Kaidah-kaidah Utama tentang Asma` dan Sifat Allah SWT
Kaidah-kaidah
Utama tentang Asma` dan Sifat Allah SWT
Segala puji bagi Allah SWT
yang telah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada-Nya. Oleh karena
itu, Dia mengutus para rasul kepada umat manusia. Dia SWT
menerangkan rincian ibadah, tujuan penciptaan mereka di dalam Kitab-Nya yang
mulia dan di dalam Sunnah Rasul-Nya yang terpercaya. Allah SWT
memerintahkan hamba-Nya untuk melaksanakan seluruh apa yang diwajibkan dan
meninggalkan semua yang dilarang, secara ikhlas kepada-Nya. Shalawat dan salam
semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad saw., beserta
keluarga, para sahabat, dan pengikutnya yang baik hingga hari kiamat. Amma
ba'du,
Asma` dan sifat adalah termasuk bagian
dalam tauhid, (selain Tauhid Rububiyah dan Tauhid Uluhiyyah), yang maknanya
adalah beriman kepada nama-nama Allah SWT. dan sifat-sifat-Nya sebagaimana diterangkan dalam al-Qur`an dan Sunnah
Rasul-Nya menurut apa yang pantas bagi Allah SWT tanpa tahrif
(mengubah lafazh dan membelokkan makna sebenarnya), ta'thil (pengingkaran
seluruh atau sebagian sifat dan Dzat Allah SWT.), takyiif
(menanyakan bagaimana Allah SWT.),
tamtsil (menyerupakan Allah SWT.
dengan makhluk-Nya). Dalam hal ini Allah SWT.
berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىْءُُ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِيرُ {11}
Tidak ada sesuatupun yang
serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Asy-Syura:11)
Hal ini menunjukkan apabila kita
mengenal Asma`ul Husna dengan bersungguh-sungguh, menghafal, kemudian memahami
maknanya serta beribadah kepada Allah SWT.
maka akan menjadi penguat iman yang paling besar, bahkan mengenal Asma` dan
sifat-Nya merupakan dasar iman, di mana iman seseorang itu kembali kepada dasar
yang agung ini.
Berdasarkan hal tersebut, dalam
kesempatan ini kami menulis beberapa kaidah penting tentang asma dan sifat
Allah SWT.
yang dikutip dari kitab 'al-Qawa'idul Mutsla fil asma`i wash shifat
karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin dan dari kitab Syarh
asma`ilhusna fii dhauil kitaab wass sunnah, karya Syaikh Sa'id bin Ali bin
Wahf al-Qahthani, serta dari kitab Faidah Jalillah fi Qawa'idil Asma`il
Husna, karya Ibnul Qayyim. Dengan harapan semoga kutipan singkat ini
bermanfaat bagi kita semua -kaum muslimin- yang mengharapkan ridha Allah SWT.
Allah SWT.
berfirman:
وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى
فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asma-ul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS.
Al-A'raaf:180)
Doa yang
disebutkan dalam ayat di atas mengandung doa masalah dan doa ibadah. Doa
masalah adalah memohon kepada Allah SWT
diawali dengan menyebutkan nama yang sesuai dengan satu atau beberapa nama dari
nama-nama-Nya. Seperti mengatakan:
يَا غَفُوْرُ اغْفِرْلِي, يَارَحِيْمُ
ارْحَمْنِي, يَاحَفِيْظُ احْفَظْنِي
"Ya Allah Yang Maha Pengampun, ampunilah aku. Ya Allah Yang
Maha Pengasih, kasihilah aku. Ya Allah Yang Maha Pelindung, lindungilah
aku."
Sedangkan doa ibadah adalah
melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. berdasarkan Asma`ul Husna ini. seperti kita bertaubat kepada Allah SWT
karena Dia Maha Penerima Taubat, berdzikir dengan-Nya karena Dia Maha
Mendengar, beribadah dengan raga karena Dia Maha Melihat, dengan seterusnya.
Mengingat pentingnya masalah asma` dan
sifat ini, banyak umat Islam yang membicarakannya. Ada yang sesuai dengan
al-Qur`an dan Sunnah dan hanya inilah golongan yang benar dan diridhai Allah SWT,
ada yang menyimpang dari jalan yang lurus dengan menolak semua asma dan sifat
Allah SWT,
ada yang menerima sebagian sifat Allah SWT
dan menolak sebagian yang lain, ada pula yang memalingkannya dari makna yang
sebenarnya. Di antara kaum yang menyimpang itu, ada yang karena salah dalam
memahami dalil, ada yang karena bodoh, dan ada pula yang hanya karena
berdasarkan ta'ashshub buta. Dan agar kita tidak terjerumus ke jalan
yang menyimpang, berikut ini beberapa kaidah penting yang berkenaan dengan
asma` dan sifat Allah SWT.:
1.
Seluruh Asma Allah SWT
adalah husna, artinya Maha Indah. Firman Allah SWT.:
وَللهِ
اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asma-ul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS.
Al-A'raaf :180)
Asma Allah SWT
Maha Indah dan sempurna karena tidak terkandung di dalamnya kekurangan
sedikitpun, baik secara eksplisit maupun implisit. Contohnya: العليم (Yang Maha Tahu) salah satu asma` Allah SWT. yang mengandung sifat 'ilmu' (pengetahuan) yang sempurna, tidak didahului oleh
sifat kebodohan dan tidak pula dihinggapi sifat lupa. Firman Allah SWT.:
قَالَ
عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي فِي كِتَابٍ لاَّيَضِلُّ رَبِّي وَلاَيَنسَى
Musa menjawab:"Pengetahuan
tentang itu ada di sisi Rabbku, di dalam sebuah kitab, Rabb kami tidak akan
salah dan tidak (pula) lupa; (QS. Thaha :52)
Ilmu
pengetahuan Allah
maha luas, meliputi segala sesuatu, baik secara umum maupun rinci, berkenaan
dengan perbuatan Allah
sendiri maupun makhluk-Nya. firman Allah :
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ
لاَيَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَافِي الْبَرِّوَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ
مِن وَرَقَةٍ يَعْلَمُهَا وَلاَحَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ اْلأَرْضِ وَلاَرَطْبٍ
وَلاَيَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مًّبِينٍ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci
semua yang ghaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS.al-An'aam:59)
Dan firman
Allah :
وَمَامِن دَآبَّةٍ فِي
اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا
وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ {6}
Dan tidak ada suatu binatang
melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui
tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam
kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. Huud:6)
Kedua ayat
di atas memberikan penjelasan secara nyata bahwa tidak ada sesuatupun di alam
semesta ini yang terlepas dari ilmu Allah
yang Maha Luas dan tanpa batas. Itulah kesempurnaan dan keindahan ilmu Allah .
Demikian pula sifat-sifat Allah
yang lainnya, semuanya indah dan sempurna.
2.
Asma` Allah
adalah nama dan sifat.
Nama
dipandang dari indikasinya (dalalah) kepada dzat dan sifat dipandang
dari indikasinya kepada makna. Dari pengertian pertama, maka seluruh asma`
adalah mutaradif (sinonim), karena indikasinya hanya kepada satu dzat,
yaitu Allah .
Sedangkan dari pengertian kedua, maka semua asma Allah
adalah mutabayinah (diferensial), karena setiap asma` mempunyai indikasi
(dalalah) makna yang tersendiri. Contohnya:
الحي
العليم القدير السميع
البصير الرحمن الرحيم
Semuanya adalah asma untuk satu Dzat,
yaitu Allah .
Akan tetapi makna الحيي tidak sama dengan
makna العليم dan العليم tidak sama dengan makna القدير demikianlah seterusnya.
Asma Allah
disebut nama dan sifat berdasarkan petunjuk dari al-Qur`an, seperti firman
Allah :
وَهُوَ
الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
dan Dialah Yang Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. (QS. Yunus: 107)
dan firman
Allah :
وَرَبُّكَ
الْغَفُورُ ذُو الرَّحْمَةِ
Dan RabbmulahYang Maha
Pengampun, lagi mempunyai rahmat.. (QS. Al-Kahf :58)
Ayat yang
kedua dengan jelas menunjukkan bahwa ar-Rahim yaitu yang mempunyai sifat
rahmah.
Selain itu, berdasarkan konsensus para
ahli bahasa dan adat kebiasaan, bahwa tidak dikatakan 'alim kepada orang
yang tidak mempunyai ilmu, tidak dikatakan sami' kepada orang yang tidak
mempunyai pendengaran, tidak dikatakan bashir kepada orang yang tidak
mempunyai penglihatan, dan demikian pula seterusnya.
3.
Asma Allah SWT,
jika menunjukkan pengertian transitif (muta'adii), maka mengandung tiga
hal:
Pertama:
ketetapan asma tersebut untuk Allah .
Kedua:
ketetapan sifat yang dikandung oleh Asma ini untuk Allah .
Ketiga:
Ketetapan hukumnya dan tuntutannya (objek) dari sifat tersebut.
Contoh
nama السميع (Maha
Mendengar), mengandung ketetapan nama ini untuk Allah ,
ketetapan bahwa Allah
mempunyai sifat 'sama' (mendengar), dan ketetapan hukum dan tuntutannya
(objek), yaitu segala bisikan dan kata-kata rahasia serta segala bunyi yang selalu
didengar oleh Allah ,
sebagaimana firman-Nya:
وَاللهُ يَسْمَعُ
تَحَاوُرَكُمَآ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
Dan Allah mendengar soal jawab
antara kamu berdua.Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS.
Al-Mujadilah:)
Akan tetapi jika nama Allah SWT.
menunjukkan makna intransitif (lazim), maka hanya mengandung dua hal:
Pertama:
ketetapan nama tersebut untuk Allah .
Kedua:
ketetapan sifat yang dikandung oleh makna ini untuk Allah :
contoh: nama '
الحي '
(Yang Maha Hidup) mengandung ketetapan bahwa nama ini untuk Allah
dan ketetapan adanya sifat 'hayah' (hidup) bagi-Nya.
4.
Asma` Allah SWT
adalah tauqifiyyah, yaitu berdasarkan pada wahyu, akan tidak mempunyai
peran di dalamnya.
Oleh
karena itu, dalam masalah asma` ini harus berlandaskan al-Qur`an dan Sunnah
yang shahih, tidak boleh ditambah ataupun dikurangi, karena akal saja tidak
mungkin dapat mengetahui asma yang dimiliki oleh Allah .
Untuk itu wajib berpijak kepada nash. Firman Allah :
وَلاَتَقْفُ
مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Dan janganlah kamu mengikuti
apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran,
penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra`
:36)
Selain itu,
memberikan nama kepada Allah
dengan asma` yang tidak ditetapkan oleh Allah bagi
diri-Nya sendiri, atau mengingkari asma`-Nya adalah pelanggaran terhadap hak
Allah .
Maka, wajiblah berlaku sopan dalam masalah ini dan cukup dengan mengikuti apa
yang datang dari nash.
5.
Asma` Allah SWT.
tidak terbatas pada bilangan tertentu, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
مَا
أَصَابَ مُسْلِمًا قَطُّ هَمٌّ وَلاَ حَزَنٌ فَقَالَ اللّهُمَّ إِنِّي عَبْدُكَ
وَاْبنُ أَمَتِكَ نَاصِيَتِي فِى يَدِكَ مَاٍض فِيَّ حُكْمُكَ عَدْلٌ فِيَّ
قَضَاءُكَ أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِى كِتَابِكَ أَوْ
عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ أَوْ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِى عِلْمِ الْغَيْبِ
عِنْدَكَ أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِي وَجلاَءَ حُزْنِي وَذهَابَ
هَمِّي إِلاَّ أَذْهَبَ اللهُ هَمَّهُ وَأَبْدَلَهُ مَكَانَ حُزْنِهِ فَرَحًا
'Tidak ada duka cita dan kesedihan yang menimpa seorang muslim,
lalu ia membaca: 'Ya Allah SWT.
sesungguhnya aku adalah hamba-Mu dan putra dari jariyah-Mu, ubun-ubunku berada
di tangan-Mu, berlaku padaku hukum-Mu, sangat adil padaku keputusan-Mu, aku
memohon kepada-Mu dengan seluruh asma-Mu, yang telah Engkau namakan untuk
diri-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu,
atau engkau ajarkan kepada seseorang di antara makhluk-Mu, atau masih
dalam rahasia gaib pada-Mu, yang hanya Engkau sendiri yang mengetahuinya, agar
Engkau jadikan al-Qur`an sebagai penyejuk hatiku, pembersih sakit hatiku, dan
penghapus kesedihanku,' melainkan Allah SWT. menghilangkan kesedihan hatinya dan menggantikan tempat duka citanya menjadi
kebahagiaan.'[1]
Dia SWT menjadikan
asma-Nya menjadi tiga bagian:
1. Nama
yang Dia berikan untuk dirinya dan Dia beritahukan kepada para malaikat-Nya
atau yang lainnya, namun nama-nama-Nya tidak disebutkan dalam kitab-Nya.
2. Dia
menurunkan nama itu dalam kitab-Nya dan memberitahukan kepada hamba-hamba-Nya.
3. Yang
menjadi rahasia gaib padanya dan hanya Dia sendiri yang mengetahuinya, tidak
ada seorangpun di antara makhluk yang mengetahuinya. Oleh karena itu Nabi saw
bersabda: "Ista`tsarta bihi" artinya hanya Engkau yang
mengetahuinya. Dan berdasarkan ini Nabi SAW.
bersabda dalam hadits syafaat:
فَيُفْتَحُ عَلَيَّ مِنْ مَحَامِدِهِ
بِمَا لاَ أُحْسِنُهُ اْلآنَ
"Maka dibuka kepadaku (untuk mengungkapkan) segala pujian
kepada-Nya dengan pujian yang tidak bisa saya ungkapkan dengan baik di sini (di
dunia)."[2]
Dan dalam
hadits yang lain:
لاَ
أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
"Aku tidak bisa menghinggakan pujian kepada-Mu seperti
Engkau memuji terhadap diri-Mu."[3]
Adapun hadits yang berbunyi:
إِنَّ
ِللهِ تِسْعَةً وَتِسْعِيْنَ اسْمًا مِائَةً إِلاَّ وَاحِدَةً مَنْ أَحْصَاهَا
َدخَلَ الْجَنَّةَ
Sesungguhnya
Allah memiliki 99 nama, barangsiapa yang dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke
dalam surga."[4]
Yang
dimaksud dengan menghitung asma Allah ialah menghapalnya, memahaminya maknanya, dan menghamba kepada Allah berdasarkan asma-Nya. hadits ini tidak menunjukkan bahwa asma` Allah
hanya 99 saja. Adapun makna hadits yang berbunyi "barangsiapa yang
dapat menghitungnya niscaya ia masuk ke dalam surga" merupakan kalimat
pelengkap, bukan kalimat terpisah dan berdiri sendiri. Sebagai contoh: bila
seseorang berkata: 'Saya mempunyai uang Rp. 100.000.000 yang saya siapkan untuk
sedekah', berarti bisa saja ia mempunyai uang selain RP. 100.000.000 yang
disiapkan untuk berbagai macam keperluan lainnya. Adapun yang berkenaan dengan
penyusunan dan penentuan jumlah asma` Allah , maka
hadits tersebut adalah dha`if (lemah) jadi tidak bisa menjadi hujjah.
6.
Ilhad (mengingkari) asma` Allah ialah tindakan menyelewengkan asma` dari kebenaran yang wajib dilaksanakan
terhadapnya.
Macam-macam ilhad:
a. Mengingkari
sesuatu dari asma` Allah ,
sifat dan hukum yang terkandung di dalamnya. Seperti tindakan kaum Jahmiyah dan
golongan lain dari ahli ta'thil. Menurut mereka, sesungguhnya asma`
adalah lafazh yang kosong, tidak mengandung sifat dan makna. Mereka memberikan
nama kepada-Nya as-Sami`, al-Bashir, al-Hayy, ar-Rahim, al-Mutakallim, dan al-Murid. Namun mereka mengatakan: Tiada
kehidupan bagi-Nya, tiada pendengaran, tiada penglihatan, tiada perkataan,
tiada kehendak yang berdiri dengan-Nya. Ini adalah ilhad paling besar
pada asma`, baik secara akal, syara`, bahasa, dan fithrah.
b. Menjadikan
asma` Allah mempunyai indikasi (dalalah) yang serupa dengan sifat makhluk. Seperti
tindakan ahlu tasybih (antropomorphism). Golongan ini adalah kebalikan
dari golongan pertama yang mengingkari sifat Allah dan menolak sifat kesempurnaan-Nya.
c. Menamai
Allah dengan nama yang tidak disebutkan-Nya untuk diri-Nya dan tidak disebutkan oleh
Rasul-Nya dalam hadits yang shahih. Seperti tindakan kaum Nasrani yang
menamai-Nya 'Bapa' dan tindakan filosof yang menyebut-Nya 'Al`ilah
al-Fa`ilah' (Efficient Cause). Karena Asma` Allah Iadalah tauqifiyah, maka menamai Allah I yang bukan
berasal dari Allah atau dari Rasul-Nya SAW,
berarti menyelewengkan Asma` Allah SWT
dari kebenaran.
d. Mengambil
dari Asma` Allah SWT
nama untuk berhala. Seperti tindakan kaum musyrikin yang menamai berhala mereka
dengan nama al-'Uzza berasal dari al-'Aziz dan berhala al-Laat
yang berasal dari al-Ilah.
Ilhad
dengan segala macamnya adalah haram, karena Allah SWT
mengancam orang yang berbuat ilhad dengan firman-Nya:
وَللهِ
اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي
أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Hanya milik
Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna
itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang
telah mereka kerjakan. (QS. Al-A'raaf : 180)
e. Mensifati-Nya
dengan sifat yang Dia Maha Besar dan Maha Suci dari sifat kekurangan, seperti perkataan Yahudi yang
paling jahat: "Innahu faqiir (bahwasanya Dia fakir) dan perkataan
mereka bahwa Dia beristirahat setelah menciptakan makhluk-Nya. Dan perkataan
mereka:
يَدُ اللهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ
أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا
Tangan Allah
terbelenggu", sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah
yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu. (QS. Al-Maidah:64)
Dan perkataan-perkataan serupa dengan
itu termasuk ilhad pada Asma` dan sifat Allah .
7. Dilalah Asma`ul Husna.
Seluruh asma` Allah
adalah husna, artinya Maha Indah dan semuanya menunjukkan kesempurnaan dan
pujian yang absolut. Seluruhnya diambil dari sifat-sifat-Nya. Maka sifat yang
ada padanya tidak menafikan 'alamiyah (nama) dan 'alamiyah tidak
menafikan sifat, dan dilalahnya (indikasinya) ada tiga:
a. Dilaalah
muthabaqah (adekusi), ketika kita tafsirkan nama
dengan seluruh yang ditunjukkannya.
b. Dilaalah
tadhamun (inklusi), ketika kita tafsirkan dengan
sebagian yang ditunjukkannya.
c. Dan
dilaalah iltizam (konsekuensi), ketika kita menunjukkannya atas yang
lainnya dari asma` (nama-nama) sebagai konsekuensi nama ini atas nama-nama yang
lain.
Misalnya: ar-Rahman
(Yang Maha Pengasih), yang menunjukkan adanya sifat rahmah dan Dzat adalah dilaalah
muthabaqah (adekusi), dan atas salah satunya adalah dilaalah tadhamun
(inklusi) karena ia termasuk dalam kandungannya. Dan indikasinya atas Asma`
yang tidak didapatkan sifat rahmat kecuali dengan tetapnya Asma` tersebut,
seperti hayat (hidup), ilmu (pengetahuan) iradah (kehendak), qudrat (kekuasaan)
dan yang lainnya adalah dilaalah iltizam (konsekuensi). Bagian yang
terakhir ini memerlukan pemikiran yang kuat dan perenungan. Para
ahli ilmu berbeda pendapat dalam hal ini. Maka jalan untuk mengenalnya adalah
ketika anda memahami lafazh (kata) dan makna yang terkandung di dalamnya dan
anda memahaminya dengan baik, maka pikirkan maknanya yang tidak akan sempurna
tanpa makna tersebut.
8.
Asma` Allah
dan sifat-sifat-Nya hanya untuk-Nya, dan persamaan nama tidak menunjukkan
persamaan yang diberi nama.
Ibnu Taimiyah rahimahullah
berkata: Allah
menamakan diri-Nya dengan beberapa nama
dan menamai sifat-sifat-Nya dengan beberapa nama. Apabila Asma` tersebut diidhafahkan
(disandarkan) kepada-Nya maka asma` itu hanya untuk-Nya, tiada sesuatupun yang
menyekutui-Nya pada sifat itu. Dia
juga memberi nama kepada sebagian makhluk-Nya dengan beberapa nama yang hanya
untuk mereka. Persamaan nama tidak menunjukkan persamaan yang diberi nama.
Allah menamai diri-Nya Hayy (Yang Maha Hidup) dalam firman-Nya:
اللهُ لآَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
Allah tidak
ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus
(makhluk-Nya); (QS. Al-Baqarah :255)
Dan Dia memberi
nama kepada sebagian hamba-Nya Hayy (yang hidup) dalam firman-Nya:
يُخْرِجُ
الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati
dari yang hidup (QS. Ar-Ruum:19)
Pengertian al-hayy
(yang hidup) dalam surah ar-Rumm ini tidak seperti pengertian al-Hayy
(Yang Maha Hidup) dalam surah al-Baqarah yang disebutkan sebelumnya.
Dalam ayat lain, Allah menamakan diri-Nya 'Aliim, Haliim (Yang Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun), dan Dia
memberikan nama kepada sebagian hamba-Nya dengan nama 'Aliim, seperti dalam
firman-Nya:
وَبَشَّرُوهُ
بِغُلاَمٍ عَلِيمٍ
dan mereka memberi kabar
gembira kepadanya dengan kelahiran
seorang anak yang alim (Ishak). (QS. Adz-Dzariyaat :28)
maksudnya:
Nabi Ishaq u.
Sebagaimana Dia juga menamai yang lain Halim, seperti dalam firman-Nya:
فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلاَمٍ حَلِيمٍ
Maka Kami beri
dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash-Shaaffaat :101)
Maksudnya:
Ismail u.
'Aliim dalam ayat di atas bukan seperti al-'Alim yang merupakan
asma` Allah I,
dan Halim dalam ayat di atas bukan seperti pengertian al-Halim
yang merupakan salah satu dari asma` Allah .
Dan Allah I
menamakan diri-Nya Samii' dan Bashiir dalam firman-Nya:
إِنَّ اللهَ
يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ
بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ
بِهِ إِنَّ اللهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا
Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
(menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya
kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(QS. An-Nisaa`:58)
Dan Dia
menamai sebagian makhluk-Nya dengan nama 'samii' dan bashir'
dalam firman-Nya:
إِنَّا خَلَقْنَا
اْلإِنسَانَ مِن نُّطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَّبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا
بَصِيرًا
Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan dia
mendengar dan melihat. (QS. Al-Insaan :2)
As-Samii'
dalam ayat ini bukan seperti as-Samii' yang merupakan salah satu dari
asma` Allah
yang disebutkan dalam ayat sebelumnya. Demikian pula al-bashiir dalam
ayat ini tidak sama pengertiannya dengan al-Bashiir yang merupakan salah
satu asma` Allah
yang dalam surah an-Nisaa` yang disebutkan sebelumnya.
Dia menamai
diri-Nya dengan nama ar-Ra`uf dan ar-Rahim, seperti dalam
firman-Nya:
إِنَّ اللهَ
بِالنَّاسِ لَرَءُوفُُ رَّحِيمُُ
Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. Al-Baqarah:143)
Dan Dia memberi
nama kepada sebagian makhluk-Nya dengan nama ar-Ra`uf ar-Rahim dalam
firman-Nya:
لَقَدْ جَآءَكُمْ
رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَاعَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya
penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (QS. At-Taubah:128)
Sifat ar-Ra`uf pada ayat
sebelumnya tidak seperti sifat ra`uf pada ayat ini, dan sifat Rahim
pada ayat sebelumnya tidak seperti sifat rahim para ayat ini.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata:
'Nama-nama yang digunakan kepada Allah
dan kepada hamba, seperti al-Hayy, as-Samii', al-Bashiir, al-'Aliim,
al-Qadiir dan yang semisalnya, ada tiga golongan dalam memandangnya:
a. Segolongan
dari mutakallimin berkata: ia adalah hakikat pada hamba dan majaaz pada Rabb.
Ini adalah pendapat kaum Jahmiyah yang ekstrim. Ini adalah ucapan yang paling
keji dan paling merusak.
b. Pendapat
sebaliknya, nama-nama itu adalah hakikat pada Rabb, majaaz pada Rabb. Ini
adalah pendapat Abul-Abbas an-Naasyi.
c. Sesungguhnya
nama-nama itu adalah hakikat pada Rabb dan hamba, dan inilah pendapat
ahlus-sunnah. Perbedaan dua hakikat pada keduanya tidak mengeluarkannya dari
kondisinya yang merupakan hakekat pada keduanya. Bagi Rabb dari nama-nama itu
yang sesuai dengan kebesaran-Nya, dan bagi hamba dari nama itu yang sesuai
dengan kapasitasnya sebagai hamba.
9.
Urutan menjaga (menghapal, memahami dan mengamalkan) Asma` Allah
Yang Maha Indah. Barangsiapa yang menjaganya niscaya masuk surga.
Ini adalah keterangan penghapalan
asma'-Nya 'barangsiapa yang menghapalnya niscaya masuk surga'.
Pertama:
menghapal lafazh dan bilangannya.
Kedua :
Memahami makna dan yang diindikasikannya.
Ketiga:
Berdoa dengannya, seperti firman Allah :
وَللهِ
اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Hanya milik Allah asma-ul
husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu. (QS.
Al-A'raaf:180)
Terdapat dua martabat: pertama, adalah
memuji dan beribadah. Kedua, do'a meminta dan memohon. Dia tidak dipuji kecuali
dengan asma`-Nya Yang Husna dan Sifat-Nya Yang Maha Tinggi. Demikian pula Dia tidak diminta kecuali dengannya. Tidak boleh berdo'a dengan kata-kata: 'Hai
yang ada (maujud), hai sesuatu, atau hai Dzat ampuni dan kasihilah aku'. Tetapi
Dia diminta dengan nama yang sesuai dengan permintaan. Yang Berdo'a bertawassul
kepada-Nya dengan nama itu. Siapa yang memikirkan do'a para rasul, apabila doa Nabi Muhammad saw.,
ia akan mendapatkan doa-doa
tersebut sesuai dengan penjelasan di atas.
Kita
memohon kepada Allah
agar senantiasa membimbing kita kepada cahaya-Nya dan memudahkan jalan bagi
kita untuk mendapatkan keridhaan-Nya, sesungguhnya Dia sangat dekat dan Maha Mengabulkan doa hamba-Nya.
Rujukan:
بدائع الفوائد: للإمام ابن القيم
الجوزية
القواعد المثلى فى الأسماء والصفات :
الشيخ محمد صالح العثيمين
شرح أسماء الحسنى فى ضوء الكتاب
والسنة: الشيخ سعيد القحطاني
Post a Comment