Adab Bertetangga
Adab
Bertetangga
·
Nabi Muhammad bersabda:
خَيْرُ اْلأَصْحَابِ عِنْدَ اللهِ خَيْرُهُمْ
لِصَاحِبِهِ وَخَيْرُ اْلِجيَْرَانِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ
“Sebaik-baik
sahabat di sisi Allah, orang yang paling baik (prilakunya) bagi sahabatnya dan
sebaik-baik tetangga adalah orang yang baik (akhlaqnya) terhadap tetangganya”. [1]
Dan diharamkan berbuat zalim atasnya baik dengan
perkataan dan perbuatan, berdasarkan sabda Nabi:
وَاللهِ لاَيُؤْمِنُ وَاللهِ لاَيُؤْمِنُ وَاللهِ
لاَيُؤْمِنُ قَالُوْا مَنْ يَارَسُوْلَ اللهِِ؟ قَالَ: مَنْ لاَ يَأْمَنُ جَارَهُ
بَوَائِقَهُ
“Demi Allah tidak beriman, “Demi Allah tidak beriman, “Demi
Allah tidak beriman. Para shahabat bertanya siapakah mereka wahai Rasulullah?
“Yaitu orang yang tidak memberikan rasa aman bagi tetangganya dari kejahatan
dirinya”.[2]
·
Tetangga yang terdekat, yang rumahnya
berdempetan (denganmu) mempunyai hak
yang lebih besar dari tetangga yang lebih jauh, dari Aisyah radhiallahu anha
menceritakan: Aku bertanya: Wahai Rasulullah SAW aku mempunyai dua orang tetangga, siapakah
yang paling berhak aku berikan hadiahku baginya? “Kepada tetangga yang.[3]
·
Tidak melarang tetangganya menancapkan atau mendirikan
kayu pada dindingnya untuk membangun sebuah ruang atau yang lainnya,
berdasarkan sabda Nabi:
لاَ يَمْنَعُ جَارٌ جَارَهُ أَنْ يَغْرِزَ خَشَبَةً
فِي جِدَارِهِ
Dengan syarat tidak memudaratkan orang lain dan tidak ada
jalan lain kecuali dengan cara seperti itu, kemudian Abu Huriarah, perawi
hadits berkomentar: Mengapa saya melihat kalian berpaling darinya! Demi Allah
saya akan melemparnya pada pundak-pundak kalian”.
·
Diharamkan menyakiti tetangga, berdasarkan
sabda Nabi Muhammad SAW:
مَنْ كَانَ يُؤْمِِنُ
بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يُؤْذِ جاَرَهُ
“Barangsiapa yang beriman keapda Allah dan
hari akhir maka hendaklah dia tidak menyakiti tetangganya”.[5]
·
Memberinya makan dan minum dengan apa yang
engkau makan dan minum.
·
Tidak menyebarkan rahasianya, menundukkan
padangan di hadapan mahromnya dan memberikan hadiah baginya.
·
Memberikan ucapan selamat baginya dalam
kesenangan dan menghiburnya dalam kesusahan.
·
Tidak menutup pintu bagi tetangganya. Dari
Ibnu Umar radhiallahu anhu berkata: “Sungguh
telah datang kepada kita suatu zaman, di mana kita merasa bahwa tidak ada yang
lebih berhak menikmati uang dinar dan
dirham yang dimilikinya dari saudaranya semuslim, namun sekarang, uang dinar
dan dirham yang dimilikinya lebih dicintainya dari saudaranya semuslim” Aku
mendengar Rasulullah SAW bersabda:
·
كَمْ مِنْ جَارٍ مُتَعَلِّقٌ بِجَارِهِ
يَقُوْلُ يَارَبِّ سَلْ هذَا َأغْلَقَ عَنِّي بَابَهُ وَمَنَعَنِي فَضْلَهُ
“Sungguh banyak tetangga yang bergantung
pada tetangganya, dia berkata: Wahai Tuhanku, tanyalah dia! Orang ini telah
menutup pintunya dariku dan menahan kelebihan hartanya dariku”.[6]
·
Seseorang tidak sepantasnya kenyang sementara
tetangganya kelaparan, berdasarkan sabda Nabi:
لَيْسَ اْلمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ
وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
“Bukanlah seorang yang mu’min orang yang merasa kenyang
sementara tetangganya kelaparan di sampingnya”.[7]
·
Tidak meninggikan bangunan tembok (melebihi
bangunan rumah tetangga) sehingga tidak menghalangi sinar matahari dan hembusan
angin, dan tidak pula menzaliminya dengan menghilangkan atau merubah
bangunannya; sebab hal tersebut bisa menyakitinya.
·
Menasehati, mengarahkannya pada kebaikan,
menyerunya pada perbuatan ma’ruf dan mencegahnya dari kemungkaran dengan penuh
hikmah, mau’izhah hasanah tanpa maksud membeberkan kesalahan atau
mengucilkannya, dan tidak mencari-cari kesalahannya, senang dengan
kekhilafannya, serta menutup diri dari kekeliruan dan kesalahannya.
·
Bersabar atas prilaku tetangga yang menyakiti
dirinya, Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ عَزَّوَجَلَّ يُحِبُّ ثَلاَثَةً
ويُـبْغِضُ ثَلاَثَةً –وَذَكَرَ مِنْهُمْ-رَجُلاً كَانَ لَهُ جَارٌ وَيُؤْذِيْهِ
وَيَصْبِرُ عَلىَ أَذَاهُ حَتَّى يَكْفِيَهُ اللهُ إِياَّهُ يِحَيَاةٍ أَوْ مَوْتٍ
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai tiga hal
dan membenci tiga hal: Di antara yang disebutkan adalah seorang lelaki yang
mempunyai tetangga yang selalu menyakitinya namun dia tetap bersabar atas
prilaku buruknya sampai Allah mencukupkannya dari tetangganya baik saat hidup
atau setelah kematian “.[8]
·
Dibolehkan menangisi orang yang sakit, maka
orang yang mati lebih utama, akan tetapi tangisan yang tidak mengarah pada
meratapinya, Rasulullah SAW menangis saat masuk kepada Sa’ad bin Ubadah
RA saat mendapatkannya sakit.[9]
·
Berdo’a dengan kebaikan bagi orang yang sedang sakit,
sebab malaikat mengaminkan atas ucapannya, seperti yang dijelaskan dalam hadits
Ummu Salamah radhiallahu anha, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
إِذَا حَضرْتُمْ اْلَمرِيْضَ أَوْ اْلَميِّتَ
فَقُوْلُوْا خَيْرًا فَإِنَّ اْلَملاَئِكَةَ يُؤَمِّنُوْنَ عَلىَ مَا
تَقُوْلُوْنَ. قَالَتْ:فَلَمَّا مَاتَ أَبُوْ سَلَمَةَ أَتَتِ النَّـبِيَّ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَارَسُـوْلَ اللهِ إِنَّ أَبَا سَلَمَةَ قَدْ
مَاتَ قَالَ قُوْلِي: اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى
حَسَنَة. قَالَتْ فَقُلْتُ: فَأَعْقَِبَنِي اللهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ لِي مِنْهُ
مُحَمَّدٌ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Apabila kalian menghadiri orang yang sedang sakit atau mati
maka katakanlah yang baik, sesungguhnya malaikat mengaminkan apa yang kalian
katakan. Ummu Salamah
menceritakan: Pada saat Abu Salamah meninggal dunia, dia mendatangi Nabi
Muhammad SAW dan memberitahukan: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Abu
Salamah telah meninggal dunia. Lalu Rasulullah SAW mengatakan: Bacalah
do’a ini:
اَللّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَلَهُ
وَأَعْقِبْنِي مِنْهُ عُقْبَى حَسَنَة
(Ya Allah berikanlah ampunan bagiku dan baginya serta
berikanlah bagiku ganti yang baik)
Lalu Allah memberikan ganti yang lebih baik bagiku
Muhammad SAW. Dan berdo’a bagi orang yang sakit tersebut dengan do’a
yang telah disyari’atkan, seperti:
لاَبَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ
َاللّهُم َاشْـفِ فُلاَنًا
أَسْأَلُ اللهَ اْلعَظِيْمَ رَبَّ
اْلعَرْشَ اْلعَظِيْم َأَنْ يَشْفِيَكَ
(Aku
mohon kepada Allah, Yang Maha Besar, Tuhan Arsy yang besar, agar Dia berkenan
menyembuhkanmu) dibaca 7x.
·
Meletakkan tangan di atas tubuh orang yang
sakit tersebut sebab Nabi Muhammad SAW jika menjenguk orang yang sakit
beliau meletakkan tangannya pada tubuh yang sakit, lalu membaca: بِسْمِ اللهِ[12]
·
Meruqyah orang yang sakit tersebut:
-
Meruqyahnya dengan Al-Mu’awwidzat, dari Aisyah, Ummul
Mu’minin radhiallahau anha menceritakan bahwa apabila salah seorang keluarga
Rasulullah SAW sakit maka beliau meniupnya dengan membaca
Al-Mu’awwidzat...([13])[14]
أَذْهِبِ اْلبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ اشْفِ أَنْتَ
الشَّافِي لاَ شِـفَاءَ إِلاَّ شِـفَاءُكَ شِـفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
“Hilangkanlah
penyakit, wahai Tuhan manusia, sembuhkanlah hanya Engkaulah yang menyembuhkan tidak ada
kesembuhan kecuali kesembuhan yang Engkau kehendaki kesembuhan yang tidak
meninggalkan penyakit”.[16]
بِسْمِ اللهِ أُرْقِيْكَ مِنْ كُلِّ شـَرٍّ يُؤْذِيْكَ مِنْ شَـرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْعَيْنٍ حَاسِدٍ
اللهُ يَشْفِيْكَ بِاسْمِ اللهِ أُرْقِيْكَ
“Dengan
nama Allah aku meruqyahmu dari setiap kejahatan yang menyakitimu, dari setiap
kejahatan jiwa atau mata yang dengki, Allahlah yang menyembuhkanmu dengan nama
Allah aku meruqyahmu”.[17]
·
Menjenguk seseorang tidak mesti dilakukan
pada saat orang yang sakit mengetahui siapa yang menjenguknya, menjenguk
seseorang disyari’atkan sekalipun orang yang sakit tersebut pingsan, demi
mendapatkan keberkahan do’anya dan tangannya yang diletakkan pada tubuh orang
yang sakit tersebut, lalu mengusap dan meniupnya dengan bacaan Al-Mu’awwidzat
dan yang lainnya.[18]
Dari Jabir bin Abdillah RA berkata: Aku ditimpa suatu penyakit lalu Rasulullah SAW
bersama Abu Bakar datang menjengukku dengan berjalan kaki, mereka mendapatiku
sedang pingsan, lalu Nabi Muhammad SAW menuangkan air wudhu’nya
kepadaku, akhirnya aku tersadar dan tiba-tiba Beliau sudah ada dihadapanku, aku
bertanya: Wahai Rasulullah! Apakah yang mesti aku lakukan dengan hartaku? Apakah yang
mesti aku perbuat pada hartaku? Namun beliau tidak menjawabku sehingga turun
ayat-ayat tentang pembagian warisan”.[19]
·
Termasuk bentuk menyerupai prilaku Yahudi dan Nashrani
adalah memberikan bunga kepada orang yang sakit.
·
Mengajarkan ucapan syahadat bagi orang yang sedang sakit,
saat ajal menjemput, lalu menutup matanya dan berdo’a baginya jika telah
meninggal dunia.
·
Dianjurkan menjenguk orang yang sedang sakit
pada permulaan sakitnya, berdasarkan sabda Nabi: Apabila sakit maka
jenguklah dia”.[20]
·
Tidak dianjurkan memaksa
orang yang sedang sakit untuk makan atau minum dengan makanan dan minuman
tertentu.[21]
[1] HR. Turmudzi no: 1944.
[2] HR. Muslim no: 2625.
[3] HR. Bukhari no: 6020.
[4] HR.
Bukahri no: 2463, Muslim no: 1609.
[5] HR.
Bukhari no: 9018, Muslim no: 47.
[6] HR.
Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 111, Alsilsilatus Shahihah no: 2646.
[7]
Al-Silsilatus Shahihah no: 1/149.
[8]
Dishahihkan oleh Albani dalam Shahihut Targib no: 2569.
[9] HR.
Bukhari no: 1304 dan Muslim no: 924.
[10] HR.
Bukahri no: 3616.
[11] HR.
Bukhari 5659, Muslim no: 1628.
[12] Ibnu
Hajar berkata di dalam kitab Fathul Bari
10/126 diriwayatkan oleh Abu Ya’la dengan sanad yang baik.
[13] HR.
Bukhari no: 5748 Muslim no: 2192.
[14]
Al-Hafiz Ibnu Hajar berkata: Yang dimaksud dengan Al-Mu’awwidzat adalah surat Al-falaq dan Qul
a’udzu bi robbi nnas dan dijama’kan sebab jumlah minimal bagi jama’ adalah
dua. Atau dijadikan bentuk jama’ karena yang dimaksud adalah kalimat yang
terdapat di dalam dua surat tersebut, dan bisa
jadi maksud dari Al-Muawwidzat adalah dua surat
di atas ditambah dengan surat
Al-Ikhlash dan inilah yang biasa terjadi. Pendapat inilah yang dipegang. Fathul
Bari 7/738.
[15] HR.
Bukhari no: 2276, Muslim no: 2201.
[16] HR.
Bukhari no: 2276 dan Muslim no: 2201.
[17] HR.
Muslim no: 2186.
[18] Fathul
Bari 10/119
[19] HR.
Bukhari no: 5651, Muslim no: 1616.
[20]
Dishahihkan oleh Albani dalam Shahihul Jami’ no: 3151.
[21]
Al-Adabus Syar’iyah 2/344.
Post a Comment