Qard (Memberi Pinjaman)



Qard (Memberi Pinjaman)

          Yaitu: menyerahkan harta untuk orang yang mengambil manfaat dengannya dan mengembalikan gantinya, atau mengambil manfaat dengannya tanpa membayar karena mengharapkan pahala dari Allah SWT pada kedua cara itu.
. Hikmah disyari'atkannya qaradh:
          Qardh adalah pendekatan diri (kepada Allah SWT) yang dianjurkan kepadanya, karena telah berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan dan memenuhi kebutuhan mereka. Setiap kali kebutuhan itu lebih berat dan amal lebih ikhlas kepada Allah SWT, berarti pahalanya lebih besar, dan salaf memberlakukan seperti berlakunya separo sedekah.
. Keutamaan memberi pinjaman:
1. Firman Allah SWT:
﴿ مَّن ذَا ٱلَّذِي يُقۡرِضُ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنٗا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضۡعَافٗا كَثِيرَةٗۚ وَٱللَّهُ يَقۡبِضُ وَيَبۡصُۜطُ وَإِلَيۡهِ تُرۡجَعُونَ ٢٤٥ ﴾ [البقرة: ٢٤٥] 
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (QS. Al-Baqarah: 245).
2. Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, 'Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنيْاَ. وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ. وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللهُ فِى الدُّنْيَا وَ الآخِرَةِ. وَاللهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَاكَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيْهِ.
"Barang siapa yang membantu seorang mukmin terhadap kesusahan dari kesusahan dunia, niscaya Allah SWT membantunya terhadap segala kesusahan hari kiamat. Dan barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang yang kesusahan, niscaya Allah SWT memberi kemudahan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan barang siapa yang menutup (aib) seorang muslim niscaya Allah SWT menutupi (kesalahannya) di dunia dan akhirat. Dan Allah SWT selalu menolong hamba selama hamba itu selalu menolong saudaranya." (HR. Muslim).[1]
. Qardh (pinjaman) disunnahkan bagi yang memberi pinjaman dan boleh bagi yang meminjam. Dan setiap sesuatu yang sah menjualnya sah meminjamkannya, apabila diketahui dan yang memberi pinjaman adalah orang yang sah memberi bantuan. Dan wajib atas yang meminjam mengembalikan gantian sesuatu yang telah dipinjamnya, serupa pada yang ada serupanya, dan nilai pada yang lainnya.
. Setiap pinjaman yang menarik manfaat, maka ia termasuk riba yang diharamkan. Seperti seseorang meminjamkan sesuatu dan memberi syarat bahwa ia menempati rumahnya, atau meminjamkanya harta dengan bunga, seperti ia memberi pinjaman sebanyak  seribu dengan pengembalian seribu dua ratus setelah satu tahun.
. Ihsan (berbuat baik) dalam pinjaman disunnahkan, jika tidak merupakan syarat, seperti ia meminjam unta muda, lalu ia memberikan gantinya unta ruba'i, karena ini termasuk pembayaran yang baik dan akhlak yang mulia. Dan barang siapa yang memberi pinjaman kepada seorang muslim sebanyak dua kali, maka seakan-akan ia bersedekah satu kali kepadanya.
          Dari Abu Rafi' r.a, sesungguhnya Rasulullah SAW meminjam anak unta dari seorang laki-laki, lalu datanglah kepada Beliau satu unta dari unta-unta sedekah, maka beliau menyuruh Abu Ra'fi' r.a agar ia membayar unta kecil kepada laki-laki itu. Lalu Abu Ra'fi' r.a kembali kepadanya seraya berkata, 'Aku tidak mendapatkan padanya selain unta besar yang terpilih. Maka beliau bersabda,
أَعْطِهَا اِيَّاهُ, ِانَّ مِنْ خِيْاِر النَّاسِ أَحْسَنُهُمْ قَضَاءً.
'Berikanlah ia kepadanya, sesungguhnya sebaik-baik manusia adalah sebaik-baik mereka ketika membayar pinjaman.'(HR. Muslim).[2]
. Boleh menggugurkan sebagian dari hutang yang bertempo karena menyegerakannya, baik itu dengan permintaan pemberi pinjaman atau yang berhutang. Dan barang siapa yang membayar untuk orang lain yang wajib atasnya, berupa hutang atau nafkah, niscaya kembali atasnya, jika ia menghendaki.
. Keutamaan menunggu orang yang susah dan memaafkannya:
Menunggu orang yang susah (tidak mampu membayar hutang) termasuk akhlak yang mulia, yang lebih utama darinya adalah memaafkannya.
1. Firman Allah SWT:
﴿ وَإِن كَانَ ذُو عُسۡرَةٖ فَنَظِرَةٌ إِلَىٰ مَيۡسَرَةٖۚ وَأَن تَصَدَّقُواْ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٢٨٠ ﴾ [البقرة: ٢٨٠] 
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui."  (QS. Al-Baqarah: 280).
2. Dari Abu al-Yasr r.a, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ  أَظَلَّهُ فِى ظِلِّهِ
"Barang siapa yang menunggu/menunda orang yang susah atau memaafkannya, niscaya Allah SWT menaunginya di bawah naungan-Nya." HR. Muslim.[3]
. Orang yang berhutang terbagi menjadi empat keadaan:
1.      Ia tidak mempunyai apapun secara mutlak. Maka terhadap orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) wajib menundanya dan meninggalkan penagihan kepadanya.
2.      Bahwa hartanya lebih banyak dari hartanya. Maka orang yang seperti ini, (orang yang menghutangi) boleh menagih hutangnya dan dilazimkan dengan pengadilan.
3.      Bahwa hartanya sejumlah hutangnya, maka dituntut membayar hutangnya.
4.      Bahwa hartanya lebih sedikit dari hutangnya, maka ini adalah orang yang bangkrut yang ditahan atasnya dengan tuntutan orang-orang yang memberi pinjaman atau sebagian mereka, dan dibagi hartanya di antara orang-orang yang memberikan pinjaman menurut ukurannya.
. Wajib kepada orang yang meminjam uang agar berniat membayarnya, dan jika tidak (berniat membayarnya) niscaya Allah SWT memusnahkan hartanya, sebagaimana sabda Nabi SAW:
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيْدُ أَدَائَهَا أَدَّى اللهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيْدُ اِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ الله.
"Barang siapa yang mengambil harta manusia (berhutang, meminjam), ia ingin membayarnya niscaya Allah SWT menunaikan darinya, dan barang siapa yang mengambil karena ingin membinasakannya (menghabiskannya) niscaya Allah SWT memusnahkannya." (HR. al-Bukhari).[4]


[1]                 HR. Muslim No. 2699.
[2]                 HR. Muslim No.1600.
[3]                 HR. Muslim No. 3006.
[4]                 HR. Bukhari No. 2387.

Tidak ada komentar