:
" Aku diutus dengan pedang di hadapan Kiamat, sehingga Allâh disembah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dijadikan kehinân dan kerendahan bagi orang-orang yang menyalahi perintahku.
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, II/50, 92; sanadnya hasan, dari sahabat Ibnu Umar radhiyallâhu'anhu.
Dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalany dalam Fathul Bari, VI/98)
" Aku diutus dengan pedang di hadapan Kiamat, sehingga Allâh disembah semata, tidak ada sekutu bagiNya, dan dijadikan rizkiku di bawah naungan tombakku, dijadikan kehinân dan kerendahan bagi orang-orang yang menyalahi perintahku.
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka". (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya, II/50, 92; sanadnya hasan, dari sahabat Ibnu Umar radhiyallâhu'anhu.
Dihasankan oleh al Hafizh Ibnu Hajar al Asqalany dalam Fathul Bari, VI/98)
Di dalam muqadimah kitab tersebut (Zadul Ma’ad), Ibnul Qayyim rahimahullâh menjelaskan secara tuntas tentang makna dua kalimat syahadat. Beliau menegaskan, setiap makhluk akan ditanya oleh Allâh Ta'âla tentang dua masalah besar dan penting. Yaitu, apa yang kalian sembah, dan bagaimana kalian memenuhi panggilan para utusanKu (Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam)?
Disebutkan
dalam firman Allâh Ta'âla:
Maka sesungguhnya, Kami akan menanyai
ummat-ummat
yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka,
dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami)
(QS al A’râf : 6)
yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka,
dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami)
(QS al A’râf : 6)
Firman Allâh Ta'âla:
Dan (ingatlah) hari (di waktu) Allâh menyeru
mereka, seraya berkata: “Bagaimana jawabanmu terhadap seruan
para Rasul?”
(QS al Qashash : 65)
(QS al Qashash : 65)
Ayat ini menjelaskan tentang bagaimana seharusnya kita beribadah kepada Allâh Ta'âla? Apakah kita mentauhidkan Allâh Ta'âla dalam beribadah? Apakah kita mengikhlaskan setiap amal ibadah karenaNya? Hal ini merupakan perkara besar yang akan ditanyakan oleh Allâh kepada seluruh hambaNya. Adapun pertanyân yang kedua, apakah kita ittiba‘ (mengikuti/meneladani) Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam ataukah tidak? Hal inipun merupakan pertanyaan besar yang akan ditanyakan Allâh Ta'âla kepada seluruh hambaNya pada Hari Kiamat. Oleh karenanya, wajib bagi kita untuk ittiba‘ kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wasallam. Billahi taufiq.
[1] Dijelaskan
oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullâhdalam kitab al
Ushul ats Tsalatsah tentang makna Muhammadur Rasulullah.
[2] Al Qaulul
Mufiid fi Adillati Tauhid, hlm. 35, oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab bin
‘Ali al Yamani al Wash-shaabi al ‘Abdali, Cet. VII, Maktabatul Irsyaad- Shan’a,
Th. 1422 H.
Post a Comment