Proses Penimbangan Amal
Itulah saat-saat di mana masing-masing manusia melihat begitu berartinya amal kebaikan sekecil apapun yang dengannya neraca kebaikan menjadi lebih berat. Tak ada yang secara sukarela memberikan jatah kebaikannya untuk dibagikan kepada pihak lain, meskipun yang memintanya adalah suami atau istri, orangtua atau anak, begitupun dengan kekasih, teman maupun kerabat. Karena masing-masing memikirkan keselamatannya sendiri.
Beratnya timbangan tak lagi dipengaruhi oleh bobot tubuh. Bahkan Nabi shallallahu alaihi wasallam mengabarkan,
إِنَّه لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيمُ السَّمِينُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ
“Sesungguhnya akan didatangkan orang yang besar dan gemuk pada Hari Kiamat, akan tetapi disisi Allah timbangannya tidak mencapai beratnya sayap nyamuk.” (HR Bukhari)
Nash-nash menunjukkan beberapa versi tentang proses penimbangan, wujud manakah yang ditimbang secara fisik di Yaumul Mizan tersebut.
Pertama, bahwa yang ditimbang adalah amal yang dilakukannya. Ini sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam.
كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ
Artinya: “Ada dua kalimat yang mudah dan ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman; Subhaanallah wabihamdihi dan juga subhanallahil ‘adziim’.” (HR Bukhari)
Hadits ini menunjukkan, bahwa amalan berupa tasbih atau dzikir kelak akan memiliki timbangan yang berat di akhirat. Maknanya, amalan itulah yang akan ditimbang. Seperti halnya dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا مِنْ شَيْءٍ فِي الْمِيْزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat di timbangan (pada hari Kiamat) daripada akhlak yang mulia.” HR Bukhari dalam Adabul Mufrad).
Yang kedua, bahwa yang ditimbang adalah jasad orangnya. Dalilnya seperti yang telah disebutkan sebelumnya tentang orang yang gemuk badannya namun ringan timbangannya. Sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah orang yang memiliki bobot yang berat di timbangan, meski secara fisik beliau kecil dan kurus.
Hingga Tatkala ia mengambil ranting pohon untuk siwak, tiba-tiba angin berhembus dengan kencang menyebabkan pakaian beliau tersingkap dan terlihatlah kedua telapak kaki dan betisnya yang kecil. Para sahabat yang melihatnya pun tertawa. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa yang kalian tertawakan?” Para sahabat menjawab, “Kedua betisnya yang kecil, wahai Nabiyullah.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَهُمَا أَثْقَلُ فِي الْمِيْزَانِ مِنْ أُحُدٍ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kedua betisnya itu di mizan nanti lebih berat dari pada gunung uhud.” (HR Ahmaddan ath-Thabrani,dinilai shohih oleh al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah).
Dua hadits di atas menunjukkan bahwa jasad juga ditimbang pada hari Kiamat nanti. Adapun yang ketiga, bahwa yang akan ditimbang adalah lembaran catatan amal manusia. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah akan membebaskan seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat dimana ketika itu dibentangkan 99 gulungan catatan (dosa) miliknya. Setiap gulungan panjangnya sejauh mata memandang, kemudian Allah berfirman: ‘Apakah ada yang engkau ingkari dari semua catatan ini?
Apakah para (Malaikat) pencatat amal telah menganiayamu?,’ Dia menjawab: ‘Tidak wahai Rabbku,’ Allah bertanya: ‘Apakah engkau memiliki udzur (alasan)?,’ Dia menjawab: ‘Tidak Wahai Rabbku.’ Allah berfirman: “Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikitpun. Kemudian dikeluarkanlah sebuah kartu (bithoqoh) yang di dalamnya terdapat kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ
Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
Lalu Allah berfirman: ‘Hadirkan timbanganmu.’ Dia berkata: ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?,’ Allah berfirman: ‘Sungguh kamu tidak akan dianiaya.’ Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaaha illallah) lebih berat. Demikianlah tidak ada satu pun yang lebih berat dari sesuatu yang padanya terdapat Nama Allah.” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim)
Semua keterangan tersebut tidaklah saling bertentangan, bahwa yang mempengaruhi berat atau ringannya timbangan seseorang adalah amalnya.
Selagi masih diberi kesempatan, selayaknya kita menimbang diri dengan timbangan kehati-hatian, bukan over dalam klaim dan pengharapan, lalu menutup mata dari kekurangan dan kesalahan yang telah kita lakukan. Sayangnya tabiat umumnya manusia lebih suka mengingat kebaikannya daripada kesalahannya. Menganggap bahwa dosa-dosanya tak seberapa besar. Paahal klaim ini hanya dimiliki oleh orang-orang yang jahil dan terpedaya. Allah mematahkan klaim mereka dengan firman-Nya,
“Dan kamu menyangka perkara itu kecil,padahal di sisi Allah itu sesuatu dosa besar.” (Surah an-Nur ayat 15). Wallahu a’lam bishawab.
Post a Comment