Hak Kesembilan HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM



Hak Kesembilan
HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM

          Hak dalam masalah ini banyak sekali, di antaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
(( حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ إِذَا لَقِيْتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْهُ وَإِذَا عَطِسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ ))
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: Jika engkau menemuinya maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka penuhilah, jika dia minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan   doa يَرْحَمُكَ الله ), jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke kuburan)."          (HR. Muslim).
Dalam hadits di atas terdapat keterangan tentang beberapa hak di antara kaum muslimin:
Hak pertama: Mengucapkan salam.
Mengucapkan salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, karena dia merupakan penyebab tumbuhnya rasa cinta dan kedekatan di kalangan kaum muslimin sebagaimana dapat disaksikan dan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
(( وَاللهِ لاَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَفَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِشَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ ))                       
"Demi Allah tidak akan masuk syurga hingga kalian beriman dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kalian jika aku beritakan kepada kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan akan menumbuhkan rasa cinta di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian."       (HR. Muslim).
Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang selalu memulai salam kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan dia memberi salam kepada anak-anak jika dia menemui mereka.
Sunnahnya adalah yang kecil memberi salam kepada yang besar, yang sedikit memberi salam kepada yang banyak, yang berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih utama tidak juga memberikan salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan salam agar sunnah tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam maka yang besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka yang banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.
Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata: “Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman seseorang: Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak dan berinfaq saat kesulitan.“ (HR. Muslim).
Jika memulai salam hukumnya sunnah maka menjawabnya adalah fardhu kifayah, jika sebagian melakukannya maka yang lain gugur kewajibannya. Misalnya jika seseorang memberi salam kepada  sejumlah orang maka yang menjawabnya hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah ta’ala berfirman:

"Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa."      (An Nisa: 86).
Tidak cukup menjawab salam dengan mengucapkan: “Ahlan Wasahlan“ saja, karena dia bukan  termasuk “yang lebih baik darinya”, maka jika seseorang berkata: “Assalamualaikum”, maka jawablah: “Wa’alaikum salam”, jika dia berkata: “Ahlan”, maka jawablah: “Ahlan” juga, dan jika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.
Hak Kedua: Memenuhi undangan
Misalnya, seseorang mengundang anda untuk makan-makan atau lainnya maka penuhilah dan memenuhi undangan adalah sunnah mu’akkadah dan hal itu dapat menarik hati orang yang mengundang serta mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah undangan perkawinan, sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan syarat-syarat yang telah dikenal [1]).  
Rasulullah e bersabda:
(( وَمَنْ لاَ يُجِبْ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ )) 
"Dan siapa yang tidak memenuhi (undangan) maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. :“Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah” termasuk juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar anda menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu, maka anda diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(( الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضاً ))
"Setiap mu’min satu sama lainnya bagaikan bangunan yang saling menopang." (HR. Bukhari dan Muslim).


Hak ketiga: Jika dia meminta nasihat maka penuhilah.
Yaitu: jika seseorang datang meminta nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu termasuk agama sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
((الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَِئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ ))
"Agama adalah nasihat: Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat pada umumnya." (HR. Muslim).
Adapun jika seseorang datang kepadamu tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya atau perbuatan dosa yang akan dilakukannya maka wajib menasihatinya walaupun perbuatan tersebut tidak diarahkan kepadanya, karena hal tersebut termasuk menghilangkan bahaya dan kemunkaran dari kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya dalam dirinya dan tidak ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya (selain nasihat) lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika dia meminta nasihat kepadanya maka saat itu wajib menasihatinya.
Hak keempat: Jika dia bersin lalu mengucapkan “Al Hamdulillah” maka jawablah dengan ucapan: “Yarhamukallah”.
Sebagai rasa syukur kepada-Nya yang memuji Allah saat bersin, adapun jika dia bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut, dan itulah balasan bagi orang bersin yang tidak mengucapkan hamdalah.
Menjawab orang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang mengucapkan: “Yarhamukallah” dengan ucapan “Yahdikumullah wa yuslihu balakum”, dan jika seseorang bersin terus-menerus lebih dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah “Aafakallah/ عَافَاكَ الله “ (Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan:  Yarhamukallah “.
Hak kelima: Membesuknya jika dia sakit.
Hal ini merupakan hak orang sakit dan kewajiban saudara-saudaranya seiman, apalagi jika yang sakit memiliki kekerabatan, teman dan tetangga maka membesuknya sangat dianjurkan.
 Cara membesuk sangat tergantung orang yang sakit dan penyakitnya. Kadang kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi, maka yang utama adalah memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk orang sakit untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan memberinya harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar mendatangkan kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya akan taubat dengan cara yang tidak menakutkannya, seperti berkata kepadanya: “Sesunguhnya sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena penyakit dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi yang tidak dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak, dengan membaca zikir, istighfar dan berdoa”.

Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika meninggal.
Hal ini juga merupakan hak seorang muslim atas saudaranya dan di dalamnya terdapat pahala yang besar. Terdapat riwayat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa dia bersabda:
(( مَنْ تَبِعَ الجَنَازَةَ حَتَّى يُصَلِّيَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ وَمَنْ تَبِعَهَا حَتَّى تُدْفَنَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ. قِيْلَ: مَا الْقِيْرَاطَانِ؟ قَالَ: مِثْلُ الْجَبَلَيْنِ الْعَظِيْمَيْنِ ))
"Siapa yang mengantarkan jenazah hingga menshalatkannya maka baginya pahala satu qhirath, dan siapa yang mengantarkannya hingga dimakamkan maka baginya pahala dua qhirath”, beliau ditanya: “Apakah yang dimaksud qhirath? beliau menjawab: “Bagaikan dua gunung yang besar. “ (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya
Termasuk hak muslim kepada muslim yang lainnya adalah menahan diri untuk tidak menyakitinya, karena menyakiti kaum muslimin adalah dosa yang sangat besar. Allah ta’ala berfirman:

"Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata." (Al Ahzab: 58).
Dan pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang menyakitkan saudaranya maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalas di akhirat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 (( لاَ تَبَاغَضُوا وَلاَ تَدَابَرُوا وَكُوْنُوا عِبَادَ اللهِ إِخْوَاناً ، الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يُخْذلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ بِحَسَبٍ  امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ : دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ ))
"Janganlah kalian saling membenci dan saling membelakangi, tapi jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzaliminya, tidak menelantarkannya dan tidak menghinanya. Cukup bagi seseorang dikatakan (berperangai) buruk jika dia menghina saudaranya. Setiap muslim atas muslim yang lainnya diharamkan; darahnya, hartanya dan kehormatannya." (HR. Muslim).
Hak-hak muslim atas saudaranya yang muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(( المُسْلِمُ أًخُو الْمُسْلِمِ ))
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya."              
Jika seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah terhadap saudaranya maka dia akan berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.




1) 1. Dilakukan pada hari pertama   2. Pengundangnya adalah orang muslim, 3. Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena melanggar ajaran Islam) 4. Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang bersangkutan 5. Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan. (Al Salsabil Fi Ma’rifati Ad Dalil, hal. 735).

Tidak ada komentar