MERAIH HIDUP BAHAGIA
Meraih Hidup Bahagia
Segala puji hanya bagi Allah yang bagi-Nya
seluruh pujian. Saya bersaksi bahwa tiada ilah selain Allah semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya, semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau, keluarga dan
para shahabatnya.
Sesungguhnya ketenangan hati dan kesenangannya
serta hilangnya rasa gundah dan resah merupakan keinginan setiap orang. Karena
dengan demikian akan tercapai kehidupan yang tenteram, bahagia dan sejahtera.
Untuk mencapai hal-hal tersebut diperlukan sarana-sarana yang bersifat
religius, alami dan logika yang kesemuanya tidak akan dapat dicapai kecuali
oleh seorang mu’min. Adapun selain mereka, walaupun dapat diraih salah satunya
itupun setelah para pemikir mereka menguras pikirannya untuk itu akan tetapi
masih banyak hal lain yang terlewatkan yang lebih bermanfaat dan utama baik di
dunia ini atau kehidupan berikutnya.
1. IMAN DAN AMAL SALEH
Sarana yang paling utama dan paling mendasar
dalam masalah ini adalah beriman kepada Allah dan beramal Shaleh. Firman Allah
ta’ala:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik
laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl: 97).
Allah ta’ala mengabarkan dan menjanjikan bagi
siapa saja yang menggabungkan antara iman dan amal shaleh dengan kehidupan yang
baik di dunia ini serta balasan kebaikan di dunia dan akhirat.
Sebabnya jelas, karena orang-orang yang beriman
kepada Allah ta’ala dengan iman yang benar dan berbuat amal shaleh yang dapat memperbaiki hati,
akhlak, dunia dan akhirat, mereka memiliki pijakan dan landasan tempat menerima
semua apa yang datang kepada mereka, baik yang berbentuk kebahagiaan dan kesenangan
atau penderitaan dan kesedihan.
Jika mereka mendapatkan sesuatu yang dicintai
dan disenangi, mereka menerimanya dengan rasa syukur serta menggunakannya
sesuai fungsinya, dan jika mereka menggunakannya atas dasar tersebut maka
timbullah perasaan gembira seraya berharap agar kebaikan tersebut tetap ada
padanya dan mengandung berkah serta berharap teraihnya pahala karena dia
termasuk orang-orang yang mensyukurinya. Semua itu merupakan perkara yang agung
yang nilai dan berkahnya melebihi kebaikan itu sendiri sekaligus merupakan
buahnya.
Mereka juga menghadapi keburukan dan kesulitan
sesuai kemampuan yang mereka miliki, memperkecil semampunya, sabar terhadap apa
yang tak mungkin mereka hindari. Dengan demikian, kesulitan-kesulitan tersebut
memberikan mereka pengalaman dan kekuatan bagaimana menghadapi masalah. Sabar
dan berharap pahala atas apa yang dialami, berdampak sangat besar atas
hilangnya kesulitan, berganti dengan kemudahan dan harapan yang baik, keinginan
akan karunia Allah dan ganjaran-Nya, sebagaimana yang digambarkan Rasulullah e
dalam hadits shahihnya:
(( عَجَباً لأَمْرِ الـمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ
كُلَّهُ خَيْرٌ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ، وَإِنْ
أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْراً لَهُ وَلَيْسَ ذَلِكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ ))
“Sesungguhnya perkara
seorang mu’min itu menakjubkan, karena semua perkara yang dialaminya adalah
baik; jika mendapatkan kesenangan dia
bersyukur, maka hal itu lebih baik baginya, jika mengalami kesulitan dia bersabar,
maka hal itu lebih baik baginya, dan hal seperti itu tidak terdapat kecuali
pada diri seorang mu’min.” (HR. Muslim).
Dalam hadits tersebut Rasulullah e
menggambarkan bahwa seorang mu’min akan berlipat-lipat kebaikan dan buah
amalnya atas setiap apa yang dialaminya.
Karena itu anda akan mendapatkan dua orang
yang mengalami hal serupa baik berupa kebaikan ataupun keburukan, akan tetapi
ada perbedaan yang besar di antara keduanya dalam menerimanya. Hal tersebut
dapat terjadi, karena berbedanya iman dan amal shaleh pada keduanya.
Yang pertama menerima kebaikan dan keburukan
sebagaimana yang telah kita sebutkan, yaitu dalam bentuk syukur dan sabar
dengan segala konsekwensinya. Sehingga lahir pada dirinya perasaan bahagia dan
senang, hilangnya rasa gundah gulana, perasaan tak tenang, kesempitan dada dan
kehidupan sengsara, semuanya berganti dengan kehidupan bahagia di dunia
ini.
Sementara
yang lain menerima kesenangan dengan sombong dan melampaui batas. Akhlaknya
menyimpang sehingga dia menerimanya bagaikan hewan rakus yang kelaparan, namun
demikian hatinya tetap tidak tenang, bahkan gelisah dari berbagai sisi, dari
sisi ketakutan akan hilangnya sesuatu yang dicintainya, dari banyaknya
pertikaian yang biasanya tumbuh dari hal tersebut, dari sisi jiwanya yang tak puas-puasnya,
bahkan menginginkan hal-hal lainnya yang mungkin dapat dia raih ataupun tidak.
Walaupun seandainya dapat diraihnya, itupun akan mengakibatkan kegelisahan dari
berbagai sisi yang telah disebutkan tadi.
Adapun
jika mendapatkan kesulitan, dia menerimanya dengan panik, ketakutan dan tidak
tenang. Jika demikian halnya, maka jangan tanya lagi bagaimana sempit
kehidupannya, banyak pikiran dan tegang, ketakutan yang dapat mengakibatkan
kondisi lebih buruk dan lebih parah lagi. Karena semua itu tidak dihadapi
dengan mengharap pahala dari Allah, juga tidak dengan kesabaran yang dapat
menghiburnya dan meringankan penderitaannya.
Semua
itu dapat disaksikan lewat pengalaman. Satu contoh, jika anda renungkan dan
anda kaitkan dengan realita yang ada, maka akan anda dapatkan perbedaan yang
besar antara seorang mu’min yang mengamalkan semua tuntutan keimanannya dengan
mereka yang tak seperti itu. Hal itu karena agama menyeru manusia untuk qana’ah
(merasa cukup) rizki Allah dan semua yang dialami seorang hamba dari keutamaan
dan karunia-Nya yang bermacam-macam.
Seorang
mu’min jika ditimpa penyakit atau kefakiran atau musibah lainnya dimana setiap
orang memiliki kemungkinan itu, lalu dengan keimanannya dia akan menerimanya
dengan qana’ah dan ridha atas pemberian Allah kepadanya, maka hatinya menjadi
tenang, tidak menuntut sesuatu yang dia tidak mampu untuk meraihnya, dirinya
selalu melihat orang yang di bawahnya (yang lebih menderita dari dia) dan tidak
melihat orang yang di atasnya (yang lebih senang darinya), bahkan bisa jadi dia
semakin bertambah senang dan gembira jika melihat orang-orang yang dapat meraih
keinginan-keinginan dunianya namun tidak memiliki sifat qana'ah atas semua itu.
Begitu juga akan anda dapatkan orang-orang
yang tidak mejalankan nilai-nilai keimanan, manakala mendapatkan cobaan seperti
kefakiran atau luputnya sebagian dari keinginan duniawinya, dia sangat putus
asa dan menderita.
Kasus lainnya: Ketika sebab-sebab ketakutan
dan kekalutan menghinggapi manusia, maka akan anda dapati orang yang imannya
benar, hatinya akan mantap, jiwanya tenang, teguh dalam mencari penyelesaian
serta menyelesaikan masalah yang menimpanya tersebut dengan keluasan yang
dimilikinya berupa pemikiran, perkataan dan perbuatan. Dirinya telah kokoh
menghadapai gangguan yang menimpa. Kondisi seperti ini akan membuat seseorang
tenang dan hatinya mantap.
Sebagaimana akan anda dapatkan orang yang tak
memiliki keimanan, mengalami kondisi sebaliknya. Jika mengalami ketakutan,
hatinya menjadi tak tenang, emosinya tak tekontrol, pikirannya kacau-balau dan
ketakutan menjalar dalam dirinya. Sehingga dalam dirinya terkumpul ketakutan
luar-dalam yang sulit untuk diungkapkan. Orang semacam ini jika belum pernah
mendapatkan latihan yang banyak dalam mengatasi permasalahan berdasarkan sebab-sebab
alami, akan meruntuhkan kekuatan dan kejiwaannya, karena ketiadaan iman yang
mengarahkannya kepada kesabaran, khususnya dalam kondisi terdesak dan sangat
menyedihkan atau menakutkan.
Orang baik dan orang jahat, orang beriman dan
orang kafir punya kemungkinan yang sama dalam mewujudkan keberanian dan naluri
untuk memperkecil ketakutan, akan tetapi orang beriman memiliki kelebihan
berupa kekuatan iman, kesabaran dan tawakkal kepada Allah, berpegang teguh
kepada-Nya dan mengharapkan pahala dari Allah ta’ala, semua itu akan menambah
keberaniannya, meringankan beban ketakutannya dan memperkecil pengaruh musibah.
Sebagaimana Allah berfirman:
“Jika
kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan pula
sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari Allah, apa yang tidak
mereka harapkan.” (An-Nisa: 104).
Mereka juga akan mendapatkan pertolongan dan
bantuan khusus dari Allah ta’ala yang dapat menghilangkan ketakutan:
“Dan
bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.”
(Al-Anfal: 46).
2.
BERBUAT BAIK terhadap SESAMA
MAKHLUK
Termasuk yang dapat mengusir perasaan gundah
dan gelisah adalah berbuat baik kepada sesama makhluk dengan ucapan, perbuatan
serta berbagai bentuk kebajikan.
Dengan kebaikan tersebut Allah akan
menghilangkan kesusahan baik dari orang beriman ataupun orang kafir sesuai
kadar kebaikannya. Akan tetapi orang beriman memiliki bagian yang lebih
sempurna. Karena perbedaannya bersumber dari keikhlasan dan harapan akan pahala
Allah ta’ala. Dengan modal tersebut Allah ringankan baginya dalam mengerahkan
tenaga untuk berbuat baik karena ada kebaikan yang ingin diraih, Allah juga ringankan baginya dalam mencegah
keburukan dengan penuh ikhlas dan harap akan pahala dari Allah ta’ala.
“Tidak
ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau
mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barang siapa yang berbuat demikian
karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang
besar” (An-Nisa: 114).
Allah ta’ala telah mengabarkan bahwa semua
perkara yang disebutkan dalam ayat di atas adalah kebaikan, dan kebaikan selalu
mendatangkan kebaikan berikutnya dan menolak keburukan. Seseorang yang berharap
dari Allah ta’ala akan selalu Allah berikan kepadanya pahala yang banyak,
diantaranya: hilangnya perasaan gundah dan gelisah dan kesulitan hidup lainnya.
3. SIBUK DENGAN PEKERJAAN ATAU ILMU YANG BERMANFAAT
Termasuk hal yang dapat
mengusir kegundahan yang timbul dari kegamangan jiwa karena hati disibukkan
oleh urusan-urusan yang memberatkan adalah dengan menyibukkan diri dengan
sebuah pekerjaan atau mendalami ilmu yang bermanfaat. Dengan
begitu dia akan melupakan apa yang selama ini membebani dirinya dan yang selama
ini membuatnya gelisah. Maka kemudian jiwanya menjadi tenang, semangatnya
bertambah.
Sebab ini juga dapat
terjadi pada diri seorang beriman atau yang bukan beriman. Akan tetapi orang
beriman memiliki kelebihan karena keikhlasan dan harapan akan pahala dari apa
yang menyibukkan dirinya, berupa ilmu yang dipelajari atau yang diajarkan,
begitu juga dengan kebaikan yang dikerjakan. Jika hal tersebut berbentuk ibadah
maka nilainya adalah ibadah, jika merupakan kesibukan atau kebiasaan dunia maka
dia mengiringinya dengan niat yang shalih dan membantunya dalam beribadah
kepada Allah. Hal tersebut sangat efektif dalam mengusir kesedihan dan
keluh-kesah.
Betapa banyak orang yang
dirundung duka dan gelisah sehingga dia ditimpa penyakit yang bermacam-macam,
maka obat mujarabnya adalah “melupakan sebab-sebab yang selama ini
mengganggunya dan membuatnya gelisah serta menyibukkan diri dengan pekerjaan
dan tugas-tugas”.
Dianjurkan agar perbuatan
yang menyibukkan dirinya adalah yang sesuai dengan seleranya dan disenangi
jiwanya, maka dengan begitu lebih memungkinkan untuk mendatangkan manfaat yang
dia maksudkan. Wallahua’lam.
4.
MEMUSATKAN PIKIRAN UNTUK MELAKUKAN PEKERJAAN HARI INI DAN TIDAK DIHANTUI OLEH
PIKIRAN-PIKIRAN MASA DEPAN ATAU KESEDIHAN MASA LALU
Termasuk yang dapat
mengusir perasaan cemas dan gelisah adalah memusatkan semua pikiran untuk
mengerjakan sebuah pekerjaan pada hari ini dan memutuskan diri dari
pikiran-pikiran yang akan datang serta kesedihan atas waktu-waktu yang lalu.
Karena itu Rasulullah eberlindung dari Al-Hamm dan Al-Hazn. Al-Hazn
adalah perkara-perkara yang telah lalu yang tidak mungkin diulang dan didapati
kembali, sedangkan Al-Hamm adalah sesuatu yang diakibatkan oleh
ketakutan pada masa yang akan datang. Maka hendaklah seseorang menjadi manusia
hari ini, mengerahkan sekuat tenaga kesungguhannya dalam memperbaiki hari dan
waktunya saat ini.
Memusatkan pikiran dalam
masalah ini juga dapat menyempurnakan sebuah perbuatan, di samping menjadi
penawar kesedihannya. Rasulullah e jika berdoa atau mengajarkan umatnya untuk berdoa, maka dia juga
menganjurkan untuk minta pertolongan dan keutamaan kepada Allah ta’ala atas
kesungguhannya dalam mewujudkan apa yang dia mohonkan dalam doa-doanya. Dan
juga meninggalkan setiap yang tidak diinginkan dalam doa-doanya karena doa
seharusnya sesuai dengan amal perbuatan. Seorang hamba yang bersungguh-sungguh
untuk mendapatkan apa yang bermanfaat baginya dalam urusan agama dan dunia akan
memohon kepada Rabb-nya kesuksesan yang diinginkannya. Dan dia minta tolong
kepada-Nya atas hal tersebut:
(( اِحْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجَزْ، وَإِذَا أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ: لَوْ
أَنِّي فَعَلْتُ كَذَا كَانَ كَذَا وَكَذَا وَلَكِنْ قُلْ قَدَّرَ اللهُ وَمَا
شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ ))
“Berusahalah untuk meraih apa yang bermanfaat untukmu, mintalah
pertolongan Allah dan janganlah engkau lemah. Jika ada sesuatu yang menimpamu,
maka jangan engkau katakan: Seandainya saya kerjakan ini niscaya akan jadi
begini dan begitu, akan tetapi katakanlah bahwa Allah yang telah menetapkannya,
apa yang Dia kehendaki Dia perbuat. Karena
sesungguhnya (kata-kata) “seandainya” membuka peluang bagi perbuatan setan.” (HR. Muslim)
Rasulullah
e –dalam hadits diatas-
menggabungkan antara perintah untuk berupaya mendapatkan manfaat dalam setiap
keadaan dengan perintah meminta pertolongan kepada Allah serta tidak tunduk
terhadap kelemahan, yaitu kemalasan yang merugikan dan menyerah terhadap
perkara-perkara yang telah berlalu serta menyaksikan ketetapan Allah dan
ketentuannya.
Beliau juga menjadikan
sebuah perkara menjadi dua bagian: Bagian dimana seorang hamba memungkinkan
baginya untuk meraihnya atau meraih apa yang mungkinkan baginya, atau
menolaknya atau meringankannya, maka dalam hal ini seorang hamba harus
memperlihatkan kesungguhannya dan minta tolong kepada Rabb-nya.
Bagian lain adalah bagian
yang tidak mungkin untuk itu, maka pada hal tersebut seorang hamba harus
tenang, ridha dan pasrah. Tidak diragukan lagi bahwa berpedoman dengan kaidah
ini merupakan penyebab datangnya kesenangan dan hilangnya rasa gundah dan
resah.
5.
MEMPERBANYAK ZIKIR
KEPADA
ALLAH TA’ALA.
Berzikir pengaruhnya
sangat menakjubkan dalam mendatangkan kelapangan dada dan ketenangan hati,
menghilangkan rasa gundah dan resah. Allah ta’ala berfirman:
“Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah-lah hati menjadi tentram.”
(Ar-Ra’du: 28).
Dengan kekhususannya,
zikir memberikan peran yang besar untuk meraih semua yang diminta dan apa yang
diinginkan seorang hamba dalam bentuk pahala dan ganjaran.
6. SERING MENYEBUT NIKMAT-NIKMAT ALLAH, BAIK YANG NAMPAK MAUPUN
TERSEMBUNYI
Mengenal nikmat-nikmat
Allah dan selalu menyebutnya merupakan salah satu faktor yang dapat mengusir
keresahan dan kesedihan, mendorong seorang hamba untuk bersyukur yang hal itu
merupakan derajat syukur yang paling tinggi, walaupun ia tertimpa kefakiran,
sakit atau musibah lainnya. Karena jika
dia bandingkan antara nikmat Allah kepadanya yang tidak terhitung baik
kwantitas ataupun kwalitasnya dengan apa yang dideritanya dari berbagai
kesulitan, niscaya kesulitan tersebut tidak seberapa jika dibanding nikmat
Allah ta’ala.
Justeru kesulitan dan
musibah yang dihadapi seorang hamba, lalu ia menghadapinya dengan kesabaran,
ridha dan menerima, niscaya akan berkurang tekanannya, ringan bebannya dan
harapannya hanyalah pahala dan ganjaran dari Allah ta’ala. Jadi beribadah
kepada Allah dengan bersikap sabar dan ridha akan menjadikan sesuatu yang pahit
menjadi manis, sehingga manisnya pahala
akan melupakan pahitnya kesabaran.
7.
MELIHAT ORANG-ORANG YANG BERADA DI BAWAHNYA DAN TIDAK MELIHAT ORANG YANG DI
ATASNYA.
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda dalam hadits shahih:
(( اُنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ
أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا
نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ ))
“Lihatlah orang yang berada di bawah kalian dan janganlah melihat orang-orang yang berada di atas,
karena hal tersebut lebih memungkinkan untuk tidak mengabaikan nikmat-nikmat
Allah atas kalian.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Hal ini sangat besar
manfaatnya dalam menghilangkan perasaan gelisah dan sedih, karena bila seseorang melihat
pemandangan yang menyedihkan yang menimpa seseorang di depan matanya yang
menimpa orang lain, maka dia akan melihat dirinya jauh lebih beruntung, baik
dalam kesehatan dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, atau dalan hal
rizki betapapun keadaannya sehingga hilanglah kegelisahan, kegundahan dan
keresahannya, bahkan semakin bertambah dalam dirinya kegembiraan dan keinginan
terhadap nikmat-nikmat Allah ta’ala yang tak diperoleh oleh orang-orang yang
berada di bawahnya.
Maka setiap kali seorang
hamba memperhatikan nikmat-nikmat Allah, baik yang nampak ataupun yang
tersembunyi, baik dalam urusan agama maupun dunia, dia akan melihat bahwa
Rabbnya telah memberinya kebaikan yang banyak dan menjauhkannya dari aneka
macam keburukan. Tidak diragukan lagi bahwa hal semacam ini akan mampu mengusir
kegundahan dan keresahan serta mendatangkan kebahagiaan dan kegembiraan.
8.
MELUPAKAN BERBAGAI PENDERITAAN MASA LALU
YANG TIDAK DAPAT DITOLAK
Di antara upaya
menyingkirkan sebab-sebab yang mendatangkan kegelisahan dan meraih sebab–sebab
yang mendatangkan kebahagiaan adalah melupakan berbagai kesulitan yang telah
berlalu yang tidak dapat ditolak. Dia harus memahami bahwa menyibukkan diri
dengan memikirkan hal tersebut merupakan perbuatan orang bodoh yang sia-sia.
Oleh karena itu dia harus berusaha memalingkan hatinya untuk tidak memusatkan
pikiran terhadap masalah tersebut dan agar tidak khawatir terhadap masa
depannya dari dugaan kefakiran dan ketakutan atau kesulitan-kesulitan lain yang
dia bayangkan.
Dia juga memahami bahwa
kehidupan masa depan tidak ada yang mengetahui, apakah dia akan mengalami
kebaikan atau keburukan, terpenuhinya harapan atau kepedihan. Karena
sesungguhnya semua itu berada di tangan Yang Maha Perkasa dan Bijaksana,
manusia tidak berwenang sedikitpun di dalamnya kecuali berusaha untuk
mendapatkan kebaikan masa depannya dan menghindari segala sesuatu yang
membahayakan. Seseorang yang mengetahui
bahwa ketenangan dapat diraih jika dia menyingkirkan pikirannya dari
kekhawatiran terhadap masa depannya, kemudian bertawakkal kepada Allah dengan
memperbaiki nasib kehidupannya, maka hatinya akan tenang, kondisinya akan
membaik serta rasa gundah dan kekhawatiran dalam hatinya akan hilang.
9. BERDOA DENGAN DOA YANG DIPANJATKAN RASULULLAH
Di antara doanya adalah:
(( اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لِي دِينِيَ الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِي
وَأَصْلِحْ لِي دُنْيَايَ الَّتِي فِيْهَا
مَعَاشِي، وَأَصْلِحْ لِي آخِرَتِيَ الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادِي وَاجْعَلِ
الْحَيَاةَ زِيَادَةً لِي فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَالْمَوْتَ رَاحَةً لِي مِنْ كُلِّ
شَرٍّ ))
“Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang merupakan pelindung
perkaraku, perbaikilah bagiku duniaku yang merupakan tempat kehidupanku,
perbaikilah akhiratku yang di sana tempat kembaliku, jadikanlah kehidupan ini
sebagai sarana bagiku untuk menambah kebaikan, dan kematianku sebagai tempat
istirahat dari segala keburukan”.
(HR. Muslim).
Demikian pula dengan doa berikut:
(( اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُو
فَلاَ تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ وَأَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلَّهُ،
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ ))
“Ya Allah, rahmat-Mu aku harapkan, maka janganlah Engkau
serahkan (urusan)-ku kepada diriku walau sekejap mata, perbaikilah semua
urusanku, tiada ilah selain Engkau.”
(HR. Abu Daud dengan sanad yang shahih).
Maka jika seorang hamba
meratap dengan doa tersebut yang di dalamnya terdapat kebaikan masa depannya,
baik agamanya maupun dunianya dengan menghadirkan hati dan niat yang benar
serta kesungguhan bekerja untuk mewujudkannya, niscaya akan Allah kabulkan doa,
harapan dan usahanya, hingga rasa gundah berganti dengan kesenangan dan
kegembiraan.
10.
MEMPERKIRAKAN KEMUNGKINAN TERBURUK YANG AKAN MENIMPANYA KEMUDIAN MENGUATKAN
DIRI UNTUK SIAP MENERIMANYA
Berupaya menganggap ringan
beban kesulitan yang ditanggungnya dengan memperkirakan kemungkinan terburuk
yang akan menimpanya, kemudian dia kuatkan dirinya untuk menerima hal
tersebut. Jika hal tersebut telah
dilakukan maka selanjutnya dia berupaya untuk memperingan problema yang
dihadapi sedapat mungkin. Dengan
kemantapan jiwa dan upaya yang bermanfaat tersebut, akan hilanglah perasaan
gundah dan resah, berganti dengan upaya nyata untuk mendatangkan kemanfaatan
dan menolak kesulitan yang mudah bagi seorang hamba.
Jika hal tersebut mampu
menggantikan penyebab ketakutan, kepedihan dan kekhawatiran akan kefakiran,
karena kecintaannya terhadap aneka ragam kesenangan, maka dia dapat menerima
semua itu dengan perasaan tenang dan kemantapan jiwa, bahkan sekalipun
musibahnya lebih hebat dari itu. Karena kemantapan jiwa dalam menanggung
kesulitan dapat meringankan kesulitan itu sendiri dan menghilangkan
goncangannya, khususnya jika dia menyibukkan dirinya dengan menyingkirkannya
sedapat mungkin. Maka dalam dirinya akan berkumpul kemantapan jiwa dan upaya
nyata untuk mengatasi problemnya yang sekaligus dapat menghindarinya dari
sekedar memikirkan musibah itu serta membantu dirinya untuk memperbaharui
kekuatan dalam mengatasi masalah seraya bertawakkal dan percaya kepada Allah
ta’ala.
Tidak diragukan lagi bahwa
hal-hal semacam ini sangat besar manfaatnya untuk meraih kebahagiaan dan
kelapangan dada di samping adanya harapan seorang hamba atas ganjaran yang
setimpal dari Allah ta’ala baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini dapat
disaksikan dan dialami oleh banyak orang.
11. TIDAK PANIK DAN LARUT
DALAM BAYANGAN-BAYANGAN BURUK
Menenangkan hati dan tidak tenggelam pada
kepanikan atau bayangan dan pikiran-pikiran buruk sangat besar pengaruhnya
untuk menghindari tekanan jiwa bahkan penyakit fisik. Karena jika seseorang tenggelam dalam bayangan
ketakutan, dan hatinya terpengaruh oleh berbagai perubahan, baik dari rasa
takut akan penyakit atau yang lainnya, marah dan perasaan tak menentu karena
memperkirakan terjadinya kesulitan dan hilangnya berbagai kenikmatan. Semua itu
dapat mendatangkan perasaan gundah, penyakit hati dan penyakit fisik serta
ketegangan saraf yang dapat berakibat buruk. Hal ini sering disaksikan.
12.
BERGANTUNG KEPADA ALLAH DAN BERTAWAKKAL KEPADANYA
Jika hati selalu
bergantung kepada Allah, bertawakkal kepada-Nya, tidak larut dalam
bayang-bayang ketakutan serta pikiran-pikiran buruk diiringi kepercayaan kepada
Allah ta’ala seraya mengharap karunia-Nya, maka semua itu akan mengusir
perasaan gundah dan sedih, dan menghilangkan berbagai penyakit jiwa maupun
fisik. Hati akan kembali mendapatkan
kekuatan, ketentraman dan kebahagiaan yang tak terlukiskan.
Betapa banyak rumah sakit
yang dipenuhi oleh orang-orang yang sakit karena dihantui bayangan-bayangan
buruk, betapa banyak masalah ini mempengaruhi mereka-mereka yang kuat hatinya
apalagi jika dia orang lemah. Betapa hal ini sering mendatangkan tindakan bodoh
dan gila.
Orang yang sehat adalah
orang yang Allah sehatkan dan Allah berikan taufiq untuk berjuang melawan hawa
nafsunya untuk mendapatkan sumber-sumber kekuatan bagi hatinya yang dapat
menyingkirkan kekhawatiran yang menimpanya. Allah ta’ala berfirman:
“Siapa yang bertawakkal
kepada Allah maka niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”(At Thalaq: ayat: 3).
Artinya: Allah mencukupkan
segala keperluan agama dan dunianya.
Orang yang bertawakkal
kepada Allah, hatinya kuat dan tidak terpengaruh oleh bayang-bayang (ilusi) dan
tidak goncang oleh berbagai kenyataan, karena dia tahu bahwa sikap tersebut
menunjukkan kelemahan jiwa, ketakutan dan kegelisahan yang tidak beralasan. Di
samping itu diapun mengetahui bahwa Allah ta’ala akan menanggung beban orang
yang bertawakkal kepadanya dengan kecukupan yang sempurna. Maka dia percaya
kepada Allah dan tenang dengan janji-Nya sehingga hilanglah kegelisahan dan
kekhawatirannya, kesulitan berganti kemudahan, kesedihan berganti kegembiraan
dan ketakutan berganti keamanan.
Kita mohon kepada Allah
ta’ala kesehatan dan keselamatan dan memberikan kita karunia berupa kekuatan
hati dan keteguhannya dengan tawakkal yang sempurna yang dengan itu akan Allah
tanggung segala kebaikannya dan menyingkirkan segala kesulitan dan keburukan
yang menimpanya.
13.
PANDAI DALAM BERGAUL
Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda:
(( لاَ يَفْرُكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً
إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقاً رَضِيَ مِنْهَا خُلُقا آخَرَ ))
“Hendaklah seorang mu’min laki-laki (suami) tidak mencela mu’min
wanita (istri), jika dia membenci salah satu prilakunya, masih ada prilaku
lainnya yang dia ridhai.” (HR. Muslim).
Dalam hadits ini terdapat
dua pelajaran yang sangat bermanfaat:
Pelajaran pertama adalah:
Petunjuk bagaimana bergaul dengan istri, sanak saudara, kawan, karib dan lingkungan pergaulan serta
semua orang yang antara anda dan dia memiliki hubungan dan komunikasi. Anda
harus menyadari bahwa pada diri tiap-tiap orang pasti terdapat cela, kekurangan
dan sesuatu yang tidak disenangi. Maka jika hal tersebut anda dapatkan,
bandingkanlah antara hal itu dengan adanya faktor-faktor yang mendukung anda
untuk tetap menjaga komunikasi dan saling mencintai, yaitu dengan mengingat
kebaikan-kebaikan dan niat-niat kebaikannya, baik yang bersifat khusus maupun
umum. Dengan melupakan keburukannya dan mengingat kebaikannya, maka
persahabatan dan komunikasi akan tetap terjaga dan ketenanganpun akan tercipta.
Pelajaran kedua adalah:
Hilangnya perasaan gundah dan resah, tetapnya kesucian hati serta kesinambungan
dalam menunaikan hak-hak orang lain, baik yang wajib maupun yang sunnah serta
terciptanya keharmonisan di antara kedua belah pihak.
Siapa yang tidak dapat
mengambil pelajaran atas apa yang telah disabdakan Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bahkan melakukan sebaliknya dengan selalu melihat
keburukan seorang serta melupakan kebaikan-kebaikannya, niscaya dia akan
gelisah, hubungan antara dirinya dan orang yang dicintainya pasti mengalami
kekeruhan dan mengabaikan banyak hak yang harus dijaga kedua belah pihak.
Banyak orang yang memiliki
kekuatan mental yang tinggi mampu menahan diri saat menghadapi cobaan dan
goncangan dengan kesabaran dan ketenangan. Akan tetapi dalam hal-hal yang
sepele dan ringan mereka sangat gundah dan tidak tenang. Penyebabnya
adalah mereka menjaga diri mereka pada
hal-hal yang besar dan mengabaikan hal-hal sepele sehingga merusak kondisi
mereka dan ketenangan mereka.
Orang yang bermental kuat
adalah mereka yang mampu mengatasi masalah besar maupun kecil seraya memohon
pertolongan kepada Allah dan berdoa kepada-Nya agar nasibnya tidak diserahkan
kepada dirinya walau sekejap mata, maka
dengan demikian akan mudah baginya perkara-perkara kecil sebagaimana ringan
baginya perkara-perkara besar, sehingga jiwanya tenang dan hatinya lapang.
14.
TIDAK TENGGELAM DALAM KESEDIHAN MENDALAM
Orang yang berakal
mengetahui bahwa kehidupan yang sebenarnya adalah kehidupan yang berbahagia nan
tentram, dan bahwa waktunya sangat singkat sekali. Maka tidak layak bagi
seseorang untuk membatasi kehidupannya dengan perasaan gundah dan resah yang
berkepanjangan karena semua itu bertentangan dengan kehidupan yang sebenarnya,
dia merasa rugi sekali jika banyak bagian dari kehidupannya dihabiskan dengan
perasaan gundah dan resah dan hal ini
tidak ada bedanya antara orang yang baik atau orang yang jahat. Akan tetapi
orang yang beriman lebih memiliki kemampuan yang besar untuk mewujudkan sifat-sifat
ini serta mendapatkan ganjaran yang
bermanfaat baik di dunia maupun di akhirat.
15.
MEMBANDINGKAN KENIKMATAN YANG DITERIMA DENGAN KESULITAN YANG DIDERITA
Seseorang selayaknya jika
ditimpa kesulitan atau khawatir terhadapnya agar membandingkannya antara
kenikmatan yang telah dia raih baik dalam hal agama maupun dunia dengan
kesulitan yang ia derita, maka akan dia dapatkan betapa jauh lebih banyak
kenikmatan dalam dirinya daripada kesulitan dan musibah yang dia rasakan.
Begitu juga sebaiknya dia
membandingkan antara rasa khawatir akan berbagai kemungkinan buruk yang akan
menimpanya dengan kemungkinan keselamatan darinya. Maka hendaknya dia tidak
mengabaikan kemungkinan yang lebih banyak dan kuat (yang positif) demi membela
kemungkinan yang lemah (negatif), sehingga dengan demikian hilanglah rasa
gundah dan resahnya.
Diapun sebaiknya
memperkirakan berbagai hal yang lebih besar yang mungkin dapat menimpanya,
sehingga dia mempersiapkan diri jika memang hal itu terjadi serta berupaya
menghalau apa yang belum terjadi atau menyingkirkan musibah yang telah
terlanjur terjadi atau memperkecilnya.
16. PERILAKU BURUK ORANG LAIN TERHADAP ANDA SESUNGGUHNYA MERUGIKAN
DIRINYA SENDIRI
Hal bermanfaat yang dapat
dilakukan berkaitan dengan perilaku buruk orang lain terhadap anda –khususnya
yang berupa perkataan buruk- adalah adanya keyakinan bahwa semua perbuatan itu
tidak merugikan anda, tetapi justru merugikan pelakunya sendiri, kecuali jika
anda juga disibukkan dengan memikirkannya dan membiarkannya menguasai perasaan
anda, maka hal tersebut juga merugikan anda sebagaimana merugikan pelakunya.
Jika anda tidak
menghiraukan hal itu niscaya tidak akan merugikan anda.
17.
BERPIKIR POSITIF
Ketahuilah bahwa pola
pikir anda akan mempengaruhi kehidupan anda, jika pikiran anda selalu tertuju
kepada apa yang bermanfaat bagi agama maupun dunia, maka hidup anda akan bahagia dan sejahtera, jika tidak, maka
anda akan mengalami hal yang sebaliknya.
18. TIDAK MENGHARAP
BALASAN DAN PENGHORMATAN KECUALI DARI ALLAH
Hal bermanfaat dalam
rangka mengusir kegundahan dan kegelisahan adalah meyakinkan diri anda untuk
tidak meminta balasan dan penghormatan kecuali dari Allah ta’ala atas kebaikan
yang anda berikan kepada mereka, baik kepada mereka yang berhak mendapatkannya
dari anda ataupun tidak. Ketahuilah bahwa hal tersebut urusan anda dengan
Allah, jangan terlalu hiraukan pujian dan penghargaan orang yang anda berikan
kebaikan, sebagaimana firman Allah ta’ala tentang makhluknya yang paling
disayangi-Nya:
“Sesungguhnya kami memberi
makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.”(Al-Insan: 9).
Hal seperti itu lebih
ditekankan lagi dalam hubungan kita terhadap keluarga, anak-anak dan mereka
yang memiliki interaksi dengan anda. Ketika anda camkan diri anda untuk tidak
berbuat buruk terhadap mereka, niscaya anda merasa tenang dan tenteram.
Termasuk yang dapat membantu
terciptanya ketentraman hati adalah melakukan keutamaan-keutamaan amal
perbuatan berdasarkan tuntutan jiwa yang membuat anda gundah. Jika anda
menempuh jalan berliku-liku (jalan yang tidak benar) maka itu akan membuat anda
mundur ke belakang tanpa membawa kebaikan sedikitpun. Hal tersebut merupakan
hikmah dimana anda dapat mengambil sesuatu yang baik dan manis dari
perkara-perkara buruk, dengan begitu maka kelezatan akan semakin bertambah dan
kekeruhan akan hilang dari diri anda.
19. MENJADIKAN SEMUA HAL BERMANFAAT DI DEPAN MATA ANDA DAN BERUSAHA UNTUK
MEREALISASIKANNYA.
Jangan sekali-kali
menengok kepada hal-hal yang merugikan dan terlena dengannya, karena hal itu
dapat mendatangkan rasa gundah dan sedih, atasilah dengan ketenangan dan
memusatkan perhatian dengan melakukan perbuatan yang bermanfaat.
20.
MENGATASI SEBUAH MASALAH SAAT ITU JUGA UNTUK KEMUDIAN BERKONSENTRASI TERHADAP
MASA DEPAN
Termasuk perkara yang
bermanfaat adalah langsung mengatasi sebuah masalah saat itu juga untuk
kemudian berkonsentrasi terhadap masa depan, karena jika permasalahan itu tidak
diatasi segera, maka dia akan bertumpuk dengan permasalahan-permasalahan yang
telah lalu dan yang akan datang, sehingga bebannya akan semakin berat.
Jika semuanya segera
diatasi pada waktunya, maka anda dapat menghadapi masa depan dengan pikiran
yang terpusat dan tindakan yang tepat.
21.
MENDAHULUKAN PERBUATAN YANG PALING PENTING DAN PALING DISUKAI
Selayaknya anda memilih di
antara perbuatan yang bermanfaat tersebut, mana yang paling penting dengan
mendahulukan perbuatan yang disukai dan lebih condong kepadanya. Karena jika
tidak, akan timbul kebosanan dan kekeruhan.
Carilah bantuan dengan
berfikir positif dan musyawarah, karena tidak akan menyesal orang yang
bermusyawarah, pelajari dengan teliti setiap tindakan yang akan anda ambil,
jika ternyata benar akan mendatangkan kebaikan dan anda telah bertekad maka
bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal.
والحمد لله رب العالمين
وصلى الله على سيدنا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
Post a Comment