Keadilan & Persamaan Dalam Masyarakat Muslim



Keadilan & Persamaan 
Dalam Masyarakat Muslim

          Syari'at Islam yang diturunkan dari Allah swt telah menanamkan dasar keadilan dalam masyarakat muslim yang tidak ada duanya, yang tidak dikenal oleh masyarakat manusia dalam sejarah mereka dahulu, dan tidak sampai kepadanya dalam sejarahnya sekarang.
          Hal ini karena ia mengaitkan terealisasinya keadilan dengan Allah, Allah lah yang memerintah untuk berbuat adil, dan Dialah yang mengawasi pelaksanaannya dalam kehidupan nyata, Dia yang memberi pahala bagi yang melaksanakannya, dan menjatuhkan siksa bagi yang mengabaikannya dalam segala situasi dan kondisi.
          Islam memerintahkan umatnya untuk berbuat adil dengan semua orang, memerintah mereka berbuat adil dengan orang yang mereka cintai dan orang yang mereka benci, ia menginginkan mereka adil secara mutlak hanya karena Allah, bukan karena sesuatu yang lain, standarnya tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian; rasa cinta tidak mendorong umat Islam yang bertakwa meninggalkan kebenaran dan condong kepada kebatilan karena orang yang mereka cintai, dan kebencian tidak menghalangi mereka melihat kebenaran dan memperhatikannya karena orang yang mereka benci.
          banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan manhaj Islam yang lurus dalam masalah keadilan kepada semua manusia, orang yang kita cintai, dan orang yang kita benci, dalam setiap situasi dan kondisi.
          Allah swt berfirman dalam berbuat adil pada orang yang kita cintai: (Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. ) (QS. An Nisaa': 135)
          dan Allah berfirman dalam berbuat adil terhadap orang-orang yang kita benci: ( Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. ) (QS. Al Maidah: 8)
          berbuat adillah karena Allah, bukan karena orang yang disaksikan untuknya atau atasnya, bukan untuk kepentingan seseorang atau suatu kelompok, atau terpengaruh kepada situasi dan kondisi yang meliputi persoalan kesaksian atau putusan, menjauhkan diri dari kecenderungan, hawa nafsu atau kepentingan
( biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu)

Perintah Islam Untuk Adil

          Islam telah menjadikan menegakkan keadilan antara manusia sebagai tujuan utama dari diturunkannya risalah-risalah samawi, dan mengutus para rasul kepada manusia dalam kehidupan dunia ini: ( Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan ). (QS. Al Hadid: 25)
          alangkah agungnya keadilan! alangkah berat timbangannya di sisi Allah! alangkah besar manfaatnya bagi manusia! karenanya kitab-kitab diturunkan dari langit, karenanya para rasul diutus kepada umat-umat dan kaum-kaum dan karenanya langit dan bumi tegak.




Macam-macam Keadilan dalam Islam
          Islam menyuruh adil dalam berbicara, walaupun perkataan ini membuat keluarga kita marah: (Dan apabila kamu berkata, Maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu) ) (QS. al An'am: 152)
          Islam menyuruh adil dalam kesaksian jika kita diminta untuk bersaksi, walaupun kesaksian ini menyulitkan kita atau menyulitkan orang yang disaksikan, karena ia adalah kesaksian karena Allah:
(Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. ) (QS. ath Thalaq: 2)
(Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. ) (QS. al Maidah: 8)
          Islam menyuruh adil dalam memutuskan hukum, Allah berfirman: (Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. ) (QS. an Nisaa': 58)

Kedudukan pemimpin yang adil

          jabatan pemimpin adalah amanat yang beras; karena ia tergantung pada keadilan mutlak yang telah ditanamkan pondasinya oleh Islam dalam masyarakat muslim, oleh karena itu kedudukan pemimpin yang adil di sisi Allah sangat tinggi, karena ia menduduki urutan pertama dalam tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tidak ada naungan kecuali nauganNya, sebagaimana sabda rasulullah r:
«Tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tidak ada naugan kecuali naunganNya: pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah az, orang yang hatinya selalu terpaut kepada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, keduanya berkumpul dan berpisah atas dasar kecintaan kepada Allah, seorang lelaku yang diajak berbuat serong oleh wanita cantik lalu ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan orang yang bersedekah lalu ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan orang yang mengingat Allah di waktu sepi lalu air matanya berlinang ) (Muttafaq alaih)

Celaan terhadap kezaliman dan orang-orang zalim

          sebagaimana Islam menganjurkan keadilan dan memuji orang-orang yang berbuat adil, ia juga mencela kezaliman dan orang-orang yang berbuas zalim atas kezaliman mereka, mengancam mereka dengan siksa yang sangat pedih, apapun bentuk kezalimannya, baik kezaliman dengan kata-kata atau dengan perbuatan, baik zalim terhadap diri sendiri maupun zalim terhadap orang lain, baik kezaliman orang-orang kuat atas orang-orang lemah, atau kezaliman orang-orang kaya atas orang-orang miskin, atau kezaliman para penguasa terhadap rakyatnya, dan berbagai macam kezaliman lainnya yang banyak terjadi pada manusia. semakin lemah orang yang dizalimi maka kezalimannya semakin buruk, oleh karena itu doa orang yang teraniaya dikabulkan, tidak ada penghalang anranya dengan Allah, sebagaimana sabda rasulullah r:
اتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ
«Hindarilah doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang antaranya dengan Allah» (Muttafaq alaih)
dalam riwayat imam Ahmad: «Hindarilah doa orang yang teraniaya, walaupun ia kafir, karena ia tidak terhalang»



Keadilan mutlak dalam Islam

          masyarakat muslim yang benar adalah masyarakat yang memberikan keadilan secara mutlak bagi seluruh manusia, menjaga martabat mereka dalam mendistribusikan kekayaan secara adil, memberikan kesempatan yang sama bagi mereka untuk bekerja sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, memperoleh hasil kerja dan usahanya tanpa bertabrakan dengan kekuasaan orang-orang yang bisa mencuri hasil usahanya.
          dengan demikian terciptalah keadilan social yang menyelamatkan orang-orang fakir miskin dari kezaliman orang-orang kaya, inilah yang telah dicapai oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu, pada periode Mekah ketika orang-orang kaya dan kasar mengancam saudara-saudara mereka yang miskin bahwa mereka penghuni neraka, sebagaimana dalam firman Allah swt: ("Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, ) (QS. al Mudatstsir: 42-44)
          tidak cukup memberi makan orang-orang miskin, akan tetapi harus berbuat adil padanya, memelihara dan memenuhi keperluannya, agar tercipta suatu keadilan yang dimaksudkan oleh Islam dalam menegakkan agama: (Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. ) (QS. al Ma'uun: 1-3)
          semua yang mampu merealisasikan keadilan sosial ini dan ia tidak melaksanakannya, maka al-Qur'an mengkategorikan sebagai orang kufur kepada Allah yang berhak mendapat azabnya: ("Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang Maha besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin. ) (QS. al Haaqqah: 30-34)
          masyarakat muslim adalah masyarakat yang memuliakan anak yatim, memberi makan orang-orang miskin, sebaliknya masyarakat matrealis yang tamak dan rakus, dimana orang-orang kaya tidak berpikir kecuali mengumpulkan harta dan menumpuk kekayaan: (Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya kamu tidak memuliakan anak yatim, Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan. ) (QS. al Fajr: 17-20)
          keadilan sosial ini dalam masyarakat muslim tidak hanya bagi umat Islam saja, akan tetapi untuk seluruh penduduk dengan berbagai agama, ras, bahasa dan warna kulit, itulah keistimewaan Islam yang tidak didapatkan dalam akidah yang lain. dan itulah puncak keadilan, yang tidak dicapai oleh undang-undang internasional atau regular hingga sekarang, yang tidak percaya hal ini maka hendaklah memperhatikan keadilan orang-orang kuat terhadap orang-orang lemah di mana saja, keadilan kulit putih atas kulit hitam di amerika serikat, keadilan kulit putih terhadap kulit berwarna di afrika selatan, dan ini adalah kondisi sekarang yang diketahui oleh semua manusia.
          perlu juga diingatkan di sini bahwa ini semua tidak bisa dicapai dengan panampilan luarnya seperti pergi ke masjid, merayakan hari-hari besar Islam, acar dzikir dan menyanyikan nasyid, akan tetapi ia bisa terealisasi apabila kehidupan mereka diatur oleh Islam, dan Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik nilai-nilai maupun hukumnya, karena nilai-nilai dah hukum Islam mengandung keadilan mutlak dalam memberikan hak masing-masing, dan mengatur hubungan sosial antara sesame manusia dengan aturan yang adil.

Dua bentuk keadilan: negative dan positif

          dalam masyarakat muslim keadilan ada dua bentuk: bentuk negative, yaitu mencegah kezaliman dan menghilangkannya dari orang-orang yang teraniaya, dengan mencegah tangan orang zalim dan menghalanginya merampas hak-hak orang, baik nyawa, harga diri dan harta mereka, dan menghilangkan akibat kezaliman jika terjadi pada mereka, mengambalikan hak-hak mereka dan menghukum orang-orang yang berbuat zalim. ini semua dilakukan oleh Negara.
          adapun bentuk positif bagi keadilan dalam masyarakat muslim, untuk merealisasikannya juga terkait dengan Negara, dengan membela hak-hak warganya, menjamin kebebasan mereka, menyediakan kehidupan yang layak bagi mereka, sehingga tidak ada orang lemah yang dilupakan, orang susah yang diabaikan, orang miskin tidak diperdulikan dan orang takut yang terancam.

Keadialan mutlak dalam masyarakat muslim

          Keadilan dalam masyarakat muslim mempunyai akar yang mendalam; karena ia bersumber dari syari'at Allah, bukan buatan seseorang, bukan pula buatan sekelompok orang, ia terbebas dari pengaruh hawa nafsu, terbebas dari kesalahan, dan tidak bisa dicurigai. setelah dilaksanakan, lalu ada pengawasan, setiap individu dalam masyarakat muslim bertanggung jawab untuk mengawasi pelaksanaan hukum syari'at, bertanggung jawab mencegah kezaliman, harus mengingatkan penguasa jika ia melampaui batas, mengingatkan hakim jika ia bersalah, dan ia berdosa apabila tidak melakukan pengawasan, atau menyembunyikan kesaksian yang benar, atau mendiamkan kesalahan, tidak mengingatkan dan tidak mengingkari jika mendengar atau melihatnya.
          Inilah yang menjadikan keadilan meluas dalam masyarakat muslim yang tunduk pada peringah Allah. sejarah Islam telah mencatat banyak contoh-contoh keadilan mutlak yang direalisasikan oleh para hakim Islam, kaerna hakim muslim menjadi pemegang amanat bagi keadilan, ia mendapat kekuatan dari rasa takut kepada Allah dan siksanya jika mengabaikan, atau menipu, atau curang, atau mendiamkan kezaliman, sebagaimana ia mendapat kekuatan dari syari'at yang ia terapkan, ia telah memberikan kekuatan dan kemandirian kepada hakim, yang menjadikan ia menegakkan kebenaran walaupun salah satu yang bersengketa adalah amirul mukminin.
          berikut sebagian contoh keadilan mutlak yang dicatat oleh sejarah Islam:

Contoh-contoh keadilan mutlak dalam sejarah umat Islam

1- Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib mendapatkan baju besinya di tangan seorang nasrani, maka beliau mengajukan perkara kepada Qadhi Syuraih, belitu berkata: itu adalah baju besiku, aku tidak menjualnya dan tidak menghibahkannya. lalu Qadhi Syuraih bertanya kepada orang nasrani: apa komentarmu atas apa yang dikatakan amirul mukminin? orang nasrani berkata: baju besi ini milikku, dan menurutku amirul mukminin bukanlah seroang pendusta.
          lalu Syuraih menoleh kepada Ali t bertanya kepada beliau: wahai Amiru mukminin, apakah anda mempunyai bukti? Ali berkata: aku tidak mempunyai bukti. maka Qadhi syuraih memenangkan perkara bagi orang nasrani, maka ia mengambil baju besi itu kemudian pergi… akan tetapi setelah berjalan beberapa langkah ia kembali dan berkata: aku bersaksi bahwa ini adalah putusan para nabi!Amirul mukminin mengadukan aku kepada hakimnya, dan hakim itu memenangkan aku! aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasulnya. baju besi ini milikmu wahai Amirul mukminin, aku berjalan di belakang pasukan ketika engkau pergi meninggalkan shiffin, dan baju besi itu keluar dari untamu yang coklat, maka Ali t berkata: karena engkau telah masuk Islam maka baju besi itu menjadi milikmu, dan beliau menaikkannya di atas kuda ([1]).

2- Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama al Hadi, raja abbasiyah mempersengketakan sebuah kebun, Abu Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu, sedangkan sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya, maka Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya ([2]).

3- Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah al manshur al Abbasi dan beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan di halaman masjid, beliau mendudukkan kedua belah pihak di hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli angkut tersebut. ([3])

5- Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul mukminin Umar bin Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah, karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan memeranginya tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari'at al-Qur'an, maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka kepada Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan perkara, karena Qadhi membuat putusan agar  umat Islam keluar dari Samarkand.
          setelah penduduk samarkand melihat puncak keadilan ini, mereka mengumumkan keIslaman mereka, dan memuji pengadilan Islam dan pasukan penaklukan, dan menyampaikan penerimaan mereka pada hukum Negara Islam ([4]).
          ketika manusia dalam masyarakat muslim merasa yakin bahwa undang-undang yang diberlakukan atas mereka merupakan buatan tuhan mereka yang maha adil, dan penguasa yang memimpin mereka tidak mempunyai hak yang lebih dari hak mereka, dan aturan ini merupakan agama mereka, dan bahwa Qadhi yang menangani pengadilan tidak membuat hukum berdasarkan hawa nafsu, akan tetapi berdasarkan syari'at Allah dan takut kepada Allah… ketika itu hati mereka tenang, dan mereka merasa bahwasanya mereka hidup dalam masyarakat yang adil.
          masyarakat yang adil ini dibentuk oleh al-Qur'an al karim dan hadits nabi, dimana manusia tidak mengenal dalam sejarahnya hal yang serupa, cukup bagi kita menghayati ayat-ayat Allah yang mengisahkan kisah keadilan yang unik, yang membuktikan bahwa bagaimanapun manusia tidak akan bisa sampai ke tingkat keadilan yang ditunjukkan oleh ayat-ayat ini yang turun untuk memberikan kepada orang yang yahudi yang dituduh mencuri secara zalim:
(Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat, Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada hari kiamat? atau siapakah yang menjadi pelindung mereka (terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, Kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat suatu kebohongan dan dosa yang nyata.   Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu.) (QS. An Nisaa': 105-113)
          sayyid Quthb rahimahullah menelaah ayat-ayat ini dan dengan seksama dan beliau menyimpulkan makna keadilan, kebersihan, istiqamah, saya melihat sangat berguna mencantumkan perkataannya dalam kitabnya fi dzilal al-Qur'an:
((Ayat ini menceritakan suatu kisah yang tidak ada bandingnya di dunia, dan manusia tidak mengenal kisah serupa… ia memberikan kesaksian bahwa al-Qur'an ini dan agama ini pasti dari Allah; karena manusia -walau mempunyai gambaran yang tinngi, walau rohnya jernih, walau tabi'atnya lurus- tidak mungkin sampai ke tingkat yang disebutkan oleh ayat ini; kecuali melalui wahyu dari Allah… tingkatan ini yang membuat garis di ufuk tidak ada manusia yang sampai kepadanya -kecuali melalui manhaj ini- dan tidak akan mampu naik ke sana kecuali di bawah naungan manhaj ini!.
          pada waktu orang-orang yahudi di madinah meluncurkan anak-anak panahya yang beracun, yang tersimpan di bawah baju hina mereka, kepada umat Islam, yang dikisahkan oleh surat ini, surat al baqarah dan surat Ali Imran di barisan umat Islam.
          pada waktu mereka menyebarkan kedustaan, berkomplot dengan orang-orang musyrik, menghasud orang-orang munafik, memberi jalan bagi mereka, menebarkan isu, menyesatkan akal, menfitnah kepemimpinan nabi, membuat keraguan terhadap wahyu dan kerasulan, mereka berusaha mengotori masyarakat muslim dari dalam, pada waktu mereka menghasud musuh-musuhnya agar menyerangnya dari luar.. di mana Islam tumbuh di madinah, sisa-sisa adapt jahiliyah masih melekat dalam jiwa, hubungan keluarga dan kepentingan antara sebagian umat Islam dan sebagian orang-orang musyrik dan orang-orang munafik, dan juga orang-orang yahudi, ini mengancam kesolidan shaf umat Islam.
          pada waktu yang sangat genting ini, ayat-ayat ini semua turun kepada rasulullah r dan kepada jamaah umat Islam, untuk memberikan keadilan kepada seorang yahudi yang dituduh mencuri, dan menyalahkan orang-orang yang menuduhnya, mereka adalah salah satu keluarga anshar di madinah, pada waitu itu orang-orang anshar merupakan pembela dan tentara rasulullah r,dalam melawan tipuan yang ada di sekelilingnya, dan sekeliling risalah, agama dan akidah yang baru.
          alangkah tingginya kesucian dan keadilan ini! kemudian perkataan yang mana yang bisa sampai kepada kedudukan ini? semua kata-kata, semua komentar, runtuh di bawah puncak yang tinggi ini; yang tidak bisa dicapai oleh manusia, bahkan tidak dikenal oleh manusia kecuali jika mereka dipimpin dengan manhaj Allah, kepada ufuk yang tinggi, mulia dan bersinar?
          kisah yang diriwayatkan dari berbagai sumber tentang sebab turunnya ayat-ayat ini, bahwasanya beberapa orang anshar -Qatadah bin Nu'man dan pamannya Rifa'ah- ikut serta bersama rasulullah r dalam sebagian peperangan, lalu baju besi salah seorang mereka (rifa'ah) dicuri. dugaan kuat jatuh kepada seorang anshar dari keluarga bani Ubairiq. pemilik baju besi datang kepada rasulullah r dan berkata: sesungguhnya Thu'mah bin Ubairiq telah mencuri baju besiku. dalam riwayat lain: Basyir bin Ubairiq… dalam riwayat disebutkan: bahwasanya Basyir ini adalah munafik, ia menggubah syair yang isinya mencaci sahabat dan ia nisbatkan kepada sebagian orang arab! tatkala pencurinya melihat hal itu, maka ia mengambil baju besi dan melemparkannya ke rumah seorang yahudi (namanya Zaid bin Samin), ia berkata kepada beberapa orang keluarganya: aku telah menyembunyikan baju besi dan aku melemparkannya ke rumah fulan, dan akan ditemukan di sana.
          lalu mereka pergi menemui rasulullah r dan berkata: wahai nabi Allah, teman kami tidak bersalah, dan yang mencuri baju besi adalah fulan, dan kami telah mengetahui hal itu, maka bebaskanlah sahabat kami dari tuduhan itu di depan orang banyak dan belalah dia, karena jika Allah tidake mlindunginya denganmu ia akan binasa. tatkala rasulullah r mengetahui bahwa baju besi itu diketemukan di rumah orang yahudi, beliau berdiri dan membebaskan ibn Ubairiq dari tuduhan di hadapan orang banyak.
          sebelum baju besi itu ditemukan di runah orang yahudi, keluarganya telah berkata kepada nabi r: sesungguhnya Qatadah bin Nu'man dan pamannya telah sengaja menuduh keluarga kami orang Islam dan orang baik-baik, mereka menuduhnya mencuri tanpa ada saksi dan bukti! Qatadah berkata: maka aku pergi menemui rasulullah r dan aku berbicara dengannya, beliau berkata: engkau telah menuju kepada suatu keluarga muslim dan baik-baik lalu engkau menuduhnya mencuri tanpa saksi dan bukti?
          ia berkata: maka aku kembali, sungguh aku ingin kalau seandainya aku mengeluarkan sebagian hartaku dan aku tidak berbicara dengan rasulullah r tentang hal itu. lalu pamanku Rif'a'ah datan kepadaku dan berkata: wahai anak saudaraku, apa yang telah engkau lakukan? aku memberitahunya tentang apa yang dikatakan oleh rasulullah r kepadaku, maka ia berkata: aallah al musta'aan. tidak lama setelah itu turunlah wahyu: (Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat, ) yakni bani Ubairiq, penantang: maksudnya pembela mereka, dan mohon ampunlah kepada Allah, yakni atas apa yang engkau katakana kepada Qatadah, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya, hingga firman Allah: Maha pengasih, yakni kalau mereka mohon ampun kepada Allah niscaya Allah mengampuni mereka- Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri- hingga firmanNya: dosa yang nyata…  Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu- hingga firmannya: Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang besar.
          setelah al-Qur'an turun, senjata tersebut dibawa kepada rasulullah r, maka beliau mengembalikannya kepada Rifa'ah. qatadah berkata: tatkala aku membawa senjata itu kepada pamanku -beliau adalah orang tua yang telah buta- di masa jahiliyah, dan aku melihat bahwa keIslamannya meragukan, setelah aku membawa senjata itu kepadanya ia berkata: wahai anak saudaraku, senjata itu untuk di sedekahkan fi sabilillah. maka aku tahu bahwa Islamnya benar! tatkala turun al-Qur'an, Basyir bergabung dengan orang-orang musyrik, maka Allah menurunkan: (Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang Telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah tersesat sejauh-jauhnya. ) (QS. an Nisaa': 115, 116)
          masalahnya bukan sekedar membenarkan orang yang benar, dimana sekelompok orang berusaha menjatuhkannya kepada tuduhan -walaupun membenarkan oran yang benar merupakan suatu hal yang besar dan berat timbangannya di sisi Allah- akan tetapi lebih besar dari itu. yaitu menegakkan timbangan yang tidak condong mengikuti hawa nafsu, atau fanatisme, dan tidak memihak karena kecintaan dan kebencian, bagaimanapun situasi dan kondisinya.
          persoalannya adalah membersihkan masyarakat baru ini, dan mengobati unsure kelemahan manusia dan mengobati sisa-sisa jahiliyah dan fanatisme -dalam segala bentuknya hinga dalam bentuk akidah, karena persoalannya berkaitan dengan keadilan antara sesame manusia- dan mendirikan masyarakat baru ini, yang  unik dalam sejarah kemanusiaan atas kaidah yang baik, bersih, solid dan kuat, yang tidak dikotori oleh hawa nafsu, kepentingan dan fanatisme, dan tidak goncang bersama hawa nafsu dan miring bersama syahwat.
          sebenarnya banyak alasan untuk mengenyampingkan persoalan, atau tidak bersikap keras dan tegas serta mengungkapkannya kepada semua pandangan. bahkan membongkarnya di hadapan orang banyak dengan cara yang keras ini.
          ada banyak alasan kalau seandainya pertimbangan bumi yang menguasai dan mengatur, kalau saja timbangan manusia dan ukurannya yang menjadi rujukan bagi manhaj ini.

          ada sebab yang jelas dan lebar bahwa tersangkanya adalah "orang yahudi"… yahudi yang tidak membiarkan anak panah beracun kecuali dilepaskan untuk memerangi isalam dan pemeluknya. orang yahudi yang telah menyababkan banyak penderitaan bagi umat Islam pada masa itu (dan Allah berkehendak hal itu terjadi pada setiap masa), orang yahuhi yang tidak mengenal hak, keadilan dan kejujuran, mereka tidak pernah memperhatikan sato norma pun dari norma-norma akhlak dalam berintekrasi dengan umat Islam.
          ada juga sebab lain; yaitu masalah ini berkaitan dengan kaum anshar. orang-orang anshar yang telah memberikan tempat tinggal dan menolong, dimana kejadian ini mungkin saja menyebabkan terjadinya kebencian pada sebagian mereka, sementara kalau tuduhan ini diarahkan kepada orang yahudi akan menhindarkan terjadinya perpecahan.
          ada sebab ketiga yaitu tidak memberikan kesempatan bagi orang-orang yahudi untuk mengarahkan anak panah baru kepada orang-orang anshar. yaitu bahwa mereka saling mencuri satu sama lain, kemudian mereka menuduh orang yahudi! mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini hilang untuk membuat propaganda dan menipu.
          akan tetapi persoalannya lebih besar dari ini semua. ia lebih besar dari pertimbangan-perimbangan kecil ini, kecil dalam pandangan Islam. masalah mendidik jamaah baru uni untuk bisa memanggul beban dalam menjadi khalifah di muka bumi dan memimpin umat manusia. ia tidak akan bisa mengemban khilafah di muka bumi dan tidak bisa memimpin umat manusia hingga jelas baginya manhaj yang benar, yang mengungguli semua yang telah dikenal oleh manusia, dan agar manhaj ini tegak dalam kehidupan nyata mereka, dan untuk betul-betul menguji umat ini, serta membersihkan darinya kekurangan-kekurangan manusia dan membersihkannya dari sisa-sisa kotoran jahiliyah, dan agar timbangan keadilan ditegakkan -untuk mengadili manusia dengannya- terlepas dari pertimbangan-pertimbangan bumi, kepentingan sesaat dan nyata, dan persoalan yang dipandang besar oleh orang dimana mereka tidak bisa membiarkannya.
          Allah swt telah memilih kejadian ini pada waktunya… bersama orang yahudi… dari orang yahudi yang telah banyak memberikan penderitaan kepada umat Islam di madinah, yang menghasut orang-orang musyrik untuk memusuhi umat Islam, mencari dukungan orang-orang munafik, menyiapkan semua tipu daya yang mereka miliki seperti penipuan, pengalaman dan pengetahuan tentang agama ini, dan pada masa yang sulit bagi umat Islam di madinah, permusuhan mengintai mereka dari segala arah, dan di belakang semua permsuhan ini adalah orang-orang yahudi.
          Allah swt memilih kejadian ini dalam kondisi ini, untuk mengatakan kepada jamaah muslimah apa yang hendak dikatakan, dan untuk mengajarkan padanya apa yang mestinya mereka palajari.
          oleh karena itu tidak ada tempat untuk kepandaian, kecerdasan, kecerdikan dan pengalaman untuk menyembunyikan hal yang memalukan dan menutupi keburukan.
          tidak ada ruang untuk kepentingan umat Islam secara dzahir, memperhatikan kondisi sesaat yang meliputinya. masalahnya benar-benar serius, tidak mungkin kompromi atau basa-basi. dan keseriusan ini adalah  persoalan manhaj rabbani ini dan dasarnya, persoalan umat ini yang dipersiapkan untuk bangkit mengemban manhaj ini dan menyebarkannya, persoalan keadilan antara manusia, keadilan pada tingkat ini yang tidak pernah dicapai oleh manusia -bahkan tidak pernah dikenal oleh manusia- kecuali dengan wahyu dari Allah dan pertolongan dariNya.
          manusia melihat dari puncak yang tinggi ini ke lereng yang dalam -pada semua umat sepanjang masa- ia melihatnya di sana… di sana di lereng… ia melihat batu berjatuhan antara puncak yang tinggi dan lereng yang dalam, di sini dan di sana, ia melihat kecerdikan, perdebatan, kepandaian, kejeniusan, pengalaman, kepentingan Negara, kepentingan tanah air, kepentingan orang banyak… dan nama-nama dan judul-judul lainnya… jika manusia memperhatikan dengan teliti, ia melihat ulat di bawahnya… kemudian manusia melihat sekali lagi, maka ia melihat contoh umat Islam naik dari lereng ke puncak… bertebaran sepanjang sejarah untuk mencapai puncak yang diarahkan padanya oleh manhaj yang unik.
          adapun kebusukan yang mereka katakan "keadilan" pada umat jahiliyah dahulu dan sekarang, maka tidak layak untuk dibuka bungkusnya pada udara yang bersih dan mulia ini… ([5]).
          sebagaimana kita telah mempelajari ayat-ayat kitab Allah tentang keadilan mutlak, kita pelajari satu hadits saja yang menggambarkan keadilan mutlak ini yang hanya dimiliki oleh Islam, yaitu hadits yang mana nabi r menjawab kesayangannya Usamah bin Zaid yang didorong oleh sebagian sahabat untuk memberikan bantuan kepada wanita dari bani makhzum yang mencuri, mereka mengira bahwa rasulullah r tidak akan menolak harapan orang kesayangannya, adapun teks hadits ini:
أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ؟ وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا
«apakah engkau memberi syafa'at dalam masalah hukum Allah? Kemudian  demi Allah, kalau seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri niscaya akan aku potong tangannya» (HR. Bukhari dan Muslim)
          Maka tidak heran jika tegaknya masyarakat muslim menjadi penjaga keadilan, melakukan kejujuran bagi manusia, dan merealisasikan keamanan dan kebahagiaan bagi manusia, dimana orang-orang Yunani dan Romawi di masa dahulu tidak pernah mencapainya, tidak pula orang-orang yang mengikuti jejak langkah mereka pada masa sekarang.

Di antara buah kedilan adalah persamaan

          Di antara buah keadilan dalam masyarakat yang adil adalah: persamaan, yaitu persamaan yang berdiri di atas dasar akidah, ia lebih menjamin untuk dilaksanakan, tetap dan kekal dalam kehidupan nyata di masyarakat muslim yang melaksanakan hukum yang diturunkan oleh Allah, jauh dari permainan hawa nafsu.

Persamaan dalam Islam

          manusia dengan segala perbedaannya, dengan berbagai bangsa, warna kulit, ras dan bahasa, dan dengan berbagai kedudukan sosial, pekerjaan yang mereka kerjakan dan harta yang mereka miliki, semuanya adalah hamba Allah, asal mereka satu dan pencipta mereka satu, tidak ada perbedaan dalam kedudukan sebagai manusia, juga dalam hak-hak dan kewajiban.
          ini merupakan kenyataan dalam masyarakat muslim, dan ini adalah salah satu akidah Islam yang mendasar.
          berdasarkan akidah ini, penguasa dan rakyat sama dalam pandangan syari'at Islam dari segi hak-hak dan kewajiban sebagai manusia, tidak ada kelebihan sebagian atas yang lain dari segi asal dan penciptaan, perbedaan hanyalah dari segi kemampuan, bakat, amal dan usaha, dan apa yang menjadi tuntutan pekerjaan dan perbedaan profesi.
          oleh karena itu kita melihat Umar bin Khattab t pada waktu terjadi kelaparan, beliau sama seperti umumnya umat Islam, beliau meraskan apa yang mereka rasakan, hingga warna beliau berubah dan kesehatannya memburuk.
          pada waktu ada pembagian pakaian kepada rakyat, beliau mengambil sepotong, sama seperti rakyat biasa, padahal beliau memerlukan dua poton karena badannya tinggi, dan beliau terpaksa mengambil bagian putranya Abdullah untuk disambungkan dengan miliknya, untuk bisa dibuat satu baju yang panjang yang sesuai dengan badan beliau.
          perbuatan ini telah menyebabkan beliau dipertanyakan oleh salah satu rakyat; pada suatu hari beliau berdiri dan berkata kepada rakyatnya: dengarkan dan taatlah, salah satu dari mereka berkata: tidak akan mendengar dan tidak akan taat, maka umar berkata dengan heran: mengapa? ia berkata: engkau memberi kami semua sepotong pakaian dan engkau mengambil dua, maka Umar berkata kepada putranya: berdirilah wahai Abdullah dan beritahu dia apa yang kita lakukan. maka Abdullah berdiri dan berkata: sesungguhnya bapakku adalah orang yang berperawakan tinggi, tidak cukup baginya sepotong kain, lalu beliau mengambil bagianku dan menyambungnya menjadi satu, pada waktu itu orang yang menentangnya berkata: sekarang, kami mendengar dan kami taat, wahai amirul mukminin ([6]).
          umar tidak merasa gengsi ketika pada suatu hari mengobati unta hasil pengumpulan zakat, padahal beliau adalah kepala Negara terbesar pada masanya; kedudukan beliau sebagai kepala Negara tidak menghalangi beliau merasa seperti rakyat biasa, bahkan beliau melihat bahwa beliau lebih berhak untuk menjaga harta umat Islam karena tanggung jawab beliau secara umum ([7]).

Persamaan, tidak ada keistimewaan bagi seseorang

          dengan pengertian ini, tanggung jawab merata dan mencakup seluruh manusia, tidak ada seorang pun yang terbebas darinya, semua anggota masyarakat bertangung jawab atas perbuatannya, tidak ada yang mempunyai kekebalan hukum yang membaskannya dari tanggung jawab atau melindunginya dari akibat perbuatannya di hadapan kebenaran.
          dalam masyarakat muslim tidak ada seseorang atau kelompok tertentu yang harus dipatuhi secara mutlak tanpa batas; karena kepatuhan mutlak yang tak terbatas hanyalah kepada Allah, pencipta langit dan bumi, alam semesta, kehidupan dan manusia.
          adapun hubungan antara seseorang dengan pemimpin yang berkuasa, atau antara Negara dan rakyat, itu hanyalah hubungan organisasi dan administrasi, terkadang hal ini mengharuskan taat pada aturan yang ada, akan tetapi ketaatan dalam batas syari'at Allah yang mengatur masyarakat muslim, ia bukanlah ketundukan, akan tetapi ketaatan yang dibatasi oleh aturan tertentu, tidak ada kekuasaan bagi pemimpin untuk merubahnya, karena ia adalah aturan ilahi, ialah hakim antara kedua pihak jika terjadi perbedaan pendapat dan perselisihan antara keduanya.
          dalam masyarakat muslim yang menerapkan hukum Allah, tidak ada keistimewaan bagi penguasa, bagi para ulama maupun lainnya, dalam Islam tidak ada kelas yang dinamakan "kependetaan", mereka hanyalah ulama syari'at dan ahli fiqh, orang-orang meminta fatwa pada mereka, lalu mereka memberi fatwa sesuai dengan apa yang mereka ketahui dari hukum syari'at, akan tetapi mereka tidak memiliki kekuasaan atas siapun dalam melaksanakan hukum ini, akan tetapi membawa manusia kepada suatu pendapat berdasarkan ilmu yang benar, pemahaman yang lurus dan dalil-dalil dari al-Qur'an dan hadits rasul, dengan syarat mereka bersifat taqwa, istiqamah dan berbudi luhur, jauh dari hawa nafsu dan kepentingan pribadi.

Memelihara hak-hak non muslim

          dalam masyarakat muslim, non muslim mempunyai hak-hak yang terpelihara, tidak boleh diganggu atau dirampas, seperti hak hidup, memiliki, memiliki, berbuat, dan mendapat keadilan. dalam hak-hak ini mereka sama dengan umat Islam. dan ini berlaku bagi non muslim, baik ia merupakan penduduk dalam masyarakat muslim maupun bukan penduduk tetap, akan tetapi masuk ke negera Islam dengan jaminan keamanan, dengan izin khusus atau umum, maka ia aman selama tidak memerangi umat Islam, tidak boleh diganggu, atau diambil haknya, dan ia berhak mendapat keadilan dari pengadilan, sama seperti penduduk muslim. bahkan Islam memberinya hak-hak yang tidak diberikan kepada umat Islam, terutama apa yang halal dalam agamanya dan haram bagi umat Islam, seperti khamr, Islam menganggapnya sebagai harta yang berharga jika dimiliki oleh nasrani, wajib diganti atas yang merusaknya, sedangkan jika dimiliki oleh orang Islam, ia tidak dianggap harta yang berharga, dan tidak wajib mengganti bagi yang merusaknya.

persamaan antara laki-laki dan wanita dalam kewajiban agama dan lainnya

          di antara bentuk persamaan yang telah lebih dahulu ada dalam Islam sebelum aturan dan undang-undang yang dikenal oleh manusia sepanjang masa adalah: persamaan antara laki-laki dan wanita dalam hak dan kewajiban, dimana Islam menjadikan keduanya sama dalam kewajiban-kewajiban agama, hak pribadi, martabat manusia, hak-hak sipil dalam mua'amalat dan kekayaan.

          Islam telah mengantarkan pada kedudukan yang tinggi ini pada mawa awal sekali, sebelum wanita di umat-umat lain sampai kepadanya.
          dalam masyarakat muslim wanita mendapatkan hak-hak pribadi dengan sempurna, ia memiliki, dan menggunakan apa yang ia miliki, ia bebas menjalankan hartanya sendiri tanpa laki-laki jika ia baligh dan mengerti. ia berhak mendapat upah yang sama dengan laki-laki jika megerjakan pekerjaan yang sama, sedangkan di eropa dan amerika wanita mendapat upah yang lebih kecil dari laki-laki, setelah melakukan perjuangan keras untuk mendapatkan hak-haknya.

          Wanita muslimah berhak menjadi salah satu pihak dalam masalah pengadilan, ia boleh menjadi pendakwa dan terdakwa, walaupun lawannya adalah bapaknya, suaminya atau yang lainnya. ia berhak bekerja jika ia membutuhkan pekerjaan, atau masyarakatnya membutuhkan pekerjaannya, sedangkan ia tidak berkewajiban memberi nafkah apabila ada pihak yang wajib menafkahinya.

Perbedaan antara manusia dalam masyarakat muslim

          demikianlah Islam menyamakan hak antara semua manusia, antara laki-laki dan wanita, kaya dan miskin, pejabat dan rakyat biasa, semuanya di hadapan kebenaran, hak-hak dan martabat manusia semuanya sama. adapun perbedaan antara mereka di sisi Allah, maka hanya dengan takwa dan amal shalih: (Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu) (QS. Al Hujuraat: 13)
adapun perbedaan mereka dalam kehidupan bermasyarakat tergantung pada perbedaan mereka dalam amal, usaha, pengalaman, bakat, ilmu dan produkyg bermanfaat, dan lain sebagainya dimana manusia berbeda, dan menjadi sebab dalam perbedaan, penghargaan atas usaha yang diberikan pada manusia.

Persamaan di hadapan hukum

          dalam masyarakat muslim manusia sama di hadapan undang-undang dan hukum, dan dalam hak menduduki kedudukan umum. Islam telah memberikan contoh sejak awal bagi persamaan antara undang-undang dan hukum.
          rasulullah r telah mengajarkan para sahabatnya melalui sejarah beliau bersama sahabat, dan pengarahan belian bagaimana mereka menghormati hak pendakwa dalam menuntut haknya walaupun ia menuntutnya dengan cara kasar, suatu hari seorang yahudi menagih hutang yang belum jatuh tempo pada beliau, dan ia menagihnya dengan kasar, ia berkata: "sungguh kalian adalah orang-orang yang menunda-nunda hutang wahai bani abdil mutthalib" tatkala beliau melihat para sahabatnya marah pada perkataan yang tidak sopan ini, beliau berkata pada mereka: "biarkan dia, karena orang yang mempunyai hak, punya bicara"([8]).
          para sahabat betul-betul paham nilai hak persamaan antara manusia, dan sangat membekas di hati mereka, maka mereka menebarkan hak ini dan menganjurkan untuk menerapkan persamaan hak dalam kehidupan mereka. Umar bin Khattab t mengirim surat kepada hakimnya Abu Musa al Asy'ari yang berisi arahan tentang hukum persamaan hak antara manusia di hadapan pengadilan, beliau berkata:
وَآسِ بَيْنَ النَّاسِ فِى وَجْهِكَ وَمَجْلِسِكَ وَقضائكَ حَتَّى لاَ يَأْيَسَ الضَّعِيفُ مِنْ عَدْلِكَ وَلاَ يَطْمَعَ الشَّرِيفُ فِى حَيْفِكَ
«Samakan antara manusia di hadapanmu, di majlismu, dan hukummu, sehingga orang lemah tidak putus asa dari keadilanmu, dan orang mulia tidak mengharap kecuranganmu.» (HR. ad Daaruquthni)

Persamaan dalam memangku jabatan publik

          Islam merealisasikan puncak persmaan dalam menduduki jabatan public, ia telah melaksanakannya senyara nyata pada masa-masa awal, rasulullah r telah memberikan jabatan panglima, gubernur pada banyak budak yang telah dimerdekakan, seperti zaid, dan usamah setelahnya, dimana nabi r melantiknya sebagai panglima pasukan umat Islam yang bersiap-siap untuk memerangi romawi, namun rasulullah r wafat sebelum pasukan berangkat, lalu Abu Bakar rasulullah meneruskan perintah rasulullah r, dan beliau tetap memberikan jabatan panglima kepada Usamah bin Zaid, pada waktu itu ia masih muda belia, sebagian sahabat merasa berat kalau jabatan panglima dipegang oleh Usamah, ia menyampaikan pendapatnya yang tidak setuju pada panglima pasukan, namun Abu Bakar t menjawab: «demi Allah, aku tidak akan mencabut bendera yang telah diikatkan oleh rasulullah r » ([9]).
          di antara puncak persamaan yang telah direalisasikan Islam adalah apa yang dicatat oleh sejarah dari Umar bin Khattab t di waktu beliau menjelang wafat, ketika umat Islam meminta kepada beliau agar mengangkat calon pengganti setelah beliau, beliau berkata: "kalau seandainya Salim budak Abu Hudzaifah masih hidup, niscaya aku mengangkatnya sebagai pengganti"([10]).
          hampir saja yang menjadi kepala Negara ketiga setelah nabi r adalah salah seorang budak. alangkah tinnginya persamaan yang dicapai oleh Islam dan menerapkannya dalam kehidupan.
          Umar t pernah shalat bermakmum kepada Salim budaknya Abu Huzaifah di Madinah; karena ia adalah orang yang paling banyak menghafal al-Qur'an. beliau tidak merasa berat shalat di belakang budak. alangkah agungnya Islam, alangkah indahnya apa yang dilukiskan dlam jiwa orang-orang yang beriman.
          di antara bentuk persamaan dalam sejarah Islam dan  umat Islam adalah bahwa kepala Negara merasa bahwa ia merupakan bagian dari rakyat, ia mempunyai kewajiban sama dengan orang lain, ditambah amanat tanggaung jawab terhadap umat, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Abdul Aziz setelah menjabat sebagai khalifah: "aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, akan tetapi aku adalah orang yang paling berat tanggung jawabnya"([11]).

Persamaan yang didasarkan pada kesatuan asal bagi manusia

          umat Islam yang jujur yang mengerti petunjuk agama mereka telah sampai ke puncak persamaan; karena mereka mengerti bahwa persamaan sebagaimana ditetapkan Islam dibangun atas dasar kesatuan asal penciptaan manusia, sebagaimana firman Allah swt: (Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. ) (QS. al Hujurat: 13)
          konsep ini tidak ada pada uma-umat dan bangsa-bangsa yang mengadopsi peradaban yunani; karena mereka menganup paham aristoteles yang berpendapat bahwa manusia terdiri dari dua golongan: para tuan, dan para budak, orang-orang yunani adalah para tuan, Allah memberikan mereka akal dan kehendak, sedangkan orang-orang barbar adalah para budak, Allah memberikan kepada mereka kekuatan badan, untuk menjadi pelayan bagi manusia pilihan yaitu: orang-orang yunani.
          pantas konsep ini tidak ada pada umat-umat dan bangsa-bangsa dan masyarakat dimana manusia didik pada manhaj manusia yang sempit yang pada pembuatannya banyak dipengaruhi oleh hawa nafsu, kepentingan, dan paham-paham yang menyimpan dan sesat.
          secara pemikiran dan kejiwaan ia tidak bisa memahami persamaan sebagaimana digariskan oleh Islam antara ras, warna kulit, adapt-istiadat dan tingkatan, seperti sabda rasulullah r: «Tidak ada kelebihan bagi orang arab atas orang non arab, dan tidak ada kelebihan bagi non arab atas orang arab, dan tidak ada kelebihan bagi warna merah atas warna hitam kecuali dengan takwa» (HR. Imam Ahmad)
dan sabda nabi r: «sesungguhnya Allah telah menghilangkan dari kalian kesombongan jahiliyah dan membanggakan keturunan, manusia ada yang beriman dan bertakwa, dan ada yang jahat dan sengsara, kalian semua keturunan Adam, dan Adam tercipta dari tanah, hendaklah seseorang meninggalkan kesombongan mereka, mereka hanyalah salah satu arang neraka jahannam, atau sungguh mereka akan menjadi lebih hidan di sisi Allah dari kumbang yang menolak kebusukan dengan hidungnya»([12]).

Standar akurat bagi kepribadian muslim

          standar yang akurat untuk mengukur kepada manusia dalam masyarakat muslim adalah standar takwa dan amal shalih, jika standar ini ada pada salah satu anggota masyarakat, maka ia menjadi orang yang terhormat yang pantas untuk dicintai dan mendapat kehormatan dan penghartaan, walaupun ia sebelumnya seorang budak, atau orang miskin, inilah yang kita dapatkan dalam perkataan Umar tentang Abu Bakar dan Bilal al Habasyi ketika Abu Bakar memerdekakan Bilal:

«Abu Bakar adalah tuan kami, beliau memerdekakan tuan kami» (HR. Muslim).
          perasaan persamaan ini dalam diri umat Islam, dan diumumkannya di kalangan orang banyak merupakan salah satu sebab terbesar yang menjadikan para tokoh dan pemuka orang-orang qurais tidak mau menerima dakwah Islam; karena mereka tidak mau dipersamakan antara mereka dengan orang-orang miskin dan lemah seperti Bilal, Shuhaib, Yasir, Abdullah bin Mas'ud dan lain sebagainya. mereka memandang bahwa duduk bersama orang-orang Islam yang mereka anggap rendah adalah suatu kehinaan yang bertentangan dengan kesombongan dan keangkuhan mereka. inilah semua yang mereka miliki pada kehidupan dunia ini, oleh karena itu mereka memerangi rasulullah r dengan sengit, dan mengajak seluruh kabilah arab untuk memeranginya, mereka menganggap menyerbarnya Islam dengan semua yang terkandung di dalamnya dari nilai keadilan, kebebasan, persamaan dan kesempatan yang sama bagi mereka sebagai persoalan hidup dan mati, dan kemenangannya berarti hilangnya warisan jahiliyah mereka.





Orang-orang Barat mengambil persamaan dari umat Islam

          Prinsip keadilan dan persamaan telah mendarah daging dalam masyarakat muslim sejak pertama kali nabi berdakwah dengan terang-terangan, dan dipraktekkan dalam kehidupan manusia di semua tampat yang bernaund di bawah bendera Islam.
          orang-orang eropa telah mengambil prinsip ini dari umat Islam pada waktu perang salib, dimana orang-orang salibis melihat persamaan dengan jelas dan nyata dalam kehidupan umat Islam, antara ulama dan rakyat biasa, tidak ada orang yang makshum, tidak ada ketaatan kecuali kepada Allah dan orang-orang yang menerapkan syari'at Allah, mereka melihat perbedaan yang jauh antara apa yang mereka lihat dari umat Islam dan sikap gereja yang memihak kepada orang-orang yang kejam, maka apa yang mereka lihat ini menjadi salah satu motivasi bagi mereka untuk berontak kepada gereja dan kezaliman, dan kepada perbedaan antara kelas di masyarakat mereka.

Diskriminasi ras di Amerika

          adapun amerika, ia telah menderita penyakit diskriminasi ras sejak jutaan orang-orang afrika kulit hitam didatangkan ke sana untuk menjadi budak, mereka dipekerjakan dalam pertanian kapas. orang-orang sengsara tersebut telah mengalami berbagi macam siksaan dan hinaan, dimana mereka diperlakukan seperti  hewa, dipukul, dihina dan dibunuh dan pelecehan lainnya.
          lalu timbul banyak gerakan untuk menghilangkan diskriminasi ras, akan tetapi diskriminasi antara kulit putih dan kulit hitam ini masih tetap ada, setiap warna kulit ada daerahnya sendiri, hotel tersendiri, restoran tersendiri, transportasi tersendiri, sekolah tesendiri, kran air minum tersendiri dan kamar mandi tersendiri.
          setiap yang hidup di amerika hingga tahun delapan puluhan tahu bahwa di sana ada daerah-daerah pemukiman dimana orang kulit hitam tidak diperbolehkan membeli rumah di sana, walaupun orang kulit hitam ini mampu membelinya, dan membayar dengan harta lebih mahal dari yang dibayar oleh kulit putih, penduduk daerah kulit putih menolak jika orang kulit hitam memiliki rumah di perkampungan mereka. pernah terjadi seorang penduduk kulit hitam bisa membeli rumah di pemukiman kulit putih, lalu orang-orang tak dikenal membunuhnya.
          tidak adanya persamaan ini bukan hanya menyangkut masalah tempat tinggal, akan tetpi termasuk juga tidak adanya persamaan antara kulit putih dan hitam dalam kesempatan mendapat pekerjaan. jika ada lowongan pekerjaan, lalu dilamar oleh dua orang, yang satu kulit hitam dan yang satu kulit putih, maka lowongan tersebut wajib diberikan kepada kulit putih, walaupun kulit hitam lebih tinggi pendidikannya dan lebih banyak pengalamannya.
          oleh karena itu tingkat pengangguran di kalangan kulit h itam sangat tinggi, lebih dari 50%.
          kekerasan masyarakat amerika terhadap selain warna putih tidak terbatas pada kulit hitam saja, akan tetapi juga kepada ras-ras lain, terutama penduduk asli, yang menduduki daftar teratas orang-orang terbuang dan tertindas, demikian pula orang-orang amerika meksiko yang banyak menderita pendiskriminasian dalam berbagai tingkat di masyarakat amerika ([13]).
          yang membaca lembaran-lembaran buku (amerika tahta al qabdhah assauda') karangan Jean Sadaqah, dan buku (amerika: sirri lilghayah) karangan Dr. Muhammad Khidir Arif, akan mendapatkan dengan mendetail diskriminasi yang sangat kejam antara kulit hitam dan kulit putih, para peneliti hampir tidak percaya hal ini terjadi dalam masyarakat maju seperti masyarakat amerika, dan akan jelas baginya persamaan yang begitu indah yang dibawa oleh Islam sejak lima belas abad yang lalu.

Buah keadilan dan persamaan

          di antara buah keadilan dan persamaan dalam masyarakat muslim adalah: kesempatan yang sama, hal ini karena kesempatan yang sama merupakan hasil nyata dari terciptanya keadilan dan persamaan dalam masyarakat yang tidak membeda-bedakan antara semua manusia, memimpin mereka dengna adil, dan membukukan jalan agar bisa dimasuki oleh setiap manusia yang hidup di dalamnya, berpartisipasi dalam membangun peradaban manusia muslim sesuai dengan kemampuan dan bakatnya.

Kesempatan yang sama dalam masyarakat muslim

          dalam masyarakat muslim yang konsisten dengan agamanya diberikan kesempatan yang sama bagi semua penduduknya, apabila salah seorang mempunyai kelebihan dengan bakat dan kesungguhannya, maka ialah yang paling berhak yang diakui oleh Islam.
          tidak ada orang yang lebih baik dari yang lain hanya karena ia dilahirkan di rumah si fulan atau fulan, lahir di rumah mana saja baik tinggi maupun rendah tidak memberikan kelebihan apa-apa pada seseorang, dan tidak bisa mencabut kelebihan yang ada. Islam tidak membenci sesuatu seperti kebenciannya pada perbedaan ras.
          merupakan hak setiap anak yang lahir dalam masyarakat muslim, lahir dalam keadaan sehat, terbebas dari penyakit turunan seperti anak-anak lainnya, hal ini dengan terjaminnya kedua orang tua yang sehat sedapat mungkin, maka tidak ada persamaan kesempatan yang hakiki antara anak yang menderita penyakit keturunan yang berbahaya dengan anak yang sehat, jadi persamaan kesempatan dalam masyarakat muslim tidak dimulai dari lahir akan tetapi dimulai sebelumnya.
          setiap anak yang lahir berhak mendapat makanan, asuhan dan pendidikan yang cukup, seperti apa yang didapatkan oleh setiap anak yang lain dalam masyarakat. jika penghasilan orang tuanya atau kondisi ekonomi kedua orang tuanya tidak memungkinkan mendapatkan kesempatan ini, maka Negara dan masyarakat wajib memberikan apa yang dibutuhkannya, kalau tidak maka prinsip persamaan kesehatan bagi anak tersebut menjadi khurafat, jika ia tumbuh kekurangan makanana atau pendidikannya terabaikan, dimana yang lain mendapat kesempatan ini sedangkan ia tidak mendapatkannya, dan prinsip persamaan kesempatan merupakan suatu kewajiban dalam masyarakat muslim.
          setiap anak yang tumbuh berhak mendapatkan ilmu dan kesehatan, setelah itu ia berhak mendapatkan pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan bakatnya, lebih dari itu tidak masalah kalau terjadi perbedaan, karena itu adalah perbedaan alami yang tidak bisa dihindari, karena Allah tidak menciptakan manusia sama persis. banyak sekali contoh kesuksesan yang dicapai oleh seseorang hingga ke puncaknya padahal mereka tumbuh di rumah yang miskin, karena tingginya bapak pribadi yang diberikan padanya, yang memberikan hasil gemilang.
          merupakan kezaliman yang tiada taranya keistimewaan palsu yang diberikan kepada sebagian anak hanya karena mereka dilahirkan di ruman tertentu atau di keluarga tertentu, ini diberi kesempatan untuk diterima di fakultas militer sebelum anak sebayanya hanya karena ia berasal dari keluarga besar, ini diberikan kesempatan belajar di luar negeri, bukan karena ia paling pandai ata paling layak, akan tetapi karena ia berasal dari rumah orang tertentu. ini semua bertentangan dengan salah satu prinsip dasar Islam yang adil, dan hal ini tidak bisa diterima dalam masyarakat muslim yang konsisten dengan hukum agama yang benar.
          dalam masyarakat muslim warganya mendapat jalan kesuksesan terbukan di depannya, ia tidak terhalang untuk memasukinya oleh bahasa, agama, ras, kemiskinan atau rendahnya nasab, seperti halangan-halangan yang diletakkan di depan orang-orang jenius dan berbakat dalam banyak Negara dan masyarakat sekarang, karena mereka tidak seagama dengan penguasa, atau beda ras atau golongannya, atau kemiskinanya, atau rendahnya nasabnya menghalanginya untuk mencapai cita-cita yang mereka impikan dan diinginkan oleh bakat dan kemampuan mereka.
          prinsip kesempatan yang sama telah meluas dalam kehidupan umat Islam, sehingga ia mencakup semua warga yang hidup dalam Negara Islam, dengan demikian pemikiran manusia dari berbagai ras, warna kulit dan bahasa berkumpul untuk membangun peradaban Islam, dan tertampung di dalamnya buah dari semua golongan sepanjang masa, maka ia mejadi peradaban kemanusiaan secara umum, tidak untuk ras tertentu dan bahasa tertentu. kalau tidak karena pandangan kemanusiaan yang menyeluruh terhadap bakat manusia, niscaya peradaban manusia tidak sampai tingkat yang dicapainya selama ini.
          peradaban Islam terus berjalan pada jalan ini karena Islam adalah agama semua manusia, bukan untuk umat tertentu: (Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.) (QS. al Anbiya': 107)
Islam berbicara kepada seluruh manusia dengan berbagai ras, agama, dan bahasa mereka dengan (wahai manusia)
(Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. ) (QS. an Nisaa': 1) ([14])
          tidak sesuatu yang lebih penting dari prinsip persamaan kesempatan dalam meningkatkan masyarakat dan mengembangkannya, dan mendorong roda peradaban manusia ke depan.
          Oleh karena itu maka harus ada syarat-syarat kecakapan, ilmiah dan kepribadian dalam setiap pekerjaan dan kedudukan, dimana kecerdasan padanya yang menjadi dasar tanpa melihat pada factor lain, walaupun ketakwaan yang merupakan pembeda utama yang dijadikan dasar dalam keutamaan seseorang dalam Islam, inilah pemahaman Islam yang benar bagi keadilan dan persamaan, dan kesempatan yang sama.
          Abu Bakar ash Shiddiq -orang yang paling mengerti terhadap roh Islam- setelah rasulullah r menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang diberi gelar oleh rasulullah r: Amiin al ummah, belitu berkata:

Bismillahirrahmaanirrahim
          Dari Abdullah bin Abi Quhafah kepada Abu Ubaidah bin Al Jarrah, assalamu alaikum.
amma ba'du, aku telah mengangkat khalid untuk memerangi musuh di Syam, maka janganlah engkau melanggarnya, dengarkan dan taatlah kepadanya, aku mengangkatnya atasmu dan aku tahu bahwa engkau lebih baik darinya dan lebi baik agamanya, akan tetapi aku melihat bahwa ia memiliki keahlian dalam peperangan yang tidak engkau miliki, Allah mengendaki bagi kami dan engkau jalan petunjuk, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh ([15]).
          inilah masyarakat muslim, masyarakat adil, persamaan dan kesamaan kesempatan: kedilan mutlak yang tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian, persamaan yang mana semua manusia sama dengan berbagai bahasa, warna kulit, ras, agama dan kedudukan sosial, kesamaan kesempatan yang membuka keahlian, menumbuhkan kemampuan, agar semuanya berpartisipasi dalam membangun peradaban tanpa ada halangan dan rintangan.
          sungguh ini adalah tingkat yang sangat tinggi, yang tidak mungkin dicapai oleh manusia kecuali jika mereka menerapkan prinsip-prinsip Islam dalam masyarakat muslim.


([1])  Hayatus shahabah: 1/234.
([2])  Tarikh Baghdad: 14/249.
([3])  Khulaashat ad dzahab al masbuk al mukhtashar min siirat al muluuk, dinukil dari al madkhal al fiqhi al aam, oleh usts. syaikh musthafa ahmad azzarqa : 169.
([4])  Tarikh at Thabari: 4/69.
([5])  Fi dzilal al-Qur'an: 751-754.
([6])  At Thabari: 5/24.
([7])  Lihat: Akhbar Umar, oleh at Thanthawi: 343.
([8])  Kanzul Ummal, oleh al muttaqi, dan lihat: Jami' al ushuul: 5/189, ini adalah hadits shahihain, dan diriwayatkan oleh Abu Daud dan Nasa'i.
([9])  Lihat
([10])  Al Isti'aab, oleh ibnu Abdil Barr: 2/68, Asad al ghaabah, oleh ibnu al atsir: 2/246.
([11])  Siyar a'lam an Nubalaa': 5/127.
([12])  Diriwayatkan oleh Abu Daud dalam bab al Adad: 111.
([13])  Amerika: sirri lilghayah, oleh DR. Muhammad Khidi arif: 37-41.
([14])  Lihat persamaan kesempatan dalam buku: wamadhaat al khathir, oleh pengarang: 137.
([15])  Futuh as syaam: 74.

Tidak ada komentar