Ketahuilah bahwa alam terdiri dari dua bagian: alam ruhani dan alam jasmani. Atau bila Anda ingin, dapatlah Anda sebut sebagai : alam indra dan alam akal, atau bisa pula alam atas (atau tinggi) dan alam bawah (atau rendah). Semua itu hampir sama. Yang berbeda hanya istilah-istilahnya. Jika Anda meninjau keduanya itu dari segi eksistensinya masing-masing, Anda akan menyebutnya jasmani dan ruhani. Jika meninjaunya dalam kaitannya dengan penglihatan yang dapat mencerap keduanya, Anda akan menyebutnya indriawi dan ‘Aqli (akal). Jika meninjaunya dalam hubungan antara arah yang satu dan lainnya, Anda akan menyebutnya “atas” dan “bawah”. Adakalanya Anda menamakan yang satu “alam kenyataan dan kasat mata” (‘alamul-mulk was-syahadah), sedangkan yang lainnya alam gaib dan malakut (‘alam alghaib was malakut).
Nah, barangsiapa memandang kepada berbagai hakikat kata-kata, mungkin sekali ia akan kebingungan disebabkan amat banyaknya, dan ia pun akan menghayalkan banyaknya makna yang dikandungnya. Sedangkan orang, yang hakikat-hakikat itu telah tersngkap baginya, akan menjadikan berbagai makna itu sebagai pokok dan istilah-istilah itu sebagai pelengkap. Sebaliknya, orang yang lemah pengetahuannya akan mencari hakikat-hakikat melalui istilah-istilah. Kepada kedua kelompk ini ditujukan firman Allah:
“Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak beroleh petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?
(QS. Al-Mulk 67 : 22).
Kini setelah mengetahui makna kedua alam itu, ketahuilah bahwa ‘alam malakut yang tinggi adalah alam gaib, sebab ia gaib (tak tampak) bagi kebanyakan orang. Sedangkan alam indriawi adalah ‘alam syahadah, sebab dapat disaksikan oleh mereka.
Selain dari itu, alam indriawi adalah sarana pendakian ke alam kekal, dan seandainya tak ada hubungan dan kesesuaian antara keduanya, niscaya tertutuplah jalan pendakian ke alam kekal.sekiranya hal itu terjadi, maka mustahil orang dapat berjalan menuju hadirat ketuhanan serta penghampiran diri kepada Allah Swt.
Tak seorang pun akan berhasil menghampiri Allah Swt, tanpa sebelumnya menginjakkan kakinya di tengah-tengah Hadhrat al-Quds. Yang kami maksudkan dengan itu ialah alam yang jauh meninggi dari pencerapan indra dan khayal yang – jika Anda meninjaunya secara keseluruhan – merupakan lapangan atau arena yang tak sesuatu yang asing baginya akan keluar daripadanya ataupun masuk ke dalamnya. Itulah yang kami maksdukan dengan hadhrat al-Quds. Sebagaimana kita, adakalanya menamakan ruh manusiawi yang menjadi seluruh limpahan-limpahan kesucian Ilahi sebagai “lembah yang disucikan” (al-wadi al-muqadas).
Dalam hadhrat ini terdapat pula berbagai hadhrat yang sebagiannya lebih kuat mengandung makna-makna kesucian daripada lainnya. Meskipun sesungguhnya kata “hadhrat” sudah melingkupi semua tingkatannya.
Maka janganlah sekali-kali Anda mengira bahwa istilah-istilah ini merupakan “malapetaka-malapetaka” yang tak dapat dicerna oleh akal, terutama bagi orang-orang yang telah tercerahkan mata hatinya.
Aku menyadari bahwa kesibukanku sekarang dalam mencoba menguraikan setiap kata (istilah) yang kusebutkan, akan menghalangiku untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, hendaknya Anda sendiri bersungguh-sungguh dalam usaha memahami arti istilah-istilah tersebut, sebab aku hendak kembali ke sasaranku semula.
Post a Comment