Risalah Tentang Hadits-Hadits Bulan Muharam Mengambil Pelajaran Dari Pergantian Hari dan Tahun Baru
Risalah Tentang
Hadits-Hadits Bulan Muharam
Mengambil Pelajaran Dari Pergantian Hari dan
Tahun Baru
Allah Azza wa jalla berfirman dalam kitab -Nya:
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّ فِي خَلۡقِ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ
وَٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ لَأٓيَٰتٖ لِّأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ ١٩٠ ﴾ [ال عمران: ١٩٠]
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal". QS al-'Imran: 190.
Dalam ayat -Nya yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّ فِي ٱخۡتِلَٰفِ ٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ وَمَا خَلَقَ ٱللَّهُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ
وَٱلۡأَرۡضِ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَّقُونَ ٦ ﴾ [يونس : ٦]
"Sesungguhnya pada pertukaran malam
dan siang itu dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan di bumi,
benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang- orang yang
bertakwa". QS Yunus: 6.
Dalam kesempatan yang lain Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ يُقَلِّبُ ٱللَّهُ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَۚ إِنَّ
فِي ذَٰلِكَ لَعِبۡرَةٗ لِّأُوْلِي ٱلۡأَبۡصَٰرِ ٤٤ ﴾ [النور : ٤٤]
"Allah membolak-balikan malam dan
siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi
orang-orang yang mempunyai penglihatan". QS
an-Nuur: 44.
Di dalam ketiga ayat di atas Allah Subhanahu wa ta'ala mengabarkan kepada
kita tentang ayat-ayat kauniyah (alam semesta. pent) yang menunjukan akan
kesempurnaan ilmu dan kekuasaan Allah Azza wa jalla, menunjukan kepada hikmah
dan rahmat Allah Subhanahu wa ta'ala kepada makhluk -Nya, di antaranya yaitu
pergantian malam dan siang, yang silih berganti, pergantian keduanya menjadikan
hari ada yang pendek dan panjang, merubah musim menjadi musim panas, dingin dan
sedang, dan tidak lah hal itu ada melainkan untuk memberi kemaslahatan yang
sangat besar bagi penduduk bumi seluruhnya. Semua itu adalah bagian dari
nikmat-nikmat Allah Ta'ala dan bentuk kasih sayang Allah Azza wa jalla kepada
ciptaan -Nya, yang tidak mungkin bisa di pahami kecuali oleh orang-orang yang
masih mau menggunakan akal sehatnya dan memiliki penglihatan, yang mana mereka
mengerti hikmah Allah Ta'ala mana kala menciptakan malam dan siang, serta
menciptakan matahari dan bulan. Mereka juga memahami perubahan waktu, bulan dan
tahun, perubahan malam dan siang yang silih berganti menjadi hari-hari yang
panjang.
Dan Allah Ta'ala menjadikan malam dan
siang sebagai tambang untuk di gali padanya amalan-amalan sholeh, sebagai bekal
dalam menghadapi kematian dan kehidupan akhirat yang kekal, jika salah satu
dari keduanya (matahari dan bulan) telah berlalu maka akan di gantikan hari
yang baru, sebagai cambuk bagi orang-orang yang memiliki semangat tinggi dalam
kebajikan untuk mengerjakan kebaikan sebanyak mungkin, pemacu mereka dalam
ketaatan, maka siapa yang tidak mendapati berkahnya pada waktu malam ia akan
mendapati pada siang harinya, siapa yang ketinggalan di waktu siang maka ia
akan mendapatinya pada malam harinya. Allah Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ وَهُوَ ٱلَّذِي جَعَلَ ٱلَّيۡلَ وَٱلنَّهَارَ خِلۡفَةٗ لِّمَنۡ أَرَادَ أَن
يَذَّكَّرَ أَوۡ أَرَادَ شُكُورٗا ٦٢ ﴾ [الفرقان: ٦٢]
"Dan Dia (pula) yang menjadikan
malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang
yang ingin bersyukur". QS al-Furqaan: 62.
Seharusnya bagi seorang mukmin untuk
bisa mengambil pelajaran dari berjalannya siang dan malam, sesungguhnya malam
dan siang akan selalu mengisi hari-hari baru, akan mendekatkan sesuatu yang
jauh, akan memangkas umur, menjadikan anak kecil menjadi tua, akan menjadikan
orang tua hilang di telan zaman, dan setiap waktu yang di lewati oleh anak cucu
Adam, maka sesungguhnya pada hakekatnya sedang menjauhkan dirinya dari kampung
dunia dan mendekatkan dirinya pada kampung akhirat.
Maka orang yang beruntung adalah orang
yang mau mengoreksi dirinya sendiri, berpikir tentang umurnya yang telah di
habiskan, lalu menggunakan waktunya dengan sesuatu yang bisa bermanfaat bagi
agama dan dunianya, dan siapa yang lalai tentang dirinya maka dia akan di
potong oleh waktunya, sehingga semakin jauh ketinggalan, dan semakin besar
kerugianya, kita berlindung kepada Allah Ta'ala dari menyia-yiakan dan
meremehkan waktu.
Dan kita pada hari-hari ini baru saja
meninggalkan tahun yang lama, tahun yang menjadi saksi akan perbuatan kita,
kemudian kita sambut datangnya tahun baru. Maka yang menjadi kewajiban bagi
kita adalah untuk selalu mengoreksi jiwa-jiwa kita, siapa yang mendapati
dirinya (pada tahun yang lalu) memiliki kekurangan dalam mengerjakan kewajiban
maka segera bertaubat kepada Allah Azza wa jalla serta memperbaiki kewajiban
yang telah di tinggalkanya, dan apabila ia mendapati telah berbuat dholim pada
dirinya sendiri dengan menjalankan larangan Allah Ta'ala dan Rasul -Nya, maka wajib
baginya untuk segera meninggalkan perbuatan dosa tersebut sebelum ajal datang
menjemputnya. Kemudian siapa yang mendapati dirinya di karuniai oleh Allah
Ta'ala untuk bisa tetap istiqomah, maka cepatlah ucapkan pujian syukur kepada
-Nya dengan di iringi do'a, meminta supaya di teguhkan dalam istiqomahnya
sampai kematian datang kepadanya.
Introspeksi diri ini bukan hanya
terbatas pada hari-hari ini saja, namun
ia di butuhkan pada setiap waktu sepanjang hayat, karena siapa yang mau
membiasakan dirinya berintrospeksi maka
keadaanya akan menjadi lurus, amal sholehnya terus membaik, sebaliknya siapa
yang enggan untuk mengoreksi dirinya maka keadaanya pun semakin memburuk, amal
perbuatan yang di kerjakanya pun menjadi rusak.
Dan termasuk hal yang sangat di sayangkan
bahwa kebanyakan dari manusia jika tahun baru datang maka ia memulai dengan
kesungguhan dan keinginan yang kuat dan jujur untuk memperbaiki keadaan dirinya
untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya, kemudian berlalu padanya hari
demi hari, bulan demi bulan sampai genap menjadi stau tahun sedangkan
keadaannya tidak ada perubahan, sama seperti tahun sebelumnya, amal kebajikanya
tidak bertambah, tidak melakukan taubat dari kesalahan-kesalahanya, maka ini
adalah termasuk kegagalan dan kerugian baginya.
Ya Allah jadikanlah akhir dari amal
perbuatan kami kebaikan, dan jadikanlah kebaikan bagi penghujung umur-umur
kami, dan sebaik-baik hari-hari yang telah kami lewati adalah hari bertemu
dengan -Mu, Ya Allah muliakan lah kedudukan kaum muslimin dengan sebab mentaati
-Mu, dan jangan rendahkan mereka dengan sebab maksiat yang telah mereka lakukan
pada -Mu. Ya Allah jadikanlah tahun baru ini dan yang akan datang sebagai tahun
yang sejahtera, aman, sentosa, mulia dan pertolongan bagi umat Islam dan kaum muslimin,
limpahkanlah pada kami nikmat-nikmat -Mu, dan berilah kami rizki untuk bisa
mensyukurinya. Sholawat serta salam semoga Allah Ta'ala mencurahkan kepada Nabi
kita Muhammad Sholallahu 'alaihi wa
sallam.
Anjuran
Untuk Sedikit Mengumpulkan Harta
Di riwayatkan dari Abdullah bin Umar
semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla meridhoi
keduanya berkata: "Pada suatu ketika Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa sallam pernah memegang pundakku lalu bersabda
kepadaku: "Jadi lah kamu di dunia seperti orang asing atau seperti
seorang musafir". Adalah Ibnu Umar mengatakan: "Jika kamu berada
di waktu sore maka janganlah menunggu pagi tiba, dan jika kamu berada di waktu
pagi maka jangan menunggu waktu sore, gunakan waktu sehatmu sebelum masa
sakitmu, gunakan kesempatan hidupmu sebelum datangnya kematian". HR
Bukhari no: 6416.
Dalam
hadits ini sebagai dalil bagi wajibnya untuk menggunakan waktu dengan
sebaik-baiknya, dan anjuran supaya jangan terlalu banyak mengumpulkan dunia,
segera bertaubat dan bersiap-siap menyambut kematian.
Dan hadits ini termasuk hadits yang
paling mengena dalam masalah mengingatkan kampung akhirat dan supaya tidak
tertipu dengan gemerlapnya dunia, yang demikian itu karena dunia itu akan sirna
dan di tinggalkan, seberapa pun panjangnya umur manusia di dunia ini, karena
dunia adalah negeri yang akan di tinggalkan bukan negeri untuk di tinggali, dan
setiap jiwa pasti akan menemui yang namanya kematian. Dan ini adalah kenyataan
yang bisa kita lihat bersama, kita melihat setiap malam dan siang, kita rasakan
setiap saat dan waktu, di mana manusia tidak tahu kapan datang ajalnya, kapan
datang kematianya, oleh karena itu wajib bagi dirinya untuk siap-siap membawa
bekal untuk perjalanan panjangnya, sehingga hendaknya (di dunia ini) ia
bagaikan penyeberang jalan, jangan sampai hatinya tergoda dengan dunia, apalagi
terbuai denganya, dunia jangan di jadikan sebagai tempat tinggal
selama-lamanya, jangan sampai punya pikiran untuk tetap tinggal di dunia ini.
Dunia janganlah selalu di pikirkan
sehingga hati menjadi cinta padanya namun kecintanya seperti halnya seorang
asing yang jauh dari negerinya, yang mana dirinya akan meninggalkanya kembali
waluapun telah merasa senang dan tentram, dan hendaknya hidup di dunia ini
bagaikan seorang musafir yang hanya mencukupkan membawa bekal yang sedikit
untuk membantu perjalananya sehingga bisa membantu dirinya untuk mencapai
tujuan yang di inginkanya.
Dan sahabat yang mulia Abdullah bin Umar semoga Allah
meridhoi keduanya telah memahami apa yang di wasiatkan oleh Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa sallam kepadanya
dengan pemahaman secara ilmunya mau pun penerapanya. Maka bisa di ambil dari
hadits ini tiga wasiat yang agung:
Wasiat yang Pertama: Perkataanya Ibnu Umar: " Jika kamu
berada di waktu sore maka janganlah menunggu pagi tiba, dan jika kamu berada di
waktu pagi maka jangan menunggu waktu sore". Artinya yaitu mengajak
seorang mukmin untuk merasa cukup dengan kehidupan di dunia ini (tidak panjang
angan-angan), dan seharusnya jika sore telah datang kepadanya maka dirinya
tidak menunggu sampai datangnya waktu pagi, namun ia beranggapan bahwa ajalnya
akan datang menjemputnya sebelum datang waktu pagi.
Wasiat yang kedua:
Perkataanya beliau: "Gunakan waktu sehatmu sebelum masa sakitmu".
Maksudnya yaitu selayaknya bagi seorang mukmin untuk memanfaatkan hari-hari
sehat dan segar bugar tubuhnya sebelum sakit menghampirinya, yaitu dengan
menggunakan saat-saat tersebut untuk mengerjakan kebaikan dan memperbanyak amal
ketaatan, sebelum dirinya di halangi oleh sakit yang di deritanya, sehingga
dirinya tidak mampu lagi untuk berpuasa, sholat malam dan mengerjakan amal
sholeh lainya, di karenakan dirinya lemah oleh penyakit yang di deritanya atau
karena usianya yang semakin menua.
Wasita yang ketiga:
Perkataan beliau selanjutnya: "Gunakan kesempatan hidupmu sebelum
datangnya kematian". Maksudnya adalah bahwa seharusnya bagi seorang mukmin
untuk menggunakan sebaik-baiknya kesempatan hidup dan umur panjang yang telah
di berikan kepadanya dengan menambah bekal, tidak melalaikanya sehingga
kematian datang menyapanya, sehingga dirinya terhalangi untuk berbuat amal
kebajikan.
Dan telah sampai hadits dari Ibnu Abbas
semoga Allah shubhanahu wa ta’alla meridhoi
keduanya, beliau mengatakan: "Bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "(Ada dua
nikmat) yang banyak di lalaikan oleh kebanyakan manusia yaitu kesehatan dan
waktu senggang". HR Bukhori no: 6412.
Demikian juga di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga Allah
meridhoi nya, bahwa Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda memberi wejangan kepada seseorang: "Gunakan
lima perkara sebelum datangnya lima perkara yang lainya, masa mudamu sebelum
datangnya masa tua, masa sehatmu sebelum datangnya penyakit, masa kayamu
sebelum kemiskinan menghampirimu, waktu luangmu sebelum datang kesibukan,
kehidupanmu sebelum datang kematian". Hadits di riwayatkan oleh al-Hakim
dalam mustadraknya 4/306, beliau menshahihkannya, dan di setujui oleh
Imam adz-Dzahabi. Dan di shahihkan oleh al-Albani dalam kitabnya Iqtidhou
al-Ilmi al-'amal hal: 100.
Maka wajib bagi kita, sedangkan
kita sekarang sedang menyambut tahun baru untuk memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya, tidak menunda-nunda mengerjakan amalan sholeh sebelum keadaan
kita terhalangi oleh perkara-perkara yang di sebutkan dalam hadits di atas,
baik kesibukan maupun penyakit atau kematian.
Ya Allah bangunkanlah kami dari
kelalaian supaya kami bisa menggunakan dari sisa-sisa umur kami, dalam
kebajikan, berilah kami taufiq -Mu supaya kami bisa menambah bekal amal
kebaikan, Ya Allah bangunkanlah hati-hati kami dari tidur panjangnya dengan
angan-angan yang tidak pernah habis, berilah peringatan supaya sadar bahwa ajal
sudah dekat menyapa, bahwa perjalanan jauh sudah mendekatinya, dan berilah
keteguhan pada hati-hati kami di atas keimanan, dan berilah taufiq -Mu supaya
kami bisa mengerjakan amalan sholeh, ampunilah dosa-dosa kami dan kedua orang
tua kami serta dosa-dosa seluruh kaum muslimin. Sholawat serta salam semoga
Allah Ta'ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam.
Keutamaan Bulan Allah Muharam
Di riwayatkan dari Abu Hurairah semoga
Allah meridhoinya, beliau berkata: "Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Sebaik-baik
puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan (Allah) Muharam, dan sebaik-baik
sholat setelah sholat wajib adalah sholat sunah". Dan pada riwayat
yang lain beliau mengatakan: "Sholat yang di kerjakan pada pertengahan
malam". HR Muslim no: 1163.
Dalam hadits di atas di ambil sebagai dalil akan
keutamaan berpuasa pada bulan Muharam, bahwa berpuasa pada bulan Muharam
keutamaanya berada di bawah keutamaan berpuasa pada bulan Ramadhan, adapun
keutamaan berpuasa pada bulan ini adalah karena bertepatan dengan keutamaan
hari-harinya dan besarnya pahala yang telah di siapkan, di karenakan ibadah
puasa adalah termasuk sebaik-baik amal sholeh di sisi Allah Azza wa jalla.
Dan bulan Allah Muharam adalah bulan di mana tahun
hijriyah itu di mulai, sebagaimana telah menjadi kesepakatan di antara kaum
muslimin pada zaman khalifah yang mendapat petunjuk Umar bin Khathab semoga
Allah meridhoinya, bulan Muharam adalah salah satu bulan yang di haramkan oleh
Allah Ta'ala, sebagaimana yang telah di sebutkan dalam kitab -Nya, Allah
Ta'ala berfirman:
قال الله تعالى: ﴿ إِنَّ عِدَّةَ
ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثۡنَا عَشَرَ شَهۡرٗا فِي كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوۡمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضَ
مِنۡهَآ أَرۡبَعَةٌ حُرُمٞۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلۡقَيِّمُۚ فَلَا تَظۡلِمُواْ
فِيهِنَّ أَنفُسَكُمۡۚ ...﴾ [التوبة: 36]
"Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan
yang empat itu". QS at-Taubah: 36.
Di riwayatkan dari Abu Bakrah semoga
Allah meridhoinya, dari Nabi Muhammad Sholallahu
'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Dalam satu tahun itu ada dua
belas bulan, empat di antaranya adalah bulan haram, tiga bulan berturut-turut,
(yaitu) bulan Dzul Qo'dah, Dzul Hijjah dan Muharam, (kemudian) bulan Rajab yang
terpisah antara bulan Jumadil Akhir dan Sya'ban". HR Bukhori no: 4662,
Muslim no: 1679.
Dan Allah Azza wa jalla telah
menyandarkan bulan ini kepada -Nya sebagai bentuk kemulian dan keagungan akan
bulan Muaharam ini, karena Allah Tabaroka wa ta'ala tidaklah menyandarkan
sesuatu kepada Dirinya melainkan karena memiliki kemulian di sisi Allah dan
Rasul -Nya, dan di namakan sebagai bulan Muharam adalah karena sebagai penegas
akan keharamanya, di karenakan orang Arab pada zaman dahulu mempunyai waktu
yang berubah-ubah, terkadang menghalalkan (untuk berperang) satu tahun penuh,
terkadang mengharamkan satu tahun penuh.
Dan firman Allah Ta'ala: "Maka
janganlah kamu Menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu".
Artinya yaitu di dalam bulan Muharam, di karenakan lebih keras dan kuat
penegasanya akan larangan dalam melakukan dosa di banding dengan bulan-bulan
yang lainya.
Abu Qatadah mengatakan:
"Sesungguhnya berbuat dholim pada bulan Muharam lebih besar dosanya di
banding dengan kedholiman yang di kerjakan pada bulan lainya, walaupun
perbuatan dholim yang di kerjakan pada selain bulan itu tetap besar dosanya,
akan tetapi Allah Ta'ala mengagungkan dari urusan -Nya sesuai yang di kehendaki
-Nya.".[1]
Allah Ta'ala telah menjadikan
bulan-bulan hilaliyah ini sebagai waktu-waktu bagi manusia, di karenakan
bulan-bulan tersebut sudah jelas yang bisa di rasakan dan dapat di ketahui oleh
setiap orang, kapan permulaanya dan kapan berakhirnya. Dan sangat di sesalkan
sekali, bahwa orang pada saat sekarang ini, mereka banyak yang meninggalkan
tahun Islam hijriyah, dan mengganti dengan tahunnya orang Kristen, tahun
masehi, yang tidak lain adalah tahun yang di bangun di atas bulan-bulan dan mitos-mitos
yang tidak ada sandaranya sama sekali dari syari'at, tidak juga masuk akal
apalagi bisa di lihat.
Ini sebagai bukti akan kelemahan dan
kemunduran bagi kaum muslimin, dan sebagai bukti juga bahwa mereka sudah
terlalu jauh mengikuti orang-orang kafir, di antara bahayanya yaitu menjadikan
kaum muslimin mengikat kejadian-kejadian penting dan
juga kegiatanya dengan menggunakan tahunnya orang-orang Kristen, dan mereka
menjauhkan diri dari tahun hijriyah yang mana tahun hijriyah tersebut mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan sejarah Rasul mereka, dengan syi'ar-syi'ar
agama mereka dan juga syi'ar-syi'ar ibadah mereka.[2] Hanya kepada Allah lah
kami meminta pertolongan.
Dalam hadits di awal tadi
menunjukan bahwa ibadah puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa
pada Syahrullah (bulan Allah.pent) Muharam, dan yang nampak dalam
hadits di atas adalah bahwa hal ini di bawa pada hukum yang menunjukan bahwa
Muharam adalah bulan yang paling utama untuk mengerjakan puasa sunah setelah
puasa Ramadhan, adapun mengerjakan puasa sunah pada sebagian hari-harinya,
terkadang keutamaanya tidak bisa menandingi puasa sunah pada hari-hari tertentu
seperti puasa hari Arafah dan puasa enam hari di bulan Syawal.
Dan dhohirnya hadits juga
menunjukan bahwa yang masuk pada keutamaan untuk mengerjakan puasa sunah adalah
ketika mengerjakanya selama satu bulan penuh, adapun sebagian para ulama ada
yang membawa hadits ini pada anjuran untuk memperbanyak puasa pada bulan
Muharam bukan untuk berpuasa selama satu bulan penuh, berdasarkan perkataan
Aisyah dalam sebuah hadits, ia mengatakan: "Tidak pernah saya melihat
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam
melakukan puasa satu bulan penuh selain pada bulan Ramadhan, dan tidak pernah
saya melihat beliau pada suatu bulan yang lebih banyak berpuasa kecuali pada
bulan Sya'ban". HR Muslim no: 175, 1156.
Ya Allah bangunkan lah kami dari tidur
dalam kelalain, berilah kami rizki untuk bekal sebelum kematian datang, berilah
kami ilham untuk bisa memanfaatkan zaman dan waktu luang, berilah kami taufiq
untuk bisa mengerjakan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Sholawat serta
salam semoga Allah Ta'ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam.
Hari Asyuro Dalam Sejarah
Di riwayatkan dari Ibunda Aisyah
semoga Allah meridhoinya, beliau berkata: "Adalah orang-orang Qurais pada
zaman Jahiliyah berpuasa pada hari Aysuro, dan Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam juga berpuasa pada hari itu pada zaman
Jahiliyah, ketika beliau datang ke Madinah beliau pun berpuasa (pada hari itu)
dan menyuruh (sahabatnya) untuk berpuasa, mana kala telah di wajibkan untuk
berpuasa pada bulan Ramadhan makan hari Aysuro di tinggalkan, siapa yang
menghendaki berpuasa maka berpuasa siapa yang tidak mau maka boleh
meninggalkanya". HR Bukhari no: 202, Muslim no:
1125.
Hadits ini menunjukan bahwa
orang-orang Jahiliyah dahulu mereka telah mengetahui adanya puasa pada hari
Asyuro, di mana hari itu adalah hari yang sudah di kenal di kalangan mereka,
bahwasanya mereka juga melakukan puasa pada hari-hari tersebut, begitu pula
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam
juga ikut berpuasa, dan puasanya terus berlanjut sampai
beliau hijrah ke Madinah, namun tidak menyuruh para sahabatnya untuk berpuasa,
maka hal ini menunjukan atas kesucian dan agungnya kedudukan hari tersebut bagi
orang-orang Arab pada zaman Jahiliyah sebelum di utusnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, oleh
karena itu mereka pada hari itu menutupi Ka'bah, sebagaimana di kisahkan dalam
hadits Aisyah semoga Allah meridhoinya, beliau berkata: "Adalah
orang-orang pada zaman Jahiliyah, mereka berpuasa pada hari Asyuro, sebelum di
wajibkanya puasa Ramadhan, dan bertepatan dengan hari itu Ka'bah ditutupi
dengan kain kiswah..".HR Bukhari no: 1952.
Berkata Imam al-Qurthubi mengomentari hadits yang di riwayatkan Aisyah: "Hadits Aisyah
menunjukan bahwa berpuasa pada hari tersebut sudah di kenal di kalangan mereka,
akan kedudukan nya dan di syari'atkanya (untuk berpuasa), kemungkinan adanya
mereka melakukan puasa karena mereka menganggap bahwa itu bagian dari syari'at
Nabi Ibrohim dan anaknya Isma'il Alaihima
sallam, karena sesungguhnya mereka sering menasabkan dirinya pada kedua
Nabi tersebut, dan juga sering kali mereka menasabkan kepada keduanya dalam
masalah hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah haji dan ibadah yang
lainya.."[3]
Dan yang bisa di ambil faidahnya dari sekumpulan
hadits-hadits di atas adalah bahwa berpuasa pada hari Asyuro pertama kalinya
adalah wajib sebelum hijrahnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam ke Madinah, menurut pendapat yang kuat
dari kalangan para ulama.[4]
Berdasarkan ketetapan perintah dari Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, di riwayatkan dari Salamah bin
al-Akwa' semoga Allah meridhoinya berkata: "Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam menyuruh seorang
yang baru masuk Islam supaya (ketika pulang ke kabilahnya) menyeru kepada
manusia, bahwa siapa yang sudah terlanjur makan (maksudnya tidak berpuasa pada
hari Asyuro.pent) hendaknya berpuasa pada sisa harinya, sedangkan siapa yang
belum makan (apa-apa) maka hendaknya berpuasa, karena pada hari ini adalah hari
Asyuro". HR Bukhari no: 2007, Muslim no: 1135. Dan hadits ini mempunyai
penguat dari hadits Rubayi' bint Mu'wadz yang di keluarkan oleh Bukhari no:
1860.
Ketika di wajibkanya puasa pada bulan Ramadhan,
yaitu pada tahun kedua setelah hijriyahnya Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam maka kewajiban untuk berpuasa pada
hari Asyuro di hapus, dan hukumnya tetap tapi menjadi sunah, sedangkan perintah
untuk berpuasa pada hari Asyuro tidak pernah terjadi melainkan dalam setahun
sekali yaitu pada tahun kedua hijriyah ketika di wajibkan puasa Asyuro pada
awal tahun, kemudian pada pertengahannya di wajibkan untuk berpuasa Ramadhan.
Kemudian Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi
wa sallam berniat pada akhir hayatnya –yaitu pada tahun kesepuluh hijriyah-
untuk tidak berpuasa pada hari kesepuluh, namun akan berpuasa pada hari
sebelumnya yaitu hari ke Sembilan. Sebagaimana akan datang penjelasanya pada
bab berikutnya –insya Allah- yang mana itu merupakan bagian dari bentuk-bentuk
menyelisihi ahli kitab di dalam tata cara pelaksanaan puasa mereka.
Ya Allah, Dzat yang tidak terpengaruh
dengan perbuatan maksiat hamba -Nya, Dzat yang tidak mengambil manfaat dari
ketaatan hamba -Nya. Berilah kami kemudahan untuk kembali dan bertaubat kepada
-Mu, Wahai Rabb kami bangunkanlah kami dari tidur kelalaian, ingatkanlah kami
supaya kami bisa menggunakan waktu-waktu yang terbuang. Ya Allah jadikanlah
kami di antara orang-orang yang bertawakal kepada -Mu, lalu berilah kami kecukupan
akan hal itu, Ya Allah sesungguhnya kami memohon kepada -Mu petunjuk, maka
berilah kami petunjuk -Mu, memohon kepada -Mu pertolongan, maka turunkanlah
pertolongan -Mu, menyembah kepada -Mu maka rahmatilah kami. Sholawat serta
salam semoga Allah Ta'ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam.
Penekanan Untuk Berpuasa Pada Hari
Asyuro
Di riwayatkan dari Abu Qatadah semoga
Allah meridhoinya bahwa Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah di tanya tentang puasa pada hari Asyuro, maka
beliau menjawab: "(Pahala puasa pada hari itu) akan menghapus dosa-dosa
pada tahun yang telah lewat". Di dalam riwayat yang lain, beliau
mengatakan: "Dan puasa pada hari Asyuro akan di ganjar oleh Allah
Ta'ala dengan di hapus dosa-dosanya pada tahun yang telah lewat". HR
Muslim no: 196, 197, 1162.
Dalam hadits ini menunjukan atas
keutamaan berpuasa pada hari Asyuro, yaitu pada hari kesepuluh pada syahrullah
Muharam, menurut pendapat yang kuat dan terkenal di kalangan para ulama.
Dalam sebuah hadits yang di riwayatkan dari sahabat
Abdullah bin Abbas semoga Allah meridhoi keduanya, bahwa beliau pernah di tanya
tentang puasa pada hari Asyuro, maka beliau menjawab: "Tidak pernah saya
mengetahui bahwa Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam berpuasa pada satu hari, lantas beliau mengharapkan
keutamaanya pada hari-hari yang lainya, melainkan puasa pada hari ini, tidak
mengharapkan keutamaan pada suatu bulan kecuali pada bulan ini, yaitu bulan
Ramadhan". HR Bukhari no: 2006, Muslim no: 1132.
Maka sudah seharusnya bagi seorang
muslim untuk mau berpuasa pada hari tersebut, mengajak keluarga dan
anak-anaknya untuk berpuasa, untuk bisa meraih keutamaanya dan mengikuti sunah
Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa
sallam.
Dari Jabir bin Samuroh semoga Allah meridhoinya berkata:
"Adalah Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam menyuruh untuk berpuasa pada Bulan Asyuro, beliau
mengajak kami, lalu kami pun membiasakanya..al-Hadits". HR Muslim no:
1127.
Puasa adalah amalan sholeh yang paling utama di sisi
Allah Azza wa jalla, (seperti telah di ketahui bahwa puasa asyuro adalah puasa
sunah) maka termasuk dari faidah-faidah yang bisa di dapat dari puasa sunah
adalah:
v Pahalanya
akan di tambah dan lipat gandakan bagi yang
menjalankannya.
v Bahwa puasa sunah kedudukanya sama seperti halnya ibadah sunah
lainya yaitu akan menggantikan kekurangan yang ada pada kewajiban yang telah di
kerjakan, oleh karena itu Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam mengatakan dalam masalah sholat:
"Berkata Allah Tabaroka wa ta'ala: "Lihatlah apakah pada hamba -Ku
ini ada amalan sunah? Sebagai penyempurna sholat (wajibnya) dari kekurangan
yang ada, kemudian hal itu di lakukan pada seluruh amalannya". HR Tirmidzi
dari haditsnya Abu Hurairah secara marfu' no: 413, beliau mengatakan hadits
hasan.
Sebagaimana juga bahwa puasa sunah akan menjadikan
seorang muslim merasa bersemangat untuk
bisa menaiki tangga ketaatan kepada Allah Ta'ala, dan meraih kecintaa -Nya,
sebagaimana di sebutkan dalam hadits qudsi, di mana Allah berfirman:
"Tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada -Ku dengan sesempurna
mungkin dari kewajiban yang telah Aku wajibkan padanya, sampai dengan
sunah-sunah yang ada sampai Aku mencintainya..". HR Bukhari no: 6502.
Perlu di ketahui bahwa setiap nash yang
datang dengan menjelaskan akan mengampuni dosa pada sebagian amal sholeh,
seperti pada wudhu, puasa Ramadhan, puasa pada hari Arafah, hari Asyuro dan
yang lainya, bahwa yang di maksud dalam hal itu adalah dosa-dosa kecil saja, di
karenakan ibadah-ibadah yang sangat agung saja seperti sholat yang lima waktu,
sholat jum'at, puasa Ramadahn tidak bisa menghapus dosa-dosa besar –sebagaimana
hal itu telah tetap di dalam sunah- lantas bagaimana dengan amalan sholeh yang
lebih rendah kedudukanya dari ibadah-ibadah yang agung tersebut?
Oleh karena itu kebanyakan para ulama berpendapat bahwa
dosa-dosa besar seperti halnya riba, berzina, perdukunan dan yang lainya, tidak
mungkin bisa di hapus dengan amalan sholeh, namun dirinya wajib bertaubat atau
di tegakkan hukuman rajam kalau itu berkaitan dengan hukum rajam.
Maka wajib bagi setiap muslim untuk
cepat-cepat bertaubat dari seluruh dosa-dosanya, baik dosa yang kecil maupun
dosa yang besar, pada hari-hari yang penuh dengan keutamaan ini. Mudah-mudahan
Allah Ta'ala akan menerima taubatnya dan mengampuni
dosa-dosanya, dan juga menerima amal ketaatanya. Di karenakan melakukan taubat
pada zaman yang mempunyai keutamaan yang besar, karena biasanya hati itu akan
mudah untuk di ajak melakukan ketaatan, lebih senang untuk melakukan kebajikan,
begitu pula mudah sekali mengakui dosa-dosa yang telah di lakukanya, dan
menyesali apa yang telah di lakukan, apalagi kita sekarang masih ada pada
permulaan tahun baru, walau pun demikian kewajiban taubat itu tetap wajib untuk
dikerjakan di sepanjang tahun.
Ya Allah yang memperbaiki keadaan
orang-orang sholeh perbaikilah kerusakan yang ada pada hati-hati kami,
tutupilah cacatnya di dunia mau pun di akhirat nanti. Ya Allah jadikanlah
kecintaan kami pada iman, hiasilah di hati-hati kami denganya, dan jadikanlah
kami benci kepada kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Dan jadikanlah kami di
antara orang-orang yang mendapat bimbingan -Mu. Sholawat serta salam semoga
Allah Ta'ala curahkan kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam.
Hikmah Disunahkannya Puasa Hari Asyuro
Di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga
Allah meridhoinya berkata: "(Ketika) Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa
sallam datang ke kota Madinah, maka beliau
mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyuro, ketika mereka di tanya kenapa berpuasa, maka mereka
menjawab: "Hari ini adalah hari di mana Allah Ta'ala menolong Musa dan
Bani Israil dari kejaran Fir'aun, dan kami berpuasa pada hari ini sebagai
bentuk pengagungan padanya". Lantas Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa
sallam bersabda: "Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian".
Kemudian beliau menyuruh kami untuk berpuasa pada hari itu". HR
Bukhari no: 3943, Muslim no: 127, 128, 1130. Dan dalam riwayat Muslim ada
tambahan, "Maka Musa berpuasa pada hari tersebut sebagai bentuk rasa
syukurnya kepada Allah, maka kami pun berpuasa".
Di dalam hadits di atas menjelaskan
tentang hikmah yang agung kenapa di syari'atkanya berpuasa pada hari Asyuro,
yaitu sebagai bentuk pengagungan pada hari ini sebagai wujud rasa syukur kepada
Allah Ta'ala mana kala Nabi Musa Alaihi
salam dan bani israil di selamatkan dari kejaran Fir'aun, dan di
tenggelamkanya Fir'aun dan pasukanya pada hari ini. Oleh karenanya Nabi Musa alaihi sallam berpuasa pada harinya
sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah Azza wa jalla, kemudian orang-orang
Yahudi pun ikut berpuasa. Dan umat Nabi Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam lebih berhak untuk mencontoh Nabi Musa
alaihi sallam dari pada orang-orang
Yahudi. Kalau Nabi Musa alaihi sallam
melakukan puasa (pada hari ini) sebagai wujud rasa sykurnya kepada Allah
Ta'ala, maka kita juga berpuasa dalam rangka yang sama sebagai bentuk rasa
syukur kita kepada Allah Azza wa jalla. Oleh karena itu Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kami lebih utama untuk mengikuti Musa dari pada kalian (wahai orang-orang
Yahudi)". Di dalam riwayat yang lain, beliau mengatakan: "Dan saya
lebih berhak dengan Musa dari pada kalian". Maksudnya yaitu kami lebih
tepat dan lebih dekat untuk mengikuti Nabi Musa Alaihi Sallam dari pada kalian, orang-orang Yahudi. Karena kita
memiliki kesamaan dalam masalah pokok-pokok agama dengan beliau, begitu juga
kita mempercayai kitab yang di bawanya, sedangkan kalian, orang-orang Yahudi
banyak menyelisihi beliau, baik dalam pokok agama yang beliau ajarkan mau pun
dalam kitab yang beliau bawa, dengan di rubah atau di ganti. Dan Rasulallah Sholallahu 'alaihi wa sallam lebih taat
dan lebih tunduk dalam mengikuti kebenaran dari pada
mereka orang-orang Yahudi, oleh sebab itu beliau mengerjakan puasa pada hari
Asyuro, dan memerintahkan supaya berpuasa pada hari itu sebagai bentuk
pengagungan dan penegasan akan hal itu.
Di riwayatkan dari Abu Musa
semoga Allah meridhoinya berkata: "Asyuro itu adalah hari yang di agungkan
oleh orang-orang Yahudi, dan menjadikanya sebagai hari raya. Maka Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Berpuasalah kalian". Dalam riwayat Muslim di sebutkan, "Adalah
penduduk Khaibar mereka mengerjakan puasa pada hari Aysyuro dan
menjadikanya sebagai hari raya, sedangkan para wanita pada hari itu memakai
perhiasanya. Maka Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam bersabda: "Berpuasalah kalian". HR Bukhari no:
2005, Muslim no: 129, 130, 1131.
Yang nampak dalam hal ini bahwa termasuk
dari hikmahnya berpuasa pada hari itu untuk menyelisihi orang-orang Yahudi,
yaitu dengan tidak menjadikan harinya sebagai hari raya, dan mencukupkan hanya
berpuasa saja, di karenakan hari raya tidak boleh berpuasa, inilah sisi, dari
bentuk menyelisihi orang-orang Yahudi pada hari Asyuro. Dan akan datang
penjelasanya –Insya Allah- sisi lain bari bentuk penyelisihan mereka, yaitu supaya berpuasa pada hari ke sembilanya.
Ada dua kelompok yang sesat dalam mengagungkan hari
Asyuro, kelompok yang mirip sekali dengan perlakuan Yahudi yang menjadikan hari
Asyuro sebagai hari raya dan hari untuk bersenang-senang, dengan menampakan
pada hari tersebut bentuk-bentuk kebahagian, seperti halnya mengecat rubah,
memakai celak, memberi uang lebih pada keluarganya, memasak makanan sepesial di
luar kebiasaanya, dan lain sebagainya dari perbuatan-perbuatan orang-orang
bodoh, yang mereka menghadapi kesesatan dengan kesesatan lainya, membalas
perkara bid'ah dengan perbuatan bid'ah yang lainya.
Ada pun kelompok yang kedua mereka
menjadikan hari Asyuro ini sebagai hari belasungkawa, hari kesedihan, dan
ratapan. Di karenakan (pada hari tersebut) terbunuhnya Husain bin Ali semoga
Allah meridhoinya, sehingga mereka menampakan pada hari
itu syi'ar-syi'ar orang-orang jahiliyah, seperti halnya memukul pipi,
merobek-robek saku, melantunkan syair-syair kesedihan, membaca kisah-kisah yang
banyak dustanya dari pada benarnya, membuka pintu fitnah dengan perbuatanya
tersebut, sehingga memecah belah umat. Maka ini adalah amalan orang-orang yang
telah tersesat di kehidupan dunia ini, sedangkan pelakunya merasa bahwa itu
perbuatan kebajikan.
Sungguh suatu nikmat yang besar di mana
Allah Ta'ala telah memberi hidayah kepada ahlu sunah, yang mana mereka hanya
mengerjakan titah Nabinya supaya berpuasa pada hari itu, dengan selalu
memperhatikan jangan sampai terjerumus menyerupai orang-orang Yahudi, dan
menjauhi perintah setan kepada mereka untuk melakukan perbuatan bid'ah. Segala
puji bagi Allah Ta'ala.
Ya Allah pahamkanlah kami dalam urusan agama kami,
mudahkanlah kami untuk mengerjakan dan istiqomah di dalamnya, berilah kami
kemudahan, dan jauhkanlah dari kesulitan, ampunilah kami di dunia dan di
akhirat. Sholawat serta salam semoga Allah Ta'ala curahkan kepada Nabi kita
Muhammad Sholallahu 'alaihi wa sallam.
Disunahkan Berpuasa Pada Hari kesembilan
dan Kesepuluh
Di riwayatkan dari Ibnu Abbas semoga
Allah meridhoinya, bahwa Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam ketika berpuasa pada hari Asyuro, dan menyuruh untuk
berpuasa padanya, beliau di tanya oleh para sahabat: "Ya Rasulallah,
sesungguhnya hari itu di agung-agungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani, maka
beliau menjawab: "Jika datang tahun depan -Insya Allah- kita berpuasa
pada hari ke sembilanya juga". Ibnu Abbas melanjutkan: "Tidak
sampai tahun berikutnya datang, Rasulallah Shalalllahu
'alaihi wa sallam meninggal". Dalam salah satu riwayat yang lain,
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam
mengatakan: "Jika sampai tahun depan, saya pasti akan berpuasa bersama
hari ke sembilannya". HR Muslim no: 1134.
Di dalam hadits sebagai dalil yang
menunjukan di sunahkannya bagi orang yang ingin berpuasa hari Asyuro supaya
berpuasa pada hari sebelumnya satu hari, yaitu hari ke sembilan, maka puasa
pada hari ke Sembilan termasuk sunah walau pun Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam belum
sempat melakukanya, di karenakan beliau sudah berniat untuk berpuasa pada hari
itu, dan tujuan akan hal itu adalah –wallahu a'lam- menyatukan dengan hari ke
sepuluhnya supaya petunjuknya beliau menyelisihi ahli kitab, karena mereka
berpuasa pada hari ke sepuluhnya saja, hal ini bisa di lihat dari beberapa
riwayat yang ada di shahih Muslim, sebagaimana telah shahih dari Ibnu Abbas
semoga Allah meridhoinya secara mauquf pada beliau, Nabi bersabda: " Berpuasa
lah pada hari Sembilan dan sepuluh, selisihi lah orang-orang Yahudi".
HR Abdur Razaq 4/287, Thahaawi 2/78, al-Baihaqi 4/278. Dan sanad hadits ini
shahih.
Dalam hadits ini sebagai dalil yang jelas bahwa orang
muslim di larang untuk tasyabuh (menyerupai.pent) dengan orang-orang
kafir dan ahli kitab, di karenakan ketika meninggalkan tasyabuh dengan mereka
mempunyai dampak dan kemaslahatan yang sangat besar, begitu juga faidah-faidah
yang sangat banyak sekali, bersamaan dengan itu juga menutup sarana yang bisa
mengantarkan untuk mencintai mereka dan condong pada mereka, demikian juga
untuk merealisasikan makna baro'ah (berlepas diri.pent) pada mereka, dan
benci mereka karena Allah Ta'ala, di antara faidahnya juga kaum muslimin bisa
bebas dari mereka dan memiliki ke khasan sendiri.
Dan para ulama telah menyebutkan
tingkatan yang paling utama pada puasa hari Asyuro, di antaranya yang paling
utama yaitu berpuasa tiga hari, hari ke Sembilan, sepuluh dan sebelas, para
ulama berdalil dengan hadits Ibnu Abbas, di mana Nabi bersabda: "Selisihi
lah orang-orang Yahudi, berpuasa lah sebelumnya satu hari dan sesudahnya satu
hari". HR al-Baihaqi 4/287. Namun hadits ini dho'if, tidak bisa naik
derajatnya, kecuali di katakan dalam masalah ini bahwa puasa tiga hari
keutamaanya bertambah dengan keutamaan puasa pada hari Asyuro di karenakan
semuanya di kerjakan pada bulan haram, yang mana ada dalilnya untuk berpuasa
padanya, supaya bisa tercapai keutamaan puasa tiga hari pada setiap bulan, hal
itu sebagaimana telah di riwayatkan oleh Imam Ahmad, dimana beliau mengatakan:
"Barangsiapa yang ingin berpuasa Asyuro hendaknya berpuasa pada hari
sembilan dan sepuluhnya, kecuali ia merasa bingung (penentuan awal dan akhir) bulannya
maka hendaknya ia berpuasa tiga hari. Ibnu Sirin yang mengatakan hal
tersebut".[5]
Tingkatan yang kedua, berpuasa pada hari
Sembilan dan sepuluhnya, tingkatan ini sebagaimana di tunjukan oleh kebanyakan
hadits, seperti sudah di jelaskan di awal kitab.
Tingkatan ketiga, berpuasa pada hari
Sembilan dan sepuluhnya, atau sepuluh dan hari sebelasnya, (yang berpendapat
seperti ini) mereka berdalil dengan hadits Ibnu Abbas secara marfu' dengan
lafadz: "Berpuasa lah pada hari Asyuro, selisihi lah padanya orang-orang
Yahudi, berpuasalah pada hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya". Dan
hadits ini adalah dho'if.[6]
Tingkatan keempat, menyendirikan puasa
pada hari sepuluh saja, namun ada sebagian para ulama yang membencinya di
karenakan menyerupai dengan ahli kitab, dan itu merupakan pendapatnya Ibnu
Abbas sebagaimana yang masyhur dari beliau, pendapat itu juga merupakan
madzhabnya Imam Ahmad, dan sebagian Hanafiyah, sedangkan sebagian para ulama
mengatakan tidak di benci, di karenakan merupakan hari yang mempunyai
keutamaan, maka di sunahkan untuk mencari keutamaanya dengan berpuasa. Namun
pendapat yang rajih adalah di benci bagi orang yang mampu untuk menggabung
puasa hari itu dengan hari lainya, dan tidak menafikan hal itu untuk mendapat
pahala bagi orang yang mencukupkan puasa pada hari itu saja, bahkan dia akan di
ganjar pahala insya Allah.
Ya Allah berilah kami taufiq yang Engkau
ridhoi, jauhkan kami untuk berbuat maksiat pada -Mu, jadikan kami termasuk
hamba-hamba -Mu yang sholeh, dan di masukan pada golongan orang-orang yang
mendapat kemenangan, ampuni kami dan terima taubat kami, Ya Allah ampuni kami
dan kedua orang tua kami. Sholawat serta salam semoga Allah Ta'ala curahkan
kepada Nabi kita Muhammad Sholallahu
'alaihi wa sallam.
Post a Comment