Sikap Ikhlas
Sikap Ikhlas
Segala
puji bagi Allah, shalawat dan salam kepada Rasulullah saw, dan aku bersaksi
bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya kecuali Allah, Yang
Maha Esa dan tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan utusanNya. Wa Ba’du:
Sesungguhnya
prinsip yang paling besar dan penting di dalam din Islam adalah mewujudkan
keikhlasan bagi Allah swt dalam semua ibadah. Sebagian ulama
mendifinisikan: Ikhlas adalah engkau
tidak mencari seorangpun sebagai saksi atas amalmu selain Allah dan tidak ada
yang memberikan balasan atas amal tersebut selian Dia.[1]
Ikhlas adalah hakikat agama ini dan kunci da’wah para rasul. Semoga Allah
memberikan kesejahteraanNya kepada mereka.
Firman
Allah swt:
5.“Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan
shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus”.[2]
14. Katakanlah:
"Hanya Allah saja yang Aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya
dalam (menjalankan) agamaku".[3]
2. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan dia Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun”[4],
Al-Fudhail
berkata: Yang dimaksud dengan Ahsanu amalan adalah yang paling ikhlash
dan paling benar. Kemudian dia berkata: Sesungguhnya, apabila suatu amal
dikerjakan dengan ikhlas namun tidak benar maka dia tidak akan diterima, namun
jika dia benar dan tidak dikerjakan dengan ikhlas maka amal itupun tidak
diterima sehingga amal itu menjadi ikhlas dan benar secara bersama. Yang
dimaksud dengan Ikhlas adalah amal yang dikerjakan semata-mata kerena Allah dan
yang dimaksud dengan benar adalah amal yang sesuai dengan sunnah.[5]
Allah
swt berfirman:
13. Dia Telah
mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang Telah diwasiatkan-Nya kepada
Nuh dan apa yang Telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang Telah kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama[1340] dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya. amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu
seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang
dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali
(kepada-Nya).[6]
Abul
Aliyah berkata: “Dia berwasiat kepada mereka agar ikhlas dalam beribadah
kepadaNya”. Ikhlas adalah amalan hati yang paling agung.
Ibnul
Qoyyim rahimhullah berkata: (Dan orang yang merenungkan sumber syari’at dan
asalnya, niscaya dia pasti mengetahui keterikatan amalan anggota badan
(perbuatan lahiriyah) dengan amalan hati, di mana dia (perbuatan lahiriyah)
tidak akan memberikan mamfaat apapun tanpa dibarengi dengannya (amalan hati).
Dan amalan-amalan hati lebih diwajibkan atas seorang hamba daripada amalan
lahiriyah. Dan tidakkah seorang mu’min dibedakan dengan orang munafiq kecuali
karena adanya perbedaan amalan hati mereka masing-masing yang membedakan mereka
berdua?. Dan ubudiyah hati lebih agung, lebih banyak dan lebih lama dari
ubudiyah yang bersifat lahiriyah. Ubudiyah hati diwajibkan pada setiap waktu).[7]
Ikhlas
adalah syarat bagi diterimanya amal ibadah, sebab sesungguhnya suatu amal
ibadah tidak akan diterima oleh Allah kecuali dengan dua syarat:
Pertama:
Agar amal tersebut sesuai dengan apa yang disyari’atkan oleh Allah di dalam
kitabNya atau dijelaskan oleh Nabi r. Dari Aisyah semoga Allah meredhainya
Bahawa Nabi r bersabda: Barangsiapa yang membuat
perkara-perkara baru di dalam agama kita ini maka dia tertolak”.[8]
Kedua:
Perbuatan tersebut dilakukan dengan keikhlasan karena Allah I.
Dari
Umar bin Khattab ra sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya setiap amal
perbuatan tergantung dari niatnya, dan setiap orang akan mendapat balasan
seperti apa yang diniatkannya, maka barangsiapa yang hijrahnya menuju Allah dan
RasulNya maka hijrahnya akan menuju kepada Allah dan rasulNya, namun barangsiapa
yang hijrahnya untuk mendapatkan dunia atau wanita yang akan dinikahinya maka
dia akan mendapat balasan seperti apa yang diniatkannya”.[9]
Hal
ini sesuai dengan firman Allah I:
110.“Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti
kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa". barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".[10]
Ikhlas
adalah dasar diterimanya suatu do’a. Firman Allah I:
14.“Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)”.[11]
Dan
hilangnya Ikhlas sebagai sebab tertolaknya amal ibadah. Dari Abu Hurairah t bahwa Nabi saw bersabda:
Sesungguhnya orang yang paling pertama akan diadili pada hari kiamat adalah
seorang lelaki yang mati syahid maka Allah-pun memperkenalkan nikamatNya
kepadanya dan diapun mengetahuinya. Allah bertanya: Apakah yang engkau perbuat
untuk mendapatkan nikamat tersebut?. Maka lelaki tersebut menjawab: Aku telah
berperang dalam rangka menegakkan kalimatMu sampai mati syahid. Dia membantah
lelaki tersebut: “Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau berperang agar dikatakan
sebagai seorang pemberani, dan itu telah dikatkan kepadamu. Kemudian
diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya sehingga dicampakkan ke dalam api
neraka. Kemudian seorang lelaki yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta
membaca Al-Qur’an. Maka diapun didatangkan menghadap Allah untuk memperlihatkan
nikamtnya sehingga diapun mengetahuinya. Allah bertanya: Apakah yang telah
engkau perbuat untuk meraih kenikmatan tersebut?. Lelaki tersebut menjawab:
“Aku belajar ilmu agama dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an semata
karena diriMu. Allah membantah: Engkau telah berdusta, sesungguhnya engkau
menimba ilmu agar dikatakan orang yang alim dan membaca Al-Qur’an agar orang memujimu sebagai orang pandai membaca, dan itu telah dikatakan
bagimu, maka diperintahkanlah malaikat menggeretnya di atas wajahnya sehingga
dilemparkan ke dalam api neraka. Dan seorang lelaki yang diluaskan rizkinya
oleh Allah dan diberikan baginya bermacam-macam harta. Maka dia dihadapkan
kepada Allah dan Dia memperkenalkan baginya nikmat-nikamatnya. Lalu Allah
bertanya kepadanya: Apakah yang telah kamu kerjakan untuk mendapatkannya?. Dia
menjawab: Tidaklah satu jalanpun yang engkau senangi untuk diinfaqkan harta
padanya kecuali aku mengimfaqkan harta padanya karena diriMu”. Allah membantahnya:
“Engkau telah berdusta, akan tetapi engkau mengerjakan perbuatan tersebut agar
dikatakan sebagai orang yang dermawan dan hal tersebut telah katakan bagimu”.
Kemudian dirinya digeret di atas wajahnya kemudian dicampakkan ke dalam api
neraka)). Lalu pada sat hadits ini sampai kepada Mu’awiyah maka diapun menangis
dengan sejadi-jadinya, lalu pada saat dia telah sadar dia berkata: Maha benar dan RasulNya:
15. Barangsiapa yang
menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada
mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan Sempurna dan mereka di dunia
itu tidak akan dirugikan.
16. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di
akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang Telah mereka
usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang Telah mereka kerjakan.[12]
Dan
dari Abi Musa Al-Asya'ari ra bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi saw dan
berkata: Wahai Rasulullah, seorang lelaki yang berperang untuk mendapatkan
harta rampasan, seorang lelaki yang berperang untuk agar dikenang dan seorang lelaki yang berperang agar
mendapatkan sebuah prestise (di tengah masyarakat) Siapakah yang berperang di
jalan Allah?. Maka Rasulullah saw bersabda: " Baarangsiapa yang berperang
dalam rangka menegakkan kalimat Allah maka itulah orang yang berperang di jalan
Allah".[13]
Dari
Abi Umamah AL-Bahili ra bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi saw dan dia
berkata: "Bagaimanakah pendapatmu tentang orang yang berperang dalam
rangka mendapat pahala dan disebut-sebut (dikenang) apakah yang didapataknnya?.
Maka Rasulullah saw bersbda: " Dia tidak mendapatkan apa-apa". Maka
beliaupun mengulanginya sehingga tiga kali dan Rasulullah saw tetap mengatakan:
"Dia tidak mendapat apa-apa". Kemudian bersabda: "Sesungguhnya
Allah tidak menerima dari suatu amal kecuali amal yang didasarkan ikhlas dan
mengharap wajah Allah".[14]
Al-Fudhail
bin Iyadh berkata: Meniggalkan suatu amal karena takut terhadap pandangan orang
maka itu adalah riya' dan beramal karena orang adalah syirik dan ikhlash adalah
membersihkan diri dari kedua unsure ini dan di dalam sebuah riwayat darinya:
dan ikhlas adalah Allah swt menyelamatkanmu darinya.[15]
Dikatakan
kepada Sahl al-Tasatturi; Aapakah yang paling berat dihadapai oleh dirimu?. Dia
menjawab: Sikap Ikhlas; sebab dia tidak memiliki bagian padanya.[16]
Supiyan
Atsauri berkata: Tidak ada sesuatu apapun yang paling susah aku obati yang
lebih berat selain niatku sebab dia selalu berubah pada diriku.
Salah
seorang pernah berkata: Apabila seorang ikhlas maka akan terputuslah darinya
sikap was-was yang berkepanjangan dan
riya'.
Seorang
ulama salaf berkata: Barangsispa yang sesaat dari umurnya selamat di mana dia
bisa ikhlas semata-mata karena Allah padanya niscaya dia akan selamat, hal itu
karena mulianya ikhlas dan sulitnya membersihkan hati dari kotoran ini, sesbab
orang yang ikhlas adalah orang yang berbuat tanpa ada motofasi apapun kecuali
mencari keredhaan Allah Ta'la. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Semoga Allah SWT mencurahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad SAW dan
seluruh keluarga dan shahabatnya.
[1] Nudhratun Na’im fi makarimi Akhlaqir Rasulul Karim
saw 2/142
[2] QS. Al-Bayyinah: 5
[3] QS. Al-Zumar: 14
[4] QS. Al-Mulk: 2
[5] Madarijus Salikin; 2/93
[6] QS. Al-Syuro: 13
[7] Bada’iul Fawa’id: 3/330 dinukil dari Kitabul
Ikhlash dan As syirkul Ashgor hal. 5
[8] HR. Bukhri 2/267 no: 2697 dan Shahih Muslim:
3/1343 no:1718.
[9] HR. Bukhari: 1311 no: 1 dan shahih Muslim: 3/1515
no: 1907
[10] QS. Al-Kahfi: 110
[11] QS. Gafir: 14
[12] QS. Hud: 15-16
[13] HR. Bukhari:
2/309 no: 2810 dan Muslim 3/1512 no: 1904
[14]
Sunan An-Nasa'I 2/25 no: 3140
[15]
Madarijus salikin: 3/95
[16]
Madarijus salikin: 2/95
Post a Comment