Akar Kesyirikan Dalam Asma dan Shifat Allah Ta'ala
Akar Kesyirikan Dalam Asma dan Shifat Allah Ta'ala
Segala
puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa
ta’alla, kami memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,
kami berlindung kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla dari kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.
Barangsiapa yang -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya,
dan barangsiapa yang -Dia sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya
petunjuk.
Aku
bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali
Allah Shubhanahu wa ta’alla semata,
yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi bahwasannya Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:
Kapan Dan
Bagaimana Kesyirikan Bisa Terjadi Di
Umat Ini:
Sesungguhnya
diantara kenikmatan yang diberikan kepada umat ini oleh Allah azza wa jalla
ialah tatkala diutusnya Muhammad Shalallahu
'alaihi wa sallam sebagai seorang utusan pada bangsa manusia dan bangsa
Jin, disaat terjadi masa kekosongan para rasul.[1]
Dimana saat itu penduduk bumi berada dalam kesesatan, baik orang Arabnya maupun
non Arab melainkan segelintir saja orang yang selamat dari kalangan ahli kitab.[2] Manusia
pada saat itu terbagi menjadi dua kelompok, ada yang sebagai ahli kitab, yang
masih berpegang teguh dengan kitab yang sudah dirubah ataupun telah di hapus,
mengamalkan agama yang sebagianya tidak jelas, lalu sebagiannya lagi
ditinggalkan. Atau menjadi kelompok kedua yaitu sebagai orang yang umi, baik
dari kalangan orang Arab maupun non Arab.
Selanjutnya
ada diantara mereka yang berusaha untuk mencari agama lurus, yang bisa
dijadikan sebagai pegangan hidup. Akan tetapi, mayoritas dari mereka lebih senang
untuk beribadah kepada segala perkara yang dianggap baik, dan mengira mampu
memberi manfaat pada dirinya. Baik berupa Jin atau patung atau kubur atau
berhala atau pun yang lainnya. Manusia pada zaman Jahiliah betul-betul dalam
kebodohan, mereka mengira bahwa ucapannya adalah ilmu namun kenyataannya adalah
kebodohan, mereka mengerjakan sesuatu yang dikiranya baik, namun, ternyata
buruk, melakukan ritual ibadah yang dikira datang dari sisi Allah Shubhanahu wa ta’alla, tapi, ternyata
hanya sekedar perbuatan yang dihiasi oleh setan dan keinginan hawa nafsu
belaka, yang mereka dapati telah turun temurun dikerjakan oleh nenek moyangnya.
Selanjutnya
Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi
hidayah umat manusia dengan di utusnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam. Hidayah yang meninggikan para
pemiliknya, memecahkan problematika para pencarinya. Dengannya Allah Shubhanahu wa ta’alla membuka mata yang
buta, telinga yang tuli, dan hati yang terkunci. Setelah melalui perjuangan
keras untuk memerangi mereka, berjibaku dengannya, dengan penuh kelembutan dan
sikap yang bijak, dengan ilmu dan hujah yang menghujam bagi orang yang sombong
dan ingkar. Bukti yang menunjukan hal itu ialah sikap orang kafir Quraisy
bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, hingga akhirnya beliau hijrah ke kota Madinah.
Lalu
datanglah pertolongan Allah Shubhanahu wa
ta’alla setelah itu, diteguhkan perkaranya, dan dijadikan tegak agamanya.
Masa pertolongan -Nya pun datang, hingga akhirnya manusia masuk kedalam agama
Islam berbondong-bondong, Allah Shubhanahu
wa ta’alla menyatukan mereka diatas agama Islam, sebagai agama tauhid,
milahnya Ibrahim yang lurus, setelah sebelumnya mereka ditimpa permusuhan,
pertengkaran dan peperangan. Runtuhnya dekadensi moral, akhlak, agama dan
keyakinan.
Allah
Shubhanahu wa ta’alla menjadikan
hati-hati mereka saling menyayangi, dengan sebab limpahan nikmat -Nya mereka
berubah menjadi bersaudara. Patung dan berhala dihancurkan, menghapus segala
peribadatan kepada berhala dengan corak dan ragamnya. Patung-patung
dimusnahkan, kuburan orang sholeh diratakan, semua peribadatan kepada selain
Allah Shubhanahu wa ta’alla
dimusnahkan, semisal kepada kubur, pepohonan, batu, berhala, patung, serta
arca, yang semuanya merupakan sesembahan batil.
Setelah
itu, mulailah akal mampu berpikir secara cerdas, yang tadinya terbelenggu dalam
gurat kebodohan, dan selalu terbelakang, terus merangkak naik pada pemahaman
tauhid, yang tadinya berada dalam kubangan syirik, selanjutnya hati mereka
berubah senantiasa mengarah kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, baik itu seorang nabi
yang diutus, atau seorang malaikat terdekat sekalipun, hingga akhirnya Allah Shubhanahu wa ta’alla menyempurnakan
perkara agamanya, meninggikan kalimat -Nya, lalu seluruh nya berubah menjadi
agama -Nya.
Manakala
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
menyempurnakan nikmat kepada nabi -Nya beserta umatnya, menampakan kebenaran
yang dibawanya, menerangkan jalan yang mengantarkan pada surga -Nya, maka Allah
Shubhanahu wa ta’alla memanggil
beliau, pertanda tugas sudah selesai, lalu agama yang ditinggalkan dalam
peradaban dan kemajuan yang tinggi, mampu mengungguli seluruh umat yang lain,
untuk membuktikan bahwa agama yang hak adalah miliknya Allah azza wa jalla.
Selanjutnya
estafet kepemimpinan agama dipegang oleh para sahabat radhiyallahu 'anhum,
mereka adalah generasi yang mengambil sumber metode beragama, beramal sholeh
dan keyakinannya langsung dari Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam, kehidupan mereka adalah murni untuk kemuliaan Islam,
sedikit maupun banyak. Sungguh, al-Qur'an turun dengan menggunakan bahasa
mereka sehingga mereka bisa memahami apa yang di inginkan oleh Allah ta'ala.
Sekali membutuhkan penjelasan maka Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam segera menjabarkan dengan sunahnya.
Selanjutnya,
pada masa khilafah Abu Bakar dan Umar manusia berada pada satu umat dengan
agama yang teguh lagi kokoh, manakala pintu fitnah terdobrak dengan terbunuhnya
Umar secara syahid, dilanjutkan syahidnya Utsman oleh para gembong penggerak
fitnah, mulailah masing-masing bebas berpendapat, fitnahpun terus berlanjut,
terjadilah perang Jamal, kemudian perang Shifin, muncullah sekte Khawarij yang
mengkafirkan sederat nama dari tokoh-tokoh sahabat, berbarengan dengan itu
muncul pula sekte syi'ah Rafidah dan Nawashib.
Faktor
yang menyebabkan hal itu ialah berawal dari peristiwa sebelumnya, konon di
zaman Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam, disana sudah berdiri dua negera adi kuasa yang saling bersaing satu
sama lainnya, yaitu Persia dan Romawi. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menenggelamkan kekuasaanya, singgasana mereka
diberangus oleh tangan-tangan perkasa para sahabat, tepatnya pada masa khalifah
rasyid Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu. Maka tatkala kekuasaan Islam hampir
mengusai seluruh penjuru dunia, mulai benua Asia, Afrika, serta yang lainnya.
Maka banyak diantara penduduknya yang harus rela berada dibawah kekuasaan Islam
baik senang maupun benci. Sedangkan dimasing-masing negeri yang berhasil
ditaklukan tersebut sebelumnya telah mempunyai agama yang berbeda-beda, ada
agama Yahudi, Nasrani, Majusi serta agama besar lainnya.
Dan
diantara umat-umat yang berhasil ditaklukkan oleh kaum muslimin adalah kaum
yang mempunyai peradaban dan kekuasaan militer besar, semisal Majusi dan
Romawi. Sehingga ada diantara mereka yang merasa sombong dan anti untuk tunduk
dibawah hukum Islam dan kekuasaan kaum muslimin, apalagi bila mereka mengetahui
kalau sebelumnya orang Arab adalah kaum rendahan dan paling terbelakang, tidak
pernah diperhitungkan sama sekali dalam dunia peradaban pada saat itu.
Seperti
yang dilakukan oleh orang Yahudi diawal munculnya, mereka berusaha untuk
menentang Islam dan Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam dengan berbagai macam trik dan cara, berusaha untuk
menghabisi nyawa nabi dan para tokoh yang membawa ajarannya, dengan segala
macam cara, membikin tipu daya, berbuat makar, serta usaha-usaha pembunuhan
lainnya. Mereka pura-pura masuk Islam dengan tujuan ingin merusak dari dalam,
membikin barisan kaum muslimin tercerai berai, karena dianggap tidak mudah,
maka mereka mulai mengatur strategi, menggunakan metode yang jitu, bila perlu
mereka akan membuka kesempatan kerjasama dengan sesama musuh Islam lainya,
bersekutu bersama kaum Majusi maupun Nasrani, India atau yang lainnya. Mereka
mengatur target setiap kelompok mempunyai tugas untuk merusak aqidah kaum
muslimin, dengan didasari sebuah slogan bahwa mereka tidak mungkin untuk
menyerbu kaum muslimin secara langsung kecuali dengan cara merusak aqidah
mereka terlebih dahulu.
Mulailah
hasil kerja sama tersebut nampak membuahkan hasil, sedikit demi sedikit namun
pasti, Khalifah Rasyid Umar bin Khatab radhiyallahu 'anhu berhasil dibunuh oleh
orang Majusi, yang barangkali itu hasil dari perundingan dan kerja sama antara
Yahudi dan Majusi. Kemudian khalifah selanjutnya juga mati terbunuh, oleh para
pemberontak, yang diotaki oleh para tokoh-tokoh Yahudi dan Majusi.[3]
Secara tegas Imam Ibnu Hazm mengemukakan hal diatas dalam sebuah pernyataannya,
beliau mengatakan, "Akar masalah dari banyaknya kelompok yang berafiliasi
keluar dari agama Islam ialah bermula dari Persia yang sebelumnya memiliki
kerajaan yang luas, mampu menguasai banyak kaum, mengklaim paling berkuasa,
hingga mereka menamai dirinya sebagai bangsa merdeka tanpa intervensi dari yang
lain, bahkan mereka menganggap seluruh umat adalah hamba sahayanya. Maka
tatkala Allah Shubhanahu wa ta’alla
menurunkan bencana dengan membumi hanguskan negeri mereka tanpa tersisa
kerajaanya melalui tangan-tangan perkasa orang Arab, sedang kaum Arab adalah
komunitas yang tidak diperhitungkan sama sekali, mulailah sesak dada mereka,
musibah yang dirasakan seakan berlipat-lipat, makanya mereka membikin tipu daya
untuk bisa memerangi Islam, dalam segala kondisi dan waktu, setelah itu mereka
punya ide bahwa makar akan lebih berhasil dari memusuhi.
Lalu
sebagian diantara mereka ada yang pura-pura masuk Islam, dengan memakai jubah
tasyayu', dirinya menampil sebagai sosok yang mencintai keluarga Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, mencuatkan
bahwa Ali bin Abi Thalib telah dizalimi oleh para sahabat lainnya[4].
Selanjutnya mereka menempuh segala sarana, hingga mereka berhasil mengeluarkan
pemeluknya dari agama Islam. Lalu ada sekelompok mereka yang menyempalkan kedalam aqidah kaum muslimin keyakinan adanya
seorang maksum yang ditunggu-tunggu akan keluar sebagai Imam Mahdi, yang akan
membawa agama hakiki, oleh karena itu tidak boleh mengambil agama dari
orang lain diluar kelompoknya yang
dianggap kafir.
Lalu
ada kaum yang mengaku sebagai seorang nabi, adapula yang menempuh metode-metode
lain, hingga ada yang menggagas pemikiran hulul (manunggaling kawula
gusti), serta gugurnya kewajiban syariat. Ada pula yang
mempermainkan kaum muslimin, dengan mewajibkan sholat lima puluh kali sehari
semalam, sebagaimana ditempuh oleh Abdullah bin Saba' al-Humari[5] seorang Yahudi tulen.
Sesungguhnya –semoga Allah Shubhanahu
wa ta’alla melaknatnya- pura-pura masuk Islam untuk
membikin makar para pemeluknya, dialah tokoh dibalik pemberontakan dan
terbunuhnya Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu.
Melalui
makar inilah, lalu berkembang dengan munculnya sekte Isma'iliyah, Qaramitah,
dua sekte yang secara terang-terangan menunjukan sikap keluar dari agama Islam,
yang punya pemikiran murni agama Majusi, kemudian madzhab Muzdik al-mubid. Maka
tatkala manusia sudah masuk dalam dua perangkap ini maka dengan mudahnya mereka
mengeluarkan pengikutnya dari agama Islam sekehendak mereka, karena itulah
hakekat tujuan inti mereka".[6] Kelompok sempalan pertama yang muncul adalah sekte Syi'ah, dalam waktu
yang bersamaan muncul sekte Khawarij sebagai kelompok yang menyempal dari agama
Islam, walaupun sebelumnya dua pemikiran ini telah ada namun dengan pemikiran
yang masih terselubung. Dan dua sekte inilah yang
paling banyak bertanggung jawab sebagai biang kerok perpecahan yang terjadi
ditubuh umat Islam.
Seperti
dijelaskan oleh Syahrastani dalam keterangannya beliau mengatakan, "Dari
dua sekte ini mulailah muncul bid'ah baru dan kesesatan baru, terjadi
perpecahan yang beraneka ragam, yang bila diperhatikan sejatinya bersumber dari
dua akar permasalahan:
Pertama: Perbedaan dalam masalah
siapa yang lebih berhak untuk menjadi khalifah.
Kedua: Perbedaan dalam masalah
pokok agama. Adapun perbedaan dalam masalah khilafah, siapa yang lebih berhak
maka inipun bersumber pada dua akar masalah:
Pertama: Pendapat yang berargumen
bila khilafah diangkat melalui proses sebuah kesepakatan dan pilihan.
Kedua: Pendapat yang mengatakan
khilafah sudah ditujuk sebelumnya dan ditentukan oleh nash.
Sedangkan perbedaan dalam masalah pokok agama maka muncul diakhir-akhir
masa para sahabat, semisal bid'ahnya Ma'bad Juhani[7], Ghailan Dimasqi[8]. Pemikiran tidak adanya takdir, dan pengingkaran adanya takdir yang
buruk.[9] Dan sebelumnya para sahabat telah mengingkari pemikiran semacam ini,
semisal Ibnu Umar[10], Ibnu Abbas[11] serta sahabat lainnya.
Selanjutnya muncul bid'ah Murjiah, lalu bid'ah Jahm bin Shafwan, yang
berkembang di negeri bagian timur, dan fitnahnya semakin membesar. Pemikiran
yang diusung yaitu menafikan bahwa Allah ta'ala mempunyai sifat, pemikirannya
mampu melahirkan keraguan bagi para pemeluk agama Islam, dan menimbulkan efek
yang sangat buruk bagi agama ini, serta melahirkan berbagai petaka.
Ditengah-tengah ketimpangan aqidah tersebut munculnya madzhab Mu'tazilah
yang di gagas oleh Washil bin Atha'[12] dalam bentuk pemikiran. Anak yang lahir dari madzhab ini ialah senang
mendebat, dengan menjadikan sebagai tonggak pemikirannya dari ilmu filsafat
Yunani, dan mereka sangat mendewakan akal. Mereka berhasil banyak merubah
pemahaman aqidah yang benar, meletakan pondasi bid'ahnya dengan asas yang
mencocoki akal dan hawa nafsunya.
Selanjutnya madzhab-madzhab politik dan pemikiran tadi mengalami
perkembangan pesat, terpecah belah dengan firqah yang sangat banyak hingga ada
sebagiannya yang keluar dari ruang lingkup agama Islam, sebagaimana dimaklumi
bersama.[13]
Sejarah Kesyirikan Pertama Muncul Dalam Rububiyah Dengan Cara Menta'thil
Nama dan Sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Setelah kita menukil ucapan para ulama dalam penjelasan bagaimana
terjadi penyimpangan aqidah pada tubuh umat ini, maka alangkah bagusnya kita
mengenal lebih dahulu sejarah awal terjadinya penyelewengan aqidah dalam urusan
rububiyah yaitu menyekutukan Allah Shubhanahu
wa ta’alla dengan cara menta'til, baik yang berkaitan
dengan nama-nama -Nya atau sifat ataupun perbuatan -Nya.
Barangkalai kesyirikan pertama yang terorganisir pada tubuh umat ini
–sebagaimana dikatakan oleh para ulama kita- ialah syirik Qadariyah[14], sekte yang mengingkari adanya takdir. Para penganut sekte ini
menyekutukan Allah Shubhanahu wa
ta’alla dalam perkara rububiyah yakni dengan cara
menta'til sifat-sifat dan perbuatan Allah azza wa jalla. Sebab, hakekat
mengingkari takdir mengandung konsekuensi mengabaikan banyak sifat dan perbuatan
Allah Shubhanahu wa
ta’alla, sebagaimana mereka juga menetapkan adanya
banyak pencipta.
Oleh sebab itulah sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu mengatakan
tentang sekte ini, "Inilah kesyirikan perdana yang terjadi ditubuh umat
ini". Lebih tegas lagi dikatakan oleh Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma
tentang mereka, "Jika engkau berjumpa dengan mereka, kabarkan padanya bila
aku berlepas diri dengannya, dan mereka berlepas diri dariku. Kemudian beliau
menegaskan dengan bersumpah, "Demi Allah, kalau seandainya ada salah
seorang diantara mereka yang menginfakan emas sebesar gunung Uhud niscaya tidak
akan diterima sedekahnya hingga dirinya beriman kepada takdir".
Tokoh pertama sebagai pionir peletak dasar bid'ah ini ialah seorang
Majusi yang bernama Sisuwaih dari Asawarah. Walaupun sejarah lebih mengenal
tokoh pertama yang mencuatkan pemikiran ini ialah Ma'bad al-Juhani.[15] Selanjutnya kesyirikan ini berkembang, dengan menta'thil nama-nama dan
sifat-sifat Allah ta'ala. Yaitu dengan mengatakan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak mempunyai nama-nama yang indah, mereka tidak mensifati Allah Shubhanahu wa ta’alla sedikitpun dengan sifat yang telah –Dia sematkan pada dirinya dan juga
oleh Rasul -Nya. Menyatakan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak
mencintai seorang hamba, tidak berbicara, tidak memiliki tangan, tidak pula
wajah. Dan sang pionir yang menggagas pemikiran sesat ini ialah seorang yang
bernama Ja'ad bin Dirham.[16]
Dalam sebuah pernyataanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan
tentang firqah ini, "Pokok pemikiran ini –menafikan nama-nama dan
sifat-sifat Allah- diadopsi dari murid-muridnya orang Yahudi dan musyrikin dari
kalangan Shabi'ah. Dan orang pertama yang mengusung pemikiran ini ke dalam
agama Islam diketahui dengan nama Ja'ad bin Dirham, lalu diikuti jejaknya oleh
Jahm bin Shafwan, melalui tangannya pemikiran ini berkembang kuat, oleh sebab
itu sekte Jahmiyah dinisbatkan padanya.
Ada pula yang mengatakan, bahwa Ja'ad bin Dirham mengambil ucapannya
tersebut dari Aban bin Sam'an, yang diambil dari Aban bin Thalut bin Ukhtu
Labid bin al-A'sham, yang dia jiplak dari tukang sihir, seorang Yahudi tulen
yang pernah menyihir Nabi Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa sallam".[17] Inilah wajah asli orang-orang yang ingin menghancurkan bangunan Islam
ternyata berasal dari silsilah Yahudiyah.
Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits yang menerangkan bahwa perbuatan
hamba adalah ciptaan Allah Shubhanahu
wa ta’alla, lengkap dengan sanadnya. Beliau berkata,
"Pada hari raya Iedul Adha Khalid bin Abdullah al-Qasari mengatakan pada
manusia, 'Kembalilah kalian untuk menyembelih binatang kurban semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menerimanya. Sesungguhnya aku akan menyembelih Ja'ad bin Dirham, yang
menyangka bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla tidak menjadikan Ibrahim sebagai kekasih -Nya,
Musa tidak berbicara langsung kepada -Nya, Maha tinggi Allah Shubhanahu wa ta’alla dari apa yang dikatakan oleh Ja'ad bin Dirham". Kemudian dirinya
turun dari mimbar lalu menyembelih Ja'ad bin Dirham. Imam Bukhari mengomentari
kisah ini, "Imam Qutaibah mengatakan, "Sesungguhnya Jahm bin Shafwan
mendaur ulang pemikirannya dari Ja'ad bin Dirham".[18]
Dari sini menjadi jelas bahwa pemahaman atheis atau kesyirikan rububiyah
ini, dengan menta'thil nama-nama dan sifat serta perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla hasil dari didikan orang Yahudi yang mempunyai target untuk merusak
keyakinan agama Islam yang bersih lagi benar. Sebagaimana diketahui bahwa
pemahaman Rafidah juga berawal dari pemikiran seorang Yahudi tulen yang sangat
membenci Islam yaitu Ibnu Saba'.
Maksud dari keterangan ini yaitu menjelaskan kesyirikan yang berkaitan
dengan Dzat Allah Shubhanahu wa
ta’alla, nama, sifat serta perbuatan -Nya, dengan sebab
menta'thilnya. Dan awal mula yang menggulirkan pemikiran tersebut, dalam
sejarah Islam ialah berasal dari sekte Qadariyah dimasa generasi shigar
sahabat. Dan juga berasal dari sekte Jahmiyah sepeninggal para imam generasi
tabi'in radhiyallahu 'anhum.[19]
Ditengah-tengah kondisi umat yang mulai tercabik dengan perpecahan
aqidah, muncullah sekte baru yaitu Mu'tazilah yang di usung oleh Washil bin
Atha. Diantara keyakinannya yaitu mengingkari sifat-sifat Allah azza wa jalla
karena terpengaruh dengan paham Jahmiyah. Para pengikut paham Mu'tazilah
menafikan jika Allah ta'ala yang menciptakan perbuatan para hamba, dan mereka
menetapkan sifat mencipta bagi perbuatan hamba bagi hamba-hamba yang lemah,
mereka memalingkan ayat-ayat Qur'an yang menunjukan tentang sifat dan juga
penciptaan Allah Shubhanahu wa
ta’alla terhadap perbuatan yang dikerjakan oleh para
hamba. Begitu pula, mereka menjadikan hadits-hadits shahih yang yang
menerangkan penciptaan -Nya terhadap perbuatan hamba sebagai persangkaan yang
tidak wajib untuk diamalkan. Dalam rangka mengikuti hawa nafsu demi melegalkan
pendapatnya yang sesat, sehingga dengan perbuatan yang terkutuk tersebut
menjadikan mereka melakukan dua hal, menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan menta'thil sifat dan yang kedua menta'thil perbuatan -Nya.
Tidaklah mereka menyembah melainkan kepada sesuatu yang tidak ada, betapa
miripnya pemahaman mereka dengan orang-orang Majusi.
Kemudian ada seseorang yang bernama Ibnu Kilab[20], yang terpengaruh dengan pemahaman tersebut. Dirinya berusaha
memperbaiki madzhab Mu'tazilah dalam masalah sifat, dan berupaya untuk
mendekatkan dengan pemahaman Ahlu Sunah wal Jama'ah , akan tetapi, dirinya
tidak mampu mewujudkan cita-citanya. Selanjutnya muncul Imam al-Asy'ari dengan
membawa pemahaman yang sama, yang beliau timba dari gurunya yang bernama
al-Juba'i[21] seorang Mu'tazilah tulen diawalnya, akan tetapi, dirinya lalu
berafiliasi ke madzhabnya Ibnu Kilab, menulis kitab dan membela madzhabnya ini.[22]
Mereka adalah para tokoh sekte Asya'irah, sebuah pemahaman yang
dinisbatkan kepada Imam Abu Hasan al-Asy'ari, yang sejatinya mereka adalah para
pengikut Ibnu Kilab. Sebagian besar mereka telah terpengaruh dengan paham
Mu'tazilah dalam masalah sifat yaitu tidak mampu lepas dari menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan cara menta'thil. Dan diantara tokoh yang ikut terpengaruh dengan
paham Mu'tazilah dan Jahmiyah pada masa al-Asy'ari ialah Abu Manshur
al-Maturidi[23]. Dirinya mengambil pemahaman Mu'tazilah dan Jahmiyah lalu ingin
berlepas diri darinya, akan tetapi, dalam masalah sifat dirinya banyak sekali
meninggalkan pemahaman para ulama salaf, sehingga diapun tidak bisa selamat
dari syirik ta'thil secara sempurna.
Merekalah penganut paham Maturidiyah yang dinisbatkan pada tokohnya
hingga sampai pada zaman kita sekarang, seluruhnya telah terjerumus dalam masalah
syirik dengan cara menta'thil sifat-sifat Allah azza wa jalla, baik mereka
sadari atau pun tidak.
Artinya, para pengikut paham Asya'irah dan juga Maturidiyah hanya
terpengaruh dengan bid'ahnya Jahmiyah dalam mengingkari sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla, mentakwil serta menta'thilnya. Sehingga dengan ini mereka terjatuh
dalam kesyirikan ta'thil tanpa mereka sadari, dan pembawa bendera paham ini
ialah Jahm bin Shafwan yang mencuatkan bid'ah ini dimasa generasi para Imam
Tabi'in serta pengikutnya.
Dalam waktu yang bersamaan muncul dan berkembang syirik lain yaitu
bid'ah menyerupakan Allah ta'ala, dan paham ini dinamakan dengan paham
Musyabih. Paham ini terbagi menjadi dua, kelompok yang menyerupakan Dzat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan selain -Nya. Sedang kelompok yang satunya lagi menyerupakan
sifat-sifat Allah Shubhanahu wa
ta’alla dengan sifat-sifat selain -Nya. Lalu dari dua
paham ini pecah menjadi beberapa kelompok yang begitu banyak.[24]
Adapun firqah yang menyerupakan Dzat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan dzat
yang lain, maka akan datang penjelasannya dalam pembahasan kesyirikan dengan
menjadikan tandingan-tandingan untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla. Sedang
firqah yang menyerupakan sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sifat
makhluk maka merekalah yang telah terjatuh dalam syirik ta'thil yakni
menta'thil sifat, sebab setiap musyabih pasti telah menta'thil. Dan para penganut paham musyabih sangatlah
banyak, barangkali yang paling menonjol ialah Hisyam bin Hakam ar-Rafidah[25]. Yang menyerupakan Allah Shubhanahu
wa ta’alla dengan manusia. Karena pemahamannya yang sesat
itulah dirinya mengklaim bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla wujudnya tujuh jengkal seukuran diri nya, Allah
mempunyai tubuh yang ada batasan dan ukurannya.[26]
Lalu pahamnya didaur ulang oleh Hisyam bin Salim al-Jawaliqi[27], yang mengira bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla memiliki rupa sama seperti rupanya manusia. Dia
mengatakan, Bahwa bagian atasnya cekuk dan bagian bawahnya tidak berlubang,
mempunyai rambut tebal yang berwarna hitam, dan hati yang mengalirkan hikmah[28]. Maha tinggi Allah Shubhanahu
wa ta’alla lagi Agung dari ucapan-ucapan batil seperti
ini.
Selanjutnya dua pemahaman diatas di ikuti oleh sekte Rafidah[29], sebagaimana dapat dijumpai pada beberapa aliran dari kalangan
Mu'tazilah[30] yang terpengaruh dengan pemikiran diatas, serta beberapa kelompok yang
menisbatkan diri kepada Ahlu Sunah wal Jama'ah.[31]
Setelah muncul syirik dengan cara menta'thil sifat-sifat Allah Shubhanahu wa ta’alla ini tidak lama kemudian muncul paham baru yang mengusung kesyirikan
lain yaitu paham wihdatul wujud (bersatunya Allah Shubhanahu wa ta’alla bersama makhluk). Yang menta'thil hubungan hamba bersama Allah Shubhanahu wa ta’alla yang wajib dikerjakan oleh para hamba yang merupakan dari hakekat
tauhid.
Imam Ibnu Qayim menjelaskan tentang mereka, "Diantara jenis
kesyirikan ini yaitu kesyirikan yang dilakukan oleh para penganut paham Wihdatul
Wujud, yang mengatakan, '-Dia bukan pencipta bukan pula makhluk. Dia bukan
bagian dua unsur. Tapi hakekat Allah Shubhanahu
wa ta’alla ada pada benda yang diserupakan".[32] Barangkali orang pertama dari umat ini yang melontarkan ucapan batil
seperti tadi ialah al-Halaj[33]. Lalu dijiplak oleh Ibnu Farid[34], Ibnu Arabi[35], Ibnu Sab'in[36] serta pentolan-pentolan yang lainnya[37], para pengikut aliran sufi secara umum.[38]
al-Halaj adalah tokoh pertama yang menggagas pemikiran wihdatul wujud,
adapun orang-orang yang mengatakan dengan pemahaman hulul dan itihad
(paham yang mengklaim bahwa Allah Shubhanahu
wa ta’alla dapat menitis pada tubuh manusia) maka telah lebih dulu dilontarkan
oleh Ibnu Saba dan para pengikutnya. Dimana pemahaman ini dapat dijumpai pada
pengikut sekte Rafidah terdahulu yang ekstrim. Sebagaimana disebutkan tentang
mereka oleh al-Asy'ari, al-Baghdadi dan juga Syihristani secara panjang lebar.
Maksud dari pemaparan ini yaitu menjelaskan bahwa mereka telah
menyekutukan Allah azza wa jalla dengan cara menta'thil hakekat tauhid.
Diantara mereka ada kelompok yang mengklaim uluhiyah pada dirinya, ada yang
mengaku sebagai titisan tuhan, ada lagi yang mengaku bersatu dengan tuhan,
sebagaimana ada kelompok lain yang mengklaim dirinya adalah hakekat tuhan,
mereka adalah orang yang paling kufur dan melampaui batas dalam menyekutukan
-Nya bila dibandingkan bersama orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Sebagai contoh, orang Yahudi hanya punya pemahaman bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menitis kepada
Uzair, begitu pula orang Nasrani punya keyakinan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla menitis pada
al-Masih. Akan tetapi bedanya, kalau orang Yahudi dan Nasrani hanya mengklaim
Allah Shubhanahu wa ta’alla telah
menitis pada satu orang, tapi, mereka mengatakan bahwa -Dia menitis kepada
segala sesuatu, hingga binatang menjijikan sekalipun, bahkan Allah Shubhanahu wa ta’alla bisa menitis pada
tempat dan kotoran yang paling busuk.
Itulah keterangan secara ringkas awal mula kerusakan aqidah yang
berbasis kesyirikan pada umat ini, yang dimulai dalam perkara rububiyah dengan
cara menta'thil, yang pada hakekatnya terkandung didalamnya kesyirikan uluhiyah
sebagaimana dapat ditangkap dengan jelas.
Awal Mula Munculnya Kesyirikan Rububiyah Yaitu Dengan Membikin
Tandingan.
Barangkali kesyirikan perdana dalam masalah ini ialah yang digagas oleh
Abdullah bin Saba'[39] sang Yahudi tulen, dimana dia lah yang menyekutukan Allah ta'ala
pertama kali dalam perkara rububiyah dengan cara membikin tandingan bagi Dzat
Allah Shubhanahu wa ta’alla. Yaitu
dengan mengagungkan sahabat Ali radhiyallahu 'anhu melebihi kapasitasnya
sebagai makhluk, hingga dirinya didaulat menjadi tuhan.[40] Disamping itu, dia adalah tokoh yang menggerakan
pengikutnya untuk menyekutukan -Nya dalam perkara rububiyah dengan cara
membikin tandingan dalam sifat dan perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Salah satu pemahamannya ialah meyakini bahwa sahabat Ali mempunyai
kehidupan abadi, dialah yang akan menghisab amal seluruh manusia kelak pada
hari kiamat, yang menurunkan hujan, dan yang akan menghukum musuh-musuhnya.
Serta keyakinan-keyakinan batil lainnya yang mengandung kesyirikan dalam
perkara rububiyah yaitu dengan menjadikan sebagai tandingan -Nya dalam perkara
sifat dan perbuatan -Nya. Dari uraian diatas bisa kita simpulkan bahwa awal
mula munculnya kesyirikan rububiyah dengan menjadikan tandingan bagi Allah
dengan dzat berawal dari sosok Abdullah bin Saba', seorang Yahudi tulen. Yang
di ikuti oleh kebanyakan Rafidah ghulat (ekstrim)[41]. Juga dijiplak oleh sekte Isma'iliyah[42], Ubaidiyah[43], Qaramitah[44], Nushairiyah[45], Daruz[46], serta sekte Syi'ah sesat lainnya.
Begitu juga kesyirikan rububiyah dengan menjadikan tandingan bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam perkara
sifat dan perbuatan -Nya juga muncul dari hasil gagasannya, sebagaimana telah
lewat keterangannya. Abdullah bin Saba' secara tidak langsung telah
mengkolaborasi antara menyekutukan Allah Shubhanahu
wa ta’alla dalam rububiyah dengan membikin tandingan dalam rupa, dan
menyekutukan -Nya dengan membikin tandingan dalam hal sifat dan perbuatan -Nya.
Sebab, orang yang menetapkan adanya tuhan selain Allah Shubhanahu wa ta’alla secara otomatis akan memberikan sifat-sifat
rububiyah dan perbuatannya sesuai selera dan hawa nafsunya.[47]
Kelompok yang terjatuh dalam kesyirikan jenis ini sangat banyak, yang
justru mereka tidak menyekutukan Allah Shubhanahu
wa ta’alla dalam perkara rububiyah dengan cara membikin tandingan dan dzat,
semisal sekte Imamiyah dari sempalan Syi'ah, sufi yang bersikap ekstrim
terhadap Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi
wa sallam, kepada guru-guru dan mursyid mereka.
Adapun Rafidah maka pokok kesesatan mereka dalam perkara ini, yaitu
menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan
mengambil tandingan dalam dzat, sifat dan perbuatan. Berawal dari sikap
mengekor pada Abdullah bin Saba', Yahudi tulen, seorang zindik yang berambisi
ingin merubah ajaran Islam yang lurus menjadi agama Yahudi dan Nasrani.
Bid'ah-bid'ah baru yang mereka buat bermuara dari pokok pemikiran Yahudi tadi.
Dan akan datang keterangan paham-paham menyimpang mereka secara rinci, insya
Allah pada pembahasan yang akan datang.
Sedang sekte Batiniyah maka pahamnya dari awal sudah ingin menghancurkan
pondasi-pondasi agama Islam. Mengaku adanya sekutu dan tandingan bagi -Nya,
serta mempunyai teman yang diklaim bisa menciptakan langit dan bumi serta
segala isinya.
Adapun sebab menyebarnya kesyirikan dengan menjadikan tandingan bagi
Allah Shubhanahu wa ta’alla dikalangan
sufi yaitu bermula dari sebagian orang dikalangan kaum muslimin yang tampil
dengan penampilan kasyaf. Dan kelompok yang paling berbahaya bagi banyak orang
dan paling sering menipu orang-orang bodoh ialah yang tampil dengan dandanan
orang sholeh, mata cekung yang menandakan sering menangis, jenggot panjang
menjulur, sorban panjang membentang, jubah putih, sambil membawa tasbih
panjang, dengan penampilan tersebut mereka mengecoh seakan-akan mengajak kepada
sunah, namun, hakekatnya sedang merobohkan dan memusuhi agama, dengan memakai
jubah agamanya yang batil dan pemahaman yang sesat. Diantara tipu daya dan
perbuatan makar mereka ialah mencampur adukan dan berdusta secara
terang-terangan didalam menafsirkan ayat maupun dalam memahami hadits shahih,
atau mentakwil sesuai dengan hawa nafsunya, atau berdalil dengan hadits palsu,
baik disengaja maupun tidak.
Mereka terjatuh dalam sikap ghuluw terhadap dirinya sendiri, yaitu
dengan klaim-klaim batil mampu mengatur kejadian alam semesta, mengetahui ilmu
yang tersimpan, mampu untuk merubah sesuatu yang ditimbang. Kemudian tatkala
tokoh-tokohnya meninggal maka datang para pengikutnya yang menyematkan pada
mereka sama seperti ketika masih hidup, mengatakan punya karamah, dalam rangka
menginginkan adanya individu makhluk yang disucikan. Mereka mengikuti umat pada
generasi terdahulu yang terjatuh dalam kesesatan yang sama. Dan akan kami
jelaskan beberapa jenis kesyirikannya secara ringkas dan rinci pada pasal yang
akan datang insya Allah.
Awal Mula Munculnya Kesyirikan Uluhiyah dan Ibadah.
Barangkali awal munculnya kesyirikan dalam perkara uluhiyah dan ibadah
bermuara dari sekte Syi'ah dengan berbagai aliran, paham, kelompok, dan
sempalannya. Sesungguhnya paham Syi'ah dijadikan sebagai baju bagi setiap orang
yang ingin menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Masuk dalam barisannya ialah
aliran Batiniyah dengan berbagai pahamnya, semacam Isma'iliyah, Qaramitah,
Nushairiyah, Ubaidiyah, dan Daruziyah, yang semuanya berada dibawah pemahaman
Syi'ah.
Yang jelas bahwa kelompok Batiniyah adalah orang-orang yang menyekutukan
Allah jalla wa 'ala dalam hal dzat, sifat, dan perbuatan -Nya. Mereka juga
menyekutukan -Nya dalam peribadatan dan cara berhubungan dengan -Nya. Mereka
telah memadukan seluruh kesesatan umat-umat terdahulu. Pada satu sisi beraqidah Majusi murni, di
sisi lain terang-terangan meninggalkan ajaran Islam secara parsial, sebagaimana
mereka telah menetapkan adanya sekutu bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam perkara rububiyah, dalam urusan Dzat,
begitu pula mereka menetapkan adanya sekutu bagi -Nya dalam perkara rububiyah
yang berkaitan dengan sifat dan perbuatan -Nya.
Disamping itu mereka adalah para pengagung kubur dan penghuninya, senang
membangun masjid dan kubah diatas kubur,
yang secara langsung mereka sedang menghidupkan kembali ajaran agama Yahudi dan
Nasrani. Sehingga dijumpai pada tubuh umat ini sebagian orang-orang musyrik
yang menyembah berhala dan mengagungkan kubur yang bisa diwakili oleh orang
Rafidah, yang menghidupkan ibadah disamping kubur lalu meninggalkan masjid dan
peribadatan didalamnya.[48]
Ambil contoh misalkan, salah satu kelompok sempalan Rafidah, yaitu
aliran Isma'iliyah. Didalam menyebarkan aqidah dan ajarannya ke tengah-tengah
masyarakat, mereka melakukan dengan cara rahasia dan sangat tersembunyi, sehingga
mampu mengecoh banyak orang dalam perkara ini, disamping itu mereka begitu
mengabaikan aturan syariat. Siasatnya dimulai dengan penampilan sebagai orang
yang peduli dengan kubur, melindungi situs dan peninggalan nenek moyang, dengan
melakukan doa disampingnya[49].
Lalu akhirnya, setan membawa orang-orang yang mengidolakan kubur untuk
menjadikan penghuninya sebagai pemberi syafaat, selanjutnya di giring untuk
berdoa langsung kepada orang mati, dan penghuni kubur. Lalu dibawa pada
keyakinan kalau penghuni kubur memiliki peran didalam urusan mengatur alam,
strategi itu dilakukan secara berangsur-angsur hingga akhirnya berhasil.
Salah seorang peniliti ketemporer menyatakan, "Sesungguhnya
kelompok pertama yang bisa saya temukan dalam perkara kembalinya kaum muslimin
kepada agama Jahiliah, dalam kenyakinan tentang roh dan kubur adalah dari
kelompok Isma'iliyah. Lebih khusus aliran Ikhwanu Shafa'[50]. Sebuah kelompok rahasia yang sangat samar pergerakannya, yang
keterangan aqidah dan pokok ajarannya menjadi lima puluh, dengan cara yang
sangat rahasia, hingga tidak ada yang mengetahui siapa yang menulis dan yang
mengarangnya, walaupun disana ada beberapa klaim.
Kemudian aqidah mengagungkan kubur ahli bait di jiplak oleh aliran
al-Musiyun yang dijuluki dengan kelompok Itsna' Asyara (Imam dua belas)[51]. Para tokoh-tokohnya menulis buku-buku
yang berkaitan tentang ibadah haji dan ziarah ke kubur ahli bait. Tata cara
ziarah serta doa-doa yang dibaca ketika disamping kubur, menyandarkan
riwayat-riwayat tersebut dengan cara dusta dan batil, kepada para imam ahli
bait. Dan saya pernah melihat secara langsung sebuah buku karangan mereka yang
berjudul 'Ziyaraat Kaamilah' yang ditulis oleh Ibnu Qulawaih[52], dalam bukunya tadi saya melihat banyak contoh-contoh apa yang saya
sebutkan tadi.
Barangsiapa yang mau melihat pada warisan aliran Isma'iliyah dan
pergerakan Ikhwanu Shafa' pada umat ini niscaya dirinya akan mendapatkan apa
yang saya sebutkan sebagai contoh dihadapannya. Sebab manusia bisa terfitnah
dengan beribadah kepada kubur serta menjadikan penghuninya sebagai pemberi
syafaat dan wasilah belum diketahui sebelum mereka. Tatkala kebodohan menyebar
ditubuh kaum muslimin yaitu sebelum berdirinya daulah Fatimiyah, kelompok ini
mengenalkan perkara-perkara tadi ketengah-tengah kaum muslimin, hingga ketika
daulah Ubaidiyah berkuasa, mulai banyak kubur orang sholeh yang dibangun dan
diibadahi, lalu secara terang-terangan aqidah mereka disebarkan yang selama ini
ditutupinya.
Dalam risalah yang ke empat puluh dari rasail Ikhwanu Shafa' sangat
jelas menerangkan hal tadi, dan bukti autentik fakta kebenarannya. Para penulis rasail tersebut mengatakan, "Hal
tersebut, karena kaum yang didatangi oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang beribadah
kepada berhala. Mereka biasa mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan cara mengagungkannya, sujud,
mengusap-usap dan membakar kemenyan disampingnya. Mereka meyakini bahwa hal
tersebut menjadi ibadah utama yang akan mendekatkan diri kepada -Nya
sedekat-dekatnya.
Patung adalah benda bisu yang tidak bisa bicara tidak pula membedakan,
tidak punya perasaan, rupa dan tidak bisa bergerak. Makanya ketika melihat hal
tersebut Allah Shubhanahu wa ta’alla membimbing
mereka, dengan menunjukan kepada yang lebih lurus, lebih sesuai dengan
pentunjuk, dan lebih layak dari pada berhala-berhala tersebut, yaitu dengan
para Nabi. Walaupun hakekat mereka adalah manusia akan tetapi mereka hidup bisa
berbicara dan lebih mulia dari para ulama sholeh, mereka bisa menyerupai para
malaikat dengan jiwa-jiwanya yang suci, mengenal hak Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sebenar-benarnya. Sehingga beribadah
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla melalui
perantara mereka lebih utama, lebih pantas dan sesuai dengan petunjuk daripada
bertawasul kepada berhala yang tidak bisa mendengar, dan melihat apalagi
mengabulkan hajat yang memintanya.
Lalu ketahuilah wahai saudaraku! Bahwa diantara manusia ada yang
mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu
wa ta’alla melalui para Nabi dan Rasul -Nya, melalui para imam setelah
mereka dan ahli wasiatnya, atau melalui para wali dan orang-orang sholeh, atau
melalui para malaikat terdekat. Dengan cara mengagungkan mereka,
masjid-masjidnya serta nisan-nisannya. Mencontoh mereka dalam perilaku,
mengamalkan isi wasiat dan sunah-sunahnya sesuai dengan kemampuan, berusaha
untuk meniru, merealisasikan konsekuensinya dan menunaikan ijtihad mereka.
Maka bagi orang yang mengetahui Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan sebenar-benarnya niscaya dirinya tidak
akan bertawasul dengan seorang pun, dan ini merupakan kedudukan para wali -Nya,
adapun orang yang dangkal dalam pemahaman, pengetahuan dan hakekat -Nya, maka
tidak ada sarana lain yang bisa mengantarkan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla melainkan harus dengan cara melalui para nabi
-Nya.
Dan orang yang berada dibawahnya lagi dari segi kurang memahami,
pengetahuan dan hakekat -Nya, maka tidak ada jalan yang bisa mengantarkan
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla melainkan
melalui jalan para imam dari kalangan pengganti para nabi dan ahli wasiatnya.
Selalu mengaitkan hati dengan mereka, dengan pergi ke masjid-masjid dan
nisan-nisan mereka, berdoa, sholat, puasa, memohon dan meminta ampun, rahmat,
di sisi kubur mereka, dan disamping gambar-gambar foto mereka, untuk
mengingatkan keteladanannya, dan mengenal perjuangannya, yang dibentuk serupa
dengan patung dan berhala serta yang semisal dengannya dalam rangka mencari
kedekatan kepada Allah Shubhanahu wa
ta’alla sedekat-dekatnya. Kemudian perlu diketahui, bahwa kondisi orang
yang menyembah suatu benda lalu mendekatkan diri kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla melalui pintunya
maka merupakan kondisi terbaik dari pada orang yang enggan melakukannya dan
tidak mau mendekatkan diri melalui sarana semacam itu".[53]
Awal perkembangan aliran Batiniah ini bergeliat sekitar abad ketiga, dan
tidak diketahui risalah-risalah tersebut, yang menjadi asas pemikiran dan
ajarannya, yang kemudian menyebar ketengah masyarakat banyak melainkan pada
abad ke empat hijriyah. Itupun dilakukan dengan cara sangat rahasia, lalu masuk
pada rakyat jelata sehingga menjadi sebuah ideologi tersendiri yang terus
membesar. Dan para ulama yang tinggal di masa itu telah banyak yang membantah
bahaya pemikiran ini serta mengkafirkan para penganutnya.
Sebagaimana keterangan Ibnu Aqil[54], dimana pada abad ke lima hijriyah atas dukungan dan peran serta daulah
Ubaidiyah, banyak sekali menyebarkan madzhab pemikiran sesat, yang berkeliaran,
beliau menjelaskan, "Tatkala beban taklif syariat terasa berat bagi
sebagian orang bodoh dan rakyat jelata, maka mereka mencoba mengganti syariat
dengan membanggakan hukum bikinan yang mereka buat sendiri, dan terasa ringan
baginya, karena tidak ada campur tangan dari yang lain yang mengusik mereka.
Maka menurut pendapat saya mereka adalah orang-orang yang telah keluar
dari agama dengan sebab hukum bikinan yang mereka buat, semisal mengagungkan
kubur, dan memuliakannya dengan perkara-perkara yang justru mereka telah
dilarang oleh syariat, semacam
menyalakan lampu diatas kubur, mencium dan mengusap-usapnya, meminta kepada
mayit kebutuhan-kebutuhan yang sedang mereka inginkan, menulis surat
disampingnya, dengan mengatakan, wahai tuanku kabulkan untukku ini dan itu,
melubangi pepohonan sama persis yang dilakukan oleh orang-orang yang dahulu
menyembah Latta dan Uzza".[55]
Dari penjelasan yang cukup panjang ini kita jadi paham kalau kesyirikan
kubur ditengah kaum muslimin berasal dari keyakinan-keyakinan aliran Batiniah
yang disempalkan kedalam umat Islam. Yang sebelum munculnya firqah sesat ini
belum tersebar aqidah semacam itu. Ini dari satu sisi, adapun dari sisi lain,
bahwa banyak diantara buku-buku filsafat Yunani yang mendewakan patung dan
kubur yang diterjemahkan kedalam bahasa Arab, kemudian banyak orang yang
mendalami ilmu filsafat tersebut hingga mereka berafiliasi menjadi filsafat
Islam. Semisal, al-Farabi[56] yang telah kafir, Ibnu Sina al-Hanafi al-Qurmuthi[57], pembela kekafiran dan kesyirikan ath-Thusi[58], serta yang lainnya yang telah mengotak-atik agama Islam seperti sebuah
permainan sebagaimana dahulu Paulus [59]mempermainkan agama Nasrani.
Banyak diantara mereka yang terpengaruh dengan pemikiran filsafat, lalu
masuk diantaranya keyakinan tentang kubur, sehingga mereka menginovasi cara
berdoa kepada penghuni kubur dan patung dengan cara filsafat yang mereka buat[60]. Banyak diantara ahli kalam dari kalangan Maturidiyah al-Hanafiyah[61] dan As'ariyah al-Kulabiyah[62] yang aqidah dan pemikirannya sejalan dengan filsafat Yunani.
Dikarenakan mereka banyak membaca buku-buku filsafat, sehingga aqidahnya banyak
terpengaruh dengan aqidah kuburiyah, hingga pada waktu yang bersamaan mereka
menjadi para pemuja kubur yang sesat -sebagaimana akan datang penjelasannya-.
Inilah bagian dari sejarah, awal mula terjadinya kesyirikan dalam
peribadatan dan uluhiyah yang terjadi di dalam tubuh umat ini. Yang semakin
menegaskan bahwa kesyirikan dalam peribadatan belum ada pada abad pertama dan
kedua hijriyah, namun, kejadiannya baru terjadi setelah para pelaku generasi
ketiga yang mendapat rekomendasi kebaikan oleh Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal dunia.
Oleh karena ini Syaikhul Islam menjelaskan, "Sungguh berdirinya
Khilafah Bani Abbas, mulai bermunculan ditengah-tengahnya beberapa kubur yang
diagungkan di Irak atau selain Irak yang banyak menceritakan kedustaan. Tatkala
terbunuhnya Husain di Karbala maka mereka membangun kubah diatas kuburnya
sehingga banyak para pembesar dan penguasa yang mendatanginya. Sampai mereka
banyak di ingkari oleh para ulama, hingga tatkala Khalifah Mutawakil mendatangi
kubur tersebut maka para ulama sangat keras sekali mengecamnya.
Pada awal-awal kekuasaan Bani Abbas mereka begitu keras menolaknya,
begitu pula tatkala kekuasaan mereka semakin kuat, maka pada saat itu tidak ada
diantara mereka yang mengagungkan kubur. Baik kuburan yang benar ada
penghuninya atau yang di dustakan ada penghuninya seperti yang terjadi setelah
mereka. Karena Islam pada masa itu masih dalam kekuatannya dan sangat keras
memerangi perbuatan tersebut. Sehingga tidak ada pada masa Sahabat, tabi'in dan
tabi'ut tabi'in yang melakukan hal tersebut dinegeri-negeri Islam. Justru
perbuatan tersebut terjadi setelah masa mereka berakhir.
Kejadiannya muncul dan menyebar tatkala kekuatan Khilafah Bani Abbas
semakin melemah, terus ditambah perpecahan yang terjadi ditubuh kaum muslimin,
banyaknya orang-orang zindik yang telah memperdaya kaum muslimin, ucapan ahli
bid'ah telah mencerai beraikan mereka, yaitu pada saat kekuasaan dipegang
Muqtadir pada akhir-akhir tahun tiga ratusan. Sesungguhnya pada saat itu mulai
muncul aliran Qaramitah, Ubaidiyah, Qadahiyah di negeri muslimin belahan barat,
kemudian mereka datang ke negeri Mesir".[63]
Setelah kita mengetahui akar kesyirikan dalam peribadatan didalam tubuh
kaum muslimin, maka selanjutnya kita akan menerangkan tentang tersamarnya
perkara syirik ini sehingga ada yang terjerumus kedalamnya dari kalangan orang
yang telah dikenal dengan keilmuaan dan keutamaanya. Lalu apa sikap dan
tindakan para ulama salaf didalam menghadapi seluruh kesyirikan yang terjadi
tersebut.
Adanya sebagian kaum muslimin yang terjerumus kedalam perbuatan syirik.
Sungguh benar ucapan Rasul al-Amin, yang sangat bersemangat untuk
menjaga keimanan dan keutuhan kaum mukminin dari kotoran dan bahaya syirik,
tatkala beliau bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « الشرك أخفى في أمتي من دبيب الذر على
الصفا » [أخرجه أبو
نعيم في الحلية]
"Kesyirikan
lebih tersamar perkaranya dari pada semut kecil yang merayap di bukit Shafa".[64]
Dimana sebagian perbuatan syirik ada yang tersamar bagi sebagian para
ulama, sehingga mereka terjerumus ke dalamnya. Penulis kitab ad-Diinul
Khalish mengatakan, "Diantara jenis kesyirikan ada beberapa perkara
yang tidak diketahui oleh para sahabat kecuali setelah lewat beberapa waktu
lamanya, Lantas bagaimana dengan dirimu hingga dirimu dapat mengetahuinya tanpa
memiliki ilmu. Sedangkan Allah Shubhanahu
wa ta’alla mengatakan kepada Nabi
-Nya:
﴿فَٱعۡلَمۡ
أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ
وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ ١٩﴾[محمد: 19[
"Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada
Ilah (sesembahan, yang hak) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan
bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan". (QS Muhammad: 19).
Dan
Allah ta'ala juga menyatakan dalam firman -Nya:
﴿وَلَقَدۡ
أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٦٥﴾[ الزمر: 65]
"Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelummu."Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya
akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi". (QS az-Zumar: 65).
Jika ini ditujukan kepada penghulu dan penutup para Rasul, lantas
bagaimana kiranya dengan selain beliau dari kalangan manusia secara umum? Nabi
Ibrahim 'alaihi sallam pernah berdoa yang diabadikan oleh Allah ta'ala didalam
firman -Nya:
﴿وَإِذۡ قَالَ
إِبۡرَٰهِيمُ رَبِّ ٱجۡعَلۡ هَٰذَا ٱلۡبَلَدَ ءَامِنا وَٱجۡنُبۡنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعۡبُدَ
ٱلۡأَصۡنَامَ ٣٥﴾[ابراهيم]
"Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: "Ya
Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku
beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala". (QS Ibrahim: 35).
Jika saja bapaknya para Nabi juga merasa takut terhadap dirinya serta
anak keturunannya yang termasuk dari kalangan para nabi lalu apalagi yang bisa
diharapkan dari selain beliau dari kalangan manusia yang bukan termasuk anggota
kenabian? Dimana kesyirikan, perkaranya begitu samar lebih samar daripada semut
kecil yang sedang merayap, yang menguji sebagian orang yang tidak memahami
sedikit demi sedikit tentang masalah ini, biarpun suaranya lantang mengingkari
namun hakekatnya dia bodoh tentang hakekat itu".[65]
Hingga ada sebagian ulama yang ditimpa musibah yaitu dengan terjatuh
kedalam beberapa perbuatan syirik karena begitu samarnya perkara syirik dan
belum tergambar dalam benak mereka hakekat kesyirikan yang dengannya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus para Rasul untuk memberantasnya. Barangkali sebagian ulama
tadi memiliki niat yang tulus pada sebagian ucapan dan perbuatan mereka yang
telah terkontaminasi dengan kesyirikan. Akan tetapi, sebagaimana perkataan
Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, "Betapa banyak orang yang
menghendaki kebaikan namun ia tidak memperolehnya".[66]
Kemudian, para ulama tadi yang akan kita sebutkan sebentar lagi, bukan
berarti saya sedang menjatuhkan vonis bahwasannya mereka adalah orang-orang
musyrik, sebab menghukumi secara umum itu lebih mudah dan ringan pada banyak
kasus permasalahan dari pada memvonis secara individu. Karena bisa jadi ada
kasus tertentu yang mengharuskan seseorang divonis kafir atau musyrik akan
tetapi tercegah karena hilangnya salah satu syarat dari syarat-syarat yang ada
atau terhalangi oleh penghalang yang menyebabkan dirinya dihukumi kafir atau
musyrik.
Contohnya, jika ada seorang muslim yang mempunyai syubhat tentang
beberapa perkara syirik, maka untuk menghukuminya secara langsung harus hilang
dahulu syubhat yang mengganjal tersebut, kemudian menegakankan hujah padanya
terlebih dahulu, maka sebelum dilakukan dua hal tadi maka tidak boleh
menghukumi pelakunya sebagai seorang musyrik atau kafir selama-lamanya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama kita. Seperti yang
dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurahman Abu Bathin[67], salah seorang ulama Nejed, beliau mengatakan, "Pendapat kami
tentang hal itu, bahwa barangsiapa diantara pelaku kesyirikan ada yang
meninggal sebelum sampainya hujah dan dakwah kepadanya (maka tidak dihukumi
musyrik). Tapi, yang dihukumi ialah orang yang telah terkenal getol melakukan
perbuatan syirik dan menjadikan sebagai bagian dari agamanya, lantas dirinya
meninggal dalam kondisi seperti itu, maka dhohir orang tersebut, dirinya telah
meninggal dalam kondisi kafir. Sehingga tidak boleh mendoakannya, menyembelih
kurban untuknya dan bersedekah atas namanya. Adapun hakekat perkaranya maka
kita serahkan kepada Allah azza wa jalla.
Sedangkan orang yang meninggal dalam kondisi seperti itu, lalu semasa
hidupnya telah ditegakan hujah atasnya, kemudian dia tetap ingkar dan sombong
maka orang seperti ini telah kafir baik secara dhohir maupun batinnya. Adapun
sebelum ditegakkan hujah atasnya maka perkaranya kita serahkan kepada Allah
ta'ala. Adapun orang yang tidak kita ketahui perilaku dan kondisi semasa
hidupnya, kita juga tidak mengetahui mati dalam keadaan seperti apa, maka kita
tidak boleh menghukumi kafir padanya, adapun perkaranya maka kita serahkan kepada
Allah azza wa jalla".[68]
Imam Mujadid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab juga mengatakan, "Dan
kisah ini[69] memberikan sebuah faidah bahwa seorang muslim –bahkan seorang alim
sekalipun- bisa saja terjatuh kedalam perbuatan syirik sedang dirinya tidak
menyadarinya. Didalam kisah ini pula terdapat pelajaran untuk senantiasa
belajar dan berhati-hati. Demikian pula memberi pelajaran bahwa seorang muslim
yang berijtihad apabila berbicara dengan ucapan dusta sedang dirinya tidak
mengetahuinya, lalu dirinya sadar kemudian bertaubat kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla seketika itu juga maka tidak boleh dihukumi kafir".[70]
Dalam kesempatan lain beliau juga menjelaskan, "Kita tidak
menghukumi kafir orang yang menyembah patung, yang berada diatas kuburannya
Abdul Qadir Jailani dan patung yang berada diatas kuburan Ahmad Badawi, dan
yang semisal dengan keduanya, karena ketidaktahuan mereka, dan tidak adanya
orang yang mengingatkan perbuatan menyimpang tersebut".[71] Imam Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahab juga mengatakan berkaitan
tentang sebagian orang yang melakukan perbuatan syirik tidak semuanya kafir,
dengan penjelasannya, "Karena tidak adanya orang yang melarang perbuatan
tersebut dimasanya baik dengan lisan, atau dengan senjata dan pedang, begitu
juga belum tegak hujah atas dirinya, dan belum ada yang menjelaskan jalan yang
lurus".[72]
Maka pendapat yang benar dalam masalah menjatuhkan vonis syirik pada
individu ialah tidak boleh menisbatkan kesyirikan pada seseorang yang
melakukannya melainkan setelah hilang syubhat yang ada didalam benaknya, dan
setelah iqamatul hujah padanya. Oleh karena itu Syaikhul Islam menjelaskan
tentang sekte Jahmiyah (yang telah terjatuh dalam kesyirikan dengan cara
menta'thil), beliau menerangkan, "Oleb sebab itu saya katakan tentang
Jahmiyah dari kalangan haluliyah dan nufaat yang menafikan kalau Allah ta'ala
berada diatas Asry -Nya dan juga bencana yang mereka hasilkan. Yang kalau
seandainya saya mencocoki pemikirannya niscaya saya menjadi kafir, sebab saya
telah mengetahui bahwa pemikirannya adalah kafir, tapi kalian bagiku tidaklah
kafir karena kalian tidak mengetahui hakekatnya".[73] Hal ini Beliau sampaikan kepada para ulama mereka, qadhi, guru dan juga
para penguasanya.
Maka setiap orang dari kalangan umat ini yang terjatuh kedalam salah
satu dari perbuatan syirik maka kita tidak boleh menghukuminya bahwa mereka
adalah kaum musyrikin kecuali bila ada bukti yang menunjukan bahwa hujah telah
ditegakkan atas mereka, dan syubhat yang ada dikepalanya telah dihilangkan.
Sebab tidak semua orang yang kedapatan melakukan perbuatan syirik dihukumi
dirinya seorang musyrik -kecuali dari perkara yang telah diketahui secara pasti
didalam agama ini- Sebagaimana
keterangan para ulama kita.
Dan jika kita perhatikan pada mayoritas firqah yang terjatuh ke dalam kesyirikan
maka kita dapati bahwa kebanyakan diantara mereka memiliki syubhat dari apa
yang mereka ucapkan dan mereka kerjakan. Inilah faktor yang menghalangi kita
untuk menghukumi mereka secara individu bahwa mereka adalah orang-orang
musyrik. Akan tetapi, jangan dipahami bahwa orang yang tidak mempunyai syubhat,
atau syubhatnya termasuk dari perkara agama yang telah banyak diketahui secara
pasti oleh orang banyak, lalu hujahpun telah ditegakkan atasnya, kemudian kita
tidak menghukumi pelakunya sebagai seorang musyrik, semacam aliran Batiniyah,
Nushairiyah, dan orang-orang ekstrim dari aliran Rafidah. Sebab banyak bukti
yang menunjukan bahwa para ulama kita telah menjatuhkan vonis kafir secara
individu pada sekte-sekte tadi.
Selanjutnya, walaupun kita tidak menyematkan pada seseorang secara
person bahwa dirinya termasuk orang musyrik, tapi, tidak mengapa bila kita
menyebut orang yang telah melakukan salah satu dari perbuatan syirik tersebut,
dalam rangka untuk mengingatkan orang banyak dari bahaya syirik dan nasehat
bagi umat secara umum. Berpijak dari asas inilah maka akan saya sampaikan
beberapa orang yang telah terjatuh pada salah satu dari perbuatan syirik, baik
dirinya melakukan dengan sengaja atau tanpa unsur kesengajaan.
Misalkan, perbuatan syirik dengan menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam perkara yang berkaitan dengan Dzat, sifat dan perbuatan -Nya,
dengan cara menta'thilnya maka banyak dikalangan para ulama besar dari kalangan
Jahmiyah dan Mu'tazilah yang telah terjatuh kedalamnya. Sebagaimana hal itu
juga banyak menimpa para ulama besar dari kalangan Asya'irah dan Maturidiyah.
Atau sebagian ulama yang condong pada pendapat Qadariyah atau condong pada
pendapat Jabriyah. Begitu pula ada sebagian ulama yang jatuh dalam pemikiran
sufi yang mempunyai keyakinan wihdatul wujud.
Adapun kesyirikan dalam perkara yang berkaitan dengan Dzat Allah, nama,
sifat dan perbuatan -Nya, dengan cara mengambil tandingan bagi -Nya, maka hal
ini juga telah banyak menimpa kalangan Syi'ah dan Ahlu Sunah yang terlalu ektsrim
didalam menyerupakan Allah Shubhanahu wa ta’alla dengan
makhluk. Baik penyerupaannya dari segi Dzat -Nya, sifat atau perbuatan -Nya.
Yaitu dengan menetapkan sebagian sifat-sifat yang menjadi
kekhususan Allah ta'ala dengan sifat
makhluk. Seperti yang dilakukan oleh orang Rafidah terhadap Ali dan para
imamnya. Begitu pula yang dilakukan oleh orang-orang yang ghuluw terhadap Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan sebagian orang yang berprasangka baik pada orang-orang tertentu bahwasannya
mereka adalah para wali Allah Shubhanahu wa ta’alla yang punya
kesempurnaan dan punya kekhususan ini dan itu. Hingga sampai pada tingkat
menjadikan mereka sebagai tandingan bagi Allah azza wa jalla. Dan akan datang
insya Allah beberapa contoh dalam masalah ini.
Adapun kesyirikan dalam perkara menyekutukan Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam peribadatan, maka tidak mengapa bila kita sampaikan. Betapa
banyak dari kalangan para ulama yang ma'ruf didalam umat ini, yang terjatuh
dalam perbuatan syirik kepada Allah ta'ala –dan mereka masih dalam
kesyirikannya-, semacam berdoa kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, beristighotsah kepada selain Allah pada perkara yang harus ditujukan
kepadaNya, meminta perlindungan kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla pada perkara yang menjadi kekhususan –Nya, bernadzar, melakukan
penyembelihan, serta berbagai macam ibadah kepada selain Allah ta'ala. Dengan
argumen sedang bertawasul kepada -Nya melalui jalan para wali dan penghuni
kubur.
Maka tatkala kesyirikan semacam tadi banyak menyebar ditubuh kaum
muslimin hingga sampai pada tingkatan seperti ini maka para ulama yang telah
mendapat cahaya -Nya dengan tersinari hatinya dengan cahaya tauhid dan
mengetahui hakekat syirik bergerak untuk memberantas dan menjelaskan kepada
umat, selaras dengan kandungan yang ada dalam ucapan kenabian, seperti
sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « لَا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي
ظَاهِرِينَ على الحق لا يضرهم من خالفهم ولا من خذلهم حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ
اللَّهِ » [أخرجه البخاري ]
"Senantiasa
akan ada sekelompok dari kalangan umatku yang berada dalam kebenaran, orang
yang menyelisihi dan menterlantarkannya tidak akan memadharatkannya hingga
datang urusan Allah (hari kiamat)".
Mereka adalah para ahli hadits dan atsar dari kalangan umat ini. Dan
akan datang penukilan beberapa contoh para ulama mujtahid yang terkenal dalam
masalah ini yang telah memerangi perbuatan syirik dan khurafat dengan berbagai
macam jenisnya pada pembahasan yang akan datang.
Peran Ulama Dalam Memerangi dan Memberantas Praktek Syirik Dan
Penyelewengan Aqidah
Sungguh benar kabar gembira kenabian yang disampaikan oleh Nabi Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam
sabdanya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « يحمل هذا العلم من كل خلف عدوله ينفون عنه
تحريف الغالين وانتحال المبطلين وتأويل الجاهلين » [أخرجه ابن بطة في الإبانة ]
"Ilmu
ini akan dipikul dari setiap generasi orang-orang yang adil, yang akan
memurnikan penyelewengan dari orang-orang yang melampaui batas dan perusakan
dari orang yang batil serta penyimpangan dari orang bodoh".[74]
Sesungguhnya, manakala muncul berbagai perilaku kesyirikan baik dalam
masalah sifat maupun perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla, yaitu
dimasa sebagian sahabat kecil, mereka sudah berdiri tegak sebagai benteng kokoh
yang menghalau perbuatan syirik tersebut, seperti yang dilakukan oleh Ibnu Umar
dan Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhum tatkala menentang syirik Qadariyah. Dan
kedunya menjelaskan bahwa tidak ada keimanan tidak pula tauhid bagi orang yang
tidak mau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk, takdir yang enak
ataupun yang pahit.
Demikian pula tatkala muncul syirik ta'thil dengan menafikan sifat-sifat
Allah azza wa jalla dan menafikan beberapa perkara rububiyah, maka para tabi'in
serta orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan para ulama ahli hadits
bangun untuk melawan keyakinan-keyakinan menyimpang ini dengan menjelaskan
sebaik-baik penjelasan. Dimana ada sebagian mereka yang menulis buku secara
khusus sebagai bantahan untuk membela aqidah tauhid dan menjelaskan hakekat
kesyirikan. Dan sebagian mereka ada yang mengumpulkan ucapan para ulama salaf
dalam sebuah kitab yang berkaitan dengan masalah aqidah.
Pada tahun kedua hijriyah misalkan, para ulama telah banyak membantah
berbagai perilaku kesyirikan yang dituangkan dalam tulisan-tulisan mereka. Baik
tulisan yang terkandung dalam buku-buku hadits atau tulisan-tulisan yang memang
membahas secara tersendiri dalam masalah ini. Dan barangkali orang pertama yang
menulis kitab yang berkaitan dengan masalah ini ialah sebuah tulisan yang
dinisbatkan pada Imam Abu Hanifah rahimahullah yang berjudul Fiqhul Akbar,
walaupun ada sedikita catatan yang perlu dikoreksi dalam masalah aqidah,
didalam buku tersebut Imam Abu Hanifah mencantumkan aqidah ahlu sunah secara
global, dan membantah para pelaku kesyirikan yang telah menta'thil sifat-sifat
Allah azza wa jalla.
Pada waktu yang bersamaan ada beberapa ulama yang mengumpulkan
hadits-hadits serta atsar secara bersambung sanadnya dalam masalah aqidah ahlu
sunah, diantaranya Hamad bin Salamah (w 176 H). Abdurahman bin Mahdi (w198 H),
serta sederat ulama lainnya. Dalam rangka menjaga kemurnian aqidah dan
membantah keyakinan syirik ta'thil yang menyebar pada masa tersebut dan mereka
yang hidup sezaman dan menjumpai masa perkembangan aqidah batil tersebut, yaitu
menta'thil beberapa sifat Allah azza wa jalla.
Tidak ketinggalan Imam Syafi'i (w 204 H) juga menulis sebuah buku yang
dinisbatkan padanya berjudul Fiqhul Akbar. Didalam buku tersebut beliau
memperingatkan umat tentang bahaya dan ancaman berbagai jenis kesyirikan
ta'thil. Inilah beberapa karangan para ulama yang hidup pada generasi pertama
yang menulis secara khusus tentang masalah ini, sebagian tulisan-tulisan tadi
sampai sekarang ada, namun sebagian yang lain hilang tidak diketahui di mana
rimbanya.
Kemudian datang generasi setelahnya yang menulis buku secara spesifik
dalam bab aqidah dengan sedikit ringkas dan rinci sambil dibarengi dalil
al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi serta atsar para ulama salaf, tepatnya pada
abad ke tiga hijriyah, baik tulisan yang membawa judul dengan nama Iman atau
dengan nama Sunah. Lalu dipenghujung abad ke tiga hijriyah dan masuk diawal
abad ke empat buku yang membicarakan tentang aqidah menggunakan istilah
penamaan Tauhid kemudian Syari'ah. Setelah itu dengan istilah Aqidah dan
Ushuludin.
Para penulis dari kalangan salaf sholeh yang hidup pada masa ini,
semuanya menyebutkan dalam tulisan-tulisan mereka peringatan agar tidak
terjerumus dalam kesyirikan, baik syirik yang berkaitan dengan menta'thil
nama-nama Allah Shubhanahu wa ta’alla,
sifat-sifat -Nya, atau yang berkaitan dengan perbuatan -Nya. Dimana mereka memulai tulisannya dengan
mengingatkan manusia dari bahaya pemikiran Jahmiyah, Qadariyah, Mu'tazilah,
Asya'irah, Maturidiyah, Itihadiyah dan firqah sesat lainnya.
Sebagaimana ditulis ditengah-tengah itu buku-buku yang membantah sebagian
firqah sesat, seperti kitab ar-Radd 'ala Jahmiyah yang ditulis oleh Imam
Darimi, kitab ar-Radd 'ala Bisyir Mirisi yang keras kepala yang juga
ditulis oleh beliau, kitab Khalqu Af'aalil Ibaad yang ditulis oleh Imam
Bukhari, serta buku-buku lain yang ditulis oleh para ahli hadits yang kapabel.
Selain itu juga muncul peringatan dari para ulama tentang beberapa
firqah yang telah keluar dari syariat Islam dengan sebab sikap ekstrim,
melampaui batas dan meremahkan syariat Islam. Semua itu masuk dalam kategori
usaha keras yang dikerahkan oleh para ulama salaf untuk memperingatkan umat
dari bahaya syirik ta'thil dengan berbagai macam jenisnya.
Adapun usaha keras para ulama melawan kesyirikan yang membikin tandingan
bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla dalam masalah rububiyah, begitu pula
kesyirikan peribadatan dan hubungan hamba bersama Rabbnya, bisa dilihat dalam
penjelasan dan peringatan-peringatan para ulama salaf yang dituangkan dalam
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan aqidah dan syariat. Begitu juga, tidaklah
dijumpai sebuah kitab dari buku-buku fiqh dari kalangan empat madzhab melainkan
disinggung masalah ini.
[3] . Lihat keterangan ini secara panjang lebar dalam
kitab al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116. oleh Ibnu Hazm.
al-Milal wa Nihal 10/15-22 oleh Syahrastani. Siyar a'lamu Nubala 11/326 oleh
Dzahabi. al-Khathath 2/331-343 oleh al-Miqrizi serta yang lainnya.
[4] . Tidak pernah terjadi satu peristiwa pun yang
menjelaskan bahwa para sahabat berbuat lalim kepada Ali bin Abu Thalib, seperti
yang sering digembar-gemborkan oleh Rafidah. Ucapan tersebut hanyalah cara dan
sarana yang diangkat untuk bisa mencapai niat busuk orang-orang Rafidah.
[5] . Dia adalah Abdullah bin Saba'
as-Sauda' al-Humairi, ash-Shan'ani, al-Yamani. Yahudi tulen, tokoh pematik
fitnah besar ditubuh umat ini. Meninggal pada tahun 40 H. Lihat keterangan yang
ditulis oleh D. Sa'di Mahdi al-Hasyimi dalam kitabnya Ibnu Saba' Haqiqah laa
Khayal (Tokoh Ibnu Saba' Sebuah Kenyataan Bukanlah Fiktif). Dan lihat pula
dalam kitab al-A'laam 4/88 oleh az-Zarkali.
[6] . al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116.
oleh Ibnu Hazm. al-Firaq bainal Firaq hal: 284-285 oleh al-Baghdadi. Bayan
Aqidah Batiniah wa Buthlaniha hal: 19 oleh ad-Dailami.
[7] . Dia adalah Ma'bad al-Juhani, al-Bashari, generasi
tabi'in. Penyeru kesesatan, dikatakan oleh Imam Daruquthni, "Haditsnya
diterima namun pemikirannya ditolak". Para
ulama salaf banyak yang membantahnya berkaitan dengan pengingkaran takdir yang
dilakukannya. Dibunuh oleh Abdul Malik pada tahun 80 H. Lihat keterangannya
dalam kitab Tahdzib Tahdzib 5/489 oleh Ibnu Hajar.
[8] . Dia adalah Ghailan bin Abi Ghailan Muslim. Punya pemikiran
mengingkari adanya takdir, orang sesat, termasuk temannya al-Harits al-Kadzab
yang mengaku sebagi nabi, dan dia termasuk orang yang mengimani kenabiannya.
Mati dibunuh pada tahun 80 H. Lihat keterangannya dalam kitab Lisanul Mizan
4/424 oleh Ibnu Hajar.
[11] . Atsarnya bisa dilihat dalam riwayatnya Abu Ashim
dalam kitabnya as-Sunah hal: 79. asy-Syari'ah hal: 238 oleh al-Ajuri. Syarh
Itiqad Ahlu Sunah no: 1116 oleh al-Lalaika'i. al-Mathalib al-Aliyah no: 2936
oleh Ibnu Hajar.
[12] . Dia adalah Washil bin Atha' al-Bashari, jenius, ahli
filsafat, gagap tidak bisa mengucapkan huruf dengan jelas, mendengar dari Hasan
Bashri dan yang lainnya. Abu Fath al-Azdi menjelaskan, "Laki-laki jelek
lagi kafir". al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan, "Tokoh Mu'tazilah yang
diagungkan". Lahir pada tahun 80 H di kota Madinah. al-Mas'udi mengatakan,
"Tokoh Mu'tazilah yang sudah lama menganut pemahaman ini dan merupakan
gurunya". Tokoh pertama yang punya pernyataan al-Manzilah bainal
Manzilatain. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 5/464 no: 210
oleh Dzahabi. Lisanul Mizan 6/214-215 no: 752 oleh Ibnu Hajar.
[13] . al-Fashl fii al-Milal wal Ahwa wa Nihal 2/115-116. oleh
Ibnu Hazm. al-Milal wa Nihal 1/15-22 oleh Syahrastani. Siyar a'lamu Nubala
11/236 oleh Dzahabi. al-Khathath 2/331-343 oleh al-Miqrizi. serta yang
lainnya.
[15] . Sebagaimana keterangan yang ada dalam kitab Majmu
Fatawa 7/384 oleh Ibnu Taimiyah. al-Khathath 3/360 oleh al-Miqrizi.
[16] . Masuk dalam generasi Tabi'in, dibunuh oleh Khalid
bin Abdullah al-Qasari karena termasuk zindik. Dikisahkan bahwa dirinya pernah
menaruh disebuah botol air dan debu lalu memasukan cacing, sembari mengatakan,
"Akulah yang menciptakannya". berasal dari Persia. dibunuh pada tahun 124 H.
Lihat keteranganya lebih lanjut dalam kitab Bidayah wa Nihayah 9/394 oleh Ibnu
Katsir.
[20] . Dia adalah Abdullah bin Sa'id Abu Muhammad al-Qathan.
Ibnu Kilab al-Bashari. Ingin mengingkari pemahaman Mu'tazilah tapi justru
membikin madzhab baru yang banyak di ikuti oleh manusia. Lihat biografinya
dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 11/174 oleh Dzahabi.
[21] . Dia adalah Muhammad bin Abdul Wahab, Abu Ali al-Bashari,
syaikhnya Mu'tazilah. Lihat biografinya dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 14/183
oleh Dzahabi.
[22] . Yaitu sebelum rujuk kepada madzhab salaf,
sebagaimana telah valid sumber beritanya kalau dirinya kembali rujuk ke madzhab
salaf diakhir hayatnya. Lalu menulis kitab al-Ibanah, dan al-Maqalaat Islamiyah
serta yang lainya.
[23] . Dia adalah Abu Manshur, Muhammad bin Mahmud bin
Muhammad al-Maturidi, as-Samarqandi, al-Hanafi, ahli filsafat, pimpinan aliran
Maturidiyah Jahmiyah. Tidak dikenal orang dan keadaannya. Lihat biografinya
dalam buku-buku madzhab Hanafi semisal al-Jawahir Mudhiyah 2/360 oleh Abdul
Qadir Adam al-Quraisy. al—Fawaid Bahiyah hal: 195 oleh al-Laknahwi.
[24] . Lihat keterangannya dalam kitab al-Maqalaat
Islamiyah 1/106-109. 281, 290 oleh Abu Hasan al-Asy'ari. al-Firaq bainal Firaq
hal: 65-71, 225-230 oleh al-Baghdadi. al-Milal wa Nihal 1/92-99 oleh
Syahrastani.
[27] . Lihat biografinya dalam kitab al-Firaq bainal Firaq
hal: 68-69 oleh al-Baghdadi. al-Maqalaat Islamiyah 1/109 oleh Abu Hasan
al-Asy'ari.
[29] . Lihat keterangannya dalam kitab al-Firaq bainal
Firaq hal: 68-69 oleh al-Baghdadi. al-Maqalaat Islamiyah 1/106-109 oleh Abu
Hasan al-Asy'ari.
[33] . Dia adalah Abu Mughits, Hasan bin Manshur al-Halaj,
al-Baidhawi, al-Farisi, al-Iraqi. Imamnya orang-orang zindik, pengikut paham
menitisnya tuhan kepada makhluk, kakeknya seorang Majusi, berguru kepada Sahl
bin Abdullah at-Tusturi, ketika di Baghdad berguru pada Junaid. Seluruh orang
sufi berusaha berlepas diri dari pahamnya, demikian pula para ulama dan
masyayaikh. Mati di bunuh pada akhir bulan Dzul Qa'dah pada tahun 309 H. Lihat
biografinya secara lengkap dalam kitab Siyar a'lamu Nubala 14/313-354 oleh
Dzahabi. al-Firaq bainal Firaq hal: 165-167 oleh Baghdadi. al-Fashl fil Milal
wal Ahwa wa Nihal 4/204 oleh Ibnu Hazm dan Lisanul Mizan 3/255 oleh Ibnu Hajar.
[34] . Dia adalah Umar bin Ali bin Mursyid al-Hamawi,
al-Mishri. Salah seorang tokoh yang terang-terangan membela perbuatan zindik
dan pengagung kubur, itihadiyah, dan pemuja patung. Imam Dzahabi mengatakan,
"Pengusung paham menitis yang penuh dengan kebohongan". Ibnu Asakir
menjelaskan, "Kalau seandainya tidak ada bait syair yang ditulis berkaitan
dengan paham menitis secara terangan-terangan niscaya tidak ada dimuka bumi ini
zindik dan kesesatan. Ya Allah, karuniakan kepada kami ketakwaan dan jauhkan
dari mengikuti hawa nafsu". Meninggal pada tahun 632 H. Lihat nukilan
kekafirannya dari Diwannya hal: 26-71. Dan penukilan oleh al-Alusi dalam
kitabnya Jala'ul Ainaini hal: 78-81. Mahmud Syukri al-Alusi dalam bukunya
Ghayatul Amani 1/403. Mahmud Abdu Ra'uf al-Qasim dalam bukunya Kasyfu an
Haqiqatu Shufiyah hal: 155-158. Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu Nubala
22/368 oleh Dzahabi. Mizanul I'tidal 2/266. Bidayah wa Nihayah 13/143 oleh Ibnu
Katsir. Lisanul Mizan 4/317 oleh Ibnu Hajar.
[35] . Dia adalah Abu Bakar, Muhammad bin Ali bin Muhammad,
al-Hatami, ath-Tha'i, al-Andalusi. Mendapat julukan dikalangan ahli sufi Syaikh
akbar, Muhyiyudin, salah seorang tokoh besar pimpinan paham atheis, itihad dan
zindik. Dirinya kehebatan imannya Fir'aun. Lihat sebagian paham kufur dan
kesyirikannya dalam nukilan yang disebutkan oleh Nu'man Khairudin al-Alusi
dalam kitabnya Jala'u Ainain hal: 69-78. Abu Tsana al-Alusi dalam bukunya
Ghayatul Amani 1/390-406. Mahmud Abdu Ra'uf dalam bukunya Kasyfu an Haqiqati
Shufiyah hal: 143-152. Imam Dzahabi mengatakan tentang Ibnu Arabi,
"Barangsiapa melihat kitabnya al-Fushush, kalau tidak ada kekufuran
didalamnya niscaya tidak ada kekufuran didunia. Kita memohon kepada Allah
keselamatan, berlindung dari kesesatan". Lihat kitabnya Siyar a'lamu
Nubala 23/48. Meninggal pada tahun 638 H.
[36] . Dia adalah Abu Muhammad, Abdul Haq bin Ibrahim
al-Isybili. Salah seorang pimpinan paham itihad. Diantara pemikirannya, bahwa
kenabian bisa di usahakan oleh siapapun, Dirinya pernah mencibir orang-orang
yang sedang melakukan thawaf disekitar Ka'bah sembari mengatakan, 'Kalau
sekiranya mereka thawaf mengelilingiku itu lebih baik daripada thawaf disekitar
Ka'bah'. Lihat biografinya oleh Nu'man Khairudin al-Alusi dalam kitabnya Jala'u
Ainain hal: 81-82. Syaikhul Islam punya kitab yang berjudul Tis'iniyah sebagai
bantahan untuknya. Dicetak dengan judul Baghiyatul Murtad. Lihat pula biografinya
orang ini dalam kitab Bidayah wa Nihayah 13/276. Meninggal pada tahun 669 H.
[37] . Semisal al-Mulawi ar-Rumi pimpinan paham
al-Mutsnawi. Juga al-Qanawi, al-Tilmisani, dan pimpinan tharekat Naqsabandiyah,
Abdul Karim al-Jaili, al-Jami pemilik kitab syarh Fushush. asy-Sya'rani sang
pengagung kubur, an-Nablusi al-Kharafi, dan tokoh-tokoh lainnya dari kalangan
aliran sufi.
[38] . Seperti dinukil oleh Abu Hasan al-Asy'ari dalam
kitab Maqalaat Islamiyah 1/81. Bahkan bila diperhatikan sebagian besar aqidah
sufi hingga sufi yang ada pada zaman kita sekarang ialah pengikut pahama
wihdatul wujud, khulul dan itihad. Insya Allah akan datang penjelasan beberapa
potret nyata perilaku dan aqidah mereka.
[39] . Lihat keterangannya dalam kitab Firaq bainal Firaq
hal: 233 oleh Baghdadi. Dimana beliau mencantumkan sebagai orang pertama yang
telah keluar dari Islam.
[40] . Lihat kitab Firaq bainal Firaq hal: 233 oleh
Baghdadi. al-Bad'u wa Tarikh 5/125-129 oleh al-Maqdisi. Lisanul Mizan 3/289-290
oleh Ibnu Hajar. Mizanul I'tidal 2/426 Dzahabi.
[41] . Firaq bainal Firaq hal: 23, 24, 225-230, 233-266
oleh Baghdadi. Maqalaat Islamiyah 1/66-88 oleh al-Asy'ari. Milal wa Nihal
1/151, 176-191 oleh Syahrastani.
Rawafidh bentuk plural dari kata Rafidah nisbat
kepada Rafidi. Sedangkan Rafdu secara bahasa bermakna meninggalkan. Adapun kata
Rawafidh secara bahasa mempunyai arti pasukan yang pergi meninggalkan
panglimanya, membiarkan dan mengacuhkan perintahnya.
Secara istilah Rafidah ialah firqah dari Syi'ah.
Dinamakan seperti itu karena mereka meninggalkan Zaid bin Ali bin Husain,
menolak dan mengkhianatinya. Yang sebelumnya mereka telah membai'atnya,
kemudian mereka bertanya padanya, "Engkau berlepas diri kepada Abu Bakar
dan Umar –radhiyallahu 'anhuma- atau tidak? Maka dirinya enggan memenuhi keinginan
mereka, justru berkata, "Keduanya pembantu kakekku Rasulallah shalallahu
'alaihi wa sallam". Mereka lalu berkata, "Kalau demikian kami
menolakmu". Akhirnya, mereka menolak Zaid bin Ali bin Husain. Dan beliau
mengatakan, "Kalian telah menolakku". Itulah kenapa mereka dinamakan
Rafidah, dari kata Rafdu. Dijelaskan bahwa pada waktu itu ada beberapa orang
yang tetap membela beliau, dan kelompok yang membelanya dinamakan dengan aliran
Zaidiyah. Lihat keterangannya dalam kitab Firaq bainal Firaq hal: 24-25 oleh
Baghdadi. Siyar a'lamu Nubala 5/390 oleh Dzahabi. Tajul Arus 5/34 oleh Zabidi.
[42] . Isma'iliyah kelompok yang dinisbatkan kepada Isma'il
bin Ja'far ash-Shadiq (w 198 H). Firqah ini termasuk sempalan dari sekte
Rafidah Imamiyah. Dan kelompok Imamiyah setelah ditinggal mati oleh Ja'far
ash-Shadiq pada tahun 147 H, pecah menjadi beberapa kelompok, yang paling
terkenal diantaranya yaitu, al-Mausuwiyah, dan al-Isma'iliyah. Diantara ucapan mereka, ialah menyakini bahwa
Musa al-Kadhim bin Ja'far ash-Shadiq termasuk Imam yang dua belas. Keyakinan
kedua menyakini bahwa Isma'il bin Ja'far ash-Shadiq ialah imam mereka, inilah
kelompok yang disebut dengan Isma'iliyah. Setelah itu kelompok ini pecah
tatkala menyikapi Muhammad bin Isma'il, dirinya diklaim telah kembali setelah
lama bersembunyi. Inilah kelompok pecahan yang dinamakan dengan al-Waqifiyah.
Keyakinan mereka mengatakan bahwa para imamnya sedang bersembunyi, kemudian
kelak akan muncul. Ini semua termasuk kelompok Isma'iliyah al-Batiniyah.
[43] . Ubaidiyah ialah kelompok sempalan dari Isma'iliyah
–pada kebanyakan aqidah yang mereka pegang- yang dinisbatkan kepada Ubaidillah
al-Mahdi. Para pengikutnya mengklaim,
"Sesungguhnya ia termasuk dari keturunan Fatimah az-Zahra dan keturunan
Maimun al-Qadah". Kelompok Ubaidiyah termasuk aliran yang banyak sekali
melakukan perbuatan bid'ah, khurafat dan kesyirikan. Lihat keterangan lebih
lanjut dalam kitab Firaq bainal Firaq hal: 170 oleh Baghdadi. Nasy'atul Fikr
Falsafah fii Islam 2/487-511 oleh an-Nasyar.
[44] . Qaramitah ialah aliran Syi'ah para pengikut Hamdan
Qarmath. Salah seorang penyeru aqidah Batiniah dan pimpinannya. Dari ahli
Kufah, mereka dinamakan dengan Batiniyah karena keyakinannya dalam masalah
syari'at yang mengklaim syari'at adalah sesuatu yang batin tidak nampak. Lihat
keterangannya dalam kitab Fadha'ih Batiniyah (kerusakan sekte Batiniyah) hal:
11-18 oleh al-Ghazali.
[45] . Nushairiyah aliran dari firqah Syi'ah yang ekstrim.
Mereka mengatakan, 'Kebenaran akan nampak dengan penampilan Ali dan para Imam'.
Oleh sebab itu dinisbatkan pada mereka nama Ali Ilahiyah. Mereka adalah
kelompok yang lebih kafir dari pada Yahudi dan Nasrani. Lihat keterangannya
dalam kitab al-Milal wa Nihal 1/168-169 oleh Syahrastani. Minhaj Sunah 2/409
oleh Ibnu Taimiyah.
[46] . Daruz ialah salah satu kelompok sempalan Isma'iliyah
Ubaidiyah ekstrim yang menuhankan penguasanya karena perintah Allah. Mereka
mengingkari semua berita yang disebutkan oleh Allah tentang hari kiamat mulai
balasan dan adzab. Mereka muncul pada permulaan abad ke lima hijriyah di Mesir. Lihat keterangannya
dalam kitab ad-Daruz hal: 5 oleh D. Muhammad Ahmad al-Khatib.
[47] . Lihat Maqalaat Islamiyah 1/66-88. Milal wa Nihal
1/151, 176-191 oleh Syahrastani. Firaq bainal Firaq hal: 23-24, 225-230 oleh
Baghdadi. Tahdzib Tarikh Dimasq 7/430 oleh Ibnu Mandhur.
[50] . Ikhwanu Shafa sebuah kelompok dari Isma'iliyah
Batiniyah. Mereka menulis risalah yang lebih dikenal dengan Rasa'il Ikhwanu
Shafa yang berjumlah lebih dari lima
puluh tajuk rencana. Dikatakan oleh Abu Hayan at-Tauhidi sebagian nama-nama
mereka dalam bukunya al-Muqabisaat. Lihat pula buku yang menyibak hakekat
mereka yang ditulis oleh D. Umar Dasuki dalam bukunya Ikhwanu Shafa. Dan buku
Harakaat Batiniyah fii Alamil Islam Aqaiduha wa Hukmul Islam fiiha hal: 169-175
oleh D. Muhammad Ahmad al-Khatib.
[52] . Dia adalah Ja'far bin Musa bin Qulawiyah al-Qumi,
Abul Qasim, Ulama Syi'ah yang banyak ikut serta dalam berbagai ilmu. Meninggal
pada tahun 368 H. Lihat biografinya dalam Mu'jamul Mu'alifin 3/146 oleh Umar
Ridha Kahalah.
[54] . Beliau adalah Ali bin Aqil bin Muhammad bin Aqil
al-Baghdadi al-Hanbali. Kunyahnya Abul Wafa. Dikatakan oleh Dzahabi,
"Imam, al-Allamah, lautan ilmu, Syaikhnya Hanabilah". Meninggal pada
tahun 513 H. Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu Nubala 19/443-451 oleh
Dzahabi.
[55] . Dinukil oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dalam
kitab Mufid Mustafid fii Hukmi Tariki Tauhid (dalam kandungan aqidah muwahidin)
hal: 64. Sebagaimana dinukil oleh al-Ma'shumi dalam bukunya Hukmullah wahid fii
Hukmi Thaalib minal Mayit hal: 44. Dan ucapan Ibnu Aqil bisa ditemui dalam buku
Ighatsatul Lahfan 1/695 karangan Ibnu Qayim.
[56] . Dia adalah Abu Nashr, Muhammad bin Muhammad bin
Tharhaan yang dijuluki dengan guru kedua. Meninggal pada tahun 339 H. Sedangkan
guru pertama menurut mereka adalah Aristoteles. Dia adalah salah seorang ulama
besar pengikut Atheis, zindik, yang mempermainkan ajaran agama Islam. Dirinya
mengaku bahwa Filosof lebih sempurna dari pada seorang nabi. Syaikhul Islam
mengatakan tentang mereka sebagai orang kafir dan menyesatkan. Dia adalah
syaikh ahli filsafat, dari buku-bukunya Ibnu Sina banyak mengambil dan
terpengaruh pemikirannya. Kekufurannya begitu jelas, seorang pengagung kubur
dan patung. Lihat sepak terjangnya dalam kitab Majmu fatawa 2/67, 86, Dar'u
Ta'arudh 1/10, keduanya karangan Ibnu Taimiyah. Dan Ighatsatul Lahfan 2/672-627
oleh Ibnu Qayim.
[57] . Dia adalah Abu Ali, Husain bin Abdullah, Hanafi
sebagai madzhabnya, dan Qurmuthi sebagai kecendurangannya. Beraqidah Batiniah,
pengagung kubur, pemuja berhala, zindik, atheis, filosof, dijuluki dengan
ketua, meninggal pada tahun 428 H. Dirinya berbuat dalam agama Islam sama
seperti perilakunya Paulus ketika merubah agama Nasrani. Dikatakan oleh Ibnu
Shalah (wa 643 H), "Termasuk setan dari kalangan manusia". Lihat
biografinya dalam al-Jawahir al-Madhiyah 2/63-64 oleh Abdul Qadir al-Quraisy.
Lihat kesesatan dan kekufurannya yang dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dalam
kitabnya Majmu Fatawa 9/134, Dar'u Ta'arudh 1/8-11, Radd 'ala Mantiqiyin hal:
278-27. Ighatsatul Lahfan 2/673-674, Qasidah Nuniyah hal: 43 keduanya oleh Ibnu
Qayim. Siyar a'lamu Nubala 17/531-536 oleh Dzahabi. Bidayah wa Nihayah 12/43
oleh Ibnu Katsir.
[58] . Dia adalah Muhammad bin Hasan, yang lebih dikenal
dengan Khajah Nasirudin. Seorang Filosof, atheis, zindik, pengagung kubur,
pemuja patung dan tukang sihir. Menggagas Isyaratnya Ibnu Sina sebagai
al-Qur'an, tapi tidak mampu. Dia berkata, "Isyarat tersebut adalah
al-Qur'annya Khawas (orang-orang khusus) sedangkan yang ada sekarang miliknya
orang awam". Menganggas untuk merubah sholat lima waktu menjadi dua sholat, meniadakan
adzan, merubah kiblat ke arah selatan. Seorang tukung sihir yang menyembah
berhala. Sebagai menteri pada penguasa atheis Tartar, sikap dan perilakunya
banyak yang bertentangan dengan Islam dan kaum muslimin, meningkari hari
kebangkitan, hingga menulis sebuah buku tentang itu yang berjudul Mushara'atul
Mushara'ah sebagai bentuk bantahan kepada kitab yang dikarang oleh Ibnu Rusyd
yang menentang Filsafat, berjudu Mushara'atul Falasifah.
Ringkasnya, dia adalah seorang atheis yang
mengingkari adanya tuhan, rasul, malaikat, kitab, dan hari akhir, sebagaimana
dikatakan oleh Ibnu Qayim dalam kitabnya Ighatsatul lahfan 2/672-676 dan
Shawa'iqul Mursalah 2/790. 1077, 2078. Syarh Aqidah Nuniyah 1/158-159 oleh
al-Haras. Dar'u Ta'arudh 5/67-68 oleh Ibnu Taimiyah. Syadzratu Dzahab 5/339-340
oleh Ibnu Ma'ad.
[59] . Dia adalah Saul seorang Yahudi. Lahir di Thurtus,
warga negara Romania, seorang yang memusuhi agama Nasrani, lalu pura-pura masuk
Nasrani. Lihat keterangan lebih lanjut dalam kitab Da'ratul Ma'arif 5/701 oleh
Petrus Bustani.
[60] . Mayoritas perbuatan syirik dalam ibadah dilakukan
dengan cara mengambil wasilah, dan wasilah yang ada dalam filsafat Yunani ialah
seperti yang dinukil oleh Imam Ibnu Qayim dari para pembesarnya, "Ziyarah
(kubur) yang paling sempurna ialah dengan menghadapkan roh dan hati kepada si
mayit, duduk disamping kubur dengan penuh kesungguhan, menghadapkan seluruh
tujuan dan harapan padanya, dimana tidak menyisakan ruang dalam hati kepada
selainnya, karena setiap kali hati dan kesungguhan itu semakin sempurna
menghadap padanya, niscaya akan lebih banyak memberi faidah". Cara ziyarah
semacam telah disebutkan oleh Ibnu Sina dan al-Farobi serta filosof lainnya.
Mereka sangat jelas dalam kekufurannya seperti para pemuja bintang ketika
sedang melakulan ritual ibadah". Ighatsatul Lahfan 1/249 oleh Ibnu
Qoyim.
[61] . Mereka adalah para pengikut Abu Manshur Maturidi,
al-Hanafi, al-Jahmiyah. Meninggal pada tahun 333 H. Lihat biografinya dalam
kitab Mu'jamul Mu'alifin 11/300 Oleh Umar Ridah Kahalah.
[62] . Mereka adalah para pengikut Imam Abu Hasan
al-Asy'ari, pada fasenya yang kedua. Adapun Kulabiyah maka nisbat kepada Ibnu
Kilab yang telah kita jelaskan biografinya sebelum ini.
[64] . HR Abu Nu'aim didalam kitabnya Hilyahtu Auliya 3/36.
Dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam shahihul Jami no: 3730.
[67] . Beliau adalah Abdullah bin Abdurahman Abu Bathin.
Lahir pada tahun 1194 H. Menjadi Qadhi dibeberapa wilayah, beliau banyak
mempunyai tulisan yang berkaitan tentang masalah Aqidah, dan pembelaan kepada
dakwah Imam Mujadid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Mendapat julukan sebagai
Mufti negeri Nejed. Meninggal di kota Syaqraa' pada tahun 1282 H. Lihat
biografinya dalam kitab Ulama Nejed Khilal Sitata Qurun 2/234 oleh Abdullah bin
Abdurahman al-Bassam.
[69] . Maksudnya ialah kisah yang disebutkan dalam hadits
ada seseorang yang begitu senang mendapatkan perbekalaanya setelah putus asa
dan pasrah untuk mati, "Ya Allah Engkau adalah hambuku dan saya adalah
Rabbmu".
Post a Comment