Menggapai Hidup Bahagia
Menggapai Hidup Bahagia
Segala puji bagi Allah, Pelindung
orang-orang shalih dan shalihah. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (tuhan
yang haq untuk disembah) melainkan Allah semata, Pencipta bumi dan langit. Dan
aku bersaksi bahwa penghulu dan nabi kami, Muhammad adalah utusan-Nya yang
terpilih untuk sebaik-baik seluruh risalah. Semoga Allah berkenan mencurahkan
shalawat kepadanya, keluarga, dan para sahabatnya, serta kepada segenap
orang-orang yang berjalan di atas manhajnya hingga hari dimana langit
terpecah dan bumi terbelah (kiamat kelak).
Amma ba’du :
Assalamu’alaikum wa Rahmatullahi wa
Barakatuh.
Di awal penyampaian ini, aku
bermohon kepada Allah yang Maha Agung agar berkenan memberikan balasan kepada
saudara-saudaraku yang mulia sebagai penyelenggara pertemuan ini dengan
limpahan kebaikan dan dengan sebaik-baiknya ganjaran serta balasan. Aku
bermohon kepada-Nya Ta’ala agar berkenan menjadikan pertemuan ini
sebagai pertemuan yang dirahmati dan mengaruniakan taufik-Nya kepada kita
berupa perkataan yang benar dan amal shalih yang tertuntun.
Wahai saudara-saudara yang kucintai
karena Allah :
Berbicara mengenai kehidupan yang
baik (al-hayah ath-thaiyibah) merupakan pembicaraan (mengenai
suatu model kehidupan) yang seyogyanya setiap kita menjalani hidupnya (ke arah
itu). Kehidupan, kalau tidak manusia yang menguasainya, maka manusia yang akan
dikuasainya. Berlalunya (unsur-unsur
kehidupan, yaitu) waktu demi waktu, kesempatan demi kesempatan, hari demi hari,
dan tahun demi tahunnya atas manusia, maka kalau tidak ia mengantarkan manusia
kepada kecintaan dan keridhaan-Nya, sehingga akhirnya tergolong orang-orang
yang sukses (di dunia) dan tergolong penghuni surga (di akhirat). Atau ia
berlalu atas manusia, kemudian mengantarkan manusia menuju kobaran api neraka dan
kepada kemurkaan Yang Maha Esa lagi Yang Pembuat Perhitungan.( ad-Dayyan).
Kehidupan, kalau tidak membuat anda
tertawa sesaat, untuk selanjutnya menjadikan anda menangis sepanjang masa. Atau
sebaliknya membuat anda menangis sebentar, untuk selanjutnya menjadikan anda
tersenyum sepanjang masa. Kehidupan, kalau tidak sebagai sebuah kenikmatan bagi
manusia, maka sebagai bencana baginya. Demikianlah kehidupan yang dulu pernah
dijalani oleh orang-orang generasi pertama, para orang tua, nenek-nenek moyang,
dan para pendahulu. Kemudian mereka berpulang kepada Allah Azza wa Jalla dengan
segala yang mereka kerjakan.
Kehidupan pengertiannya adalah
segala momentum hidup yang anda arungi dan seluruh waktu yang anda jalani. Dan kita dikesempatan hidup yang kita jalani
ini, kalaulah tidak kita menguasainya, maka kita yang akan menjadi korbannya.
Kehidupan –wahai saudara yang
kucintai karena-Nya-...., Allah menjadikannya sebagai ujian dan tribulasi.
Tribulasi yang menampakkan hakikat sejati para hamba-Nya, maka yang berhasil
dengan rahmat Allah merupakan orang yang berbahagia, sementara yang terhalang
dari ridha Allah merupakan orang yang celaka dan terlempar (dari rahmat-Nya).
Setiap waktu kehidupan yang anda arungi, kalau tidak menyebabkan Allah ridha
terhadap anda, maka sebaliknya. Wal ‘iyadzu billah (berlindung kepada
Allah dari keadaan semacam itu). Kalau tidak mendekatkan anda kepada Allah,
atau menjauhkan anda dari-Nya.
Terkadang anda menjalani hidup dalam
satu momentum dari sekian momentum-momentum yang mengespresikan rasa cinta dan
ketaatan kepada Allah, sehingga dimaafkan kesalahan-kesalahan hidup anda
dengannya, dan diampuni dosa-dosa yang
pernah terjadi sepanjang umur anda dengannya. Terkadang anda menjalani hidup
anda dalam satu momentum yang menyimpangkan diri anda dari jalan Allah, dan
menjauhkan diri anda dari ketaatan kepada-Nya, yaitu momentum yang menyebabkan
anda masuk ke dalam kelompok manusia yang celaka kehidupannya. (Kita
bermohon kepada Allah akan kesalamatan dan kesehatan).
Di kehidupan ini (selalu) ada dua
penyeru :
Penyeru (da’i) yang
(senantiasa) mengajak kepada kasih sayang Allah (rahmatillah),
keridhaan-Nya (ridhwanillah) dan kecintaan kepada-Nya (mahabbatillah)..
Adapun penyeru yang kedua, adalah yang mengajak kepada segala yang kontradiksi
dengan hal tersebut. Syahwat yang (senantiasa) mengajak kepada perbuatan jahat,
atau dorongan seruan kepada akhir yang buruk.
Namun terkadang manusia menjalani
hidup dalam satu momentum dari kehidupannya yang menyebabkan ia menangis dengan
tangisan penyesalan atas sikapnya yang berlebih-lebihan di sisi Rabbnya, maka
Allah mengganti kesalahan-kesalahannya dengan kebaikan-kebaikan, disebabkan
tangisannya ini.
Berapa banyak orang yang berbuat
dosa, berapa banyak orang yang melakukan kesalahan, dan berapa banyak orang
yang telah jauh (dari ajaran agama), sepanjang (hidupnya) mereka berjalan
menjauh meninggalkan Rabb mereka, maka mereka menjadi jauh dari rahmat Allah
dan meninggalkan keridhaan-Nya. Lalu datanglah kepadanya masa dan momentum
berikutnya, yaitu masa dan momentum yang kita maknai dengan suatu kehidupan
yang baik, sehingga tumpahlah air mata penyesalan mereka, memicu teriakan
rintihan di dalam hati, lalu orang tersebut merasa bahwa sungguh sepanjang
hidupnya ia merasakan keterasingan dari Allah, dan sungguh sepanjang hidupnya
ia merasa absen dari (ketaatan kepada)-Nya. Semua itu terjadi agar ia
mengikrarkan, “Sungguh aku (harus) bertaubat kepada Allah, kembali kepada
rahmat Allah dan keridhaan-Nya.”
Inilah masa yang merupakan kunci
kebahagiaan bagi manusia, yaitu masa penyesalan. Sebagaimana para ulama
menyatakan, “Sesungguhnya manusia terkadang berbuat dosa, dengan berbagai dosa
yang banyak. Namun sekiranya ia jujur dalam penyesalannya dan jujur dalam
taubatnya, (niscaya) Allah akan mengganti berbagai kesalahannya dengan berbagai
kebaikan. Maka kehidupannya akan menjadi baik dengan kebaikan penyesalannya
tersebut dan dengan kejujuran apa yang didapati di dalam hatinya dari rasa duka
dan rintihan sakit."
Kami bermohon kepada Allah yang Maha
Agung, Pemilik Arsy yang mulia, agar berkenan menghidupkan penyeru yang
mengajak ke rahmat-Nya ini di dalam hati-hati kami, dan rintihan sakit ini yang
kami rasakan dari tindakan yang berlebih-lebihan di sisi-Nya.
Saudara yang kucintai karena Allah,
kita menghendaki setiap kita untuk melontarkan sebuah pertanyaan kepada dirinya
(masing-masing) mengenai malam dan siangnya?
-
Berapa banyak
malam-malamnya yang ia hidupkan? dan berapa lama waktu yang digunakannya?
-
Berapa banyak
ia tertawa dalam kehidupan ini, dan apakah tertawanya ini merupakan tertawa
yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla ?
-
Berapa banyak
ia telah bersenang-senang di kehidupan ini, dan apakah kesenangan ini merupakan
kesenangan yang diridhai oleh Allah Azza wa Jalla ?
-
Berapa banyak
orang yang bergadang di malam hari, dan apakah bergadangnya ini merupakan
bergadang yang menjadikan Allah menyukaimu? Berapa banyak .... ? Dan berapa
banyak .... ?
-
Pertanyaan yang
dilontarkan kepada dirinya sendiri.
Terkadang manusia terbersit, kenapa
saya mempertanyakan pertanyaan ini?
Benar, anda melontarkan pertanyaan
ini karena tidaklah terlihat di pelupuk mata, dan tidak pula di kehidupan yang
anda lalui, melainkan anda bolak-balik berada dalam kenikmatan Ilahi. Maka
diantara bukti munculnya rasa malu dan tersipu-sipu manusia terhadap Allah,
bahwa manusia tersebut merasakan besarnya nikmat Allah yang dilimpahkan kepada
dirinya dalam hidupnya.
Diantara bentuk tersipu malu kepada
Allah, yaitu kita sadar bahwa kita makan
dari makanan karunia Allah, kita mengambil air dari minuman-minuman ciptaan
Allah, dan bahwa kita berteduh dengan langit Allah, dan bahwa kita berjalan di
atas hamparan-Nya, dan bahwa kita merasakan silih berganti (kenikmatan) dalam
kasih sayang-Nya, lalu apa yang akan kita persembahkan di sisi-Nya? Manusia bertanya
kepada dirinya sendiri.
Para dokter medis berkata,
“Sesungguhnya di dalam hati manusia ada suatu materi, sekiranya ia bertambah 1%
atau berkurang 1% (saja) maka (cukup untuk) menyebabkan kematian
seketika." Maka kelembutan, kasih sayang, serta kehalusan, dan keramahan
dari Allah yang menjadikan manusia menerima silih berganti kenikmatan di dalam
kehidupannya.
Manusia bertanya kepada dirinya
sendiri mengenai kasih sayang Allah. Ketika manusia dikaruniai pendengaran,
penglihatan dan kekuatan baginya, lalu :
-
Siapa yang
memelihara pendengarannya?
-
Siapa yang
memelihara penglihatannya.?
-
Siapa yang
memelihara akalnya?
-
Siapa yang
memelihara ruhnya?
-
Ia bertanya
kepada dirinya sendiri, “Siapa yang menjaga semua ini?”
-
“Siapa yang
mengkarunikan kesehatan dan keselamatan?”
Orang-orang yang menderita sakit,
mereka tak berdaya dan merasa kepedihan. Sementara Allah hendak membuat kita
senang dengan kenikmatan-kenikmatan ini, hendak membuat kita senang dengan
kesehatan, kebugaran, keamanan, keselamatan. kesemuannya itu semata-mata agar
kita hidup dengan kehidupan yang baik.
Allah Subhanahu wa Ta’ala
menghendaki hambanya dalam 2 (dua) perkara :
-
Perkara pertama, melakukan segenap kewajiban-Nya.
-
Perkara kedua, meninggalkan segala larangan-Nya
Ada yang mengatakan bahwa kedekatan
kepada Allah ‘Azza wa Jalla menimbulkan kehidupan yang menyakitkan, atau
kehidupan yang sempit. Sungguh ini merupakan dugaan yang salah terhadap Allah.
Demi Allah, kehidupan (bisa) baik (hanya) dengan kedekatan kepada Allah, maka
tidak akan pernah baik kehidupan ini dengan sesuatu apapun selain
(dengan)-Nya.Kehidupan (bisa) baik (hanya) dengan melaksanakan segenap
kewajiban-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya, maka -demi Allah- maka
tidak akan pernah baik kehidupan ini dengan sesuatu apapun selain dengannya.
Manusia mencoba menikmati kehidupan seluruhnya, maka sesungguhnya –demi Allah-
dia tidak akan menemukan kehidupan yang paling baik daripada kelezatan
penyembahan kepada Allah dengan menjalankan kewajiban-kewajiban-Nya dan
meninggalkan larangan-larangan-Nya.
Anda diperintah dengan dua perkara,
kalau tidak perkara yang datang kepadamu untuk kamu kerjakan atau tidak kamu
kerjakan.
Sekiranya anda melakukan suatu
perkara dalam kehidupan ini, tanyalah kepada diri anda, “Apakah Allah Azza
wa Jalla telah mengizinkanmu untuk melakukannya?”, “Perkara apa yang kamu
lakukan?”. Karena pada hakikatnya, semua jasad milik Allah, semua hati milik
Allah, dan semua ruh milik Allah. Maka sudah sepatutnya bagi manusia, sekiranya
hendak melangkah ke depan atau ke belakang, ia bertanya kepada dirinya sendiri,
“Apakah Allah ridha kepadanya, sekiranya ia hendak melangkah ke depan, (jika
iya) maka melangkahlah ke depan. Atau Allah tidak ridha terhadapnya, maka
mundurlah. Demi Allah, tidaklah seorang
manusia melangkah maju atau pun mundur, demi mengharap rahmat Allah, melainkan
Allah akan menjadikannya ia bahagia. Dengan demikian, kebahagiaan yang sejati
dan kehidupan yang baik dapat tercapai (hanya) dengan dekat kepada Allah.
Dekat ke siapa? Dekat kepada Maha
Raja, Penguasa seluruh langit dan bumi. Seluruh perintah adalah perintah-Nya,
seluruh makhluk adalah makhluk-Nya, dan seluruh pengelolaan merupakan tata
kelola-Nya. Sementara anda akan menjumpai manusia tampak selalu dalam kondisi
tertekan dan kelelahan. Anda akan menjumpai pribadi yang senantiasa memenuhi
hawa nafsunya, namun –demi Allah- anda akan dapati orang yang paling menikmati
pemuasan hawa nafsunya, adalah mereka yang paling banyak merasakan sakit
jiwanya. Mereka yang paling banyak tertekan kejiwaannya, mereka yang paling
banyak terguncang kehidupannya.
Pergi dan amatilah orang yang paling
terkaya, anda akan dapati ia adalah orang yang paling banyak begadangnya di
malam hari dalam kehidupan. Kenapa ? Karena Allah menjadikan kenyamanan jiwa
dengan mendekat kepada-Nya. Dan menjadikan kelezatan hidup dengan mendekat
kepada-Nya. Menjadikan kesenangan hidup dalam kesenangan bersama-Nya Subhanahu
wa Ta’ala. Satu shalat saja yang dilakukan manusia yang merupakan bagian
dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, seusai melakukan rukuk, sujud,
dan sikap ibadahnya yang lain kepada Rabb-Nya, sekedar keluar dari masjid, ia
akan merasakan kenyamanan jiwa. Demi Allah, sekiranya ia membelanjakan segenap
harta dunianya, (niscaya) tidaklah ia sanggup mendapatkan jalan untuk
menenangkan jiwanya.
Kehidupan yang baik (hanya) dengan
mendekat kepada Allah, kehidupan yang nyaman (hanya dengan) mendekat kepada
Allah. Sekiranya kehidupan yang baik (hanya) dengan mendekat kepada Allah, lalu
dengan siapa kehidupan dapat menjadi baik?
Ada 3 (tiga) penghalang yang
merintangi anda dari upaya mendakatkan diri kepada Allah :
- Pertama adalah nafsu syahwat. (Yaitu) nafsu syahwat yang membatasi ruang anda dengan kedekatan kepada Allah.
- Kedua adalah persangkaan yang buruk terhadap Allah.
- Ketiga adalah setan yang telah berjanji terhadap dirinya untuk menjauhkan anda dari Allah Azza wa Jalla.
Adapun nafsu syahwat, ia adalah
kelezatan sesaat dan kepedihan abadi. Syahwat, diantaranya syahwat bersenda
gurau dan bermain-main, dimana Allah Azza wa Jalla mensifati kehidupan
dunia ini dengan senda gurau dan permainan.
Namun berapa banyak pribadi-pribadi yang suka bersenda gurau dan
bermain-main, sekarang dibolak-balik dalam siksa kubur. Berapa banyak
pribadi-pribadi yang suka bersenda gurau dan bermain-main, anda lihat sekarang
tampak terhimpit dalam kesempitan kubur. Berapa banyak orang, sekarang yang
lahad dan kubur mereka menghimpit mereka, dan mereka berharap diberikan satu
kesempatan waktu untuk dapat menginat Allah dan menaati-Nya.
Tiadalah anda mengetahui nilai
kehidupan ini, dan tidak pula nilai nafsu syahwat ini yang mengajak kepada
kemaksiatan kepada Allah, mlainkan jika anda telah berpisah dari kehidupan
dunia ini. Dan anda tidak akan merasa menyesal dengan sebenar-benarnya
penyesalan, sekiranya anda berpisah dengan kehidupan dunia ini. Manusia akan mengetahui nilai nafsu
syahwat atau penghambat-penghambat lainnya, sekiranya telah berpisah dari
kehidupan ini. Sekedar datang lalu berpisah, ia menangis dengan tangis
penyesalan, dan manusia berkata, “Ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar
aku berbuat amal shaleh terhadap yang telah aku lakukan.” Ia berharap, “Sekiranya ia dapat
kembali (ke dunia) agar ia dapat menambahkan (catatan kebajikan) pada lembaran
amalnya.” Dan janganlah
manusia tertipu, dan ia mengatakan “Sesungguhnya waktu masih panjang, karena
dia masih muda.” Demi Allah Azza
wa Jalla, kita tidak (bermaksud) mengharamkan nafsu syahwat dan tidak pula
kita melarang untuk menikmati kelezatannya. Bahkan syahwat memiliki tempat
tertentu, kedudukan yang aman dan selamat lagi bersih. Dan untuk syahwat ada
tempat tersendiri yang tidak diizinkan bagi anda untuk menempatkan syahwat anda
pada selain tempat ini.
Selanjutnya perkara kedua,
termasuk penghalang-penghalang adalah buruk sangka terhadap Allah.
Sebagian manusia, jika anda katakan kepadanya, “Aku komit terhadap (ajaran)
Allah.” Lantas berkata kepada anda : “Wahai saudaraku, kenapa (ucapan) kamu
menyesakkan diriku? Wahai saudaraku!! Kehidupan, biarkan aku menikmati
kehidupan ini, biarkan aku begadang, aku menikmati begadangku, aku pergi dan
datang, dan aku menikmati kepergianku tanpa ada ikatan dan batasan apapun.” Ia
merasa bahwa kehidupan menjadi sempit lagi memedihkan sekiranya mendekat kepada
Allah. Demi Allah, dan demi Allah, kami bersaksi kepada Allah bahwa tidak ada
yang lebih baik (di dunia ini) dari mendekat kepada Allah.
Barangsiapa yang hendak mencoba
kelezatan mendekatkan diri kepada Allah, maka tingkatkanlah ketaatannya kepada
Allah Azza wa Jalla, tingkatkanlah keshalihannya, dan tingkatkanlah
amalan-amalan yang disukai Allah Azza wa Jalla, maka kesemuanya itu akan
mengajaknya kepada keridhaan Allah hingga ia merasakan waktu-waktunya dengan
kelezatan 'ubudiyah hanya kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Adapun perkara ketiga yang menghalangi
manusia dari ketaatan kepada Allah dan kecintaan kepada-Nya, adalah setan yang
terkutuk. Setan ini ada dua macam, yaitu setan-setan dari kalangan manusia dan
setan-setan dari kalangan jin. Maka barangsiapa yang hendak mendekatkan diri
kepada Allah, maka wajib atasnya untuk menjauhkan diri dari setan-setan dari
kalangan manusia maupun jin.
Adapun setan-setan dari kalangan
manusia, yaitu mereka yang meninggalkan ketaatan kepada Allah, mefrustasikan
manusia dan menjadikannya putus asa dari rahmat Allah. Seyogyanya bagi manusia
untuk tidak condong kepada mereka, dan hendaknya ia mengenal bahwa sejatinya
sahabatnya dalam mencintai dan menyayangi dan mengasihi-Nya, adalah yang tulus
mencintainya dan menunjukkan kekurangan-kekurangannya, mengajaknya kepada cinta
Rabbnya, dan menghinakan penghambaannya kepada Sang Penciptanya.
Adapun setan-setan dari kalangan
jin, maka bisikan-bisikan yang dicampakannya ke dalam hati manusia, dan
mengatakan kepadanya, "Tunggulah, maka masih (banyak) waktu tersisa dari
umur anda, jangan tergesa-gesa, bersenang-senanglah dahulu dengan dunia ini
beserta syahwat-syahwatnya. Bergadanglah sesukamu di malam-malammu, dan
lakukanlah sesukamu dari segala kelezatan dunia ini, maka sesungguhnya
kehidupan ini (masih) panjang, dan terus berangan-angan dan terus hanyut
menikmatinya, hingga mengakibatkan terpuruk yang membinasakannya. Kita bermohon
kepada Allah agar berkenan menjaga kita dan kalian semua dari hal-hal tersebut.
Saudara-saudaraku seakidah,
kehidupan yang baik adalah yang mencerminkan kebalikan dari tiga perkara ini.
Adapun penyeru setan, manusia dapat menggantikannya dengan penyeru
ar-Rahman. Sedangkan setan-setan dari kalangan manusia, maka
menggantikannya dengan para da'i kebajikan dari kalangan orang-orang
shalih dan hamba-hamba Allah yang bertaqwa. Sementara buruk
sangka terhadap Allah, maka menggantikannya dengan persangkaan yang baik
terhadap Allah Azza wa Jalla.
Untuk penggantian penyeru setan
dengan penyeru ra-Rahman, maka tampilkan dirimu atas Kitabullah, jadikan duduk
bersama al-Qur`an di setiap harimu, seorang pemuda muslim merasa bahwa
al-Qur`an ini diturunkan untuk dirinya.
Demi Allah, sesungguhnya anda
termasuk orang yang diajak bicara oleh Allah melalui al-Qur`an, anda
menghendakinya ataupun anda mengabaikannya, anda mendekat kepadanya atau anda
menjauh darinya. Setiap manusia pada hari Kiamat akan mendatangi
al-Qur`an sebagai hujjah (yang menguatkannya) baginya atau saksi (yang
memberatkan) atasnya, janganlah manusia mengatakan bahwa al-Qur`an ini untuk
orang selainku, Al-Qur`an untuk anda, dan anda sebagai pihak yang diajak bicara
dengannya, sekalipun anda termasuk sejauh-jauhnya manusia dari ketaatan kepada
Allah, tetap andalah sasaran pembicaraan dengan al-Qur`an ini, dan al-Qur`an
kelak menjadi hujjah (yang menguatkan) bagimu atau hujjah (yang memberatkan)
atasmu. Dan pengganti penyeru ini, adalah Kitabullah di dalamnya ketentraman
hati dan kelapangan dada, Allah Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya :
قال الله تعالى: ﴿أَلاَ بِذِكْرِ اللهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ﴾ سورة
الرعد: 28
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram. (QS.13:28)
Anda tampilkan diri anda atas Kitabullah, maka anda hidup
dalam rahmat Allah, karena Allah Azza wa Jalla bercakap kepadamu.
Tampilkan dirimu atas penyeru Allah Azza wa Jalla dengan merealisasikan
apa yang diperintakan oleh Allah di dalam al-Qur`an, dan meninggalkan apa yang
dilarang oleh Allah Azza wa Jalla dalam kitab-Nya.
Untuk penggantian para penyeru
keburukan dengan para da’i kebajikan, maka senantiasa duduk berkumpul
bersama orang-orang shalih dan aktif menghadiri halaqah-halaqah dzikir yang
tidak akan pernah sengsara orang yang duduk bersama-sama mereka. Bersilaturahmi
dan berkawan dengan orang-orang shalih. Mencintai orang-orang shalih merupakan
bentuk kebaikan bagi manusia itu sendiri di dunia dan akhirat. Demi Allah,
mereka adalah sebuah golongan dan merupakan sebaik-baik golongan.
Tidak manusia duduk berkumpul
bersama seorang yang shaleh, melainkan ia akan mendapati kebaikan yang banyak
darinya. Tidaklah ia mendoakannya, kecuali untuk kebaikan agama, dunia dan
akhiratnya.
Sedangkan sahabat yang buruk maka
kebalikannya. Orang inilah yang akan mengajak kepada hal-hal yang dilarang oleh
Allah. Sekiranya manusia memeriksa dan mengintrogasi dirinya sendiri mengenai
bentuk kemaksiatan apa pun yang pernah dilakukannya, niscaya ia akan menemukan
bahwa dibalik itu sama terdapat sahabat yang buruk. Dia akan mendapatkan
dibalik itu semua ada setan dari kalangan manusia yang menyukai dan memudahkan
terjadinya perbuatan kemaksiatan tersebut..
Manusia menggantikan orang-orang
yang jahat (al-asyrar) dengan orang-orang baik (al-akhyar), dan
berkata kepada orang-orang baik tersebut, “Aku menyukai duduk bersama kalian”,
“Aku suka berkawan dengan kalian”, ia mengunjungi mereka dan duduk berkumpul
bersama mereka. Mengenai hal itu, diriwayatkan bahwa ada seorang pria yang
mendatangi salah satu dari majelis-majelis dzikir, lalu ia duduk bersama
orang-orang shalih di sekali waktu itu saja, maka bisa jadi duduknya dia di
sini menjadi penyebab diselamatkannya dari api neraka. Dan diriwayatkan dalam
hadits dari Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam :
“Bahwa Allah saat menurunkan
penduduk surga ke surga, dan mereka menikmati segala kenikmatan yang mengitari
mereka di dalamnya, mereka berkata, ‘Ya Rabb kami, bagaimana kami menikmati di
surga ini, sementara saudara-saudara kami sedang diadzab.”
Saudara-saudara mereka, siapakah
yang dimaksud? Yaitu orang-orang yang bersama mereka, namun mereka memiliki
keburukan-keburukan yang banyak. Contohnya, ada seorang pria dahulunya bersama
dengan orang-orang shalih, namun ia memiliki keburukan-keburukan, semacam suka
meminum minuman khamer, berzina atau ia melakukan suatu perkara-perkara lain
yang diharamkan -kita bermohon kepada Allah atas keselamatan dan kebebasan
dari hal-hal tersebut-.
Maka Allah menghendaki saat tiba
hari Kiamat, sementara ia belum bertobat dari perbuatan-perbuatan tersebut,
maka ia masuk ke dalam neraka. Sementara saat laki-laki shalih tersebut yang
dahulu duduk bersamanya masuk ke dalam surga berkata, “Ya Rabb, bagaimana aku
dapat menikmati kenikmatan di dalam surga, sedang saudaraku disiksa." Maka
Alah mengizinkan memberikan syafaat, Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam
bersabda:
“Pria shalih itu senantiasa memohon
syafaat untuk laki-laki yang pernah duduk bersamanya yang hanya sekali waktu
itu saja dalam berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.”
Hanya sekali waktu dalam berdzikir
kepada Allah Azza wa Jalla mengharuskan bagi seseorang untuk mendapatkan
syafaat, maka ini merupakan bagian dari kebaikan-kebaikan duduk
berkumpul bersama orang-orang shalih.
Dan termasuk kebaikan-kebaikan duduk
berkumpul bersama orang-orang shalih, bahwa hati dan dada menjadi lapang dan
tentram dengan mengingat Allah Azza wa Jalla (dzikrullah).
Karenanya anda akan mendapati
manusia jika duduk bersama orang-orang shalih dan beranjak bangun, sedang
jiwanya sudah terpaut dengan "langit", terpaut dengan ketaatan kepada
Allah, berambisi melakukan kebaikan apapun yang bisa mendekatkan dirinya kepada
Allah.
Demi Allah, tidaklah manusia duduk
bersama orang shalih yang mendapatkan taufik dari Allah, melainkan ia akan
mengarahkannya menuju Allah. Demi Allah, inilah sejatinya sahabat yang anda
baru saja beranjak darinya, sedang keadaan anda menjadi lebih baik dari keadaan
saat anda duduk sebelumnya. Sebagian orang-orang shalih yang telah diberkati
oleh Allah, sekiranya anda duduk berkumpul bersamanya, anda berdiri beranjak
dari sisinya, sementara hati anda telah terpaut dengan Allah, hati anda dan ruh
anda menghendaki keridhaan Allah, tiada yang anda inginkan selain sesuatu yang
dapat mengantarkan anda kepada Allah. Sebagian manusia saat anda duduk
bersamanya, anda hanya menginginkan perilaku dari tabiat-tabiat kebaikannya
saja yang dapat mendekatkan anda kepada Allah.
Satu momentum majelis dzikrullah (mengingat
Allah) Azza wa Jalla, terkadang menjadikan manusia mengubah kehidupannya
total, sekiranya tulus ubudiyahnya kepada Allah, dan mendapatkan kesan mendalam
dari yang dikatakan kepadanya mengenai berbagai perintah Allah dan larangan-Nya.
Maka yang dimaksud adalah, bahwa
duduk bersama orang-orang shalih merupakan bagian dari penyebab terpenting yang
dapat mengantarkan manusia kepada Rabbnya. Kawan duduk yang shalih, adalah yang
sekiranya anda lupa, dia yang mengingatkan anda. Sekiranya anda mengingat
Allah, dia membantu anda dalam hal itu.
Sedangkan ucapan baik yang terlontar
dari seorang pria yang baik, dapat membaikan hati. Dan nasehat baik yang
disampaikan dari seorang pria yang baik, maka dengannya Allah akan membaikkan
keadaan-keadannya. Maka kita bermohon kepada Allah yang Maha Agung, Pemilik
‘Arsy yang mulia agar berkenan mengaruniakan kepada kita dan anda sekalian
berupa mejelis-mejelis orang-orang shalih.
Sungguh Nabi saw. telah menjelaskan
bahwa majelis-mejelis orang-orang shalih telah diliputi para malaikat, yaitu
halaqah-halaqah dzikir yang dikelilingi para malaikat hingga ke langit,
membaikan waktu manusia dengannya, dan membaikan kualitas kehidupannya.
Adapun menggantikan buruk sangka
(terhadap Allah) dengan persangkaan yang baik, maka hal ini penting sekali bagi
setiap orang. Sesungguhnya Allah di atas dari segala persangkaan anda akan
kerahmatan-Nya. Sekiranya anda mendekat kepada-Nya sejengkal, niscaya Dia akan
mendatangi anda dengan sehasta. Sekiranya anda mendekat kepada-Nya sehasta,
niscaya Dia akan mendatangi anda dengan sedepa, kalaulah anda mendatangi-Nya
dengan berjalan, niscaya Dia akan mendatangi anda dengan setengah berlari.
Setiap orang sepatutnya memiliki
perasaan yang menyadari bahwa tiada yang lebih menyayangi dibandingkan Allah Azza
wa Jalla. Demi Allah, sekiranya
manusia membawa dosa kehidupan ini semuanya, dan datang pada satu kesempatan
waktu dalam keadaan bertaubat kepada Allah, luluh di hadapan Allah,
mengharapkan rahmat-Nya, -demi Allah- maka Allah akan menjadikannya tidak
kecewa atas rahmat Allah, dan tidak menjadikannya patah semangat dari ruh-Nya Subhanahu
wa Ta’ala.
Maka Dialah yang semulia-mulianya
untuk dimintai, dan seagung-agungnya untuk dimohoni dan diharapi.
Dalam kisah-kisah orang-orang
bertaubat terdapat banyak pelajaran. Sesungguhnya ada kalanya orang bertaubat
dari perbuatan-perbuatan dosa hidupnya, dan Allah Azza wa Jalla menjadikan
taubatnya yang dalam satu kesempatan waktu saja, mengakibatkan pengampunan
seluruh (dosa-dosa) kehidupannya.
Untuk itu, (kisah) seorang saksi
yang paling jujur dari sebagian manusia mengenai hal tersebut, dimana ia bagian
dari jama’ah haji yang datang atas panggilan Allah di negeri yang baik ini,
mungkin 70 (tujuh puluh) tahun lamanya ia tidak mengenal Allah Azza wa
Jalla. Tenggelam dalam pelbagai kemaksiatan, dosa dan keburukan. Datang
kepada Allah di akhir masa usianya dalam keadaan bertaubat dan kembali
kepada-Nya, matanya berlinang deras air mata.
Kira-kira dua pekan yang lalu, aku
bersama dengan seorang tokoh masyarakat kota Madinah, maka pada kesempatan itu
ia berkata kepadaku bahwa ia di kesempatan musim haji tahun ini mendapatkan
sebuah pelajaran berharga, lalu ia berkisah :
“Saat itu ada salah seorang dari
rekan-rekan kami, seorang pria yang kita kuatir (jika) duduk (bersamanya) sebab
banyaknya kemaksiatan dan perbuatan durhaka yang telah dilakukannya –al-‘iyadzu
billah.” Ia melanjutkan, “Allah Azza wa Jalla berkehendak mengujinya
dengan sebuah penyakit di akhir masa hidupnya, tepatnya sebelum ibadah haji
tahun ini. Ringkasnya, ia masuk ke rumah sakit lalu dilakukan operasi baginya.
Dia keluar dari rumah sakit dalam keadaan lemah tak berdaya, yaitu di akhir
masa hidupnya dimana tidak ada yang disadarinya kecuali Allah Azza wa Jalla.”
Di periode pemulihan kesehatannya,
yaitu kira-kira satu bulan sebelum musim haji, dalam kondisi yang masih lemah
pasca operasi yang dijalaninya, ia duduk sedang jiwanya terasa nyaman dan
tentram dan memanggil anak-anaknya (sementara dia seorang yang kaya dalam
kenikmatan dan diri), ia memanggil anak-anaknya dan berkata, 'Aku ingin
berhaji.' Anak-anaknya
menasehatinya, “Wahai ayahanda, anda masih dalam keadaan lemah dan sakit, dan
anda tidak bisa berhaji dengan bekas operasi yang masih sangat rentan.” Ia
kembali menegaskan, “Saya hendak haji.” Maka tidak ada pilihan bagi
anak-anaknya, selain mereka membantu memudahkannya untuk mewujudkan maksud
ibadah hajinya dan isterinya turut menyertainya.
Singkatnya, pada hari ke tujuh, ia
hendak berhaji, sementara dalam perjalanannya menuju Mekkah, ia mengeluhkan jantungnya dan merasakan sakit
pada jantungnya." Istrinya menceritakan mengenainya dan berkata, “Ia duduk
seraya berkata, 'La ilaha illallah' berulang-ulang." Istrinya
bertanya, “Apa yang anda rasakan wahai suamiku.” Sang suami berkata kepada
istrinya, “maut (kematian).” Kemudian ia kembali mengucapkan, “La
ilaha illallah” lalu terjatuh dan mati seketika itu juga.
Kisah ini mengindikasikan suatu
pelajaran, yaitu mengindikasikan betapa luasnya rahmat Allah. Seorang pria yang
seluruh hidupnya jauh dari Allah, namun Allah tidak angkara murka kepadanya.
Allah sesungguhnya Maha kuasa, sementara ia duduk-duduk dalam kemaksiatan,
seketika itu bisa saja ia ditenggelamkan ke dalam perut bumi. Demi Allah,
sekiranya Allah mengizinkan agar bumi
menyiksa pelaku kemaksiatan, niscaya bumi mampu menenggelamkannya dengan
sekejab saja.
Allah Pemilik kerajaan, baginya
kemuliaan dan kesempurnaan serta keperkasaan, segala sesuatu di alam ini
dibawah perintahnya, dibawah kekuasaan dan kepemilikannya. Maha suci Allah
dimana manusia mendurhakai-Nya dan melakukan kemaksiatan kepada-Nya. Namun
bersamaan dengan itu, pertamanya Dia memberikan kepadanya kesehatan yang
digunakannya untuk menikmati kemaksiatan. Sebenarnya Ia Maha Kuasa untuk
menarik ruhnya dalam sekejap saja, sampai ketika dia melakukan kemaksiatan,
kemudian dia datang kepada Allah, dan Dia Subhanahu wa Ta’ala menutupi
aibnya.
Dia berbuat maksiat dalam keadaan
lapang, sehat dan tersembunyi. Kemudian dalam keadaan seperti itu, Dia
memanggilmu. Memanggil-manggil manusia, dan berfirman kepadanya, “Marilah ke
rahmat-Ku. Marilah ke surga yang seluas langit dan bumi. Wahai hamba-Ku,
tiadalah Aku menghendaki darimu melainkan lisan yang baik dan perbuatan yang
baik, tiadalah yang Aku inginkan darimu selain ini.”
Sungguh berdusta orang yang
mengatakan bahwa dekat dengan Allah menjadikan kehidupannya sempit, tidak –demi
Allah-, tiadalah yang diinginkan oleh Allah dari kamu melainkan perkataan yang
baik, dan perbuatan yang baik, dan aqidah yang rela kepada-Nya, hanya tiga hal
itu (saja).
Hati yang shalih, bersih dari
duri-duri. Lisan yang baik, mengucapkan perkataan-perkataan baik.
Anggota tubuh yang digunakan pada
hal-hal yang baik pula. Tiada yang lain selain ini saja.
Seorang yang mengganti sikap mengumpat
manusia, merendahkan manusia dan mengosipkan orang, dengan perkataan yang baik
dan menghormati orang lain. Mengganti
segala perkara-perkara yang tidak sepatutnya dilakukan olehnya dengan sangat
memandang remeh manusia, dengannya hargai dirinya, lalu melakukan sikap-sikap
yang sudah sepatutnya dilakukan sebagai seorang muslim yang mengimani hari
pertemuan dengan Allah Azza wa Jalla.
Tiada lagi yang selain ini, kita
tidak akan berada dalam ketaatan dan kehidupan yang baik ini, melainkan 3
(tiga) hal ini, yaitu :
- Perbaikan aqidah
- Perbaikan ucapan
- Perbaikan perbuatan
Melalui 3 (tiga) hal ini, Allah Azza
wa Jalla akan menjaganya hingga pada hari pertemuan dengan-Nya, dan niscaya
baginya cinta dan ridha-Nya :
قال الله تعالى: ﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى
وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ
أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ﴾ سورة النحل 97
“Barangsiapa yang mengerjakan
amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya
akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan.” (QS.16:97)
Sekiranya anda menghadirkan 3 (tiga)
hal ini, Allah menegaskan bahwa Dia akan memberikan kehidupan yang baik
kepadamu.
Takut tidak akan datang kecuali dari
sikap maksiat kepada Allah, maka pria ini hidupnya jauh dari Allah. Demi Allah,
pria tua yang berbagi cerita kepadaku dan aku mengenalnya di Madinah, pria di
akhir hidupnya, hingga –demi Allah- ketika ia menceritakan kisah tersebut
kepadaku, -demi Allah- matanya mengucurkan air mata.
Dia berkata kepadaku –Subhanallah-
di akhir hayatnya, alangkah Maha Penyantunnya Allah dan alangkah Maha
Lembutnya Allah, mengakhiri hayatnya dengan akhir yang baik.
Hal ini mengindikasikan apa?
Mengindikasikan betapa kasih sayangnya Allah.
Bukankah di sana ada penyeru
menyerukan kepada persangkaan yang buruk kepada Allah, dan setan mendatangi manusia
dan mengatakan kepadanya, “Anda lakukan saja, (sudahlah) anda lakukan saja,
(sudahlah) anda lakukan saja, dan Allah tidak mengampunimu.”
Apa yang yang dilakukan manusia dari
perbuatan maksiat dan sekiranya semakin membesar dosanya, maka hanya dengan ia
mengatakan :
"Ya Allah, sungguh aku
bertaubat kepada-Mu", jika jujur begitu dengan Allah Azza wa Jalla, maka
Dia akan mengganti kemaksiatan itu dengan kebajikan.
Allah Ta'ala berfirman :
قال الله تعالى: ﴿إِلاَّ مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلاً صَالِحًا
فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا
رَّحِيمًا﴾ سورة الفرقان 70
"Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan
mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang." (QS.25:70)
Perkataan ini yang kita sampaikan untuk kita semua,
bukanlah untuk segolongan manusia tertentu saja sedang golongan manusia lainnya
tidak. Perkataan ini untuk kita semua, karena sepatutnya seorang yang beriman
pada setiap kesempatan waktunya selalu dalam keadaan dekat dengan Allah, dan
tiadalah seseorang pun melainkan pasti pernah berbuat maksiat, dan tiadalah
seseorang pun melainkan pasti berdosa. Maka kita membutuhkan ketiga hal ini
yang berefek kepada kehidupan yang baik.
Diantara buah dari kehidupan yang baik, bahwa jika anda
komit terhadap (ajaran) Allah, maka disana terdapat keadaan yang menakjubkan,
keadaan yang mulia, sekiranya kelihatan merugikan namun sebenarnya anda
tidaklah rugi. Kalaulah anda merasa rugi (kehilangan) kawan-kawan, merasa rugi
(kehilangan) malam-malam yang baik, namun di sana ada yang anda tidak pernah
merasa rugi, yaitu Dialah Allah Jalla Jalaluhu.
Seandainya
anda komit terhadap (ajaran) Allah dan anda melakukan ketiga hal ini, serta
menjaga niat karena Allah Azza wa Jalla :
- Aqidah yang shalih
- Penuturan yang baik, dan
- Perbuatan yang baik
Tidaklah anda mengangkat telapak tangan anda dan berdoa,
"Ya Rabb … melainkan Allah akan mengabulkan doa anda." Dan tadalah
anda mengucapkan, "Aku bermohon kepada-Mu .. melainkan Allah akan
mengabulkan permintaan anda." Mengenainya diriwayatkan di dalam hadits
bahwa seorang hamba sekiranya ia seorang yang shalih, dan perbuatannya juga
shalih, dan ucapannya juga baik, dan perbuatan-perbuatannya yang lain juga
shalih, niscaya ia akan dikenal di langit karena amal shalih itu naik menuju
kepada Allah Azza wa Jalla.
Sekiranya senantiasa kata-kata baik yang berasal dari
anda itu naik, semacam La ilaha illallah, astaghfirullah, anda berdzikir
kepada Allah, dan ucapan-ucapan yang baik. Anda berbuat baik kepada manusia,
anda melakukan amal-amal shalih, sekiranya dengan amal-amal shalih itu naik,
lalu jika dengan banyaknya amal-amal shalih ini para malaikat menyenangimu, dan
Allah menjadikan bagi anda cinta malaikat yang agung di langit.
Maka jika datang kesulitan dari kesulitan-kesulitan
dunia, datang kepadamu problem, datang kepadamu sesuatu yang menakutkan, lalu
anda berkata, "Ya Rabb …," Para Malaikat berkata di langit,
"Suara yang dikenal berasal dari hamba yang juga dikenal, suara ini
dikenal berasal dari hamba yang dikenal pula. Siapa dia? Seorang yang
ta'at kepada Allah, hamba yang telah mencapai tingkatan jika dia berdoa kepada
Allah, maka Allah mengabulkan doanya." Apa yang kurang dalam hidup ini?
Apa yang menjadikannya kurang?
Sekiranya anda berada di saat yang dengan ubudiyah anda
yang tulus dan ketaatan anda yang benar, sekiranya anda megucapkan, "Ya
Rabb … maka Allah akan mengabulkan doa anda." Kedudukan macam apa, anda
ini? Kedudukan dan kemulaian apa, keadaan anda ini? Maka inikah yang namanya
kemuliaan ? dan inikah yang namanya kewibawaan? Inilah kehdupan yang baik yang
sepatutnya setiap orang berfikir di dalamnya, dan bersungguh-sungguh dalam
meraihnya.
Maka aku ulangi bahwa hakikat kesempitan itu adalah semua
usaha kedurhakaan kepada Allah. Dan hakikat kelapangan adalah semua usaha
ketaatan kepada Allah dan usaha mendekatkan dirinya kepada Allah Azzza wa
Jalla. Kami bermohon kepada Allah yang dengan kemuliaan dan keagungan-Nya,
serta nama-nama-Nya yang baik agar berkenan mengaruniakan kepada kami kehidupan
yang baik.
Adapun tabiat kedua yang harus dimiliki oleh pemilik
kehidupan yang baik adalah tabiat istiqamah (konsistensi). Buah
dari tabi'at ini, bahwa orang-orang yang istiqamah selalu siap
menghadapi maut jika Allah menghendaki. Tiadalah seorang manusia melainkan ia
akan keluar dari dunia ini dalam waktu dekat maupun panjang, dan tiadalah
seorang pun bisa menjamin dirinya bahwa dia masih bisa berdiri dari suatu
majelis, -demi Allah- tiada seorang pun dari kita tidak yang bisa menjamin.
Maka harus ada satu momentum yang harus dilaluinya …. Yaitu momentum
perpisahan.
Termasuk buah istiqamah yang baik dan amal shalih
bahwa manusia jika memang dia manusia, seandainya datang masa kiamatnya
(maksudnya: kematian. Pent.) dan makin dekat waktu perpisahan dari kehidupannya
ini, maka saat yang terbaik baginya adalah saat pertemuannya dengan Allah Azza
wa Jalla.
Manusia
saat kematian menjemputnya merasa takut, kecuali para pemilik kehidupan yang
baik. Jka maut telah menghampirinya, ia merasa bahwa dia dalam kasih sayang dan
kerinduan kepada Allah Azza wa Jalla.
Karenanya anda akan mendapatkan pemilik-pemilik kehidupan
yang baik, sekiranya sakaratul maut telah mendekati mereka, anda akan
mendapati mereka –Subhanallah- dalam kelapangan, ketentraman, dan
kenyamanan jiwa, sebagian mereka memberikan salam kepada ruh sementara dia
tersenyum.
Kita bermohon kepada Allah yang Maha Agung, Pemilik ‘Arsy
yang mulia agar berkenan menjadikan kita dan anda semua seperti pria ini,
termasuk orang-orang yang akhir hidupnya baik, dan termasuk yang dikatakan :
قال الله تعالى: ﴿ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ لاَ خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلاَ
أَنتُمْ تَحْزَنُونَ﴾ سورة الأعراف 49
"Masuklah ke dalam surga,
tidak ada kekhawatiran terhadapmu dan tidak (pula) kamu bersedih hati.”
(QS.7:49)
قال الله تعالى: ﴿ادْخُلُواْ الْجَنَّةَ بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ﴾ سورة
النحل 32
“Masuklah
kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan.”
(QS.16:32)
Kita bermohon kepada Allah yang Maha
Agung agar berkenan menjadikan saat-saat yang paling berbahagia bagi kita dalam
kehidupan ini adalah saaat perpisahaannya, saat keluar dari dunia. Inilah
yang termasuk dari buah-buah yang dipetik oleh manusia.
Sudah
sepatutnya bagi setiap orang untuk bersungguh-sungguh sesuai kemampuannya dalam
3 (tiga) perkara, tiga perkara yang telah kita sebutkan sebelumnya :
- Perbaikan bathin,
- Perbaikan zhahir,
- Perbaikan ucapan dan amal.
Tidak berbicara melainkan anda
mengetahui betul bahwa Allah ridha terhadap perkataan anda. Tidak berbuat melainkan anda mengetahui betul
bahwa Allah ridha terhadap amal perbuatan anda.
Kita bermohon kepada Allah yang Maha
Agung, Pemilik Arsy yang mulia agar berkenan memberikan taufik-Nya kepada kita
dan anda sekalian terhadap kebaikan ucapan dan berbuatan, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pelindung dan Maha kuasa atas hal tersebut.
Semoga Allah berkenan mencurahkan
shalawat dan salam serta keberkahaan atas Nabi kita Muhammad.
Dengan mengucapkan Alhamdulillah tulisan
ini dapat terselesaikan.
Post a Comment