Mengunjungi Telaga Nabi




Mengunjungi Telaga Nabi


Perjalanan akhirat, sejak manusia dibangkitkan hingga sebelum masuk di jannah atau di neraka adalah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan. Bermula dari kepanikan saat dibangkitkan, terpanggang panasnya matahari selama di makhsyar, kepenatan saat menanti keputusan, kegalauan saat menunggu catatan amal dibagikan, kegelisahan saat semua amal diperhitungkan lalu ditimbang.
Begitupun saat melintas di shirath yang melintang di atas jahannam. Lantas bagaimana orang-orang beriman bisa bertahan melampaui segala rintangan?
Segala kemudahan yang didapatkan di akhirat bergantung pada usaha baiknya di dunia. Mereka mendapat kemudahan dalam setiap prosesnya, dan bahkan bisa merasakan kenikmatan saat yang lain hanya mengenyam kesengsaraan.
Indahnya Telaga Nabi
Ummat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam misalnya, mereka bisa mengunjungi telaga indah yang bertabur kebaikan di dalamnya. Yakni telaga (haudh) milik Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam untuk dikunjungi oleh umatnya yang setia dengan sunnah-sunnahnya.
Beliau akan menanti ummatnya di telaga itu. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
إِنِّي فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ، مَنْ مَرَّ عَلَيَّ شَرِبَ وَمَنْ شَرِبَ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا
“Sesungguhnya aku akan menanti kalian di haudh (telaga) itu. Barang siapa yang melewatiku, dia akan minum di telaga itu, dan barang siapa yang bisa minum darinya, niscaya dia tidak akan merasa haus selamanya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Telaga tersebut dialiri oleh dua saluran air dari Al-Kautsar yang berada di jannah. Yakni sungai yang merupakan salah satu karunia Allah bagi Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam di jannah. Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.” (QS. Al-Kautsar: 1).
Maksud dari al-kautsar adalah sungai di jannah yang diberikan oleh Allah Subhanahu wata’ala kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam. Hal ini berdasarkan riwayat dari beberapa sahabat, seperti Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, ‘Aisyah , serta tabi’in seperti Mujahid dan Abul ‘Aliyah rahimahumallah. Meskipun makna al-Kautsar dalam ayat ini bisa lebih luas dari itu. Pada sebuah riwayat yang dikeluarkan oleh Bukhari rahimahullah dan yang lain, dari Abu Bisyr rahimahullah, dia pernah bertanya kepada Sa’id bin Jubair rahimahullah tentang pendapat yang mengatakan bahwa al- Kautsar adalah sungai di jannah.
Beliau menjawab, sungai di jannah termasuk bagian dari kebaikan yang Allah Subhanahu wata’ala berikan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam.
Intinya, dari sungai al-Kautsar inilah air mengalir ke telaga haudh melalui dua pancuran yang terbuat dari emas dan perak. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
يَغُتُّ فِيهِ مِيزَابَانِ يَمُدَّانِهِ مِنَ الْجَنَّةِ أَحَدُهُمَا مِنْ ذَهَبٍ وَالْآخَرُ مِنْ وَرِق
Air mengalir dari dua pancuran yang bersumber dari sungai surga (al-Kautsar) yang mengalirinya; satu pancuran dari emas dan pancuran lainnya dari perak.” (HR. Muslim)
Sedangkan al-Kautsar adalah sungai di jannah yang Allah anugerahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam, di dalamnya terdapat kenikmatan yang banyak. Dari sungai inilah mengalir airnya ke telaga (haudh). Di mana menurut pendapat yang rajih, bahwa keberadaan haudh itu berada pada saat manusia itu sangat membutuhkan kepada minuman ketika di padang mahsyar hari kiamat sebelum melintas di Shirat.
Ini sebagaimana komentar at-Thabarani dan Al-Hakim ketika mengomentari riwayat dari Abdullah bin Al Imam Ahmad dalam Ziyadaat ‘ala Al Musnad, “dari sini jelas bahwasanya telaga itu berada dan dikunjungi sebelum manusia melintasi Shirat.”
Telaga itu sangat indah, luas dan harum. Panjang dan lebarnya sejauh perjalanan selama satu bulan. Tatkala pandangan mata tertuju, maka dilihatlah pemandangan bejana-bejana yang berkilauan laksana bintang-bintang di langit, baik dari sisi cahayanya, maupun dari sisi jumlahnya. Wanginya lebih harum dari misk.
Sedangkan performanya begitu menggugah selera untuk diminum; lebih putih dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Maka siapapun yang minum air dari telaga itu, niscaya ia tidak akan pernah haus selamanya, meski tatkala ia berjuang melintasi shirath di atas panasnya jahannam.
Di antara hikmahnya dijelaskan oleh para ulama, bahwa seseorang yang tatkala di dunia dia mereguk syariat yang dibawa oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, maka dia tidak akan merasakan haus lagi ketika di akhirat.

Tidak ada komentar