Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot Ketakwaannya kepada Allah SWT
Kebahagiaan Hamba Tergantung pada Bobot Ketakwaannya kepada Allah SWT
Pendahuluan
Hadirin yang dimuliakan Allah,
Ketahuilah—semoga Allah melembutkan hati kita—bahwa orang-orang yang benar-benar bahagia bukanlah mereka yang paling banyak hartanya, paling tinggi jabatannya, atau paling luas pengaruhnya. Tetapi mereka yang paling berat timbangan takwanya di sisi Allah SWT.
Para wali Allah, orang-orang shalih, dan para pecinta akhirat itu kini telah lama terkubur di bawah tanah. Nama mereka mungkin tidak dikenal manusia, tetapi aroma ketakwaannya masih hidup di langit. Mereka pergi membawa kebahagiaan sejati, karena hidup mereka dibangun di atas pondasi takwa.
1. Takwa Sebagai Ukuran Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Dalil Al-Qur’an
﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً﴾
(QS. An-Nahl: 97)
Artinya:
“Barang siapa mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sungguh Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Penjelasan Ulama
Ibnu Katsir رحمه الله menjelaskan:
“Hayatan thayyibah adalah ketenangan hati, rezeki yang halal, dan kepuasan jiwa, meskipun sedikit harta.”
Artinya, kebahagiaan tidak bergantung pada banyaknya dunia, tetapi pada bersihnya iman dan kuatnya takwa.
2. Hakikat Takwa Menurut Al-Qur’an dan Sunnah
Dalil Al-Qur’an
﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ ... إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ﴾
(QS. Al-Hujurat: 13)
Artinya:
“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
Hadis Nabi ﷺ
«اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ»
(HR. Tirmidzi)
Artinya:
“Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.”
Komentar Ulama
Imam Al-Ghazali رحمه الله berkata:
“Takwa bukan sekadar takut kepada Allah, tetapi menjaga diri dari segala sesuatu yang menjauhkanmu dari-Nya.”
3. Wara’ Sebagai Bukti Nyata Ketakwaan
Definisi Wara’
Wara’ adalah meninggalkan yang haram dan yang syubhat, serta berhati-hati agar tidak terjerumus dalam maksiat.
Dalil Hadis
«إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ...»
(HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya:
“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, dan di antara keduanya ada perkara syubhat...”
Ulasan Ulama
Imam An-Nawawi رحمه الله berkata:
“Hadis ini adalah dasar utama dalam sikap wara’. Barang siapa menjaga diri dari syubhat, maka agamanya akan selamat.”
Orang yang bertakwa tidak hanya bertanya:
“Ini halal atau haram?”
tetapi juga bertanya:
“Apakah ini diridhai Allah atau tidak?”
4. Menjaga Hudud Allah: Tanda Hamba yang Bertakwa
Dalil Al-Qur’an
﴿تِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ فَلَا تَعْتَدُوهَا﴾
(QS. Al-Baqarah: 229)
Artinya:
“Itulah batas-batas Allah, maka janganlah kalian melanggarnya.”
Penjelasan
Hudud Allah bukan hanya hukum pidana, tetapi seluruh batas halal dan haram, batas lisan, pandangan, pergaulan, harta, dan niat.
Ibnu Qayyim رحمه الله berkata:
“Melanggar hudud Allah adalah sebab matinya hati, meskipun jasad masih hidup.”
5. Perusak Agama: Lancang terhadap Allah SWT
Dalil Al-Qur’an
﴿كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَىٰ قُلُوبِهِم مَّا كَانُوا يَكْسِبُونَ﴾
(QS. Al-Muthaffifin: 14)
Artinya:
“Sekali-kali tidak! Bahkan apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka.”
Hadis Nabi ﷺ
«إِذَا أَذْنَبَ الْعَبْدُ نُكِتَ فِي قَلْبِهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ»
(HR. Tirmidzi)
Artinya:
“Jika seorang hamba berbuat dosa, maka akan dititikkan noda hitam di hatinya.”
Komentar Ulama
Hasan Al-Bashri رحمه الله berkata:
“Mereka meremehkan dosa karena kecil di mata mereka, padahal ia besar di sisi Allah.”
Kelancangan terhadap Allah dimulai dari:
- Meremehkan maksiat
- Menganggap dosa sebagai kebiasaan
- Menertawakan nasihat agama
6. Mensucikan Hati: Inti dari Ketakwaan
Dalil Al-Qur’an
﴿قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا﴾
(QS. Asy-Syams: 9)
Artinya:
“Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.”
Penjelasan
Hati yang tidak disucikan akan:
- Mudah berbuat dosa
- Berat melakukan ketaatan
- Tidak merasakan manisnya iman
Imam Malik رحمه الله berkata:
“Ilmu tanpa wara’ adalah bencana, dan ibadah tanpa ikhlas adalah sia-sia.”
Penutup dan Doa
Hadirin yang dirahmati Allah,
Mari kita timbang kembali kebahagiaan kita.
Apakah ia dibangun di atas ketakwaan, atau hanya di atas kenikmatan sementara?
Semoga Allah menjadikan kita:
- Hamba yang bertakwa
- Hati yang wara’
- Jiwa yang bersih
- Dan termasuk orang-orang yang bahagia di dunia dan akhirat
اللهم ارزقنا التقوى، وطهّر قلوبنا من النفاق، وأعمالنا من الرياء، وألسنتنا من الكذب، وأعيننا من الخيانة.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Post a Comment