Kitab Nikah
Kitab
Nikah
Menikah dan kehidupan
berkeluarga merupakan salah satu sunnatullah terhadap makhluk, yang mana dia
merupakan sesuatu yang umum dan mutlak dalam dunia kehidupan hewan serta
tumbuh-tumbuhan.
Adapun manusia: bahwasanya Allah tidak
menjadikannya seperti apa yang ada pada kehidupan selainnya yang bebas dalam
penyaluran syahwat, bahkan menentukan beberapa peraturan yang sesuai dengan
kehormatannya, memelihara kemuliaan dan menjaga kesuciaannya, yaitu dengan
melakukan pernikahan syar'i yang menjadikan hubungan antara seorang pria dengan
seorang wanita merupakan hubungan mulia, dilandasi oleh keridhoan, dibarengi
oleh ijab kabul, kelembutan serta kasih sayang.
Sehingga bisa menyalurkan syahwatnya dengan cara
benar, menjaga keturunan dari kerancuan dan juga sebagai penjagaan bagi wanita
agar tidak dijadikan sebagai mainan bagi setiap orang yang menjamahnya.
Keutamaan
Menikah:
Menikah termasuk dari sunnah
yang paling ditekankan oleh setiap Rasul, dan juga termasuk dari sunnah yang
dianjurkan oleh Rasulullah SAW.
1- Allah berfirman:
﴿ وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ
أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١ ﴾ [الروم: ٢١]
"Dan
diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian
itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir"
(Ar-Ruum: 21)
2- Firman Allah:
﴿ وَلَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا رُسُلٗا مِّن قَبۡلِكَ
وَجَعَلۡنَا لَهُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَذُرِّيَّةٗۚ ......... ﴾ [الرعد: ٣٨]
"Dan
sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rosul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan .." (Ar-Ra'd: 38)
3- Berkata Abdullah bin Mas'ud r.a: suatu ketika
kami beberapa orang pemuda sedang bersama Nabi SAW dalam keadaan tidak memiliki
apa-apa, berkatalah kepada kami Rasulullah SAW:
"يا
معشر الشباب, من استطاع منكم الباءة فليتزوج, فإنه أغض للبصر, وأحصن للفرج, ومن لم
يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء" متفق عليه
"Wahai
sekalian pemuda, barang siapa diantara kalian yang telah mampu hendaklah dia
menikah, karena yang demikian itu lebih menjaga pandangan dan lebih menjaga
kemaluannya, dan barang siapa yang belum mampu hendaklah dia berpuasa, karena
itu merupakan benteng baginya" Muttafaq Alaihi[1]
-
Nikah: Adalah
ikatan syar'i yang menghalalkan percumbuan dari setiap suami dan isteri.
-
Hikmah disyari'atkannya nikah:
1- Pernikahan merupakan suasana solihah yang menjurus
kepada pembangunan serta ikatan kekeluargaan, memelihara kehormatan dan
menjaganya dari segala keharaman, nikah juga merupakan ketenangan dan
tuma'ninah, karena dengannya bisa didapat kelembutan, kasih sayang serta
kecintaan diantara suami dan isteri.
2- Nikah merupakan jalan terbaik untuk memiliki
anak, memperbanyak keturunan, sambil menjaga nasab yang dengannya bisa saling
mengenal, bekerja sama, berlemah lembut dan saling tolong menolong.
3- Nikah merupakan jalan terbaik untuk menyalurkan
kebutuhan biologis, menyalurkan syahwat dengan tanpa resiko terkena penyakit.
4- Nikah bisa dimanfaatkan untuk membangun
keluarga solihah yang menjadi panutan bagi masyarakat, suami akan berjuang
dalam bekerja, memberi nafkah dan menjaga keluarga, sementara isteri mendidik
anak, mengurus rumah dan mengatur penghasilan, dengan demikian masyarakat akan
menjadi benar keadaannya.
5- Nikah akan memenuhi sifat kebapaan serta
keibuan yang tumbuh dengan sendirinya ketika memiliki keturunan.
-
Hukum Nikah:
1- Nikah berhukum sunnah bagi dia yang memiliki
syahwat namun tidak takut untuk terjerumus dalam perzinahan; yang mana nikah
mengandung berbagai macam kemaslahatan bagi pria, wanita serta budak.
2- Nikah akan berhukum wajib bagi dia yang takut
untuk terjerumus dalam perzinahan jika dia tidak menikah. Ketika menikah,
selayaknya bagi kedua suami isteri untuk berniat memelihara kehormatan serta
menjaga diri dari berbagai aspek yang telah Allah haramkan, sehingga ketika
berhubungan badan keduanya akan mendapatkan ganjaran darinya.
-
Memilih isteri:
Disunnahkan bagi dia yang akan menikah untuk
memilih calon isteri yang penuh kasih sayang, bisa memiliki keturunan, perawan
dan memiliki kemantapan dalam agama serta kehormatannya.
Berkata Abu Hurairoh r.a: telah bersabda
Rasulullah SAW:
"
تنكح المرأة لأربع: لمالها ولحسبها وجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك
" متفق عليه
"Seorang
wanita dinikahi karena empat sebab: karena hartanya, keturunannya,
kecantikannya serta agamanya, pilihlah dia yang mengerti agama, maka anda akan
selamat" Muttafaq Alaihi[2].
-
Wanita terbaik:
Sebaik-baik wanita adalah seorang sholihah yang
membuat diri anda senang ketika melihatnya, menta'ati anda ketika diperintah,
tidak menyelisihi dengan jiwa ataupun hartanya atas apa yang dibenci,
melaksanakan apa yang Allah perintahkan serta menjauhi seluruh apa yang Allah
larang.
Dari Abdullah bin Amr r.a: bahwasanya Nabi SAW
bersabda:
"
الدنيا متاع وخير متاع الدنيا المرأة الصالحة " أخرجه مسلم
"Dunia
ini bagaikan perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah seorang wanita
solihah" H.R Muslim[3].
-
Hikmah dibolehkannya beristeri lebih dari satu:
1- Allah 'Azza wa Jalla (Yang Maha Mulia
lagi Maha Tinggi) membolehkan seorang laki-laki untuk menikah sampai empat
orang wanita dan tidak lebih darinya, dengan syarat jika dia memiliki kemampuan
tubuh, harta serta bisa berbuat adil terhadap seluruhnya, karena disana
terdapat maslahat yang cukup banyak untuk menjaga syahwat serta kehormatan
mereka yang dinikahinya, berbuat baik terhadap mereka, memperbanyak keturunan
yang bisa dijadikan untuk memperbanyak umat Islam, juga untuk memperbanyak
orang yang beribadah kepada Allah, namun jika dia takut untuk tidak bisa
berbuat adil terhadap mereka, hendaklah dia tidak menikah kecuali hanya dengan
satu orang wanita saja, atau dengan memiliki budak belian, karena tidak ada
kewajiban untuk berbuat adil antara isteri dan budak yang dia miliki.
Allah berfirman:
﴿ وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ
فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ
خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ
أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ ٣ ﴾ [النساء : ٣]
"Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku
adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang
demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya"
(An-Nisaa: 3)
2- Ketika Dia yang Maha Mengetahui lagi Bijaksana
membolehkan memiliki beberapa isteri, Dia melarang untuk menggabungkan antara
mereka yang memiliki kekerabatan yang sangat dekat sekali, seperti
menggabungkan antara dua orang saudari, menggabungkan antara seorang wanita
dengan saudari ayah ataupun ibunya (bibinya), karena yang demikian bisa
menyeret kepada pemutusan hubungan silaturahmi dan juga melahirkan permusuhan
diantara kerabat, karena kecemburuan yang terjadi diantara para isteri
sangatlah kuat.
-
Melamar Wanita
Dianjurkan bagi dia yang akan
meminang seorang wanita untuk melihat darinya apa-apa yang bisa menjadikannya
tertarik untuk menikahinya tanpa holwat, juga tanpa menyalami ataupun
menyentuhnya serta tidak boleh pula baginya untuk menyebarkan apa yang telah
dia lihat. Begitu pula bagi seorang wanita dianjurkan pula untuk melihat kepada
dia yang melamarnya. Jika laki-laki tersebut tidak bisa melihatnya, hendaklah
dia mengutus seorang wanita yang bisa dipercaya untuk melihatnya, kemudian
mensifatinya kepada dirinya.
- Seorang wanita yang telah meninggal suaminya,
kemudian menikah lagi setelahnya, maka pada hari kiamat dia akan dikumpulkan
kembali bersama suaminya yang terakhir.
- Haram hukumnya bertukar photo ketika melamar
ataupun lainnya, begitu pula diharamkan bagi seorang laki-laki untuk melamar
wanita yang telah dilamar oleh saudaranya, sampai orang yang pertama
meninggalkannya (membatalkan lamaran), memberi idzin kepadanya ataupun jika dia
telah ditolak oleh pihak wanita, namun jika dia melamar diatas lamaran
laki-laki pertama, maka lamarannya sah, akan tetapi dia berdosa dan telah
berbuat maksiat terhadap Allah dan Rosul-Nya SAW.
- Diwajibkan bagi dia yang menjadi wali atas
seorang wanita untuk mencarikan suami untuknya seorang laki-laki soleh, tidak
menjadi masalah bagi seseorang untuk menawarkan putri ataupun saudarinya kepada
orang-orang baik dengan tujuan agar mereka mau menikahinya.
- Diharamkan untuk melamar dengan terang-terangan
terhadap seorang wanita yang masih berada dalam iddah atas kematian suaminya
dan mubanah, akan tetapi dibolehkan baginya untuk menawarkan, seperti
dengan perkataan: saya menyukai wanita seperti anda, sedangkan si wanita cukup
menjawab: orang sepertimu tidak akan ditolak, dan lainnya dari perkataan yang
serupa.
- Dibolehkan untuk berterus terang ataupun
menyindir ketika meminang seorang wanita yang masih berada dalam iddah perceraian
jika perceraian itu dalam bentuk talak bain, walaupun belum mencapai talak
tiga, dan diharamkan untuk berterus terang ataupun menyinggung dia yang masih
dalam iddahnya yang dalam bentuk talak roj'i.
-
Rukun Akad Nikah ada tiga:
1- Adanya calon suami isteri yang keduanya
terbebas dari hal-hal yang menghalangi sahnya pernikahan, seperti saudara satu
susu, perbedaan agama ataupun lainnya.
2- Terjadinya ijab, yaitu lafadz yang bersumber
dari wali, ataupun dari dia yang menjadi wakilnya, dengan mengatakan: saya
kawinkan, saya nikahkan atau saya kuasakan anda dengan fulanah, ataupun lafadz
yang semisalnya.
3- Terjadinya kabul, yaitu lafadz yang bersumber
dari calon suami ataupun dia yang mewakilkannya, dengan mengatakan: saya terima
pernikahan ini, ataupun dengan lafadz yang semisalnya. Jika telah terjadi ijab
dan kabul maka sahlah pernikahan tersebut.
-
Hukum meminta idzin kepada wanita ketika akan menikahkannya:
Diwajibkan bagi wali seorang wanita yang telah
dewasa untuk meminta idzin kepadanya sebelum dia dinikahkan, baik itu perawan
ataupun janda, dan tidak boleh memaksanya untuk menikahkannya dengan laki-laki
yang dia benci, jika dia dinikahkan dalam keadaan tidak meridhoinya, maka dia
berhak untuk memutuskan hubungan pernikahan tersebut.
1- Dari Abu Hurairoh r.a: bahwasanya Nabi SAW
bersabda:
"
لا تنكح الأيّم حتى تستأمر ولا تنكح البكر حتى تستأذن " قالوا: يا رسول الله
وكيف إذنها؟ قال: " أن تسكت " متفق عليه
"Seorang
janda tidak boleh dinikahkan sampai dia dimintai pendapat, demikian pula dengan
seorang perawan sampai dia dimintai idzin" para sahabat bertanya:
wahai Rasulullah, bagaimanakah tanda setujunya? Beliau menjawab: "dengan
cara berdiam diri". Muttafaq Alaihi[4].
2- Dari Khonsa binti Khuddam Al-Anshoriyyah r.a:
bahwa ayahnya menikahkan dirinya yang telah menjadi janda dalam keadaan tidak
menyukainya, maka diapun mendatangi Rasulullah SAW, kemudian Rasulpun
membatalkan pernikahannya" H.R Bukhori[5].
- Dibolehkan bagi seorang ayah untuk menikahkan
putrinya yang belum berumur sembilan tahun dengan tanggung jawabnya, walaupun
tanpa idzin serta ridho putri tersebut.
- Diharamkan bagi laki-laki untuk memakai cincin
emas yang biasa disebut dengan istilah cincin tunangan, yang seperti ini
disamping termasuk menyerupai orang kafir, dia juga termasuk hal yang
diharamkan dalam syari'at kita.
-
Khutbah Nikah:
Disunnahkan sebelum akad untuk
diadakan khutbah hajah seperti apa yang telah lalu dalam khutbah jum'at, karena
dia itu untuk khutbah nikah dan selainnya
" إن الحمد لله نحمده ونستعينه ... إلخ
"
"Sesungguhnya
segala pujian hanyalah milik Allah, kami memuji-Nya, meminta pertolongan
dari-Nya… dst" kemudian dibacakan beberapa ayat yang berhubungan
dengannya, kemudian setelah itu barulah dilakukan akad nikah sambil didampingi
oleh dua orang saksi.
-
Hukum Memberi Selamat dalam Pernikahan:
Dianjurkan untuk memberi
selamat kepada pengantin, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairoh
r.a: bahwasanya Nabi SAW jika memberi selamat kepada seseorang beliau berkata:
"
بارك الله لكم, وبارك عليكم, وجمع بينكما في خير " أخرجه أبو داود وابن ماجه
"Semoga
Allah memberi berkah kepada kalian, dan melimpahkan keberkahannya terhadap
kalian, serta menggabungkan kalian berdua dalam kebaikan" (H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah)[6].
- Setelah akad nikah dibolehkan bagi seseorang
untuk berkumpul dengan isterinya, menyendiri berduaan dan bercumbu dengannya;
karena dia telah menjadi isterinya, yang mana semua itu diharamkan atasnya
sebelum akad nikah, walaupun dia telah meminangnya.
- Dibolehkan untuk melakukan akad nikah dengan
seorang wanita, baik dia dalam keadaan suci ataupun sedang haidh, adapun talak
(perceraian) diharamkan jika dia sedang dalam keadaan haidh dan dibolehkan
dalam keadaan suci, sebagaimana yang akan dijelaskan nanti insya Allah.
-
Syarat-syarat Nikah:
1- Kejelasan kedua mempelai.
2- Keridhoan dari kedua mempelai.
3- Wali, seorang wanita tidak boleh menikah tanpa
adanya wali.
Syarat seorang wali haruslah laki-laki, merdeka,
baligh, berakal sehat, bijaksana, dan diharuskan orang yang sama agamanya, dan
seorang sultan (pimpinan) berhak menikahkan wanita kafir yang tidak memiliki
wali.
Wali: adalah ayahnya mempelai wanita, dialah yang
lebih berhak untuk menikahkannya, kemudian orang yang ditunjuk olehnya dalam
pernikahan, kemudian kakeknya (ayahnya ayah), kemudian putra mempelai wanita,
kemudian saudaranya, kemudian pamannya, lalu setelah itu ashobah terdekat dari
segi nasab, kemudian barulah sultan (pemimpin)
4- Selamatnya kedua mempelai dari
larangan-larangan, yaitu dengan tidak terdapat pada keduanya atau salah satunya
apa yang menghalanginya untuk melaksanakan pernikahan dari segi keturunan
ataupun sebab, seperti saudara satu susu, perbedaan agama dan lainnya.
- Akad nikah wajib disaksikan oleh dua orang saksi
yang adil dan dewasa, jika pernikahan tersebut telah diumumkan dan disaksikan
oleh dua orang saksi maka dia telah sempurna, dan jika telah diumumkan namun
tanpa dua orang saksi, atau adanya saksi namun tidak diumumkan, maka nikahnya
tersebut tetap sah.
- Jika wali terdekat berhalangan, atau dia belum
pantas untuk menjadi wali, atau dia sedang tidak ada ditempat dan tidak mungkin
untuk dihadirkan kecuali dengan susah payah, maka hendaklah wali berikutnya
yang menikahkan.
- Nikah tanpa wali tidak sah, wajib untuk
dipisahkan dihadapan hakim, atau suami tersebut langsung menceraikan isterinya,
dan jika telah terjadi hubungan badan maka mempelai wanita berhak untuk
mendapat mahar (emas kawin) yang sesuai, sebagai pengganti apa yang untuk
menghalalkan kemaluannya.
- Kafaah (kecocokan) yang dipertimbangkan antara
suami dan isteri adalah agama dan kemerdekaan, namun jika seorang wali telah
menikahkan seorang wanita baik dengan seorang pria fajir, atau wanita merdeka
dengan seorang budak, maka nikahnya tetap sah, akan tetapi wanita tersebut
diberi pilihan antara tetap melaksanakan kehidupan suami isterinya atau
bercerai.
-
Tujuan Bersetubuh:
Bersetubuh memiliki tiga
tujuan, yaitu: menjaga keturunan, mengeluarkan air yang akan membahayakan jika
tetap ditahan, yang ketiga adalah menyalurkan syahwat dan kenikmatan, yang
terakhir ini akan tercapai kesempurnaannya di surga.
-
Apa yang dilakukan suami ketika pertama kali menemui isterinya:
Disunnahkan bagi seorang
laki-laki ketika menemui isterinya untuk berlemah lembut terhadapnya, lalu
meletakkan tangan dikeningnya sambil menyebut nama Allah, kemudian mendo'akan
keberkahan kepadanya dan mengatakan:
"
اللهم إني أسألك خيرها وخير ما جبلتها عليه, وأعوذ بك من شرّها ومن شرّ ما جبلتها
عليه " أخرجه أبو داود وابن ماجه
"Ya
Allah aku meminta kepada-Mu kebaikan wanita ini dan kebaikan yang telah Engkau
karuniakan terhadapnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya serta
kejelekan sifat dan akhlaknya"
(H.R Abu Dawud dan Ibnu Majah)[7].
- Ketika melakukan hubungan badan disunnahkan
untuk mengucapkan:
"
باسم الله, اللهم جنبنا الشيطان, وجنب الشيطان ما رزقتنا, فإنه إن يقدر بينهما ولد
في ذلك لم يضرّه شيطان أبدًا " متفق عليه
"Dengan
nama Allah, ya Allah jauhkanlah kami dari setan, dan jauhkanlah setan dari yang
akan Engkau karuniakan kepada kami, jika keduanya dikaruniai seorang anak dalam
hubungannya tersebut maka setan tidak akan bisa mengganggu untuk
selamanya" Muttafaq Alaihi[8].
- Dibolehkan bagi seorang suami untuk menggauli
isteri pada kemaluannya dari arah mana saja, baik itu dari depan ataupun
belakangnya, dan diharamkan untuk menggauli lubang duburnya.
-
Hukum suami isteri mandi bersama:
Jika seorang suami telah menggauli isterinya dan
ingin mengulanginya lagi, disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana wudhunya
ketika akan shalat, karena yang demikian itu akan lebih meningkatkan
semangatnya, namun mandi lebih baik darinya. Dibolehkan pula bagi keduanya
untuk mandi bersama dalam satu tempat, walaupun mereka saling melihat kepada
lainnya di kamar mandi rumah mereka sendiri.
Berkata Aisyah r.a Rasulullah SAW mandi dengan
menggunakan sebuah bejana, yaitu firoq (sejenis ember), pada waktu itu saya
mandi bersama beliau dengan satu bejana. Berkata Qutaibah: Sufyan berkata:
firoq satu ukuran dengan tiga sho'. Muttafaq Alaihi[9].
- Disunnahkan bagi keduanya untuk tidak tidur
dalam keadaan junub, kecuali setelah berwudhu.
Yang Diharamkan Untuk Dinikahi
- Disyaratkan bagi wanita yang akan dinikahi oleh
seorang laki-laki untuk tidak termasuk dari dia yang diharamkan atasnya.
-
Wanita yang diharamkan terbagi menjadi dua:
1- Wanita yang diharamkan untuk selamanya, ini
terbagi menjadi tiga:
1- Diharamkan berdasarkan nasab, mereka
adalah: ibu dan keatasnya, putri dan kebawahnya, saudari, saudari ayah, saudari
ibu, putrinya saudara dan putrinya saudari.
2- Diharamkan berdasarkan susuan, apa yang
diharamkan berdasarkan susuan sama dengan apa yang diharamkan berdasarkan
nasab, setiap wanita yang haram berdasarkan nasab maka diapun sama hukumnya
dengan apa yang ada pada susuan, kecuali ibu saudara dan saudari anak dari satu
susuannya, keduanya tidak haram baginya.
Susuan yang diharamkan: lima kali susuan atau
lebih ketika masih bayi dibawah umur dua tahun.
3- Diharamkan berdasarkan mushoharoh,
mereka adalah: ibunya isteri (mertua), putrinya isteri dari suami lain jika dia
telah berhubungan dengan ibunya, isterinya ayah dan isterinya putra.
Wanita yang diharamkan berdasarkan nasab ada
tujuh, berdasarkan susuan sama dengannya berjumlah tujuh dan dari mushoharoh
ada empat.
Allah berfirman:
﴿ حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ
وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ
وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ
نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي
دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ
وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ
ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٢٣
﴾ [النساء : ٢٣]
"Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu
yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan, saudara-saudara ibumu
yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki,
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan, ibu-ibumu yang
menyusui kamu, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu isterimu (mertua),
anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu
ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya, (dan diharamkan bagimu)
isteri-isteri anak kandungmu (menantu) dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau,
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (An-Nisaa: 23)
- Yang menyebabkan pengharaman selamanya adalah:
nasab, satu susu dan mushoharoh.
- Ketentuan wanita yang
diharamkan berdasarkan nasab:
Seluruh kerabat seorang laki-laki dari nasabnya
haram untuk dinikahi kecuali putri-putri saudara dan saudari ayah, putri-putri
saudara dan saudari ibu, keempat golongan ini halal baginya untuk dinikahi.
2-
Wanita yang diharamkan pada waktu terbatas, mereka adalah:
1- Haram menggabungkan dua orang saudari, antara
seorang wanita dengan saudari ayah ataupun saudari ibunya, baik itu yang satu
nasab ataupun satu susuan, jika salah satunya meninggal atau telah dicerai maka
yang lain akan menjadi halal.
2- Seorang wanita yang masih dalam iddah sampai
selesai dari iddahnya.
3- Wanita yang telah ditalak tiga sampai dia
menikah dengan laki-laki lain.
4- Wanita yang dalam keadaan sedang ihrom
(melaksanakan haji).
5- Seorang muslimah haram bagi laki-laki kafir
sampai dia memeluk Islam.
6- Wanita kafir yang bukan ahli kitab haram bagi
seorang muslim sampai wanita tersebut memeluk Islam.
7- Isteri orang lain atau wanita yang masih dalam
iddah, kecuali budak miliknya.
8- Wanita pezina (pelacur) diharamkan atas
laki-laki pezina ataupun lainnya sampai dia bertaubat dan selesai dari
iddahnya.
- Jika seorang budak menikah tanpa seidzin walinya
(pemiliknya) maka dia termasuk berbuat zina, wajib untuk dipisahkan keduanya
dan dilakukan hukuman had terhadapnya.
- Haram bagi seorang pria untuk menikahi putrinya
yang dihasilkan dari perzinahan, sebagaimana haramnya seorang ibu untuk
menikahi putranya yang dihasilkan dari perbuatan zina.
- Seorang budak laki tidak boleh menikahi tuannya
yang wanita. Tuan laki-lakipun tidak boleh menikahi budak wanitanya, karena dia
memiliki budak wanita tersebut. Siapa yang haram disetubuhi dengan akad nikah
maka diapun haram untuk disetubuhi dengan perbudakan, kecuali budak wanita dari
golongan ahli kitab, dia haram untuk dinikahi namun boleh disetubuhi sebagai
budak. Dalam syari'at ini tidak boleh menyetubuhi seorang wanita kecuali dengan
pernikahan atau perbudakan.
- Ummul walad adalah budak wanita yang dihamili
oleh tuannya dan melahirkan anaknya, dia boleh disetubuhi, dijadikan pembantu
dan disewakan sebagaimana seorang budak, akan tetapi dia tidak boleh dijual,
dihibahkan atau diwakafkan seperti seorang merdeka, iddahnya hanya satu kali
haidh agar diketahui kekosongan rahimnya.
- Jika seorang wanita ataupun walinya meminta
syarat agar tidak dimadu (suaminya menikah lagi dengan wanita lain), atau agar
dia tidak dipindahkan dari rumahnya atau meminta tambahan atas maharnya ataupun
syarat seperti itu yang tidak menafikan akad nikah, maka syarat tersebut sah,
dan jika suaminya menyelisihi syarat tersebut maka dia berhak untuk meminta
pisah (cerai) jika dikehendakinya.
- Jika seorang laki-laki menikahi wanita yang
telah dianggap hilang suaminya, kemudian suaminya tersebut datang sebelum
disetubuhi maka dia harus kembali kepada suami pertamanya, dan jika telah
disetubuhi, maka suami pertama tetap mengambilnya dengan akad pertamanya dahulu
tanpa harus diceraikan oleh suami keduanya, namun dia tidak boleh
menyetubuhinya sampai habis masa iddahnya, sedangkan suami kedua harus
merelakannya kepada yang pertama dan meminta kembali biaya mahar yang telah dia
bayarkan kepadanya.
-
Hukum nikah jika salah seorang suami isteri tidak melaksanakan shalat:
Jika seeorang suami yang tidak
melaksanakan shalat, maka isterinya tidak boleh tinggal bersamanya, diapun
tidak boleh menyetubuhinya; karena meninggalkan shalat merupakan kekafiran,
sedangkan seorang kafir tidak boleh memimpin muslimah. Jika yang meninggalkan
shalat itu isterinya, maka wajib bagi suami untuk mencerainya jika dia tidak
mau bertaubat kepada Allah, karena dia seorang wanita kafir.
- Jika kedua suami dan isteri tidak melaksanakan
shalat pada saat akad nikah, maka akadnya sah, adapun jika isterinya shalat
ketika akad sedangkan suaminya tidak, ataupun sebaliknya, lalu dilangsungkan
akad nikah kemudian keduanya mendapat hidayah, maka yang harus dilakukan adalah
mengulangi lagi akad nikahnya, karena salah satu dari keduanya dalam keadaan
kafir ketika dilangsungkan akad.
- Pernikahan seorang wanita pada masa iddah
saudarinya, jika talaknya berupa talak roj'i maka nikahnya tidak sah, dan jika
berupa talak bain maka nikahnya haram.
Syarat-syarat yang rusak dalam
pernikahan
-
Syarat-syarat yang rusak dalam pernikahan ada dua jenis:
Pertama:
Syarat-syarat rusak yang membatalkan akad nikah, diantaranya:
1- Nikah Syighor: yaitu seorang laki-laki
menikahkan putrinya, saudarinya ataupun lainnya yang mana dia menjadi walinya
dengan syarat agar laki-laki lain menikahkannya dengan salah seorang putrinya,
saudarinya ataupun lainnya. Nikah seperti ini rusak dan haram, baik dengan cara
menyebutkan mahar ketika akad dilangsungkan ataupun tidak menyebutkannya.
- Jika pernikahan seperti ini telah terjadi, maka
bagi setiap dari mereka harus memperbaharui akad tanpa meminta syarat kepada
yang lain, akad akan sempurna dengan mahar baru, akad nikah baru, seperti apa
yang telah lalu, begitu pula dengan pasangan kedua, tanpa didahului oleh
perceraian.
عن ابن عمر رضي الله عنهما: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى
عن الشغار. متفق عليه
Dari Ibnu Umar r.a: bahwa Rasulullah SAW melarang
pernikahan syighor. Muttafaq Alaihi[10].
2- Nikah Al-Muhallil: yaitu seorang pria menikahi
wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya, dengan syarat jika telah menjadi
halal kembali dengan suami pertamanya, dia harus menceraikannya, ataupun dia
hanya berniat saja dalam hatinya, atau ada kesepakatan diantara keduanya
sebelum akad.
Pernikahan jenis ini rusak dan haram, barang siapa
melakukannya maka dia akan dilaknat, sebagaimana sabda Rosul SAW:
"
لعن الله المحلّل والمحلّل له " أخرجه أبو داود والترمذي
"Allah
melaknat laki-laki yang menikah untuk menghalalkan orang lain dan laki-laki
yang memintanya untuk melakukan hal tersebut" H.R Abu Dawud dan
Tirmidzi[11].
3- Nikah Mut'ah: yaitu seorang laki-laki
melakukan akad terhadap seorang wanita hanya untuk satu hari atau satu minggu
atau satu bulan atau satu tahun atau mungkin juga lebih maupun kurang dari itu,
dia membayar mahar kepada wanitanya dan jika waktu yang telah ditentukan habis
dia akan meninggalkannya.
Pernikahan seperti ini rusak dan tidak boleh,
karena akan mendatangkan mudhorot bagi fihak wanita, dia hanya dijadikan
seperti sebuah barang yang berpindah-pindah dari satu tangan kepada tangan
lainnya, ini juga akan mendatangkan kerugian terhadap anak-anaknya, karena
mereka tidak akan mendapat rumah tetap yang akan tinggal dan terdidik padanya.
Tujuan pernikahan seperti ini hanyalah untuk menyalurkan syahwat, bukan mencari
keturunan dan mendidik. Pernikahan ini pada permulaan Islam dihalalkan hanya
untuk beberapa saat saja, kemudian diharamkan untuk selamanya.
عن سبرة الجهني رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال:
" يا أيها الناس إني قد كنتُ أذنت لكم في الاستمتاع من النساء, وإن الله قد
حرّم ذلك إلى يوم القيامة, فمن كان عنده منهنّ شيء فليخلّ سبيله, ولا تأخذوا ممّا
آتيتموهن شيئاً " أخرجه مسلم
Dari Saburah Al-Juhani r.a: bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Wahai sekalian manusia, aku pernah memberi idzin kepada
kalian untuk bermut'ah dengan wanita, sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal
tersebut sampai hari kiamat, barang siapa yang memiliki sesuatu pada mereka
hendaklah dia membiarkannya, dan janganlah kalian mengambil kembali apa yang
telah kalian berikan kepadanya"
(H.R Muslim)[12].
- Barang siapa yang telah memiliki empat orang
isteri kemudian melakukan akad nikah dengan wanita kelima, maka akad yang kelima
tersebut rusak, nikahnya batal dan wajib untuk langsung diputus.
- Hukum pernikahan wanita
muslimah dengan pria non muslim:
Haram hukumnya pernikahan antara seorang muslimah
dengan laki-laki yang bukan muslim, baik laki-laki tersebut termasuk ahli kitab
ataupun selainnya, karena dia lebih tinggi derajatnya dibandingkan laki-laki
tersebut berdasarkan ketauhidan, keimanan serta kehormatannya. Jika pernikahan
ini telah terjadi maka sesungguhnya dia itu rusak, haram dan harus langsung
dipisahkan, karena tidak boleh bagi seorang kafir untuk memimpin muslim ataupun
muslimah.
Allah berfirman:
﴿ وَلَا تَنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكَٰتِ حَتَّىٰ
يُؤۡمِنَّۚ وَلَأَمَةٞ مُّؤۡمِنَةٌ خَيۡرٞ مِّن مُّشۡرِكَةٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَتۡكُمۡۗ
وَلَا تُنكِحُواْ ٱلۡمُشۡرِكِينَ حَتَّىٰ يُؤۡمِنُواْۚ وَلَعَبۡدٞ مُّؤۡمِنٌ خَيۡرٞ
مِّن مُّشۡرِكٖ وَلَوۡ أَعۡجَبَكُمۡۗ ........ ﴾ [البقرة: ٢٢١]
"Dan
janganlah kamu nikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.
Sesungguhnya wanita budak yang mu'min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan
wanita-wanita mu'min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu'min
lebih baik dari orang musyrik walaupun dia menarik hatimu" (Al-Baqarah: 221)
Kedua: Syarat-syarat rusak yang
tidak membatalkan akad nikah, diantaranya:
1- Jika seorang suami ketika dalam akad nikah
meminta syarat yang berhubungan dengan peniadaan hak isteri, seperti meminta
syarat agar dia tidak harus membayar mahar, atau tidak harus memberi nafkah,
atau membagi bagian lebih sedikit dari isterinya yang lain, atau lebih banyak,
ataupun jika wanitanya mensyarati agar dia menceraikan isteri tuanya, maka
pernikahan tersebut tetap sah namun apa yang disyaratkan rusak.
2- Jika suami mensyarati agar mempelai wanitanya seorang
muslimah, tapi ternyata wanita ahli
kitab, atau dia mensyarati seorang gadis tapi ternyata janda, atau
mensyarati tidak adanya aib yang tidak menyebabkan batalnya nikah seperti buta,
bisu dan semisalnya, akan tetapi kenyataannya tidak seperti yang diinginkan,
maka pernikahannya tetap sah, namun dia memiliki pilihan untuk membatalkan atau
melanjutkan pernikahan tersebut.
3- Jika seseorang menikahi seorang wanita merdeka,
tapi ternyata dia itu seorang budak, maka dia memiliki pilihan jika wanita tersebut
termasuk yang halal untuk dinikahinya. Begitu pula jika seorang wanita dinikahi
oleh seorang laki-laki merdeka, tapi ternyata diketahui kalau dia itu seorang
budak, maka wanita tersebut memiliki pilihan untuk melanjutkan pernikahannya
atau berpisah.
Beberapa Aib dalam pernikahan
-
Aib yang terdapat dalam pernikahan ada dua:
1- Aib yang menghalangi persetubuhan, pada
laki-laki terputusnya kemaluan, ketidak adaan buah zakar, lemah syahwat. Pada
wanita tertutup kemaluannya, qorn dan afal.
2- Aib yang tidak menghalangi persetubuhan akan
tetapi menjijikan atau mengganggu, baik pada laki-laki maupun wanita, seperti
kusta, gila, lepra, basur, nasur, nanah yang menetes dari kemaluan dan
lainnya.
- Siapa saja diantara wanita yang mendapatkan suaminya
majbuban, atau ada sesuatu yang menjadikannya tidak mampu bersetubuh, maka
baginya hak untuk minta pisah, dan jika dia telah mengetahuinya sebelum akad
atau merasa ridho setelahnya, maka lepaslah darinya hak untuk berpisah.
- Setiap aib yang menjadikan orang lain
menghindari pasangannya seperti kusta, bisu, aib pada kemaluan, luka yang terus
mengalirkan kotoran, gila, juzam, tidak bisa menahan kencing, hisho,
sul, bau mulut, bau badan yang menyengat dan lainnya, semua ini membolehkan
dari setiap pasangan untuk meminta perceraian jika dia menghendakinya, barang
siapa yang telah menyatakan keridhoannya sebelum akad nikah, maka dia tidak
memiliki pilihan untuk meminta perceraian, dan jika aib-aib tersebut terjadi
setelah akad nikah, maka pasangannya memiliki hak untuk memilih.
- Jika telah terjadi perceraian yang disebabkan
oleh salah satu aib tersebut, jika perpisahannya terjadi sebelum persetubuhan,
maka pasangan wanita tidak berhak atas maharnya, dan jika perpisahan terjadi
setelah persetubuhan, maka dia berhak untuk menerima mahar sesuai dengan apa
yang telah disebutkan dalam akad, kemudian pasangan laki-laki tersebut
mengambil gantinya dari orang yang telah menipunya. Tidak sah pernikahan khunsa
musykil sebelum diketahui keadaan yang sebenarnya.
- Jika diketahui kalau suaminya seorang yang
mandul, maka isterinya memiliki hak untuk meminta cerai, karena dia memiliki
hak untuk mempunyai keturunan.
- Lemah syahwat: adalah laki-laki yang tidak mampu
bersetubuh, siapa saja diantara wanita yang mendapati hal tersebut ada pada
suaminya, hendaklah dia menundanya selama satu tahun, jika telah mampu
menyetubuhinya hubungannya berlanjut, dan jika tidak, maka dia memiliki hak
untuk meminta pisah, dan jika dia ridho dengan kelemahan suaminya maka
hilanglah haknya untuk meminta perceraian.
Pernikahan orang kafir
- Pernikahan orang-orang kafir dari golongan ahli
kitab ataupun lainnya berhukum sama seperti apa yang ada dalam pernikahan kaum
muslimin, padanya ada kewajiban membayar mahar, memberi nafkah, perceraian dan
lainnya. Diharamkan pula bagi mereka beberapa orang wanita seperti apa yang
diharamkan oleh agama kita.
- Ditetapkan pernikahan orang
kafir yang rusak tersebut dengan dua syarat:
1- Keyakinan tentang sahnya pernikahan tersebut
dalam agama mereka.
2- Mereka tidak merasa lebih mulia dari kita, jika
mereka menyatakan hal tersebut, maka kita harus menghukuminya seperti apa yang
telah Allah turunkan terhadap kita.
- Sifat akad nikah orang kafir:
Jika orang-orang kafir mendatangi kita sebelum
dilangsungkannya akad nikah diantara mereka, maka kita melangsungkan akad yang
sesuai dengan hukum yang ada pada kita, dengan ijab kabul, adanya wali, dua
orang saksi adil dari kita, dan jika mereka datang setelah melaksanakan akad
nikah diantara mereka, kita harus melihatnya, jika mempelai wanita terbebas
dari larangan-larangan pernikahan, maka kitapun menetapkan pernikahannya, dan
jika pada mempelai wanita terdapat salah satu dari larangan pernikahan, maka
kita harus memisahkan keduanya.
- Mahar wanita kafir: jika telah ditentukan
baginya mahar dan telah diterimanya, maka kita menetapkan hal tersebut, baik
itu sesuatu yang baik ataupun tidak, seperti minuman keras dan babi. Dan jika
dia belum menerimanya: kalau mahar tersebut sesuatu yang baik maka dia berhak
untuk mengambilnya, dan jika sesuatu yang tidak benar, atau belum ditentukan
jenisnya, maka baginya mahar dari sesuatu yang baik dan sesuai dengan apa yang
diterima oleh para wanita disekitarnya.
- Jika pasangan suami isteri tersebut keduanya
masuk Islam, atau suami dari isteri ahli kitab saja yang masuk Islam, maka
keduanya tetap dalam pernikahannya.
- Jika suami dari isteri yang bukan ahli kitab
masuk Islam sebelum dia menyetubuhinya, batallah pernikahannya.
- Jika seorang wanita kafir masuk Islam sebelum
berhubungan badan dengan laki-laki kafir, maka batallah pernikahannya, karena
wanita muslimah tidak halal untuk laki-laki kafir.
-
Hukum jika salah seorang dari suami isteri kafir memeluk Islam:
Jika salah seorang dari pasangan suami isteri
kafir memeluk Islam setelah terjadi persetubuhan, maka pernikahannya
ditangguhkan: jika suami yang masuk Islam, maka ditunggu isterinya sampai habis
iddahnya, jika masuk Islam maka dia tetap sebagai isterinya. Jika isterinya
masuk Islam, dan telah habis iddahnya, sedangkan suaminya tidak masuk Islam
maka wanita tersebut boleh menikah dengan laki-laki lain, namun jika
berkehendak dia boleh menunggunya, ketika suaminya masuk Islam maka dia akan
tetap menjadi isterinya tanpa harus memperbaharui pernikahan, tidak akad nikah
dan tidak pula mahar, namun suami tersebut tidak boleh menyentuhnya sampai dia
masuk Islam.
- Hukum pernikahan jika murtad
salah satu suami-isteri:
Jika pasangan suami-isteri murtad ataupun salah
seorang diantara keduanya, apabila terjadi sebelum adanya persetubuhan maka
batallah pernikahannya, dan jika terjadi setelah persetubuhan maka perkaranya
ditangguhkan sampai selesainya iddah, jika orang yang murtad tersebut
bertaubat, maka pernikahannya ditetapkan seperti semula, dan jika dia tidak mau
bertaubat maka wajib dipisahkan setelah iddahnya selesai, dihitung dari hari
pertama dia murtad.
- Ketika suami masuk Islam, apabila isterinya
seorang ahli kitab, maka pernikahannya ditetapkan dan jika isterinya seorang
kafir yang bukan ahli kitab, akan ditetapkan jika dia masuk Islam, namun jika
tidak harus dipisahkan.
- Apabila ada seorang kafir masuk Islam dan
memiliki lebih dari empat orang isteri yang seluruhnyapun masuk Islam, atau
mereka itu ahli kitab, maka dia diperintahkan untuk memilih empat isteri saja
dan menceraikan yang lainnya.
- Apabila seorang laki-laki masuk Islam dan
meiliki dua orang isteri yang bersaudara (kakak-adik), maka dia harus memilih
salah satunya, begitu pula jika dia telah menggabungkan antara seorang wanita
dengan bibinya, dia harus memilih salah satunya. Setiap orang yang masuk Islam
akan diberlakukan padanya seluruh hukum yang ada dalam agama ini, baik itu
pernikahan ataupun lainnya.
Allah berfirman:
﴿ وَمَن يَبۡتَغِ غَيۡرَ ٱلۡإِسۡلَٰمِ دِينٗا
فَلَن يُقۡبَلَ مِنۡهُ وَهُوَ فِي ٱلۡأٓخِرَةِ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٨٥ ﴾ [ال عمران: ٨٥]
"Barang
siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi"
(Ali Imran: 85).
Mahar
(mas kawin)
- Islam telah mengangkat kedudukan wanita dan
memberinya hak untuk bisa memiliki, mewajibkan untuknya mahar ketika menikah,
dengan menjadikan hal tersebut sebuah hak baginya dari laki-laki sebagai tanda
kemuliaan baginya; keagungan untuk dirinya serta perasaan akan keberhargaannya,
sebagai pengganti bagi dia yang mencumbuinya, mengharumkan dirinya serta
keridhoannya terhadap bimbingan laki-laki terhadapnya.
Allah berfirman:
﴿ وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ
فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيٓٔٗا مَّرِيٓٔٗا
٤ ﴾ [النساء : ٤]
"Berikanlah
maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagian pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" (An-Nisaa: 4).
- Mahar merupakan sebuah hak bagi wanita, wajib
bagi laki-laki untuk memberikan kepadanya untuk menghalalkan kemaluannya, dan
tidak halal bagi siapapun untuk mengambil sedikitpun darinya kecuali dengan
ridhonya, khusus untuk ayahnya dibolehkan mengambil dari mahar tersebut apa-apa
yang sekiranya tidak akan merugikannya dan tidak pula diperlukan olehnya, walau
tanpa idzin darinya.
-
Ukuran mahar bagi seorang wanita:
Dianjurkan bagi seorang wanita untuk meringankan
maharnya, mempermudahnya, karena sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan.
Mahar jika terlalu besar akan menjadi penyebab kemurkaan seorang suami terhadap
isterinya. Bahkan dia akan menjadi haram jika telah mencapai derajat
berlebih-lebihan dan menjadi sebuah kebanggaan, sehingga memberatkan suami
dengan berhutang dan meminta karenanya.
عن أبي سلمة رضي الله عنه أنه سأل عائشة رضي الله عنها: كم كان
صداق رسول الله صلى الله عليه وسلم ؟ قالت: كان صداقه لأزواجه ثنتَي عشرة أوقية
ونشّا, قالت: أتدري ما النشّ؟ قال: قلت: لا. قالت: نصف أوقية فتلك خمسمائة درهم
فهذا صداق رسول الله صلى الله عليه وسلم لأزواجه. أخرجه مسلم
Bahwasanya Abu Salamah bertanya kepada Aisyah r.a:
berapa banyakkah mahar yang dibayarkan oleh Rasulullah SAW? dia menjawab:
mahar beliau terhadap isteri-isterinya sebesar sepuluh uqiyyah dan nassya,
bertanya Aisyah: tahukah kamu apa itu nassya? Aku menjawab: tidak. Dia berkata:
setengah uqiyyah, jadi jumlah seluruhnya limaratus dirham, itulah mahar yang
Rasulullah SAW berikan kepada isteri-isterinya. (H.R Muslim)[13].
- Pada waktu itu mahar yang diberikan Nabi SAW
kepada para isterinya limaratus dirham, untuk sekarang kira-kira menyamai (140)
Riyal Saudi. Sedangkan mahar putri-putri beliau sebesar empatratus dirham,
untuk sekarang kira-kira menyamai (110) Riyal Saudi, dan bagi kita Rasulullah
SAW merupakan suri tauladan dalam kebaikan dengan memperhatikan perbedaan
jaman, harga dan nilai barang.
- Segala sesuatu yang berharga bisa dijadikan
mahar, walaupun murah, tidak ada batas bagi besarnya mahar. Laki-laki miskin
boleh membayar mahar dengan sesuatu yang bermanfaat, seperti mengajarkan Al-Qur'an,
menjadi pelayan dan lainnya. Boleh juga bagi seorang laki untuk memerdekakan
budak perempuannya lalu menjadikan kemerdekaan tersebut sebagai mahar dan
menjadikannya isteri.
- Dianjurkan agar mahar disegerakan, namun dia
boleh diakhrikan, atau dengan membayar sebagiannya dengan segera, lalu sisanya
diakhirkan. Jika dalam akad nikah tidak disebutkan jumlah mahar, pernikahan
tetap sah dan dia wajib membayar mahar yang besarnya sama dengan mahar yang
memasyarakat disana, akan tetapi jika keduanya saling bersepakat, walaupun atas
sesuatu yang sedikit, pernikahannya tetap sah.
- Jika seorang ayah menikahkan putrinya dengan
mahar yang sesuai, atau lebih sedikit ataupun lebih banyak, sah nikahnya. Hanya
dengan akad saja mahar itu menjadi milik putri tadi, dan akan menjadi milik dia
sepenuhnya setelah dipertemukan dan berduaan dengan suaminya.
- Apabila seorang suami meninggal setelah akad
nikah tetapi belum berjima’ (bersetubuh) dengan isterinya dan juga belum
menyebutkan jumlah mahar, maka mempelai wanita berhak untuk mendapat mahar yang
sesuai dengan besarnya apa yang didapat oleh wanita sekitarnya, dia langsung
melaksanakan iddah dan berhak atas harta warisan.
- Diwajibkan untuk menerima mahar yang sesuai
dengan kebiasaan daerah setempat bagi wanita yang disetubuhi dengan pernikahan
yang tidak sah, seperti ketika dijadikan isteri kelima, dinikahi masih dalam
iddahnya, digauli yang disebabkan oleh sesuatu yang syubhat dan lainnya.
- Apabila terjadi perselisihan diantara pasangan
suami-isteri dalam jumlah ataupun jenis mahar, maka yang dipegang adalah ucapan
suami setelah dia bersumpah, akan tetapi jika perselisihan tersebut dalam
permasalahan sudah menerima ataupun belumnya mahar, maka yang dipegang adalah
perkataan isteri selama tidak terdapat bukti dari kedua belah fihak.
1.Hadits
Hasan riwayat Abu Dawud nomer (2160) dan lafadz ini darinya, shohih sunan Abu
Dawud nomer (1892)
Riwayat Ibnu Majah nomer (2252), shohih sunan Ibnu Majah nomer (1825)
[11] Hadits Shohih/
riwayat Abu Dawud nomer (2076) lafadz ini darinya, shohih sunan Abu Dawud nomer
(1827). Riwayat Tirmidzi nomer (1119), shohih sunan Tirmidzi nomer (894).
Post a Comment