Keadilan & Persamaan Dalam Masyarakat Muslim
Keadilan &
Persamaan
Dalam
Masyarakat Muslim
Syari'at Islam yang diturunkan dari
Allah swt telah menanamkan dasar keadilan dalam masyarakat muslim yang tidak
ada duanya, yang tidak dikenal oleh masyarakat manusia dalam sejarah mereka
dahulu, dan tidak sampai kepadanya dalam sejarahnya sekarang.
Hal ini karena ia mengaitkan
terealisasinya keadilan dengan Allah, Allah lah yang memerintah untuk berbuat
adil, dan Dialah yang mengawasi pelaksanaannya dalam kehidupan nyata, Dia yang
memberi pahala bagi yang melaksanakannya, dan menjatuhkan siksa bagi yang
mengabaikannya dalam segala situasi dan kondisi.
Islam memerintahkan umatnya untuk
berbuat adil dengan semua orang, memerintah mereka berbuat adil dengan orang
yang mereka cintai dan orang yang mereka benci, ia menginginkan mereka adil
secara mutlak hanya karena Allah, bukan karena sesuatu yang lain, standarnya
tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian; rasa cinta tidak mendorong umat
Islam yang bertakwa meninggalkan kebenaran dan condong kepada kebatilan karena
orang yang mereka cintai, dan kebencian tidak menghalangi mereka melihat
kebenaran dan memperhatikannya karena orang yang mereka benci.
banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan
manhaj Islam yang lurus dalam masalah keadilan kepada semua manusia, orang yang
kita cintai, dan orang yang kita benci, dalam setiap situasi dan kondisi.
Allah swt berfirman dalam berbuat adil
pada orang yang kita cintai: (Wahai orang-orang yang beriman,
jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena
Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. ) (QS. An Nisaa': 135)
dan Allah berfirman dalam berbuat adil
terhadap orang-orang yang kita benci: ( Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena
adil itu lebih dekat kepada takwa. ) (QS. Al Maidah: 8)
berbuat adillah karena Allah, bukan
karena orang yang disaksikan untuknya atau atasnya, bukan untuk kepentingan
seseorang atau suatu kelompok, atau terpengaruh kepada situasi dan kondisi yang
meliputi persoalan kesaksian atau putusan, menjauhkan diri dari kecenderungan,
hawa nafsu atau kepentingan
( biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu)
Perintah
Islam Untuk Adil
Islam telah menjadikan menegakkan
keadilan antara manusia sebagai tujuan utama dari diturunkannya risalah-risalah
samawi, dan mengutus para rasul kepada manusia dalam kehidupan dunia ini: ( Sesungguhnya kami Telah
mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami
turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan ). (QS. Al Hadid: 25)
alangkah agungnya keadilan! alangkah
berat timbangannya di sisi Allah! alangkah besar manfaatnya bagi manusia!
karenanya kitab-kitab diturunkan dari langit, karenanya para rasul diutus
kepada umat-umat dan kaum-kaum dan karenanya langit dan bumi tegak.
Macam-macam
Keadilan dalam Islam
Islam menyuruh adil dalam berbicara,
walaupun perkataan ini membuat keluarga kita marah: (Dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu) ) (QS. al An'am: 152)
Islam menyuruh adil dalam kesaksian
jika kita diminta untuk bersaksi, walaupun kesaksian ini menyulitkan kita atau
menyulitkan orang yang disaksikan, karena ia adalah kesaksian karena Allah:
(Dan persaksikanlah dengan dua
orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu
Karena Allah. ) (QS. ath Thalaq: 2)
(Hai orang-orang yang beriman
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena
Allah, menjadi saksi dengan adil. ) (QS. al Maidah: 8)
Islam menyuruh adil dalam memutuskan
hukum, Allah berfirman: (Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. ) (QS. an Nisaa': 58)
Kedudukan
pemimpin yang adil
jabatan pemimpin adalah amanat yang
beras; karena ia tergantung pada keadilan mutlak yang telah ditanamkan
pondasinya oleh Islam dalam masyarakat muslim, oleh karena itu kedudukan
pemimpin yang adil di sisi Allah sangat tinggi, karena ia menduduki urutan
pertama dalam tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari
tidak ada naungan kecuali nauganNya, sebagaimana sabda rasulullah r:
«Tujuh
golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tidak ada naugan kecuali
naunganNya: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah
az, orang yang hatinya selalu terpaut kepada masjid, dua orang yang saling
mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah atas dasar kecintaan
kepada Allah, seorang lelaku yang diajak berbuat serong oleh wanita cantik lalu
ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan orang yang bersedekah lalu
ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang
disedekahkan oleh tangan kanannya, dan orang yang mengingat Allah di waktu sepi
lalu air matanya berlinang ) (Muttafaq alaih)
Celaan
terhadap kezaliman dan orang-orang zalim
sebagaimana Islam menganjurkan
keadilan dan memuji orang-orang yang berbuat adil, ia juga mencela kezaliman
dan orang-orang yang berbuas zalim atas kezaliman mereka, mengancam mereka
dengan siksa yang sangat pedih, apapun bentuk kezalimannya, baik kezaliman
dengan kata-kata atau dengan perbuatan, baik zalim terhadap diri sendiri maupun
zalim terhadap orang lain, baik kezaliman orang-orang kuat atas orang-orang
lemah, atau kezaliman orang-orang kaya atas orang-orang miskin, atau kezaliman
para penguasa terhadap rakyatnya, dan berbagai macam kezaliman lainnya yang
banyak terjadi pada manusia. semakin lemah orang yang dizalimi maka kezalimannya
semakin buruk, oleh karena itu doa orang yang teraniaya dikabulkan, tidak ada
penghalang anranya dengan Allah, sebagaimana sabda rasulullah r:
اتَّقِ
دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
«Hindarilah doa orang yang
teraniaya, karena tidak ada penghalang antaranya dengan Allah» (Muttafaq alaih)
dalam
riwayat imam Ahmad: «Hindarilah doa orang yang teraniaya, walaupun ia kafir,
karena ia tidak terhalang»
Keadilan
mutlak dalam Islam
masyarakat muslim yang benar adalah
masyarakat yang memberikan keadilan secara mutlak bagi seluruh manusia, menjaga
martabat mereka dalam mendistribusikan kekayaan secara adil, memberikan
kesempatan yang sama bagi mereka untuk bekerja sesuai dengan kemampuan dan
bidangnya, memperoleh hasil kerja dan usahanya tanpa bertabrakan dengan
kekuasaan orang-orang yang bisa mencuri hasil usahanya.
dengan demikian terciptalah keadilan
social yang menyelamatkan orang-orang fakir miskin dari kezaliman orang-orang
kaya, inilah yang telah dicapai oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu,
pada periode Mekah ketika orang-orang kaya dan kasar mengancam saudara-saudara
mereka yang miskin bahwa mereka penghuni neraka, sebagaimana dalam firman Allah
swt: ("Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar
(neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang
yang mengerjakan shalat, Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, ) (QS. al Mudatstsir: 42-44)
tidak cukup memberi makan orang-orang
miskin, akan tetapi harus berbuat adil padanya, memelihara dan memenuhi
keperluannya, agar tercipta suatu keadilan yang dimaksudkan oleh Islam dalam
menegakkan agama: (Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan
orang miskin. ) (QS. al Ma'uun: 1-3)
semua yang mampu merealisasikan
keadilan sosial ini dan ia tidak melaksanakannya, maka al-Qur'an
mengkategorikan sebagai orang kufur kepada Allah yang berhak mendapat azabnya: ("Peganglah dia lalu
belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka
yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh
puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Maha
besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang
miskin. ) (QS. al Haaqqah: 30-34)
masyarakat muslim adalah masyarakat
yang memuliakan anak yatim, memberi makan orang-orang miskin, sebaliknya
masyarakat matrealis yang tamak dan rakus, dimana orang-orang kaya tidak
berpikir kecuali mengumpulkan harta dan menumpuk kekayaan: (Sekali-kali tidak (demikian),
Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, Dan kamu tidak saling mengajak
memberi makan orang miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur
baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta benda dengan
kecintaan yang berlebihan. ) (QS. al Fajr: 17-20)
keadilan sosial ini dalam masyarakat
muslim tidak hanya bagi umat Islam saja, akan tetapi untuk seluruh penduduk
dengan berbagai agama, ras, bahasa dan warna kulit, itulah keistimewaan Islam
yang tidak didapatkan dalam akidah yang lain. dan itulah puncak keadilan, yang
tidak dicapai oleh undang-undang internasional atau regular hingga sekarang,
yang tidak percaya hal ini maka hendaklah memperhatikan keadilan orang-orang
kuat terhadap orang-orang lemah di mana saja, keadilan kulit putih atas kulit
hitam di amerika serikat, keadilan kulit putih terhadap kulit berwarna di
afrika selatan, dan ini adalah kondisi sekarang yang diketahui oleh semua
manusia.
perlu juga diingatkan di sini bahwa
ini semua tidak bisa dicapai dengan panampilan luarnya seperti pergi ke masjid,
merayakan hari-hari besar Islam, acar dzikir dan menyanyikan nasyid, akan
tetapi ia bisa terealisasi apabila kehidupan mereka diatur oleh Islam, dan Islam
diterapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik nilai-nilai maupun
hukumnya, karena nilai-nilai dah hukum Islam mengandung keadilan mutlak dalam memberikan
hak masing-masing, dan mengatur hubungan sosial antara sesame manusia dengan
aturan yang adil.
Dua
bentuk keadilan: negative dan positif
dalam masyarakat muslim keadilan ada
dua bentuk: bentuk negative, yaitu mencegah kezaliman dan menghilangkannya dari
orang-orang yang teraniaya, dengan mencegah tangan orang zalim dan
menghalanginya merampas hak-hak orang, baik nyawa, harga diri dan harta mereka,
dan menghilangkan akibat kezaliman jika terjadi pada mereka, mengambalikan
hak-hak mereka dan menghukum orang-orang yang berbuat zalim. ini semua
dilakukan oleh Negara.
adapun bentuk positif bagi keadilan
dalam masyarakat muslim, untuk merealisasikannya juga terkait dengan Negara,
dengan membela hak-hak warganya, menjamin kebebasan mereka, menyediakan
kehidupan yang layak bagi mereka, sehingga tidak ada orang lemah yang
dilupakan, orang susah yang diabaikan, orang miskin tidak diperdulikan dan
orang takut yang terancam.
Keadialan
mutlak dalam masyarakat muslim
Keadilan dalam masyarakat muslim mempunyai
akar yang mendalam; karena ia bersumber dari syari'at Allah, bukan buatan
seseorang, bukan pula buatan sekelompok orang, ia terbebas dari pengaruh hawa
nafsu, terbebas dari kesalahan, dan tidak bisa dicurigai. setelah dilaksanakan,
lalu ada pengawasan, setiap individu dalam masyarakat muslim bertanggung jawab
untuk mengawasi pelaksanaan hukum syari'at, bertanggung jawab mencegah
kezaliman, harus mengingatkan penguasa jika ia melampaui batas, mengingatkan
hakim jika ia bersalah, dan ia berdosa apabila tidak melakukan pengawasan, atau
menyembunyikan kesaksian yang benar, atau mendiamkan kesalahan, tidak
mengingatkan dan tidak mengingkari jika mendengar atau melihatnya.
Inilah yang menjadikan keadilan meluas
dalam masyarakat muslim yang tunduk pada peringah Allah. sejarah Islam telah
mencatat banyak contoh-contoh keadilan mutlak yang direalisasikan oleh para
hakim Islam, kaerna hakim muslim menjadi pemegang amanat bagi keadilan, ia
mendapat kekuatan dari rasa takut kepada Allah dan siksanya jika mengabaikan,
atau menipu, atau curang, atau mendiamkan kezaliman, sebagaimana ia mendapat
kekuatan dari syari'at yang ia terapkan, ia telah memberikan kekuatan dan
kemandirian kepada hakim, yang menjadikan ia menegakkan kebenaran walaupun
salah satu yang bersengketa adalah amirul mukminin.
berikut sebagian contoh keadilan
mutlak yang dicatat oleh sejarah Islam:
Contoh-contoh
keadilan mutlak dalam sejarah umat Islam
1-
Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib mendapatkan baju besinya di tangan seorang
nasrani, maka beliau mengajukan perkara kepada Qadhi Syuraih, belitu berkata:
itu adalah baju besiku, aku tidak menjualnya dan tidak menghibahkannya. lalu
Qadhi Syuraih bertanya kepada orang nasrani: apa komentarmu atas apa yang
dikatakan amirul mukminin? orang nasrani berkata: baju besi ini milikku, dan
menurutku amirul mukminin bukanlah seroang pendusta.
lalu Syuraih menoleh kepada Ali t bertanya kepada beliau: wahai
Amiru mukminin, apakah anda mempunyai bukti? Ali berkata: aku tidak mempunyai
bukti. maka Qadhi syuraih memenangkan perkara bagi orang nasrani, maka ia
mengambil baju besi itu kemudian pergi… akan tetapi setelah berjalan beberapa
langkah ia kembali dan berkata: aku bersaksi bahwa ini adalah putusan para
nabi!Amirul mukminin mengadukan aku kepada hakimnya, dan hakim itu memenangkan
aku! aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasulnya. baju besi ini milikmu wahai Amirul
mukminin, aku berjalan di belakang pasukan ketika engkau pergi meninggalkan
shiffin, dan baju besi itu keluar dari untamu yang coklat, maka Ali t berkata: karena engkau telah
masuk Islam maka baju besi itu menjadi milikmu, dan beliau menaikkannya di atas
kuda ([1]).
2-
Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama al Hadi, raja
abbasiyah mempersengketakan sebuah kebun, Abu Yusuf melihat bahwa kebenaran ada
di tangan orang itu, sedangkan sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi
berkata: lawan anda meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur.
maka al Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya, maka
Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya ([2]).
3-
Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah al manshur al Abbasi dan
beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan di halaman masjid, beliau mendudukkan
kedua belah pihak di hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para
kuli angkut tersebut. ([3])
5-
Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul mukminin Umar bin Abdul
aziz atas panglima pasukannya Qutaibah, karena pasukan Islam masuk Negara
mereka dan memeranginya tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh
syari'at al-Qur'an, maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka kepada
Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan perkara, karena Qadhi membuat putusan
agar umat Islam keluar dari Samarkand.
setelah penduduk samarkand melihat puncak keadilan ini, mereka
mengumumkan keIslaman mereka, dan memuji pengadilan Islam dan pasukan
penaklukan, dan menyampaikan penerimaan mereka pada hukum Negara Islam ([4]).
ketika manusia dalam masyarakat muslim
merasa yakin bahwa undang-undang yang diberlakukan atas mereka merupakan buatan
tuhan mereka yang maha adil, dan penguasa yang memimpin mereka tidak mempunyai
hak yang lebih dari hak mereka, dan aturan ini merupakan agama mereka, dan
bahwa Qadhi yang menangani pengadilan tidak membuat hukum berdasarkan hawa
nafsu, akan tetapi berdasarkan syari'at Allah dan takut kepada Allah… ketika
itu hati mereka tenang, dan mereka merasa bahwasanya mereka hidup dalam
masyarakat yang adil.
masyarakat yang adil ini dibentuk oleh
al-Qur'an al karim dan hadits nabi, dimana manusia tidak mengenal dalam
sejarahnya hal yang serupa, cukup bagi kita menghayati ayat-ayat Allah yang
mengisahkan kisah keadilan yang unik, yang membuktikan bahwa bagaimanapun
manusia tidak akan bisa sampai ke tingkat keadilan yang ditunjukkan oleh
ayat-ayat ini yang turun untuk memberikan kepada orang yang yahudi yang dituduh
mencuri secara zalim:
(Sesungguhnya kami Telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela)
orang-orang yang khianat, Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela)
orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, Mereka bersembunyi
dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta
mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah
tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang
mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat
untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan
mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang
menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan
kejahatan dan menganiaya dirinya, Kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya
ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Barangsiapa yang
mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa
yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang
tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa
yang nyata. Sekiranya bukan Karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka
berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan
melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun
kepadamu. dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu,
dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia
Allah sangat besar atasmu.) (QS. An Nisaa': 105-113)
sayyid Quthb rahimahullah menelaah
ayat-ayat ini dan dengan seksama dan beliau menyimpulkan makna keadilan,
kebersihan, istiqamah, saya melihat sangat berguna mencantumkan perkataannya
dalam kitabnya fi dzilal al-Qur'an:
((Ayat
ini menceritakan suatu kisah yang tidak ada bandingnya di dunia, dan manusia
tidak mengenal kisah serupa… ia memberikan kesaksian bahwa al-Qur'an ini dan
agama ini pasti dari Allah; karena manusia -walau mempunyai gambaran yang
tinngi, walau rohnya jernih, walau tabi'atnya lurus- tidak mungkin sampai ke
tingkat yang disebutkan oleh ayat ini; kecuali melalui wahyu dari Allah…
tingkatan ini yang membuat garis di ufuk tidak ada manusia yang sampai
kepadanya -kecuali melalui manhaj ini- dan tidak akan mampu naik ke sana
kecuali di bawah naungan manhaj ini!.
pada waktu orang-orang yahudi di
madinah meluncurkan anak-anak panahya yang beracun, yang tersimpan di bawah
baju hina mereka, kepada umat Islam, yang dikisahkan oleh surat
ini, surat al baqarah dan surat Ali Imran di barisan umat Islam.
pada waktu mereka menyebarkan
kedustaan, berkomplot dengan orang-orang musyrik, menghasud orang-orang
munafik, memberi jalan bagi mereka, menebarkan isu, menyesatkan akal, menfitnah
kepemimpinan nabi, membuat keraguan terhadap wahyu dan kerasulan, mereka
berusaha mengotori masyarakat muslim dari dalam, pada waktu mereka menghasud
musuh-musuhnya agar menyerangnya dari luar.. di mana Islam tumbuh di madinah,
sisa-sisa adapt jahiliyah masih melekat dalam jiwa, hubungan keluarga dan
kepentingan antara sebagian umat Islam dan sebagian orang-orang musyrik dan
orang-orang munafik, dan juga orang-orang yahudi, ini mengancam kesolidan shaf
umat Islam.
pada waktu yang sangat genting ini,
ayat-ayat ini semua turun kepada rasulullah r dan kepada jamaah umat Islam,
untuk memberikan keadilan kepada seorang yahudi yang dituduh mencuri, dan
menyalahkan orang-orang yang menuduhnya, mereka adalah salah satu keluarga
anshar di madinah, pada waitu itu orang-orang anshar merupakan pembela dan
tentara rasulullah r,dalam melawan tipuan yang ada di sekelilingnya,
dan sekeliling risalah, agama dan akidah yang baru.
alangkah tingginya kesucian dan
keadilan ini! kemudian perkataan yang mana yang bisa sampai kepada kedudukan
ini? semua kata-kata, semua komentar, runtuh di bawah puncak yang tinggi ini;
yang tidak bisa dicapai oleh manusia, bahkan tidak dikenal oleh manusia kecuali
jika mereka dipimpin dengan manhaj Allah, kepada ufuk yang tinggi, mulia dan
bersinar?
kisah yang diriwayatkan dari berbagai
sumber tentang sebab turunnya ayat-ayat ini, bahwasanya beberapa orang anshar
-Qatadah bin Nu'man dan pamannya Rifa'ah- ikut serta bersama rasulullah r dalam sebagian peperangan,
lalu baju besi salah seorang mereka (rifa'ah) dicuri. dugaan kuat jatuh kepada
seorang anshar dari keluarga bani Ubairiq. pemilik baju besi datang kepada
rasulullah r dan berkata: sesungguhnya Thu'mah bin Ubairiq
telah mencuri baju besiku. dalam riwayat lain: Basyir bin Ubairiq… dalam
riwayat disebutkan: bahwasanya Basyir ini adalah munafik, ia menggubah syair
yang isinya mencaci sahabat dan ia nisbatkan kepada sebagian orang arab!
tatkala pencurinya melihat hal itu, maka ia mengambil baju besi dan
melemparkannya ke rumah seorang yahudi (namanya Zaid bin Samin), ia berkata
kepada beberapa orang keluarganya: aku telah menyembunyikan baju besi dan aku
melemparkannya ke rumah fulan, dan akan ditemukan di sana.
lalu mereka pergi menemui rasulullah r dan berkata: wahai nabi Allah,
teman kami tidak bersalah, dan yang mencuri baju besi adalah fulan, dan kami
telah mengetahui hal itu, maka bebaskanlah sahabat kami dari tuduhan itu di
depan orang banyak dan belalah dia, karena jika Allah tidake mlindunginya
denganmu ia akan binasa. tatkala rasulullah r mengetahui bahwa baju besi itu
diketemukan di rumah orang yahudi, beliau berdiri dan membebaskan ibn Ubairiq
dari tuduhan di hadapan orang banyak.
sebelum baju besi itu ditemukan di
runah orang yahudi, keluarganya telah berkata kepada nabi r: sesungguhnya Qatadah bin
Nu'man dan pamannya telah sengaja menuduh keluarga kami orang Islam dan orang
baik-baik, mereka menuduhnya mencuri tanpa ada saksi dan bukti! Qatadah
berkata: maka aku pergi menemui rasulullah r dan aku berbicara dengannya,
beliau berkata: engkau telah menuju kepada suatu keluarga muslim dan baik-baik
lalu engkau menuduhnya mencuri tanpa saksi dan bukti?
ia berkata: maka aku kembali, sungguh
aku ingin kalau seandainya aku mengeluarkan sebagian hartaku dan aku tidak
berbicara dengan rasulullah r tentang hal itu. lalu pamanku
Rif'a'ah datan kepadaku dan berkata: wahai anak saudaraku, apa yang telah
engkau lakukan? aku memberitahunya tentang apa yang dikatakan oleh rasulullah r kepadaku, maka ia berkata:
aallah al musta'aan. tidak lama setelah itu turunlah wahyu: (Sesungguhnya kami Telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili
antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela)
orang-orang yang khianat, ) yakni bani Ubairiq, penantang:
maksudnya pembela mereka, dan mohon ampunlah kepada Allah, yakni atas apa yang
engkau katakana kepada Qatadah, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha
penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang
mengkhianati dirinya, hingga firman Allah: Maha pengasih, yakni kalau mereka
mohon ampun kepada Allah niscaya Allah mengampuni mereka- Barangsiapa yang
mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan)
dirinya sendiri- hingga firmanNya: dosa yang nyata… Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan
rahmat-Nya kepadamu- hingga firmannya: Maka kelak kami memberi kepadanya pahala
yang besar.
setelah al-Qur'an turun, senjata
tersebut dibawa kepada rasulullah r, maka beliau mengembalikannya
kepada Rifa'ah. qatadah berkata: tatkala aku membawa senjata itu kepada pamanku
-beliau adalah orang tua yang telah buta- di masa jahiliyah, dan aku melihat
bahwa keIslamannya meragukan, setelah aku membawa senjata itu kepadanya ia
berkata: wahai anak saudaraku, senjata itu untuk di sedekahkan fi sabilillah.
maka aku tahu bahwa Islamnya benar! tatkala turun al-Qur'an, Basyir bergabung
dengan orang-orang musyrik, maka Allah menurunkan: (Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah
dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan
(sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya. ) (QS. an Nisaa': 115, 116)
masalahnya bukan sekedar membenarkan
orang yang benar, dimana sekelompok orang berusaha menjatuhkannya kepada
tuduhan -walaupun membenarkan oran
yang benar merupakan suatu hal yang besar dan berat timbangannya di sisi Allah-
akan tetapi lebih besar dari itu. yaitu menegakkan timbangan yang tidak condong
mengikuti hawa nafsu, atau fanatisme, dan tidak memihak karena kecintaan dan kebencian,
bagaimanapun situasi dan kondisinya.
persoalannya adalah membersihkan
masyarakat baru ini, dan mengobati unsure kelemahan manusia dan mengobati
sisa-sisa jahiliyah dan fanatisme -dalam segala bentuknya hinga dalam bentuk
akidah, karena persoalannya berkaitan dengan keadilan antara sesame manusia-
dan mendirikan masyarakat baru ini, yang
unik dalam sejarah kemanusiaan atas kaidah yang baik, bersih, solid dan
kuat, yang tidak dikotori oleh hawa nafsu, kepentingan dan fanatisme, dan tidak
goncang bersama hawa nafsu dan miring bersama syahwat.
sebenarnya banyak alasan untuk
mengenyampingkan persoalan, atau tidak bersikap keras dan tegas serta
mengungkapkannya kepada semua pandangan. bahkan membongkarnya di hadapan orang
banyak dengan cara yang keras ini.
ada banyak alasan kalau seandainya
pertimbangan bumi yang menguasai dan mengatur, kalau saja timbangan manusia dan
ukurannya yang menjadi rujukan bagi manhaj ini.
ada sebab yang jelas dan lebar bahwa
tersangkanya adalah "orang yahudi"… yahudi yang tidak membiarkan anak
panah beracun kecuali dilepaskan untuk memerangi isalam dan pemeluknya. orang
yahudi yang telah menyababkan banyak penderitaan bagi umat Islam pada masa itu
(dan Allah berkehendak hal itu terjadi pada setiap masa), orang yahuhi yang tidak
mengenal hak, keadilan dan kejujuran, mereka tidak pernah memperhatikan sato
norma pun dari norma-norma akhlak dalam berintekrasi dengan umat Islam.
ada juga sebab lain; yaitu masalah ini
berkaitan dengan kaum anshar. orang-orang anshar yang telah memberikan tempat
tinggal dan menolong, dimana kejadian ini mungkin saja menyebabkan terjadinya
kebencian pada sebagian mereka, sementara kalau tuduhan ini diarahkan kepada
orang yahudi akan menhindarkan terjadinya perpecahan.
ada sebab ketiga yaitu tidak memberikan
kesempatan bagi orang-orang yahudi untuk mengarahkan anak panah baru kepada
orang-orang anshar. yaitu bahwa mereka saling mencuri satu sama lain, kemudian
mereka menuduh orang yahudi! mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini
hilang untuk membuat propaganda dan menipu.
akan tetapi persoalannya lebih besar
dari ini semua. ia lebih besar dari pertimbangan-perimbangan kecil ini, kecil
dalam pandangan Islam. masalah mendidik jamaah baru uni untuk bisa memanggul
beban dalam menjadi khalifah di muka bumi dan memimpin umat manusia. ia tidak
akan bisa mengemban khilafah di muka bumi dan tidak bisa memimpin umat manusia
hingga jelas baginya manhaj yang benar, yang mengungguli semua yang telah
dikenal oleh manusia, dan agar manhaj ini tegak dalam kehidupan nyata mereka,
dan untuk betul-betul menguji umat ini, serta membersihkan darinya
kekurangan-kekurangan manusia dan membersihkannya dari sisa-sisa kotoran
jahiliyah, dan agar timbangan keadilan ditegakkan -untuk mengadili manusia
dengannya- terlepas dari pertimbangan-pertimbangan bumi, kepentingan sesaat dan
nyata, dan persoalan yang dipandang besar oleh orang dimana mereka tidak bisa
membiarkannya.
Allah swt telah memilih kejadian ini
pada waktunya… bersama orang yahudi… dari orang yahudi yang telah banyak
memberikan penderitaan kepada umat Islam di madinah, yang menghasut orang-orang
musyrik untuk memusuhi umat Islam, mencari dukungan orang-orang munafik,
menyiapkan semua tipu daya yang mereka miliki seperti penipuan, pengalaman dan
pengetahuan tentang agama ini, dan pada masa yang sulit bagi umat Islam di
madinah, permusuhan mengintai mereka dari segala arah, dan di belakang semua
permsuhan ini adalah orang-orang yahudi.
Allah swt memilih kejadian ini dalam
kondisi ini, untuk mengatakan kepada jamaah muslimah apa yang hendak dikatakan,
dan untuk mengajarkan padanya apa yang mestinya mereka palajari.
oleh karena itu tidak ada tempat untuk
kepandaian, kecerdasan, kecerdikan dan pengalaman untuk menyembunyikan hal yang
memalukan dan menutupi keburukan.
tidak ada ruang untuk kepentingan umat
Islam secara dzahir, memperhatikan kondisi sesaat yang meliputinya. masalahnya
benar-benar serius, tidak mungkin kompromi atau basa-basi. dan keseriusan ini
adalah persoalan manhaj rabbani ini dan
dasarnya, persoalan umat ini yang dipersiapkan untuk bangkit mengemban manhaj
ini dan menyebarkannya, persoalan keadilan antara manusia, keadilan pada
tingkat ini yang tidak pernah dicapai oleh manusia -bahkan tidak pernah dikenal
oleh manusia- kecuali dengan wahyu dari Allah dan pertolongan dariNya.
manusia melihat dari puncak yang
tinggi ini ke lereng yang dalam -pada semua umat sepanjang masa- ia melihatnya
di sana… di sana di lereng… ia melihat batu berjatuhan antara puncak yang
tinggi dan lereng yang dalam, di sini dan di sana, ia melihat kecerdikan,
perdebatan, kepandaian, kejeniusan, pengalaman, kepentingan Negara, kepentingan
tanah air, kepentingan orang banyak… dan nama-nama dan judul-judul lainnya…
jika manusia memperhatikan dengan teliti, ia melihat ulat di bawahnya… kemudian
manusia melihat sekali lagi, maka ia melihat contoh umat Islam naik dari lereng
ke puncak… bertebaran sepanjang sejarah untuk mencapai puncak yang diarahkan
padanya oleh manhaj yang unik.
adapun kebusukan yang mereka katakan
"keadilan" pada umat jahiliyah dahulu dan sekarang, maka tidak layak
untuk dibuka bungkusnya pada udara yang bersih dan mulia ini… ([5]).
sebagaimana kita telah mempelajari
ayat-ayat kitab Allah tentang keadilan mutlak, kita pelajari satu hadits saja
yang menggambarkan keadilan mutlak ini yang hanya dimiliki oleh Islam, yaitu
hadits yang mana nabi r menjawab kesayangannya Usamah
bin Zaid yang didorong oleh sebagian sahabat untuk memberikan bantuan kepada
wanita dari bani makhzum yang mencuri, mereka mengira bahwa rasulullah r tidak akan menolak harapan
orang kesayangannya, adapun teks hadits ini:
أَتَشْفَعُ
فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ؟ … وَايْمُ
اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
«apakah
engkau memberi syafa'at dalam masalah hukum Allah? Kemudian demi Allah, kalau seandainya Fatimah binti
Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya» (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka tidak heran jika tegaknya
masyarakat muslim menjadi penjaga keadilan, melakukan kejujuran bagi manusia,
dan merealisasikan keamanan dan kebahagiaan bagi manusia, dimana orang-orang
Yunani dan Romawi di masa dahulu tidak pernah mencapainya, tidak pula
orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka pada masa sekarang.
Di
antara buah kedilan adalah persamaan
Di antara buah keadilan dalam
masyarakat yang adil adalah: persamaan, yaitu persamaan yang berdiri di atas
dasar akidah, ia lebih menjamin untuk dilaksanakan, tetap dan kekal dalam
kehidupan nyata di masyarakat muslim yang melaksanakan hukum yang diturunkan
oleh Allah, jauh dari permainan hawa nafsu.
Persamaan
dalam Islam
manusia dengan segala perbedaannya,
dengan berbagai bangsa, warna kulit, ras dan bahasa, dan dengan berbagai
kedudukan sosial, pekerjaan yang mereka kerjakan dan harta yang mereka miliki,
semuanya adalah hamba Allah, asal mereka satu dan pencipta mereka satu, tidak
ada perbedaan dalam kedudukan sebagai manusia, juga dalam hak-hak dan
kewajiban.
ini merupakan kenyataan dalam
masyarakat muslim, dan ini adalah salah satu akidah Islam yang mendasar.
berdasarkan akidah ini, penguasa dan
rakyat sama dalam pandangan syari'at Islam dari segi hak-hak dan kewajiban
sebagai manusia, tidak ada kelebihan sebagian atas yang lain dari segi asal dan
penciptaan, perbedaan hanyalah dari segi kemampuan, bakat, amal dan usaha, dan
apa yang menjadi tuntutan pekerjaan dan perbedaan profesi.
oleh karena itu kita melihat Umar bin
Khattab t pada waktu terjadi kelaparan, beliau sama seperti
umumnya umat Islam, beliau meraskan apa yang mereka rasakan, hingga warna
beliau berubah dan kesehatannya memburuk.
pada waktu ada pembagian pakaian
kepada rakyat, beliau mengambil sepotong, sama seperti rakyat biasa, padahal
beliau memerlukan dua poton karena badannya tinggi, dan beliau terpaksa
mengambil bagian putranya Abdullah untuk disambungkan dengan miliknya, untuk
bisa dibuat satu baju yang panjang yang sesuai dengan badan beliau.
perbuatan ini telah menyebabkan beliau
dipertanyakan oleh salah satu rakyat; pada suatu hari beliau berdiri dan
berkata kepada rakyatnya: dengarkan dan taatlah, salah satu dari mereka
berkata: tidak akan mendengar dan tidak akan taat, maka umar berkata dengan
heran: mengapa? ia berkata: engkau memberi kami semua sepotong pakaian dan
engkau mengambil dua, maka Umar berkata kepada putranya: berdirilah wahai
Abdullah dan beritahu dia apa yang kita lakukan. maka Abdullah berdiri dan
berkata: sesungguhnya bapakku adalah orang yang berperawakan tinggi, tidak
cukup baginya sepotong kain, lalu beliau mengambil bagianku dan menyambungnya
menjadi satu, pada waktu itu orang yang menentangnya berkata: sekarang, kami
mendengar dan kami taat, wahai amirul mukminin ([6]).
umar tidak merasa gengsi ketika pada
suatu hari mengobati unta hasil pengumpulan zakat, padahal beliau adalah kepala
Negara terbesar pada masanya; kedudukan beliau sebagai kepala Negara tidak
menghalangi beliau merasa seperti rakyat biasa, bahkan beliau melihat bahwa
beliau lebih berhak untuk menjaga harta umat Islam karena tanggung jawab beliau
secara umum ([7]).
Persamaan,
tidak ada keistimewaan bagi seseorang
dengan pengertian ini, tanggung jawab
merata dan mencakup seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang terbebas
darinya, semua anggota masyarakat bertangung jawab atas perbuatannya, tidak ada
yang mempunyai kekebalan hukum yang membaskannya dari tanggung jawab atau
melindunginya dari akibat perbuatannya di hadapan kebenaran.
dalam masyarakat muslim tidak ada
seseorang atau kelompok tertentu yang harus dipatuhi secara mutlak tanpa batas;
karena kepatuhan mutlak yang tak terbatas hanyalah kepada Allah, pencipta
langit dan bumi, alam semesta, kehidupan dan manusia.
adapun hubungan antara seseorang
dengan pemimpin yang berkuasa, atau antara Negara dan rakyat, itu hanyalah
hubungan organisasi dan administrasi, terkadang hal ini mengharuskan taat pada
aturan yang ada, akan tetapi ketaatan dalam batas syari'at Allah yang mengatur
masyarakat muslim, ia bukanlah ketundukan, akan tetapi ketaatan yang dibatasi
oleh aturan tertentu, tidak ada kekuasaan bagi pemimpin untuk merubahnya,
karena ia adalah aturan ilahi, ialah hakim antara kedua pihak jika terjadi
perbedaan pendapat dan perselisihan antara keduanya.
dalam masyarakat muslim yang
menerapkan hukum Allah, tidak ada keistimewaan bagi penguasa, bagi para ulama
maupun lainnya, dalam Islam tidak ada kelas yang dinamakan
"kependetaan", mereka hanyalah ulama syari'at dan ahli fiqh,
orang-orang meminta fatwa pada mereka, lalu mereka memberi fatwa sesuai dengan
apa yang mereka ketahui dari hukum syari'at, akan tetapi mereka tidak memiliki
kekuasaan atas siapun dalam melaksanakan hukum ini, akan tetapi membawa manusia
kepada suatu pendapat berdasarkan ilmu yang benar, pemahaman yang lurus dan
dalil-dalil dari al-Qur'an dan hadits rasul, dengan syarat mereka bersifat
taqwa, istiqamah dan berbudi luhur, jauh dari hawa nafsu dan kepentingan
pribadi.
Memelihara
hak-hak non muslim
dalam masyarakat muslim, non muslim
mempunyai hak-hak yang terpelihara, tidak boleh diganggu atau dirampas, seperti
hak hidup, memiliki, memiliki, berbuat, dan mendapat keadilan. dalam hak-hak
ini mereka sama dengan umat Islam. dan ini berlaku bagi non muslim, baik ia
merupakan penduduk dalam masyarakat muslim maupun bukan penduduk tetap, akan
tetapi masuk ke negera Islam dengan jaminan keamanan, dengan izin khusus atau
umum, maka ia aman selama tidak memerangi umat Islam, tidak boleh diganggu,
atau diambil haknya, dan ia berhak mendapat keadilan dari pengadilan, sama
seperti penduduk muslim. bahkan Islam memberinya hak-hak yang tidak diberikan
kepada umat Islam, terutama apa yang halal dalam agamanya dan haram bagi umat Islam,
seperti khamr, Islam menganggapnya sebagai harta yang berharga jika dimiliki
oleh nasrani, wajib diganti atas yang merusaknya, sedangkan jika dimiliki oleh
orang Islam, ia tidak dianggap harta yang berharga, dan tidak wajib mengganti
bagi yang merusaknya.
persamaan
antara laki-laki dan wanita dalam kewajiban agama dan lainnya
di antara bentuk persamaan yang telah
lebih dahulu ada dalam Islam sebelum aturan dan undang-undang yang dikenal oleh
manusia sepanjang masa adalah: persamaan antara laki-laki dan wanita dalam hak
dan kewajiban, dimana Islam menjadikan keduanya sama dalam kewajiban-kewajiban
agama, hak pribadi, martabat manusia, hak-hak sipil dalam mua'amalat dan
kekayaan.
Islam telah mengantarkan pada kedudukan
yang tinggi ini pada mawa awal sekali, sebelum wanita di umat-umat lain sampai
kepadanya.
dalam masyarakat muslim wanita
mendapatkan hak-hak pribadi dengan sempurna, ia memiliki, dan menggunakan apa
yang ia miliki, ia bebas menjalankan hartanya sendiri tanpa laki-laki jika ia
baligh dan mengerti. ia berhak mendapat upah yang sama dengan laki-laki jika
megerjakan pekerjaan yang sama, sedangkan di eropa dan amerika wanita mendapat
upah yang lebih kecil dari laki-laki, setelah melakukan perjuangan keras untuk
mendapatkan hak-haknya.
Wanita muslimah berhak menjadi salah
satu pihak dalam masalah pengadilan, ia boleh menjadi pendakwa dan terdakwa,
walaupun lawannya adalah bapaknya, suaminya atau yang lainnya. ia berhak
bekerja jika ia membutuhkan pekerjaan, atau masyarakatnya membutuhkan
pekerjaannya, sedangkan ia tidak berkewajiban memberi nafkah apabila ada pihak
yang wajib menafkahinya.
Perbedaan
antara manusia dalam masyarakat muslim
demikianlah Islam menyamakan hak
antara semua manusia, antara laki-laki dan wanita, kaya dan miskin, pejabat dan
rakyat biasa, semuanya di hadapan kebenaran, hak-hak dan martabat manusia
semuanya sama. adapun perbedaan antara mereka di sisi Allah, maka hanya dengan
takwa dan amal shalih: (Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu) (QS. Al Hujuraat: 13)
adapun
perbedaan mereka dalam kehidupan bermasyarakat tergantung pada perbedaan mereka
dalam amal, usaha, pengalaman, bakat, ilmu dan produkyg bermanfaat, dan lain
sebagainya dimana manusia berbeda, dan menjadi sebab dalam perbedaan,
penghargaan atas usaha yang diberikan pada manusia.
Persamaan
di hadapan hukum
dalam masyarakat muslim manusia sama
di hadapan undang-undang dan hukum, dan dalam hak menduduki kedudukan umum. Islam
telah memberikan contoh sejak awal bagi persamaan antara undang-undang dan
hukum.
rasulullah r telah mengajarkan para
sahabatnya melalui sejarah beliau bersama sahabat, dan pengarahan belian
bagaimana mereka menghormati hak pendakwa dalam menuntut haknya walaupun ia
menuntutnya dengan cara kasar, suatu hari seorang yahudi menagih hutang yang
belum jatuh tempo pada beliau, dan ia menagihnya dengan kasar, ia berkata:
"sungguh kalian adalah orang-orang yang menunda-nunda hutang wahai bani abdil
mutthalib" tatkala beliau melihat para sahabatnya marah pada perkataan
yang tidak sopan ini, beliau berkata pada mereka: "biarkan dia, karena
orang yang mempunyai hak, punya bicara"([8]).
para sahabat betul-betul paham nilai hak persamaan antara
manusia, dan sangat membekas di hati mereka, maka mereka menebarkan hak ini dan
menganjurkan untuk menerapkan persamaan hak dalam kehidupan mereka. Umar bin
Khattab t mengirim surat
kepada hakimnya Abu Musa al Asy'ari yang berisi arahan tentang hukum persamaan
hak antara manusia di hadapan pengadilan, beliau berkata:
وَآسِ
بَيْنَ النَّاسِ فِى وَجْهِكَ وَمَجْلِسِكَ وَقضائكَ حَتَّى لاَ يَأْيَسَ
الضَّعِيفُ مِنْ عَدْلِكَ وَلاَ يَطْمَعَ الشَّرِيفُ فِى حَيْفِكَ
«Samakan antara manusia di hadapanmu, di majlismu, dan hukummu,
sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang mulia tidak
mengharap kecuranganmu.» (HR. ad Daaruquthni)
Persamaan dalam memangku
jabatan publik
Islam merealisasikan puncak persmaan dalam menduduki
jabatan public, ia telah melaksanakannya senyara nyata pada masa-masa awal,
rasulullah r telah memberikan jabatan panglima, gubernur pada
banyak budak yang telah dimerdekakan, seperti zaid, dan usamah setelahnya,
dimana nabi r melantiknya sebagai panglima pasukan umat Islam
yang bersiap-siap untuk memerangi romawi, namun rasulullah r wafat sebelum pasukan
berangkat, lalu Abu Bakar rasulullah meneruskan perintah rasulullah r, dan beliau tetap memberikan
jabatan panglima kepada Usamah bin Zaid, pada waktu itu ia masih muda belia,
sebagian sahabat merasa berat kalau jabatan panglima dipegang oleh Usamah, ia
menyampaikan pendapatnya yang tidak setuju pada panglima pasukan, namun Abu
Bakar t menjawab: «demi Allah, aku tidak akan mencabut
bendera yang telah diikatkan oleh rasulullah r » ([9]).
di antara puncak persamaan yang telah direalisasikan Islam adalah
apa yang dicatat oleh sejarah dari Umar bin Khattab t di waktu beliau menjelang
wafat, ketika umat Islam meminta kepada beliau agar mengangkat calon pengganti
setelah beliau, beliau berkata: "kalau seandainya Salim budak Abu
Hudzaifah masih hidup, niscaya aku mengangkatnya sebagai pengganti"([10]).
hampir saja yang menjadi kepala Negara ketiga setelah nabi r adalah salah seorang budak.
alangkah tinnginya persamaan yang dicapai oleh Islam dan menerapkannya dalam
kehidupan.
Umar t pernah shalat bermakmum kepada
Salim budaknya Abu Huzaifah di Madinah; karena ia adalah orang yang paling
banyak menghafal al-Qur'an. beliau tidak merasa berat shalat di belakang budak.
alangkah agungnya Islam, alangkah indahnya apa yang dilukiskan dlam jiwa
orang-orang yang beriman.
di antara bentuk persamaan dalam sejarah Islam dan umat Islam adalah bahwa kepala Negara merasa
bahwa ia merupakan bagian dari rakyat, ia mempunyai kewajiban sama dengan orang
lain, ditambah amanat tanggaung jawab terhadap umat, sebagaimana yang dikatakan
oleh Umar bin Abdul Aziz setelah menjabat sebagai khalifah: "aku bukanlah
yang terbaik di antara kalian, akan tetapi aku adalah orang yang paling berat
tanggung jawabnya"([11]).
Persamaan yang didasarkan pada
kesatuan asal bagi manusia
umat Islam yang jujur yang mengerti
petunjuk agama mereka telah sampai ke puncak persamaan; karena mereka mengerti
bahwa persamaan sebagaimana ditetapkan Islam dibangun atas dasar kesatuan asal
penciptaan manusia, sebagaimana firman Allah swt: (Hai manusia, Sesungguhnya kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. ) (QS. al Hujurat: 13)
konsep ini tidak ada pada uma-umat dan
bangsa-bangsa yang mengadopsi peradaban yunani; karena mereka menganup paham
aristoteles yang berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua golongan: para
tuan, dan para budak, orang-orang yunani adalah para tuan, Allah memberikan
mereka akal dan kehendak, sedangkan orang-orang barbar adalah para budak, Allah
memberikan kepada mereka kekuatan badan, untuk menjadi pelayan bagi manusia
pilihan yaitu: orang-orang yunani.
pantas konsep ini tidak ada pada
umat-umat dan bangsa-bangsa dan masyarakat dimana manusia didik pada manhaj
manusia yang sempit yang pada pembuatannya banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu,
kepentingan, dan paham-paham yang menyimpan dan sesat.
secara pemikiran dan kejiwaan ia tidak
bisa memahami persamaan sebagaimana digariskan oleh Islam antara ras, warna
kulit, adapt-istiadat dan tingkatan, seperti sabda rasulullah r: «Tidak ada kelebihan bagi
orang arab atas orang non arab, dan tidak ada kelebihan bagi non arab atas orang
arab, dan tidak ada kelebihan bagi warna merah atas warna hitam kecuali dengan
takwa» (HR. Imam Ahmad)
dan
sabda nabi r: «sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari
kalian kesombongan jahiliyah dan membanggakan keturunan, manusia ada yang
beriman dan bertakwa, dan ada yang jahat dan sengsara, kalian semua keturunan
Adam, dan Adam tercipta dari tanah, hendaklah seseorang meninggalkan
kesombongan mereka, mereka hanyalah salah satu arang neraka jahannam, atau
sungguh mereka akan menjadi lebih hidan di sisi Allah dari kumbang yang menolak
kebusukan dengan hidungnya»([12]).
Standar
akurat bagi kepribadian muslim
standar yang akurat untuk mengukur kepada manusia dalam
masyarakat muslim adalah standar takwa dan amal shalih, jika standar ini ada
pada salah satu anggota masyarakat, maka ia menjadi orang yang terhormat yang
pantas untuk dicintai dan mendapat kehormatan dan penghartaan, walaupun ia
sebelumnya seorang budak, atau orang miskin, inilah yang kita dapatkan dalam
perkataan Umar tentang Abu Bakar dan Bilal al Habasyi ketika Abu Bakar
memerdekakan Bilal:
«Abu Bakar adalah tuan kami, beliau memerdekakan tuan kami» (HR.
Muslim).
perasaan persamaan ini dalam diri umat Islam, dan
diumumkannya di kalangan orang banyak merupakan salah satu sebab terbesar yang
menjadikan para tokoh dan pemuka orang-orang qurais tidak mau menerima dakwah Islam;
karena mereka tidak mau dipersamakan antara mereka dengan orang-orang miskin
dan lemah seperti Bilal, Shuhaib, Yasir, Abdullah bin Mas'ud dan lain
sebagainya. mereka memandang bahwa duduk bersama orang-orang Islam yang mereka
anggap rendah adalah suatu kehinaan yang bertentangan dengan kesombongan dan
keangkuhan mereka. inilah semua yang mereka miliki pada kehidupan dunia ini,
oleh karena itu mereka memerangi rasulullah r dengan sengit, dan mengajak
seluruh kabilah arab untuk memeranginya, mereka menganggap menyerbarnya Islam
dengan semua yang terkandung di dalamnya dari nilai keadilan, kebebasan,
persamaan dan kesempatan yang sama bagi mereka sebagai persoalan hidup dan mati,
dan kemenangannya berarti hilangnya warisan jahiliyah mereka.
Orang-orang Barat mengambil
persamaan dari umat Islam
Prinsip keadilan dan persamaan telah mendarah daging dalam
masyarakat muslim sejak pertama kali nabi berdakwah dengan terang-terangan, dan
dipraktekkan dalam kehidupan manusia di semua tampat yang bernaund di bawah
bendera Islam.
orang-orang eropa telah mengambil prinsip ini dari umat Islam
pada waktu perang salib, dimana orang-orang salibis melihat persamaan dengan
jelas dan nyata dalam kehidupan umat Islam, antara ulama dan rakyat biasa,
tidak ada orang yang makshum, tidak ada ketaatan kecuali kepada Allah dan
orang-orang yang menerapkan syari'at Allah, mereka melihat perbedaan yang jauh
antara apa yang mereka lihat dari umat Islam dan sikap gereja yang memihak
kepada orang-orang yang kejam, maka apa yang mereka lihat ini menjadi salah
satu motivasi bagi mereka untuk berontak kepada gereja dan kezaliman, dan
kepada perbedaan antara kelas di masyarakat mereka.
Diskriminasi ras di Amerika
adapun amerika, ia telah menderita penyakit diskriminasi
ras sejak jutaan orang-orang afrika kulit hitam didatangkan ke sana untuk menjadi budak,
mereka dipekerjakan dalam pertanian kapas. orang-orang sengsara tersebut telah
mengalami berbagi macam siksaan dan hinaan, dimana mereka diperlakukan
seperti hewa, dipukul, dihina dan
dibunuh dan pelecehan lainnya.
lalu timbul banyak gerakan untuk menghilangkan diskriminasi
ras, akan tetapi diskriminasi antara kulit putih dan kulit hitam ini masih
tetap ada, setiap warna kulit ada daerahnya sendiri, hotel tersendiri, restoran
tersendiri, transportasi tersendiri, sekolah tesendiri, kran air minum
tersendiri dan kamar mandi tersendiri.
setiap yang hidup di amerika hingga tahun delapan puluhan
tahu bahwa di sana ada daerah-daerah pemukiman dimana orang kulit hitam tidak
diperbolehkan membeli rumah di sana, walaupun orang kulit hitam ini mampu
membelinya, dan membayar dengan harta lebih mahal dari yang dibayar oleh kulit
putih, penduduk daerah kulit putih menolak jika orang kulit hitam memiliki
rumah di perkampungan mereka. pernah terjadi seorang penduduk kulit hitam bisa
membeli rumah di pemukiman kulit putih, lalu orang-orang tak dikenal
membunuhnya.
tidak adanya persamaan ini bukan hanya menyangkut masalah
tempat tinggal, akan tetpi termasuk juga tidak adanya persamaan antara kulit
putih dan hitam dalam kesempatan mendapat pekerjaan. jika ada lowongan
pekerjaan, lalu dilamar oleh dua orang, yang satu kulit hitam dan yang satu
kulit putih, maka lowongan tersebut wajib diberikan kepada kulit putih,
walaupun kulit hitam lebih tinggi pendidikannya dan lebih banyak pengalamannya.
oleh karena itu tingkat pengangguran di kalangan kulit h
itam sangat tinggi, lebih dari 50%.
kekerasan masyarakat amerika terhadap selain warna putih
tidak terbatas pada kulit hitam saja, akan tetapi juga kepada ras-ras lain,
terutama penduduk asli, yang menduduki daftar teratas orang-orang terbuang dan
tertindas, demikian pula orang-orang amerika meksiko yang banyak menderita
pendiskriminasian dalam berbagai tingkat di masyarakat amerika ([13]).
yang membaca lembaran-lembaran buku (amerika tahta al
qabdhah assauda') karangan Jean Sadaqah, dan buku (amerika: sirri lilghayah)
karangan Dr. Muhammad Khidir Arif, akan mendapatkan dengan mendetail
diskriminasi yang sangat kejam antara kulit hitam dan kulit putih, para
peneliti hampir tidak percaya hal ini terjadi dalam masyarakat maju seperti
masyarakat amerika, dan akan jelas baginya persamaan yang begitu indah yang
dibawa oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu.
Buah keadilan dan persamaan
di antara buah keadilan dan persamaan dalam masyarakat
muslim adalah: kesempatan yang sama, hal ini karena kesempatan yang sama
merupakan hasil nyata dari terciptanya keadilan dan persamaan dalam masyarakat
yang tidak membeda-bedakan antara semua manusia, memimpin mereka dengna adil,
dan membukukan jalan agar bisa dimasuki oleh setiap manusia yang hidup di
dalamnya, berpartisipasi dalam membangun peradaban manusia muslim sesuai dengan
kemampuan dan bakatnya.
Kesempatan yang sama dalam
masyarakat muslim
dalam masyarakat muslim yang konsisten dengan agamanya
diberikan kesempatan yang sama bagi semua penduduknya, apabila salah seorang
mempunyai kelebihan dengan bakat dan kesungguhannya, maka ialah yang paling
berhak yang diakui oleh Islam.
tidak ada orang yang lebih baik dari yang lain hanya karena
ia dilahirkan di rumah si fulan atau fulan, lahir di rumah mana saja baik
tinggi maupun rendah tidak memberikan kelebihan apa-apa pada seseorang, dan
tidak bisa mencabut kelebihan yang ada. Islam tidak membenci sesuatu seperti
kebenciannya pada perbedaan ras.
merupakan hak setiap anak yang lahir dalam masyarakat
muslim, lahir dalam keadaan sehat, terbebas dari penyakit turunan seperti
anak-anak lainnya, hal ini dengan terjaminnya kedua orang tua yang sehat
sedapat mungkin, maka tidak ada persamaan kesempatan yang hakiki antara anak
yang menderita penyakit keturunan yang berbahaya dengan anak yang sehat, jadi
persamaan kesempatan dalam masyarakat muslim tidak dimulai dari lahir akan
tetapi dimulai sebelumnya.
setiap anak yang lahir berhak mendapat makanan, asuhan dan
pendidikan yang cukup, seperti apa yang didapatkan oleh setiap anak yang lain
dalam masyarakat. jika penghasilan orang tuanya atau kondisi ekonomi kedua
orang tuanya tidak memungkinkan mendapatkan kesempatan ini, maka Negara dan
masyarakat wajib memberikan apa yang dibutuhkannya, kalau tidak maka prinsip
persamaan kesehatan bagi anak tersebut menjadi khurafat, jika ia tumbuh
kekurangan makanana atau pendidikannya terabaikan, dimana yang lain mendapat
kesempatan ini sedangkan ia tidak mendapatkannya, dan prinsip persamaan
kesempatan merupakan suatu kewajiban dalam masyarakat muslim.
setiap anak yang tumbuh berhak mendapatkan ilmu dan
kesehatan, setelah itu ia berhak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan
dan bakatnya, lebih dari itu tidak masalah kalau terjadi perbedaan, karena itu
adalah perbedaan alami yang tidak bisa dihindari, karena Allah tidak
menciptakan manusia sama persis. banyak sekali contoh kesuksesan yang dicapai
oleh seseorang hingga ke puncaknya padahal mereka tumbuh di rumah yang miskin,
karena tingginya bapak pribadi yang diberikan padanya, yang memberikan hasil
gemilang.
merupakan kezaliman yang tiada taranya keistimewaan palsu
yang diberikan kepada sebagian anak hanya karena mereka dilahirkan di ruman
tertentu atau di keluarga tertentu, ini diberi kesempatan untuk diterima di
fakultas militer sebelum anak sebayanya hanya karena ia berasal dari keluarga
besar, ini diberikan kesempatan belajar di luar negeri, bukan karena ia paling
pandai ata paling layak, akan tetapi karena ia berasal dari rumah orang
tertentu. ini semua bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam yang
adil, dan hal ini tidak bisa diterima dalam masyarakat muslim yang konsisten
dengan hukum agama yang benar.
dalam masyarakat muslim warganya mendapat jalan kesuksesan
terbukan di depannya, ia tidak terhalang untuk memasukinya oleh bahasa, agama,
ras, kemiskinan atau rendahnya nasab, seperti halangan-halangan yang diletakkan
di depan orang-orang jenius dan berbakat dalam banyak Negara dan masyarakat
sekarang, karena mereka tidak seagama dengan penguasa, atau beda ras atau
golongannya, atau kemiskinanya, atau rendahnya nasabnya menghalanginya untuk
mencapai cita-cita yang mereka impikan dan diinginkan oleh bakat dan kemampuan
mereka.
prinsip kesempatan yang sama telah meluas dalam kehidupan
umat Islam, sehingga ia mencakup semua warga yang hidup dalam Negara Islam,
dengan demikian pemikiran manusia dari berbagai ras, warna kulit dan bahasa
berkumpul untuk membangun peradaban Islam, dan tertampung di dalamnya buah dari
semua golongan sepanjang masa, maka ia mejadi peradaban kemanusiaan secara
umum, tidak untuk ras tertentu dan bahasa tertentu. kalau tidak karena pandangan
kemanusiaan yang menyeluruh terhadap bakat manusia, niscaya peradaban manusia
tidak sampai tingkat yang dicapainya selama ini.
peradaban Islam terus berjalan pada
jalan ini karena Islam adalah agama semua manusia, bukan untuk umat tertentu: (Dan tiadalah kami mengutus
kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.) (QS. al Anbiya': 107)
Islam
berbicara kepada seluruh manusia dengan berbagai ras, agama, dan bahasa mereka
dengan (wahai manusia)
(Hai sekalian manusia,
bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan
dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. ) (QS. an Nisaa': 1) ([14])
tidak sesuatu yang lebih penting dari
prinsip persamaan kesempatan dalam meningkatkan masyarakat dan
mengembangkannya, dan mendorong roda peradaban manusia ke depan.
Oleh karena itu maka harus ada
syarat-syarat kecakapan, ilmiah dan kepribadian dalam setiap pekerjaan dan
kedudukan, dimana kecerdasan padanya yang menjadi dasar tanpa melihat pada
factor lain, walaupun ketakwaan yang merupakan pembeda utama yang dijadikan
dasar dalam keutamaan seseorang dalam Islam, inilah pemahaman Islam yang benar
bagi keadilan dan persamaan, dan kesempatan yang sama.
Abu Bakar ash Shiddiq -orang yang
paling mengerti terhadap roh Islam- setelah rasulullah r menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang
diberi gelar oleh rasulullah r: Amiin al ummah, belitu
berkata:
Bismillahirrahmaanirrahim
Dari Abdullah bin Abi Quhafah kepada
Abu Ubaidah bin Al Jarrah, assalamu alaikum.
amma
ba'du, aku telah mengangkat khalid untuk memerangi musuh di Syam, maka
janganlah engkau melanggarnya, dengarkan dan taatlah kepadanya, aku
mengangkatnya atasmu dan aku tahu bahwa engkau lebih baik darinya dan lebi baik
agamanya, akan tetapi aku melihat bahwa ia memiliki keahlian dalam peperangan
yang tidak engkau miliki, Allah mengendaki bagi kami dan engkau jalan petunjuk,
wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ([15]).
inilah masyarakat muslim, masyarakat
adil, persamaan dan kesamaan kesempatan: kedilan mutlak yang tidak dipengaruhi
oleh kecintaan dan kebencian, persamaan yang mana semua manusia sama dengan
berbagai bahasa, warna kulit, ras, agama dan kedudukan sosial, kesamaan kesempatan
yang membuka keahlian, menumbuhkan kemampuan, agar semuanya berpartisipasi
dalam membangun peradaban tanpa ada halangan dan rintangan.
sungguh ini adalah tingkat yang sangat
tinggi, yang tidak mungkin dicapai oleh manusia kecuali jika mereka menerapkan
prinsip-prinsip Islam dalam masyarakat muslim.
Post a Comment