Yang Lalu Biar Berlalu
Yang Lalu Biar Berlalu
Pendahuluan
Saudara-saudaraku yang dirahmati Allah,
Sering kali kita merasa terbebani oleh masa lalu: kegagalan, kesalahan, atau kehilangan. Kita larut dalam penyesalan, ratapan, dan kesedihan. Padahal, Allah mengajarkan kita untuk bijak dalam memandang masa lalu, tidak membiarkan diri tenggelam dalam penyesalan yang sia-sia, dan menatap masa depan dengan penuh semangat.
Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تَمُوتَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ كِتَابًا مُؤَجَّلًا ۗ وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَنْ يُرِدْ ثَوَابَ الْآخِرَةِ نُؤْتِهِ مِنْهَا وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ
(QS. Ali Imran: 145)
“Dan tidaklah seorang pun yang dapat mati kecuali dengan izin Allah, pada waktu yang telah ditentukan. Barang siapa menginginkan pahala dunia, Kami akan memberinya darinya, dan barang siapa menginginkan pahala akhirat, Kami akan memberinya darinya. Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Komentar Ulama:
- Imam Al-Qurtubi menekankan bahwa setiap peristiwa dalam hidup telah ditetapkan oleh Allah. Mengingat masa lalu untuk pembelajaran diperbolehkan, tetapi bersedih terus-menerus atasnya adalah kesia-siaan dan tidak bermanfaat.
1. Jangan Larut dalam Masa Lalu
Saudara-saudaraku,
Mengingat dan mengenang masa lalu, kemudian bersedih atas kegagalan atau nestapa, adalah tindakan bodoh dan merugikan. Itu sama artinya dengan “membunuh semangat”, memupuskan tekad, dan mengubur masa depan yang belum terjadi.
Allah SWT berfirman mengenai umat terdahulu:
وَكُلَّا أَتْبَعْتُمْ بَعْدَهُمْ أَهْوَاءَهُمْ
(QS. Al-An’am: 116)
“Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah Allah memberi petunjuk kepadamu.”
Komentar Ulama:
- Imam Ibnu Katsir menekankan bahwa mengulang kesalahan masa lalu tanpa pelajaran akan menyeret seseorang kembali ke kesesatan, sama seperti mengikuti jejak kaum yang binasa.
Praktik:
- Simpan “berkas-berkas masa lalu” di ruang penglupaan: jangan membiarkan penyesalan terus menguasai pikiran dan hati.
- Anggap masa lalu sudah selesai, cukup sebagai pelajaran, dan fokuslah membangun masa depan.
2. Masa Lalu Sudah Berlalu – Tidak Bisa Dikembalikan
Allah SWT berfirman:
كَذَٰلِكَ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِكُمْ أُمَمٌ فَمَا أَغْنَىٰهُمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
(QS. Ghafir: 82)
“Demikianlah, telah berlalu sebelum kamu umat-umat yang terdahulu, maka tidak berguna bagi mereka apa yang mereka usahakan.”
Komentar Ulama:
- Umat terdahulu, meski memiliki harta dan kekuasaan, tetap binasa karena keterikatan pada hal yang sia-sia.
- Mengingat kegagalan masa lalu tanpa perbaikan adalah seperti menumbuk tepung atau menggergaji kayu yang sudah hancur: sia-sia dan membuang waktu.
Analogi praktis:
- Air sungai tidak mungkin kembali ke hulu.
- Matahari tidak mungkin kembali ke titik terbitnya.
- Bayi tidak mungkin kembali ke rahim ibu.
- Begitu pula masa lalu, tidak dapat diulang, tidak dapat diperbaiki, dan tidak ada gunanya diratapi terus-menerus.
3. Fokus pada Masa Depan
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "اغتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ"
(HR. Hakim, Ahmad)
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum tua, kesehatan sebelum sakit, kaya sebelum miskin, waktu luang sebelum sibuk, dan hidup sebelum mati.”
Komentar Ulama:
- Hadis ini menegaskan prinsip hidup produktif: jangan terikat pada masa lalu, manfaatkan yang ada saat ini untuk masa depan yang lebih baik.
Praktik jamaah:
- Fokuskan energi dan pikiran untuk memperbaiki hari ini dan merencanakan masa depan.
- Jangan menyia-nyiakan waktu dengan menyesali hal yang telah terjadi.
4. Pelajaran dari Al-Qur’an tentang Kaum yang Lalu
Allah SWT sering menyebutkan peristiwa umat terdahulu dengan kalimat “itu adalah umat yang lalu”, menegaskan bahwa masa lalu hanyalah pelajaran, bukan untuk diratapi.
Contoh:
كَذَلِكَ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا فِي أُمَمٍ مِّن قَبْلِكُمْ فَجَاءُوهُم بِالْبَيِّنَاتِ فَأَخَذْنَاهُم بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُونَ
(QS. Al-A’raf: 94)
“Demikianlah, Kami utus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu. Mereka datang dengan bukti-bukti yang nyata, lalu Kami siksa mereka dengan kesusahan dan musibah, agar mereka memohon ampun.”
Komentar Ulama:
- Umat terdahulu menjadi pelajaran, bukan objek ratapan. Yang penting adalah mengambil hikmah, bukan tenggelam dalam penyesalan.
5. Kesimpulan dan Tindakan Praktis
- Masa lalu sudah berlalu, tidak bisa diubah. Ratapan tidak akan mengembalikannya.
- Fokuslah pada masa depan: tujuan, amal, keluarga, dan kebaikan.
- Manfaatkan kesempatan dan waktu yang ada: kesehatan, usia muda, kemampuan, dan sumber daya.
- Jangan biarkan penyesalan masa lalu memadamkan semangat dan mengurangi produktivitas.
Allah SWT berfirman:
وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ أَمَلَاهُمْ
(QS. Al-Insan: 1–2, tafsir relevan)
“Setiap perbuatan manusia dicatat, tetapi yang penting adalah tindakan saat ini dan persiapan masa depan.”
Renungan:
- Jangan hidup di bawah bayang-bayang masa lalu.
- Biarkan air sungai masa lalu mengalir, fokus pada hulu masa depan yang menunggu.
Doa Penutup
Ya Allah, jauhkanlah kami dari kesia-siaan karena meratapi masa lalu.
Bukakanlah hati kami untuk memandang masa depan dengan semangat,
Berikan kami kekuatan untuk mengambil pelajaran dari masa lalu, dan
Jadikan setiap hari kesempatan untuk memperbaiki diri dan berbuat kebaikan. Amin.
Post a Comment