Hakikat Segala Hakikat

Hakikat Segala Hakikat

Dari sinilah kaum ‘arifin menanjak dari dasar majaz ke puncak hakikat. Dengan demikian, menyempurnakan mi’raj (pendakian) mereka sehingga melihat dengan musyahadah (penyaksian), secara langsung bahwa “tidak ada sesuatu dalam wujud melainkan Allah”, dan bahwa “segala sesuatu binasa selain wajah-Nya.” Sebab, segala sesuatu akan binasa pada suatu waktu tertentu, bahkan pada hakikatnya – ia adalah sesuatu yang binasa secara azali, sejak permulaan dan untuk selamanya. Tiada gambaran lain selain itu, sebab segala sesuatu selain DIA, bila ditinjau dari keberadannya sendiri, adalah ketiadaan yang murni.

Bila ditinjau dari arah datangnya keberadaannya dari “Sumber Pertama” yang haqq, dapatlah disadari bahwa ia maujud b ukan pada dirinya sendiri, tapi dari arah DIA yang telah mewujudkannya. Dengan demikian yang disebut maujud itu hanyalah Allah. Setiap sesuatu memiliki dua wajah, wajah ke arah dirinya sendiri dan wajah ke arah Tuhannya. Maka dari itu, ditinjau dari arah dirinya sendiri, ia adalah ‘adam (ketiadaan), dan ditinjau dari arah Allah, ia adalah wujud (keberadaan). Jadi, tidak ada maujud kecuali Allah dan wajah-Nya. Dengan itu pula, maka segala sesuatu binasa kecuali wajah-Nya secara azali dan abadi.

Kaum ‘arifin, seperti yang disebutkan di atas, tidaklah membutuhkan datangnya hari kebangkitan untuk mendengar seruan Allah. Sang Pencipta:

“Bagi siapakah kerajaan hari ini? Bagi Allah Yang Mahatunggal lagi Mahaperkasa .....
(QS. Al-Mu’min 40 : 16).

Sebab seruan itu tidak pernah berpisah dari pendengarannya selama-lamanya.

Mereka juga tidak memahami ucapan Allahu Akbar (Allah adalah Yang Terbesar), bahwa DIA adalah lebih besar dari sesuatu selain-ya. Mahasuci Allah! Bukankah taka da selain DIA dalam wujud ini bersama-Nya sehingga DIA dapat dikatakan lebih besar darinya? Bahkan, tak ada sesuatu pun yang memiliki tingkatan kebersamaan dengan-Nya ataupun tingkatan mengikuti-Nya. Bahkan, tiada kewujudan bagi selain DIA, kecuali dari arah-Nya. Maka dari itu, yang ada hanyalah wajah-Nya dan mustahil DIA menjadi lebih besar dari wajah-Nya.

Arti sebenarnya ialah bahwa: “DIA adalah lebih besar dari kemungkinan disebut sebagai lebih besar dalam arti nisbi atau pun dalam bandingan”. Juga lebih besar dari kemungkinan adanya sesuatu selain-Nya yang mampu menyelami hakikat keberadaan-Nya, baik ia seorang nabi ataupun malaikat. Bahkan, tak mungkin ada yang mengetahui hakikat pengetahuan mengenai-Nya, kecuali DIA sendiri. Sebab, segala sesuatu yang dapat diketahui termasuk di bawah kekuasaan (“orang”) yang mengetahui dan pengaruhnya. Hal itu tentunya berlawanan dengan keagungan dan keperkasaan-Nya. Pen-tahkik-an tentang ini telah kami uraikan dalam kami al-Maqshad al-Asna fi Ma’ani As-ma’Illah al-Husni.

Tidak ada komentar